33 BAB IV KONSEKUENSI YURIDIS BILYET GIRO TIDAK DAPAT DIPINDAHTANGANKAN SEBAGAI SALAH SATU WARKAT PERBANKAN (TINJAUAN YURIDIS PASAL 2 HURUF B PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/41/PBI/2016 TENTANG BILYET GIRO) A. Perbandingan Regulasi Bilyet Giro Sebelum Dan Sesudah Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 Tentang Bilyet Giro Bilyet Giro merupakan warkat perbankan yang diatur diluar KUHD, pengaturan mengenai Bilyet Giro dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang merupakan Bank Sentral. Dalam riwayatnya, Bilyet Giro berasal dari kebiasaan masyarakat bisnis golongan menengah ke bawah dalam menggunakan warkat, yang disebut cek putih dalam melakukan pemindahan hak tagih dari pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang. Cek putih beredar dari satu tangan ke satu tangan yang lain, yang pada akhirnya diuangkan kepada bandar yang menjadi tertarik dari penerbitan cek putih tersebut. Cek putih yang merupakan suatu catatan pemindahbukuan yang diterbitkan oleh bandar karet bermula timbul dalam perniagaan getah atau karet di wilayah Kalimantan Barat, diberikan kepada para pengumpul dan petani getah sebagai hasil penjualan komoditinya kepada sang bandar. Cek putih tersebut semata-mata diterbitkan untuk menghindari uang tunai atau kartal digunakan sebagi alat pembayaran, dan telah menjadi usansi atau kebiasaan di kalangan pedagang. Perlakuan ini terjadi sekitar masa revolusi awal kemerdekaan, dimana
66
Embed
BAB IV KONSEKUENSI YURIDIS BILYET GIRO TIDAK DAPAT ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
33
BAB IV
KONSEKUENSI YURIDIS BILYET GIRO TIDAK DAPAT
DIPINDAHTANGANKAN SEBAGAI SALAH SATU WARKAT
PERBANKAN (TINJAUAN YURIDIS PASAL 2 HURUF B PERATURAN
BANK INDONESIA NOMOR 18/41/PBI/2016 TENTANG BILYET GIRO)
A. Perbandingan Regulasi Bilyet Giro Sebelum Dan Sesudah Peraturan
Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 Tentang Bilyet Giro
Bilyet Giro merupakan warkat perbankan yang diatur diluar KUHD,
pengaturan mengenai Bilyet Giro dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang
merupakan Bank Sentral. Dalam riwayatnya, Bilyet Giro berasal dari kebiasaan
masyarakat bisnis golongan menengah ke bawah dalam menggunakan warkat,
yang disebut cek putih dalam melakukan pemindahan hak tagih dari pihak
yang berutang kepada pihak yang berpiutang. Cek putih beredar dari satu
tangan ke satu tangan yang lain, yang pada akhirnya diuangkan kepada bandar
yang menjadi tertarik dari penerbitan cek putih tersebut. Cek putih yang
merupakan suatu catatan pemindahbukuan yang diterbitkan oleh bandar karet
bermula timbul dalam perniagaan getah atau karet di wilayah Kalimantan
Barat, diberikan kepada para pengumpul dan petani getah sebagai hasil
penjualan komoditinya kepada sang bandar. Cek putih tersebut semata-mata
diterbitkan untuk menghindari uang tunai atau kartal digunakan sebagi alat
pembayaran, dan telah menjadi usansi atau kebiasaan di kalangan pedagang.
