80 Bab IV Kajian Konseling Pernikahan Sokhai Di Pulau Pantar Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas maka didapatkan hasil penelitian yang akan dikaji dari perspektif konseling pernikahan: 1. Sokhai Dalam Perspektif Konseling Pernikahan Dalam era masyarakat sekarang ini akan ada banyak hal yang mengalami perubahan baik dari segi berpikir dan corak budaya itu sendiri. Hal ini tergambar dari berbagai macam tarian-tarian modern yang sudah lebih banyak ada di masa sekarang ini, seiring berjalannya waktu maka posisi tarian-tarian tradisonal akan dilupakan dan bahkan sudah sudah tidak diminati lagi keberadaannya di masa sekarang ini. Demikan pula yang terjadi untuk masyarakat Pantar khususnya yang berada di desa Bouweli perkembangan tarian modern membuat posisi tarian tradisonal mulai tidak dipertahankan keberadaanya. Tarian sokhai awal mulanya adalah tarian yang digunakan untuk menyambut orang-orang yang kembali dari medan perang artinya tarian ini memiliki nilai budaya dan nilai magis yang tinggi. Masyarakat yang hidup saat itu sangat menjunjung nilai-nilai yang ada pada leluhurnya. Mereka hidup dengan budaya yang membentuk pola kebersamaan mereka. Saat itu sebelum masuknya agama-agama modern masyarakat tradisional saat itu sudah hidup dengan teritorial mereka yang sama, warisan tanah suku serta hubungan perkawinan yang terus terjaga dengan baik hingga pada sekarang ini.
32
Embed
Bab IV Kajian Konseling Pernikahan Sokhai Di Pulau Pantar...80 Bab IV Kajian Konseling Pernikahan Sokhai Di Pulau Pantar Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas maka didapatkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
80
Bab IV
Kajian Konseling Pernikahan Sokhai Di Pulau Pantar
Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas maka didapatkan hasil
penelitian yang akan dikaji dari perspektif konseling pernikahan:
1. Sokhai Dalam Perspektif Konseling Pernikahan
Dalam era masyarakat sekarang ini akan ada banyak hal yang mengalami
perubahan baik dari segi berpikir dan corak budaya itu sendiri. Hal ini tergambar
dari berbagai macam tarian-tarian modern yang sudah lebih banyak ada di masa
sekarang ini, seiring berjalannya waktu maka posisi tarian-tarian tradisonal akan
dilupakan dan bahkan sudah sudah tidak diminati lagi keberadaannya di masa
sekarang ini.
Demikan pula yang terjadi untuk masyarakat Pantar khususnya yang
berada di desa Bouweli perkembangan tarian modern membuat posisi tarian
tradisonal mulai tidak dipertahankan keberadaanya. Tarian sokhai awal mulanya
adalah tarian yang digunakan untuk menyambut orang-orang yang kembali dari
medan perang artinya tarian ini memiliki nilai budaya dan nilai magis yang tinggi.
Masyarakat yang hidup saat itu sangat menjunjung nilai-nilai yang ada pada
leluhurnya. Mereka hidup dengan budaya yang membentuk pola kebersamaan
mereka. Saat itu sebelum masuknya agama-agama modern masyarakat tradisional
saat itu sudah hidup dengan teritorial mereka yang sama, warisan tanah suku serta
hubungan perkawinan yang terus terjaga dengan baik hingga pada sekarang ini.
81
Hakikatnya sebuah individu itu tak pernah untuk bisa hidup sendiri. Ada
kelakuan sosial yang tidak lepas dari berbagi macam fakta-fakta moral yang
mengikat dalam sistem hidup bermasyarakat. Fakta itu berkaitan dengan cara
untuk melakukan proses relasi sosial dan bertindak dalam sistem masyarakat itu
sendiri dalam hal ini berkaitan dengan ikatan perkawinan. Hal ini menyatakan
bahwa konflik dalam tahapan perkawinan ialah yang berkaitan dengan kesulitan
untuk menerima perbedaan pada nilai-nilai, perbedaan pendapat serta kebiasaan-
kebiasaan yang tentu saja dapat memicu konflik yang bukan saja terjadi antar laki-
laki dan perempuan tetapi antar keluarga itu sendiri.1
Oleh sebab itu melihat konteks masyarakat desa Bouweli maka
ditemukan bahwa masyarakat tetap menjadikan tarian sokhai sebagai tarian
perdamaian antar kedua belah pihak keluarga yang berkonflik dalam proses
pembicaraan belis. Sebelum ada pada tahap pelaksanaan sokhai ada tahapan-
tahapan yang harus dilalui oleh kedua belah pihak salah satunya adalah
perdebatan jumlah belis serta kesepakatan-ksepakatan lain agar dapat diterima
oleh pihak perempuan sehingga proses inilah yang membuat konflik dan
pertikaian antar kedua beluarga.
