BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Asal Usul Kerajaan Jailolo dan Senioritas Kerajaan di Maluku Francoise Valentijn dalam (Adnan Amal, 2007: 26) mengatakan bahwa kerajaan Jailolo berasal dari sebuah kampong (kampung atau desa), dan kerajaan yang berdiri di desa itu kemudian diberi nama yang sama. Hal ini, sejalan dengan cerita rakyat dari Desa Porniti yang mengatakan di wilayah jazirah tersebut awalnya terdiri dari beberapa kampung yaitu, kampong Jailolo, kampong Porniti, kampong Gufasa. Menurut sumber Nagarakartagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, mengatakan bahwa kemungkinan Kolano pertama Jailolo adalah seorang perempuan yang berkuasa secara tiran dan memerintah dengan tangan besi. Wilayah kekuasaaan kerajaan Jailolo pada masa awal berdiri sebagai sebuah kerajaan yang juga tercatat dalam kitab Nagarakartagama wilayahnya belum mencakup Halmahera secara keseluruhan khususnya bagian utara sebelah barat, karena di sana terdapat Kerajaan Loloda (Paramitha, 1978: 164). Berdirinya kerajaan Jailolo belum dapat dipastikan kapan, yang dapat dicatat hanyalah peristiwa kesejarahan bahwa pada masa awal ada seorang raja perempuannya yang kawin dengan Raja Loloda, sebuah kerajaan di bagian utara pulau Halmahera mungkin merupakan kerajaan yang lebih tua dari Jailolo. Menurut cerita rakyat di daerah ini, perkawinan antara Ratu Jailolo dengan Raja 28
36
Embed
BAB IV PEMBAHASAN · 2015. 1. 9. · diperoleh. Hal inilah yang membuat pelayaran besar-besaran yang diawali oleh bangsa Portugis dan Spanyol ke dunia timur. Keinginan untuk mendapatkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Asal Usul Kerajaan Jailolo dan Senioritas Kerajaan di Maluku
Francoise Valentijn dalam (Adnan Amal, 2007: 26) mengatakan bahwa
kerajaan Jailolo berasal dari sebuah kampong (kampung atau desa), dan kerajaan
yang berdiri di desa itu kemudian diberi nama yang sama. Hal ini, sejalan dengan
cerita rakyat dari Desa Porniti yang mengatakan di wilayah jazirah tersebut
awalnya terdiri dari beberapa kampung yaitu, kampong Jailolo, kampong Porniti,
kampong Gufasa.
Menurut sumber Nagarakartagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca,
mengatakan bahwa kemungkinan Kolano pertama Jailolo adalah seorang
perempuan yang berkuasa secara tiran dan memerintah dengan tangan besi.
Wilayah kekuasaaan kerajaan Jailolo pada masa awal berdiri sebagai sebuah
kerajaan yang juga tercatat dalam kitab Nagarakartagama wilayahnya belum
mencakup Halmahera secara keseluruhan khususnya bagian utara sebelah barat,
karena di sana terdapat Kerajaan Loloda (Paramitha, 1978: 164).
Berdirinya kerajaan Jailolo belum dapat dipastikan kapan, yang dapat
dicatat hanyalah peristiwa kesejarahan bahwa pada masa awal ada seorang raja
perempuannya yang kawin dengan Raja Loloda, sebuah kerajaan di bagian utara
pulau Halmahera mungkin merupakan kerajaan yang lebih tua dari Jailolo.
Menurut cerita rakyat di daerah ini, perkawinan antara Ratu Jailolo dengan Raja
28
Loloda merupakan perkawinan politik untuk memberikan akses kepada
Jailolo menguasai seluruh Halmahera. Politik Jailolo berhasil, sebab sebelum
tahun 1250 teritorial Kerajaan Jailolo telah meliputi hampir seluruh Halmahera
termasuk Loloda (Adnan Amal, 2007: 26).
Karena memerintah dengan tangan besi, terjadi perlawanan dan
pembangkangan terhadap Kolano Jailolo, yang diikuti dengan eksodus para
pembangkang politik ke pulau-pulau kecil disekitar Halmahera: Ternate, Tidore,
Moti, dan Makian. Di pulau-pulau inilah para pemberontak Jailolo mendirikan
kerajaan-kerajaan salah satu di antaranya yang terbesar dan terkuat adalah
Ternate. Akhirnya dapat merongrong dan bahkan mengakhiri eksistensi Kerajaan
Jailolo.
Katarabumi menjadi Kolano (raja) Jailolo pada tahun 1534. Adnan Amal
(2007: 30) menulis bahwa Katarabumi berasal dari keluarga bangsawan tinggi.