Perlakuan ini terjadi sekitar masa revolusi awal kemerdekaan, dimana
34
kepercayaan terhadap mata uang masih rendah, karena stabilisasi moneter
belum menjamin aset masyarakat dalam bentuk uang. Kondisi ini cepat
direspon oleh pemerintah dalam hal ini Bank Sentral, mengakomodasi
instrumen pembayaran rakyat tersebut ke dalam bilyet atau warkat yang dapat
masuk ke dalam sistem pembayaran. Dalam rangka upaya pengerahan dana
masyarakat, otoritas perbankan memformulasikan sejenis warkat
pemindahbukuan untuk menandingi cek putih sebagai instrumen perintah
pemindahbukuan, atas beban penerbit dan untuk pemegang atau penyetor
warkat tersebut. Warkat dimaksud menyerupai surat cek, tetapi tidak dapat
diuangkan secara tunai dan hanya dapat diambil alih oleh pihak yang namanya
tersebut pada warkat yang dimaksud.1
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PBI tentang Bilyet Giro menyatakan:
“Bilyet Giro adalah surat perintah dari Penarik kepada Bank Tertarik
untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah dana kepada rekening
Penerima”
Pada saat ini Bilyet Giro merupakan salah satu warkat perbankan yang
digunakan oleh masyarakat selain cek. Terdapat beberapa perbedaan antara
Bilyet Giro dan Cek, yaitu:
1. Bilyet Giro merupakan surat perintah pemindahbukuan yang dapat
dibatalkan sewaktu-waktu oleh penariknya sepanjang perintah dalam
Bilyet Giro tersebut belum terlaksana, sedangkan surat cek
merupakan surat perintah membayar yang dapat dibatalkan oleh
penariknya setelah berlalu 70 hari sejak tanggal penarikannya;
1 Sufirman Rahman dan Eddie Rinaldy, Op.Cit., hlm 107-108.
35
2. Bilyet Giro bukan sebagai alat pembayaran tunai, Bilyet Giro
merupakan alat pembayaran giral, sehingga Bilyet Giro tidak dapat
dipindahtangankan melalui endosemen; sebaliknya cek bukan
sebagai alat pembayaran giral, cek merupakan alat pembayaran
tunai, sehingga cek setiap saat dapat diunjukkan untuk
dipindahbukukan atau boleh dipindahtangankan melalui endosemen;
3. Pada Bilyet Giro terdapat dua jenis tanggal, yaitu tanggal penerbitan
serta tanggal efektif. Pelaksanaan perintah pemindahbukuan oleh
tertarik (bank) baru bisa dilakukan pada saat/atau setelah tanggal
efektif yang dicantumkan di dalam Bilyet Giro tersebut dan sejak
saat itu pula Bilyet Giro dapat ditawarkan kepada tertarik (bank).
Lain dengan cek yang hanya mengenal satu jenis tanggal, yaitu
tanggal penerbitan, pelaksanaan perintah membayar oleh tertarik
(bank) dilakukan pada saat/atau setelah tanggal penerbitan selama 70
hari;
4. Bilyet Giro merupakan jenis surat berharga atas nama, sedangkan
cek dapat diterbitkan sebagai surat berharga atas nama, atas
pengganti, atau atas bawa;
5. Bilyet Giro dapat berlaku mundur, sedangkan cek tidak berlaku
mundur.2
Dalam praktiknya,“penggunaan Bilyet Giro di masyarakat lebih
dominan dibanding dengan cek. Hal ini disebabkan Bilyet Giro memiliki
kelebihan, terutama adanya Tanggal Efektif yang memberikan kemudahan bagi
2 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Surat Berharga Warkat Perbankan dan Pasar
Uang, Djambatan, Jakarta, 2001, hlm. 65.