Tarian sokhai memiliki nilai filosofis yang tinggi yakni sokhai
digambarkan seperti sebuah cincin yang tak ada ujungnya dengan pengertian
bahwa seperti ingin membangun hubungan pernikahan maka apapun yang terjadi
dalam proses perjalanan membangun rumah tangga pada nantinya haruslah
1 Agoes Dariyo, Memahami bimbingan, konseling dan terapi perkawinan untuk pemecahan
masalah perkawinan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, Desember 2005.
82
menjaga ikatan pernikahan itu sebaik-baiknya. Dalam arti umum, perkawinan
pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar
saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memilki
tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan.
Melalui konseling perkawinan pasangan yang akan menikah dibantu untuk
membentuk sebuah pengakuan bahwa apakah sesungguhnya mereka sudah
matang untuk menikah atau tidak.2 Sehingga menurut Clinebell dikatakan bahwa
konseling pastoral bagi pernikahan adalah dengan menggunakan model hubungan
peran ( role relationship). Model ini menjelaskan bahwa bila dua orang menikah
maka mereka akan membangun suatu kesatuan psikologis yang baru, yakni
hubungan mereka. Kesatuan ini menjadi pusat perhatian pada konseling
pernikahan.3
Konteks masyarakat Bouweli, proses tarian sokhai mau menggambarkan
kepada kedua pasangan yang akan menikah agar menjaga kehidupan rumah
tangga pada nantiya seperti pola cincin yang ada dalam proses tarian tersebut.
Masyarakat mau menggambarkan bahwa tarian sokhai ini bukan hanya sebagai
tanda untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai tetapi tarian ini bisa
digunakan sebagai tanda cinta dan kasih untuk kedua pasangan yang akan
menikah mengingat landasan filosofis yang ada pada tarian sokhai tersebut
sebagai dasar untuk tetap menjaga kehidupan pernikahan seperti sebuah cincin .
Proses membanghun kehidupan rumah tangga kedua pasangan tetaplah menjaga
2 Messach Krisetya,Konseling Pernikahan dan Keluarga ,( Salatiga: Fakultas Teologi
Uksw, 1999) , 25-26 3 Howard Clinebell, Types Of Pastoral Counseling, 110
83
hubungan pernikahan mereka dalam ikatan batin (psikologis) sehingga saat
terjadinya konflik maka kedua pasangan ini tetap menjaga kesatuan dengan saling
memahami karakter dan dirinya masing-masing untuk dapat meredam setiap hal
yang dapat memicu terjadinya konflik dan ikatan kesatuan dalam proses
pernikahan tersebut.
Tarian sokhai juga berbeda dengan tarian-tarian yang ada di daerah
Kabupaten Alor karena saat melakukan proses tarian posisi perempuan akan
berada didepan dan laki-laki akan berada dibelakang dengan maksud bahwa laki-
laki akan selalu menjaga dan melindungi perempuan dalam keadaan apapun dari
ancaman-ancaman luar. Dari pemahaman ini seperti yang dijelaskan oleh Messach
yang mengartikan perkawinan adalah suatu relasi. Relasi ini yang akan
menentukan arah dan sasaran yang bisa dicapai oleh keluarga.4 Artinya dalam
tahap konteks masyarakat bouweli dalam proses menjalankan tarian sokhai posisi
antara laki-laki dan perempuan mau menunjukan adanya pola relasi yang sudah
ditonjolkan baik laki-laki yang akan berperan untuk menjaga, membimbing dan
menopang perempuan.
Relasi yang terbentuk dalam proses tarian ini yang tentu saja dapat
menjadi landasan yang kuat untuk kaum laki-laki yang ada desa Bouweli untuk
tetap menjadi mitra dan partner yang baik untuk perempuan. Dalam proses relasi-
relasi yang sudah dibangun oleh masyarakat Bouweli artinya masyarakat itu
sendiri yang sudah terlebih dahulu membuat adanya proses konseling pernikahan
4 Messach Krisetya,Konseling Pernikahan dan Keluarga, ( Salatiga: Fakultas Teologi Uksw,
1999) , 25-26
84
yang terjadi lewat posisi dalam proses tarian sehingga hal ini juga dapat menjaga
persekutuan yang baik antara laki-laki dan perempuan maupun dalam lingkup
keluarga itu sendiri.