Pemaknaan gelar sebagai “bangsawan tinggi” menjadi catatan yang sangat
penting. Arti kata “bangsawan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),
mengandung arti sebagai keturunan orang mulia, terutama raja dan kerabatnya
(keturunan ningrat) atau juga sering disebut sebagai keturunan darah biru,
sehingga dapat disimpulkan bahwa katarabumi merupakan keturunan raja-raja
Jailolo sebelumnya.
Katarabumi diangkat menjadi Jogugu (Perdana Menteri atau
Mangkubumi) Jailolo pada tahun 1529. Pengangkatan itu terjadi, karena Sultan
Jusuf yang berkuasa saat itu sudah sakit-sakitan dan putranya Sultan Fairuz
29
Alaudin masih kecil, sehingga pengangkatan itu bertujuan agar dapat menjalankan
roda pemerintahan. Setelah menjadi Jogugu karena beberapa prestasi yang dicapai
salah satunya adalah dapat menahan serangan-serangan yang dilakukan oleh
kerajaan Ternate yang sangat ingin menguasai Kerajaan Jaiolo. Katarabumi
mendapat kepercayaan rakyat dan juga berbagai usaha yang dilakukan dengan
mengadakan kerjasama dengan Portugis yang akhirnya menjadi Kolano Jailolo
pada tahun 1534 Adnan Amal (2007:30)
4.2 Letak dan Geografi Jailolo (Halmahera)
Jailolo pada masa kejayaannya menguasai hampir keseluruhan pulau
Halmahera seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal. Oleh karena itu, perlu
untuk membahas secara tata letak dan secara geografi terkait dengan pulau
Halmahera.
Halmahera adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Pulau
Sulawesi dengan batas laut Maluku di sebelah barat, di sebelah utara dan timur
dengan samudera pasifik dan di sebelah selatan berbatasan dengan Selat Obi.
Pulau ini merupakan yang terbesar di Maluku Utara dan dikelilingi
berbagai pulau kecil lainnya yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni.
Secara etimologi Halmahera terdiri dari dua kata yaitu: Hale artinya sebagai tanah
dan Ma-hera sebagai asal-usul, sehingga keseluruhannya secara secara harfiah
menjadi “tanah asal dari tanah-tanah yang lainnya”, pengertian seperti ini juga
terdapat di Maluku Tengah untuk pulau Seram, yaitu nusa-ina (pulau ibu), karena
30
pulau itu juga dikelilingi berbagai pulau kecil lainnya dan dianggap sebagai
tempat asal penduduk pulau-pulau itu (Kutoyo dan Kartadarmadja, 1977: 7).
Pulau Halmahera berbentuk empat jazirah yang seolah-olah empat pulau
yang terpisah yang dihubungkan pada satu wilayah tertentu. Masing-masing
jazirah disebut sesuai dengan letaknya, yaitu Jazirah Utara, Jazirah Timur Laut,
Jazirah Tenggara, dan Jazirah Selatan. Keempat jazirah tersebut di selingi oleh
tiga teluk, yaitu: pertama adalah Teluk Kau di utara diantara Jazirah Utara dan
Jazirah Timur Laut, kedua adalah Teluk Buli antara Jazirah Timur Laut dan
Jazirah Tenggara, dan ketiga adalah teluk Weda antara Jazirah Tenggara dan
Jazirah Selatan (Leirissa, 1990: 6).
Keempat jazirah tersebut diliputi oleh suatu rangkaian pegunungan dengan
ketinggian sekitar 1000 sampai 2000 meter dari permukaan laut. Di antaranya
terdapat pegunungan vulkanik yang membentang dari gunung Tolo di wilayah
Tobelo sampai daerah Loloda di bagian selatan dan yang menyambung dengan
rangkaian gunung api di pulau-pulau kecil lainnya di sekitarnya, sperti gunung
Gamalama di pulau Ternate dan juga yang lainya.
Pulau Halmahera di selimuti oleh hutan-hutan lebat terutama dipedalaman,
jenis hutan tropis tersebut ditumbuhi oleh pohon-pohon yang tinggi dan barbagai
jenis rotan. Hutan di Halmahera seperti juga dengan daerah yang lainnya
merupakan hutan tropis, dan di daerah pesisir ditumbuhi hutan bakau. Dari semua
tumbuhan yang tumbuh di hutan Halmahera, ada tumbuhan endemik yang tumbuh
31
liar di hutan Halmahera yaitu tanaman cengkeh, pala, dan juga guraka mera (jahe
merah).