36
Penarik dalam mengelola likuiditas. Selain itu, pembayaran Bilyet Giro hanya
dapat dilakukan melalui pemindahbukuan sehingga memberikan keamanan
bagi Penerima maupun Penarik Bilyet Giro.”3 Selain itu juga terdapat beberapa
kemudahan yang akan diperoleh ketika menggunakan Bilyet Giro, yaitu:
1. Bebas dari bea materai. Bilyet Giro termasuk salah satu surat
berharga jangka pendek. Tenggang waktu pembayarannya adalah 70
hari sejak tanggal penerbitannya. Oleh karena Bilyet Giro adalah alat
pemindahbukuan, dan tidak dapat dibayar secara tunai, maka ia
dibebaskan dari beban bea materai. Mengenai pembebasan bea
meterai ini dicantumkanpada klausula yang tertulis pada Bilyet Giro;
2. Lebih aman dalam penggunaannya. Bilyet Girodiisi lengkap dengan
nama penerima dan bank penerima dana, sehingga tidak dapat
digunakan oleh orang lain apabila dicuri, hilang ataupun lepas dari
kekuasaan pemiliknya;
3. Kewajiban menyediaakan dana. Penyediaan dana oleh penerbit baru
timbul pada ketika tanggal efektifnya tiba. Maka dari itu, masih
terdapat kesempatan bagi penarik untuk mencari dana, sertaBilyet
Giro sudah dapat beredar sebagai alat pembayaran/pemindahbukuan;
4. Pelaksanaan perintah sampai tujuan. Bilyet Giro yang diisi secara
lengkap oleh penerbit tidak dapat dipindahkan lagi dan penerbit
dapat mengetahui segera ketika dananya sudah dipindahbukukan ke
dalam rekening orang yang menjadi tujuannya;
3 Penjelasan Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro.
37
5. Dapat dibatalkan. Selama perintahpadaBilyet Giro belum dilakukan
oleh bank yang bersangkutan, maka Bilyet Giro tersebut dapat
dibatalkan oleh penerbitnya. Faktor ini merupakan penolong yang
sangat membantu bagi pihak penarikapabila berhubungan dengan
pihak yang tidak jujur, beritikad buruk, maupun wanprestasi.4
Dalam rangka menjamin kepastian hukum dalam penggunaan Bilyet
Giro yang semakin memasyarakat, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan
pertama mengenai Bilyet Giro dalam SEBI 4/670/UPPB/PbB. Terdapat
beberapa pertimbangan dalam penerbitan SEBItersebut, diantaranya:
1. Sampai pada tahun 1972, belum ada pengaturan yang secara tegas
baik dalamperaturan perundang-undanganataupun dengan aturan lain
terkaitBilyet Giro;
2. Penggunaan Bilyet Giro yang semakin hari semakin berkembang di
masyarakat Indonesia;
3. Bilyet Giro sebagai sarana perbankan yang penting dan bermanfaat;
4. Menghindari pemakaian Bilyet Giro yang berbeda-beda persyaratan
di dalamnya yang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan,
pemalsuan dan memudahkan pengawasan.5
Sebelum adanya pengaturan mengenai Bilyet Giro tersebut, Bilyet Giro
memiliki bentuk dan redaksional yang cukup beragam, sesuai dengan
redaksional yang dikeluarkan oleh masing-masing bank penyedia blanko Bilyet
Giro. Sejak berlakunya SEBI 4/670/UPPB/PbB maka Bilyet Giro memiliki
bentuk, ukuran dan redaksi yang distandarisasi, sehingga Bilyet Giro menjadi
4 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 117-118.
5 Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit., hlm 302.
38
seragam dan dapat dicetak setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia.
Adapun materi yang diatur dalam SEBI 4/670/UPPB/PbB meliputi:
1. Pengertian Bilyet Giro;
2. Syarat-syarat formal Bilyet Giro;
3. Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro;
4. Tanggal efektif mulai berlaku perintah dalam Bilyet Giro;
5. Pengisian Bilyet Giro;
6. Kewajiban penyediaan dana dan Bilyet Giro kosong;
7. Pembatalan Bilyet Giro;
8. Tata cara perhitungan Bilyet Giro antara bank setempat;
9. Masa peralihan;
10. Lain-lain.
Namun, seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan Bilyet Giro
di masyarakat baik peningkatan nilai transaksi maupun peningkatan jumlah
penarikan blankoBilyet Giro, yang diikuti dengan timbulnya berbagai masalah
terkait dengan Bilyet Giro dan tingginya angka penolakan Bilyet Giro
menandakan bahwa pengaturan Bilyet Giro masih kurang memberikan
kepastian hukum bagi penggunanya, karena Surat Edaran Bank Indonesia
digunakan sebagai petunjuk teknis dari suatu produk hukum yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia. Sedangkan terkait dengan pengaturan suatu hal dan
tugas-tugasnya, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia. Dalam pengaturan mengenai Bilyet Giro ini hanya terdapat
SEBI4/670/UPPB/PbB dan tidak memiliki pengaturan dalam Surat Keputusan
39
Direksi, oleh sebab itu SEBI tersebut tidak memiliki kepastian hukum yang
kuat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu adanya
penyempurnaan dan peningkatan pengaturan Bilyet Giro dalam SEBI tersebut.
Sehubungan dengan penyempurnaan serta peningkatan pengaturan Bilyet Giro
tersebut, maka Bank Indonesia mengeluarkan SK Dir BI 28/32/KEP/DIR.
Dalam SK Dir BI 28/32/KEP/DIR memiliki beberapa perbedaan
pengaturan mengenai Bilyet Giro jika dibandingkan dengan pengaturan Bilyet
Giro dalam SEBI 4/670/UPPB/PbB. Perbedaan tersebut diantaranya:
1. Klausul larangan Bilyet Giro dapat dipindahtangankan atau
diendosemenkan dihilangkan;
2. Tidak ada pula keharusan bagi setiap bank yang mencetak blanko
Bilyet Giro untuk mencantumkan klausul tidak dapat
dipindahtangankan atau diendosemenkan di punggung setiap blanko
Bilyet Giro (namun dalam prakteknya, bank yang mencetak blanko
Bilyet Giro masih tetap mencantumkan klausul tersebut);
3. Pengaturan Bilyet Giro dalam SK Dir BI 28/32/KEP/DIR juga
merujuk pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/43/UPPB/PbP
tanggal 5 Oktober 1970 terkait dengan penarikan Bilyet Giro Kosong
(kemudian disesuaikan dengan perubahan atau penggantian surat
edaran tersebut, terakhir diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/29/PBI/2016 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar
Hitam Nasional Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong).6
6 Sufirman Rahman dan Eddie Rinaldy, Op.Cit., hlm. 112.
40
Selain itu dalam SK Dir BI 28/32/KEP/DIR juga memuat definisi
Bilyet Giro yang lebih sederhana daripada pengaturan sebelumnya; juga
memuat syarat formal Bilyet Giro; ketentuan pengisian data oleh penarik;
kewajiban penarik untuk menyediakan dana; masa tenggang waktu
pembayaran; perubahan isi data dalam Bilyet Giro; pembatalan Bilyet Giro;
perbedaan isi nominal dana; jangka waktu daluarsa Bilyet Giro serta penolakan
Bilyet Giro. Dengan adanya penyempurnaan dan peningkatan pengaturan
mengenai Bilyet Giro melalui SK Dir BI 28/32/KEP/DIR diharapkan dapat
menjawab permasalahan yang timbul dari pengaturan Bilyet Giro sebelumnya,
serta mampu untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihaknya.
Tabel 4.1
Perbandingan Regulasi Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972 dengan Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995
Indikator
Pembanding
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
4/670/UPPB/PbB tanggal 24
Januari 1972
Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor
28/32/KEP/DIR tanggal 4
Juli 1995
Definisi Hanya memberikan pengetian
mengenai Bilyet Giro saja,
tidak memberikan pengertian
lain yang terkait dengan Bilyet
Giro.
Memiliki lebih banyak
pengertian, selain Bilyet Giro
dalam aturan ini memuat
definisi tentang hal-hal yang
terkait dengan Bilyet Giro,
seperti: bank; nasabah;
rekening; penarik; tertarik;
pemegang; bank penerima;
tenggang waktu penawaran;
dan tanggal efektif.