Tumbuhan cengkeh banyak tumbuh di daerah bagian barat Halmahera
khusus di daerah Gunung Jailolo dan daerah Tamo (bagian dari pengunanan
Sembilan), bahkan sebelum tahun 2000, sebelum konflik SARA yang terjadi di
Halmahera masyarakat sering pergi mengambil cengkeh di hutan, kemudian
dijemur sampai kering dan dijual ke pedagang.
Sedangkan tanaman pala itu berasal dari Halmahera bagian Timur tepatnya
daerah Maba dan sekitarnya. Pala yang semula hanya ada di Halmahera, tetapi
mempunyai nilai jual yang tinggi pada waktu jaman perdagangan membuat
tanaman ini mulau dibudidayakan oleh masyarakat dan akhirnya tersebar ke
daerah lain.
Tanaman yang satu ini yaitu guraka merah, bagi masyarakat daerah Jailolo
mengatakan adalah tanaman endemik Halmahera, karena disalah satu gunung,
antara Jailolo dan Kecamatan Kao terdapat sebuah gunung yang penuh ditumbuhi
oleh guraka merah. Sehingga gunung tersebut dinamai gunung Guraka.
Hasil rempah-rempah berupa buah cengkeh, pala dan juga guraka inilah
yang menjadi daya tarik bangsa luar. Masyarakat awalnya hanya menggunakan
rempah-rempah tersebut sebagai obat-obatan dan bumbu masakan. Khasiatnya
yang begitu banyak sehingga tersebar sampai ke daerah lain, para pedagang dari
Indonesia seperti Jawa, Bugis, Makasar. Kemudian tersebar sampai ke pedagang
Arab dan Tionghoa. Setelah itu pedagang Arab dan Tioghoa mulai berlayar ke
32
Maluku untuk mencari rempah-rempah, bahkan kemungkinan pedagang Tionghoa
sudah hadir lebih duluan dari pedagang yang lain. Hal ini searah dengan apa yang
dijelaskan dalam buku Sartono Kartodirjo (1987: 10) bahwa Maluku menjadi
pelabuhan terakhir antara perdagangan Barat dan Timur.
Pedagang China dan Arab bahkan juga dari Persia yang membawa
Rempah-rempah tersebut ke daerah Eropa. Perdagangan mulai berubah setelah
terjadi perang Salib, dan rempah-rempah dari dunia Timur menjadi tidak mudah
diperoleh. Hal inilah yang membuat pelayaran besar-besaran yang diawali oleh
bangsa Portugis dan Spanyol ke dunia timur. Keinginan untuk mendapatkan
rempah-rempah langsung ke daerah asalnya, membuat kedua bangsa ini tiba di
Maluku.
4.3 Asal Usul Katarabumi
Katarabumi menjadi Kolano (raja) Jailolo pada tahun 1534. Adnan Amal
(2007: 30) menulis bahwa Katarabumi berasal dari keluarga bangsawan tinggi.
Pemaknaan gelar sebagai “bangsawan tinggi” menjadi catatan yang sangat
penting. Arti kata “bangsawan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),
mengandung arti sebagai keturunan orang mulia, terutama raja dan kerabatnya
(keturunan ningrat) atau juga sering disebut sebagai keturunan darah biru,
sehingga dapat disimpulkan bahwa katarabumi merupakan keturunan raja-raja
Jailolo sebelumnya.
Katarabumi diangkat menjadi Jogugu (Perdana Menteri atau
Mangkubumi) Jailolo pada tahun 1529. Pengangkatan itu terjadi, karena Sultan
33
Jusuf yang berkuasa saat itu sudah sakit-sakitan dan putranya Sultan Fairuz
Alaudin masih kecil, sehingga pengangkatan itu bertujuan agar dapat menjalankan
roda pemerintahan. Setelah menjadi Jogugu karena beberapa prestasi yang dicapai
salah satunya adalah dapat menahan serangan-serangan yang dilakukan oleh
kerajaan Ternate yang sangat ingin menguasai Kerajaan Jaiolo. Katarabumi
mendapat kepercayaan rakyat dan juga berbagai usaha yang dilakukan dengan
mengadakan kerjasama dengan Portugis yang akhirnya menjadi Kolano Jailolo
pada tahun 1534 Adnan Amal (2007:30)
Sesuatu hal yang menarik terkait dengan asal-usul, patut ditelusuri adalah
nama Katarabumi. Nama ini bukan nama asli Jailolo (Halmahera), tetapi nama
Sansekerta yang biasanya dipakai keraajaan-kerajaan yang berada dibawah
pengaruh Hindu dan Budha yang akan dibahas pada subbagian berikut ini.