Syarat
Formal
1. Nama beserta Nomor Seri
Bilyet Giro;
2. Perintah yang jelas serta
tanpa syarat untuk
melakukan
pemindahbukuan sejumlah
dana kepada rekening
penerima;
1. Nama beserta nomor Bilyet
Giro;
2. Nama bank tertarik;
3. Perintah yang jelas serta
tanpa syarat untuk
melakukan
pemindahbukuan sejumlah
dana kepada rekening
41
3. Nama dan tempat bank
tertarik;
4. Nama pihak yang menerima
pemindahbukuan dana;
5. Jumlah dana yang
dipindahbukukan;
6. Tanda tangan dan
cap/stempel penarik;
7. Tempat dan juga tanggal
penarikan;
8. Tanggal mulai efektif;
9. Nama bank dimana orang
atau pihak penerima harus
menerima dana
pemindahbukuan tersebut.
penerima;
4. Nama dan nomor rekening
pemegang;
5. Nama bank penerima;
6. Jumlah dana yang
dipindahbukukan
7. Tempat beserta tanggal
penarikan;
8. Tanda tangan beserta nama
jelas dan/atau dilengkapi
dengan cap/stempel;
9. Dapat mencantumkan
tanggal efektif yang wajib
berada dalam tenggang
waktu penawaran.
Daluarsa
Bilyet Giro
Tidak ada Bilyet Giromenjadi hapus
karena daluarsa setelah
melewati waktu 6 (enam)
bulan dihitung sejak tanggal
berakhirnya tenggang waktu
penawaran.
Perbedaan Isi
Data
Nominal
Dana
Tidak diatur 1. Bilyet Giro yang jumlah
nominal dananya terdapat
perbedaan antara yang
tertulis dalam bentuk huruf
dan angka, maka yang
berlaku yaitu jumlah uang
dalam huruf selengkap-
lengkapnya;
2. Apabila terdapat jumlah
uang yang tertulis berulang-
ulang dan terdapat
perbedaan/selisih, maka
yang berlaku jumlah yang
terkecil.
Tata Cara
Perhitungan
Bilyet Giro
Antar Bank
Diatur dalam 2 cara:
1. Penarik menyerahkan
Bilyet Giro kepada bank
penyimpan dana;
2. Penarik langsung
menyerahkan Bilyet Giro
kepada penerima dana.
Tidak diatur
Pembatalan
Bilyet Giro
Dapat dilakukan pembatalan
oleh penarik Bilyet Giro
selama pada waktu penerimaan
dengan menggunakan
Pembatalan Bilyet Giro hanya
dapat dilakukan sesudah
berakhirnya tanggal tenggang
waktu penawaran dengan
42
pemberitahuan tertulis kepada
bank yang bersangkutan,
selama perintah dalam Bilyet
Giro tersebut belum
dilaksanakan.
menggunakan surat
pembatalan yang ditujukan
pada bank tertarik dengan
menuliskan:
a. Nomor Bilyet Giro;
b. Tanggal penarikan;
c. Jumlah dana yang
dipindahbukukan.
Penolakan
Bilyet Giro
Bilyet Giro ditolak karena:
a. Tidak tercantum nama
penerima Bilyet Giro;
b. Bilyet Giro yang diajukan
kepada bank sebelum
tanggal efektif;
c. Saldo rekening penarik
tidak cukup.
Bilyet Giro ditolak karena:
a. Bilyet Giro tidak memenuhi
syarat formal dalam pasal 2
ayat (1);
b. Bilyet Giro ditawarkan
kepada bank sebelum
tanggal penarikan
atauberlakunya tanggal
efektif;
c. Tanggal efektif yang
dicantumkan tidak dalam
tenggang waktu penawaran;
d. Terdapat perubahan dalam
Bilyet Giro tetapi tidak
memenuhi ketentuan dalam
Pasal 9;
e. Bilyet Giro telah daluarsa
sebagaimana dimaksud
pada Pasal 11;
f. Saldo rekening penarik
tidak cukup;
g. Bilyet Giro yang telah
dibatalkan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat
(2).
Sumber: Diolah dari bahan hukum primer, 2018
Dengan adanya SK Dir BI 28/32/KEP/DIR yang mengatur mengenai
Bilyet Giro tersebut, dirasa mampu menjawab permasalahan kekuatan hukum
daripada pengaturan sebelumnya, karena dalam peraturan ini lebih memberikan
jaminan kekuatan hukum bagi para pihak yang menggunakan Bilyet Giro.
Dengan berlakunya Surat Keputusan Direksi tersebut, lebih meningkatkan
pengaturan Bilyet Giro jika dibandingkan dengan SEBI 4/670/UPPB/PbB.
43
Dalam SK Dir BItersebut pengaturan mengenai Bilyet Giro juga lebih
mencakup berbagai aspek terkait dengan Bilyet Giro yang juga diperkuat
dengan adanya SEBI 28/32/UPG.
Dari Tabel 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa faktor yang
membedakan pengaturan Bilyet Giro dalam SEBI 4/670/UPPB/PbB dengan
pengaturan Bilyet Giro dalam SK Dir BI 28/32/KEP/DIR. Pada Pasal 1 yang
membahas mengenai pengertian, Surat Edaran Bank Indonesia hanya
memberikan pengertian mengenai Bilyet Giro saja, sedangkan pada Surat
Keputusan Direksi memiliki lebih banyak pengertian tentang hal yang terkait
dengan Bilyet Giro, seperti: bank; nasabah; rekening; penarik; tertarik;
pemegang; bank penerima; tenggang waktu penawaran; dan tanggal efektif.
Mengenai pengertian tentang Bilyet Giro sendiri juga lebih sederhana
dibanding peraturan sebelumnya.
Pada bagian syarat formal juga terdapat perbedaan, pada SEBI
4/670/UPPB/PbB, suatu Bilyet Giro harus memuat syarat formal sebagai
berikut:
1. “Nama „Bilyet Giro‟ dan nomor seri harus tercantum pada formulir
Bilyet Giro;
2. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah
dana atas beban saldo penarik, yang harus telah tersedia cukup pada
saat berlakunya amanat yang terkandung di dalam Bilyet Giro
tersebut;
3. Nama dan tempat bank tertarik kepada siapa perintah termaksud
ditujukan;
4. Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana secara
administratip termaksud dan jika dianggap perlu juga alamatnya;
5. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun
dalam huruf;
6. Tanda tangan penarik dan cap/stempel badan usaha jika si penarik
merupakan suatu perusahaan berbentuk badan usaha;
7. Tempat dan tanggal penarikan;
44
8. Tanggal mulai efektip berlakunya amanat/perintah dalam Bilyet
Giro;
9. Nama bank di mana orang atau pihak yang harus menerima dana
pemindahbukuan tersebut memelihara rekening, sepanjang nama
bank si penerima itu diketahui oleh penarik.”
Syarat formal diatas juga memiliki beberapa perbedaan jika
dibandingkan dengan syarat formal yang ada pada Pasal 2 Surat SK Dir BI
28/32/KEP/DIR:
(1) “Bilyet Giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut:
a. Nama „Bilyet Giro‟ dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan;
b. Nama tertarik;
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan
dana atas beban rekening penarik;
d. Nama dan nomer rekening pemegang;
e. Nama bank penerima;
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun
dalam huruf selengkap-lengkapnya;
g. Tempat dan tanggal penarikan;
h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan
cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening;
(2) Dalam Bilyet Giro dapat dicantumkan tanggal efektif dengan
ketentuan harus dalam tenggang waktu penawaran.”
Dari syarat formal Bilyet Giro diatas, dapat dilihat jika syarat formal
pada Surat Keputusan Direksi lebih sederhana namun lebih sistematis
dibanding dengan peraturan sebelumnya, selain itu dalam Surat Keputusan
Direksi menyebutkan mengenai pencantuman tanggal efektif tidak wajib
dilakukan karena dalam Pasal 2 ayat (2) Surat Keputusan Direksi tersebut
menggunakan kata „dapat‟ sehingga tidak ada kewajiban untuk mencantumkan
tanggal efektif, jika dalam Bilyet Giro tersebut tidak dicantumkan mengenai
tanggal efektif, maka tanggal penarikan digunakan (berlaku) sebagai tanggal
efektif juga. Hal tersebut berbeda dengan peraturan sebelumnya, apabila tidak
terdapat tanggal efektif maka tanggal penarikan digunakan sebagai tanggal
efektif dan juga sebaliknya jika tanggal penarikannya tidak dituliskan maka
45
tanggal efektif digunakan sebagai tanggal penarikan, hal tersebut tidak berlaku
pada Surat Keputusan Direksi yang hanya menerima tanggal penarikan sebagai
tanggal efektif saja, tidak berlaku sebaliknya.