Nama Katarabumi memang menjadi misteri, karena sulit untuk mencari
hubungan antara nama Sansekerta dengan bukti-bukti sejarah terkait dengan
Hindu-Budha yang ada sekarang. Tetapi terkait dengan nama tersebut, bisa dibuat
dua perkiraan yang dinalar berdasar logika yaitu kerajaan Jailolo timbul
bersamaan dengan perdagangan :
a. Kerajaan Jailolo sudah ada sejak jaman perdagangan yang dibawa oleh
orang India/Gujarat yang kemudian mendirikan Kerajaan.
Pendapat ini dikemukakan karena di kerajaan Jailolo,
terdapat sebuah prasasti yang berada di pedalaman Jailolo.
Masyarakat menamakan sebagai Batu Tulis yang terdapat di Sungai
34
Porniti. Berdasarkan wawancara dengan Arnol Kapong dan
Lambertus Lahopang yang pernah melihat prasasti tersebut, bahwa
tulisan tersebut bukan menggunakan huruf latin tetapi huruf
menyerupai paku. Bila ditelusuri huruf paku berarti hampir
menyerupai aksara Kaganga yang pernah ditemukan di Sumatera
dengan Surat Ulu. Seandainya hal itu benar, berarti pedagang dari
India sudah mulai masuk sejak abad pertama seperti juga dengan
daerah yang lain, dan membentuk kerajaan, seperti Kutai dan
Sriwijaya.
Van den Berg (1954: 205) mengatakan bahwa perdagangan
cengkeh sudah terjadi di Maluku sekitar tahun 650. Perdagangan ini
memberikan informasi bahwa peradaban di Jailolo sudah tersusun
dengan baik, sehingga perdagangan bisa berlangsung dan kerajaan
Jailolo bisa berkembang dengan baik, dapat dikatakan bahwa Jailolo
bukan kerajaan yang kecil, dan sudah terkenal oleh sebab itu Mpu
Prapanca menulis Jailolo sebagai kerajaan di Halmahera dalam kitab
Nagarakartagama.
Perjalanan waktu yang panjang sampai pada Katarabumi
yang mulai terkenal pada tahun 1534, nama ini terdengar asing
karena Jailolo sudah dipimpin oleh Sultan Jusuf yang beragama
Islam. Van den Berg (1954: 207) juga mengatakan bahwa Islam
masuk di Maluku sekitar tahun 1400 di Kerajaan Ternate, dan
35
kemudian menyebar ke Kerajaan yang lainnya seperti Tidore, Jailolo
dan Bacan. Tetapi disini Islam adalah kepercayaan yang dibawa oleh
pedagang Arab.
Menarik untuk disimak, karena Katarabumi masih berada
dalam keluarga kerajaan tetapi tidak menjadi muslim, karena para
Raja di Maluku menjadi Islam harus mengganti nama sesuai dengan
nama Arab. Hal ini juga bisa di interpretasikan bahwa tidak semua
kerabat raja di Kerajaan Jailolo yang menjadi muslim. Salah satunya
adalah Katarabumi dan juga yang lainnya. Dalam kondisi ini pasti
terjadi pro dan kontra terkait dengan agama baru yang harus dianut.
Dapat dikatakan Katarabumi berada di kelompok yang menolak
Islam di Jailolo. Kondisi ini diperjelas dengan usaha Katarabumi dan
pengikutnya untuk mengkudeta kerajaan Jailolo dengan bantuan
Portugis, yang akan dibahas di bagian selanjutnya. Katarabumi tetap
mempertahankan dirinya adalah Kolano Jailolo dan bukan Sultan
Jailolo.
Penggunaan gelar Kolano dan tidak menggunakan Sultan
sangat jelas menujukan kepercayaan dan pemahaman yang dianut
bukan Islam, dan masa akhir hidupnya di akhiri dengan bertapa, yang
juga akan dibahas pada bagian berikutnya.
b. Kerajaan Jailolo melakukan kerjasama dengan Kerajaan Majapahit lewat
perdagangan rempah-rempah.
36
Alasan ini, dipakai karena terkait Katarabumi adalah nama
Sansekerta. Dapat juga di perkirakan dengan perdagangan sudah
ramai terjadi antara Maluku dan kerajaan Majapahit yang terjadi
berdasarkan catatan Marco Polo pada tahun 1292, rempah-rempah
dari Maluku diangkut ke Jawa bagian timur yang kemudian diangkur
ke Malabar, India (Van den Berg, 1954: 207). Perdagangan rempah
membuat transfer pengetahuan dan juga kepercayaan sangat besar
terjadi. Hubungan ini juga bisa dinalar sebagai adanya nama
Katarabumi di Halmahera.