Tenggang waktu penawaran juga mengalami perubahan, yang semula
hanya berjangka waktu 70 (tujuh puluh) hari semenjak tanggal penarikan,
menjadi lebih lama yaitu tenggang waktu penawaran Bilyet Giroselama 70
(tujuh puluh) hari dimulai sejak tanggal penarikannya, ditambah dengan
adanya batas daluarsa dalam Surat Keputusan Direksi ini yaitu 6 (enam) bulan
dihitungsejak tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran sebelum Bilyet
Giro tersebut daluarsa. Adanya tenggang waktu penawaran tersebut berfungsi
untuk membatasi penetapan tanggal efektif dan juga batas waktu tidak
diperkenankannya penarik membatalkan Bilyet Giro yang bersangkutan.
Selain itu, apabila terdapat perbedaan mengenai jumlah nominal yang
tertulis pada bagian angka dan huruf juga diatur dalam Surat Keputusan
Direksi tersebut, yaitu: Bilyet Giro yang jumlah nominal dananya memiliki
perbedaan antara yang tertulis pada huruf dengan angka, maka yang digunakan
(berlaku) adalah jumlah dana dalam huruf selengkap-lengkapnya; apabila
terdapat jumlah nominal dana yang tertulis berulang-ulang dan terdapat selisih
perbedaan, maka yang berlaku adalah jumlah dana yang terkecil, yang dalam
peraturan sebelumnya tidak diatur.
Mengenai tata cara penghitunganBilyet Giro antar bank, pada peraturan
sebelumnya diatur dengan jelas, yaitu:
1. Bank penyimpan dana menerima Bilyet Giro dari nasabah penarik
dan melakukan pemindahan dana dalam Bilyet
46
Giromenggunakannota kredit kepada bankir nasabah penerima dana,
untuk dikreditkan rekening penerima yang namanya dituliskan dalam
blanko Bilyet Giro tersebut; atau
2. Bilyet Giro langsung diberikan oleh nasabah penarik kepada
penerima dana, oleh yang terakhir ini disetorkan ke rekeningnya
sendiri pada bank tertarik itu sendiri ataupun pada bank lainnya.
Dalam hal disetorkan pada bank yang berbeda, maka bank nasabah
penyetor melakukan perhitungan melalui kliring kepada bank
tertarik.
Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi tersebut tidak ada ketentuan
yang mengatur tata cara perhitungan Bilyet Giro secara jelas, namun hal
tersebut disebutkan dalam SEBI 28/32/UPG yang menyatakan: “Penyerahan
Bilyet Giro oleh penarik kepada pemegang merupakan tindak lanjut suatu janji
untuk memindahbukukan sejumlah uang” dengan adanya hal tersebut pihak
penarik dan pihak pemegang dapat membuat kesepakatan mengenai tanggal
efektif.
Pada ketentuan mengenai pembatalan Bilyet Giro juga mengalami
perubahan, pada peraturan sebelumnya hanya disebutkan bahwa dapat
dilakukan pembatalan Bilyet Giro oleh penariknya selama pada waktu
penerimaan pemberitahuan secara tertulis oleh pihak bank yang bersangkutan
dan selama perintah dalam Bilyet Giro belum dilakukan. Sedangkan dalam
Surat Keputusan Direksi, pembatalan Bilyet Giro lebih jelas daripada peraturan
sebelumnya yaitu Bilyet Girodapat dibatalkan hanya sesudah berakhirnya
tanggal tenggang waktu penawaran dengan menggunakan surat pembatalan
47
yang ditujukan pada bank tertarik dengan menyebutkan: a) Nomor Bilyet Giro;
b) Tanggal penarikan; c) Jumlah dana yang dipindahbukukan.
Dalam hal penolakan Bilyet Giro, pada SEBI 4/670/UPPB/PbB tidak
menyebutkan secara jelas dalam sebuah poin, ketentuan mengenai penolakan
Bilyet Giro dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut terkait dengan tidak
tercantumnya nama penerima dana Bilyet Giro; Bilyet Giro yang diunjukan
kepada bank sebelum tanggal efektif; serta rekening giro penarik tidak
mencukupi. Lain dari SEBI tersebut, pada Surat Keputusan Direksi penolakan
Bilyet Giroyang lebih dipertegas pada poin III SEBI 28/32/UPG yang
membahas mengenai penolakan Bilyet Giro. Pada poin tersebut menyebutkan
lebih banyak hal yang membuat Bilyet Giro ditolak jika dibandingkan dengan
peraturan sebelumnya. Dalam poin tersebut menyebutkan bahwa Bilyet Giro
dapat ditolak karena tidak memenuhi ketentuan mengenai syarat formal,
terutama dalam Pasal 3 ayat 1 Surat Keputusan Direksi; Bilyet Giro juga dapat
ditolak karena ditawarkan kepada bank sebelum tanggal penarikannya atau
sebelum tanggal efektif sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Surat Keputusan
Direksi. Tanggal efektif yang dicantumkan tidak pada tenggang waktu
penawaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) Surat Keputusan
Direksi juga dapat membuat suatu Bilyet Giro ditolak. Selain itu, Bilyet Giro
juga dapat ditolak apabila terdapat perubahan yang tidak memenuhi ketentuan
Pasal 9 Surat Keputusan Direksi yaitu perubahan yang terjadi dalam Bilyet
Giro harus ditandatangani oleh penarik ditempat kosong yang terdekat dengan
perubahan. Adanya batas waktu daluarsa Bilyet Giro juga berdampak pada
penolakan Bilyet Giro yang telah daluarsa seperti ketentuan dalam Pasal 11
48
Surat Keputusan Direksi yang menyatakan bahwa suatu Bilyet Giro hapus
karena daluarsa setelah melewati waktu 6 (enam) bulan dihitungsejak tanggal
berakhirnya tenggang waktu penawaran. Dengan adanya tanggal efektif, maka
penarik diharapkan mempersiapkan dan menyediakan dana yang akan
dilakukan pemindahbukan, namun apabila penarik tidak memiliki dana yang
cukup pada rekeningnya untuk dilakukan pemindahbukuan selama tenggang
waktu maka akan dikategorikan sebagai Bilyet Giro Kosong seperti dalam
ketentuan Pasal 12 Surat Keputusan Direksi, dan merupakan suatu alasan
penolakan Bilyet Giro. Suatu Bilyet Giro yang ditawarkan kepada tertarik
setelah melampaui tenggang waktu penawaran serta telah menerima surat
pembatalan Bilyet Giro oleh bank yang bersangkutan dari nasabah penarik
sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) Surat Keputusan Direksi, maka Bilyet
Giro tersebut dapat ditolak. Selanjutnya Bilyet Giro yang ditolak bank
penerima dikembalikan kepada pemegang dengan Surat Keputusan Penolakan
rangkap 3 untuk: pemegang; penarik; dan arsip bank yang bersangkutan.
Sedangkan Bilyet Giro yang ditolak oleh bank tertarik kemudian dikembalikan
kepada bank penerima dengan menggunakan Surat Keterangan Penolakan
dalam rangkap 4 untuk: bank penerima; pemegang; penarik; dan arsip bank
yang bersangkutan.
Walaupun sudah dilakukan banyak penyempurnaan dan peningkatan
mengenai pengaturan Bilyet Giro dengan adanya SK Dir BI 28/32/KEP/DIR,
namun masih terdapat kekurangan dalam pengaturan tersebut yang