Majapahit dengan Gajah Mada sangat terkenal, bisa juga
perluasan Majapahit sampai di Maluku sehingga membentuk
kerajaan taklukan dan pengaruh kepercayaan dan budaya mulai
berkembang di Jailolo. Sehingga nama-nama tersebut masih
digunakan sampai 2000 tahun kemudian. Tetapi hipotesis ini
mungkin akan ditolak, karena di kitab Nagarakertagama yang
membahas Kerajaan Jailolo, hanya menulis kalau kerajaan Jailolo
awalnya dipimpin oleh seorang wanita yang memerintah dengan
tangan besi, dan kekuasaaan Jailolo belum dapat menguasai
Halmahera seutuhnya. Tidak membahas sama sekali Patih Gajah
Mada atau yang lainnya menaklukan Jailolo. Jadi terkait Majapahit
mempunyai perluasan sampai di Maluku dapat ditolak. Adnan Amal
37
(2007: 14) juga meragukan kalau Kerajaan Majapahit yang besar itu
pernah menanamkan pengaruhnya di Maluku.
Majapahit berdiri pada tahun 1294 mulai berkembang dan
mulai melakukan perluasan (Muljana, 1968: 16). Sedangkan
perdagangan yang terjadi di Maluku atau Jailolo sejak abad ke enam.
Bahkan pada sumber Dinasti Tang sudah mencatat perdagangan
Cengkeh di Maluku dengan bangsa Cina (Leirissa, 1975: 2). Hal ini
dapat diperkirakan pengaruh Majapahit datangnya belakangan dalam
jejaring perdagangan yang dibangun oleh bangsa Jawa dengan
Maluku.
4.4 Pengaruh Bangsa Luar di Kerajaan Jailolo.
Kedua pendapat tentang misteri nama Katarabumi, terkait dengan kerajaan
Jailolo dapat ditepis dengan belum adanya bukti sampai saat ini. Tetapi perlu
ditegaskan bahwa “belum ada bukti” bukan “tidak adanya bukti”, itu berarti masih
ada kemungkinan bahwa akan ditemukan bukti yang menghubungkan semua itu.
Alasan logis yang dapat dikemukakan terkait dua pendapat di atas adalah,
akan sulit kalau masyarakat lokal dapat dengan sendirinya membentuk kerajaan
kalau tanpa pengaruh dari luar seperti yang terjadi bagi seluruh kerajaan yang ada
di Indonesia dan sekitarnya. Alasan yang lain sudah disinggung sebelumnya, yaitu
nama Katarabumi. Nama ini merupakan bukti yang sangat jelas bahwa pengaruh
Hindu-Budha masuk sampai ke Halmahera.
38
Bukti terkait candi atau situs lain selain Batu Tulis mungkin sukar
ditemukan. Tidak ditemukan situs dapat terjadi karena dua kejadian yaitu:
a) Situs atau peninggalan terebut hancur akibat bencana alam. Tulisan dari
Stampa Leopoldo (1992: 63) yang mengatakan bahwa pada masa
pemerintahan Katarabumi yang sedang menghadapi peperangan dengan
Purtugis dan dibantu Ternate, Gunung Jailolo meletus dan debu vulkanik
dan hujan batu menutupi benteng dan istana Katarabumi sehingga terpaksa
ia harus menyerah, oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa situs-situs
tersebut terkubur dalam bumi. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=
%2C%20espanoles (Diunduh Pada 2 September 2013)
b) Kajadian yang lain, adalah dihancurkan. Sangat mungkin kalau situs-situs
tersebut dihancurkan, karena sekian ribu tahun daerah ini dikuasai oleh
Kesultan Ternate yang beragama muslim. Hal ini juga terjadi dengan
Kerajaan Loloda sebuah kerajaan tua di sebelah utara bagian barat
Halmahera yang istana dan situs-situsnya dihancurkan oleh kesultanan
Ternate.
Bangsa Cina lebih dulu mengenal hirarki masyarakat dengan membentuk
Kerajaan yang jauh lebih dulu dari bangsa Indonesia. Berdasarkan sejarah yang
tercatat bangsa Cina yang pertama melakukan perdagangan cengkeh di Maluku
sehingga ada kemungkinan juga peradaban di Jailolo sebagai kerajaan tertua di
Maluku adalah pengaruh dari Cina. Perjanjian Moti dilakukan untuk meredakan
berbagai kemelut yang terjadi di Maluku. Pertemuan yang diselenggarakan di