Konflik yang terjadi di Pulau Pantar adalah konflik yang berkaitan dengan
proses pembicaraan adat antara pihak dari laki-laki dan pihak perempuan untuk
menentukan harga yang cocok dengan pemberian belis untuk perempuan. Proses
pembicarannya akan berlangsung dengan lama, biasanya dalam proses
pembicaraan yang lama ini tentu saja akan menimbulkan konflik. Konflik yang
terjadi berupa kata-kata kasar serta tindakan kekerasan yang dapat membuat
pertikaian antar kedua belah pihak dalam forum adat tersebut. Sehingga menurut
Weber, konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial terjadinya konflik
tidak terelakkan dalam suatu masyarakat disebabkan masyarakat dipandang
sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif
yang hanya dapat dibedakan secara analisis.5 Dalam hal ini mencakup konfik
yang terjadi dalam masyarakat desa Bouweli, persoalan adat yang dibahas dalam
forum adat tentu saja ada dalam struktur sosial dan dibangun dalam kehidupan
masyarakat itu sendiri sehingga konflik yang berkaitan dengan pembicaraan belis
antar kedua belah pihak keluarga harus dihadapi dan tidak dapat dihindari.
Dalam kaitannya dengan konteks masyarakat desa Bouweli proses konflik
yang terjadi adalah untuk meningkatkan keharmonisan hubungan yang lebih
lanjut lagi dalam bermasyarakat karena pandangan dari masyarakat dikampung ini
bahwa jika sebuah konflik tidak terjadi antar kedua belah pihak ini maka proses
5 Chandra, R.I,Konflik Dalam Kehidupan Sehari – hari, (Yogyakarta; Kanisius,1992)
85
penyelesaian dari konflik tidak akan tercapai dengan baik artinya kedua belah
pihak keluarga ingin menyatukan perbedaan-perbedaan yang dihadapi dalam
proses adat ini baik yang berkaitan dengan budaya, nilai-nilai yang dipegang serta
kendala-kendala yang dialami lewat proses konflik ini sehingga dari konflik yang
terjadi akan terciptanya proses relasi dan peningkatan keharmonisan hubungan
antar kedua keluarga.
Proses adat ini akan ada pertikaian yakni dengan melakukan tindakan
kekerasan antar kedua belah pihak tetapi akan terselesaikan terlebih dahulu
dengan proses adat lagi yakni dengan meminum tuak/sopi dari gelas yang sama
sebagai tanda sudah tidak ada persoalan sehingga proses pembicaraan adat dalam
perkawinan ini akan dilanjutkan.
Masyarakat Bouweli memahami bahwa simbol tuak/sopi memiliki makna
yang tinggi artinya minuman ini sebagai tanda perdamaian untuk kedua belah
pihak yang harus terselesaikan terlebih dahulu sebelum ada pada tahap
pelaksanaan sokhai karena jika tidak dilakukan maka akan ada konflik-konflik
internal yang akan ditimbulkan sehingga pada nantinya relasi sosial yang terjadi
antar kedua belah pihak tidak terjalin dengan baik.
Tuak/ sopi ini mau menggambarkan suatu relasi dan kesepakatan sosial
yang sudah terjalin antar kedua keluarga sehingga konflik apapun yang terjadi
kedua minuman ini tetap menjadi simbol perdamaian dan mengikat persaudaraan
antar kedua keluarga kedua belah pihak ini. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
oleh William Clebsech bahwa ada fungsi membimbing (Guilding) ialah
86
membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan yang
pasti (meyakinkan diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/ pilihan)
pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada
waktu yang akan datang. Artinya dalam tahap tersebut secara tidak langsung
masyarakat sudah menciptkan adanya proses konseling yang terjadi dari
alternatif-alternatif lain yang dipandang dapat mengutuhkan dan bahkan
mempersatukan kedua keluarga yang berkonflik ini sehingga proses bimbingan
antar kedua keluarga terjadi dari simbol perdamian yakni tuak/sopi ini.
Dilihat dari konteks masyarakat Bouweli juga beberapa aspek diatas
memberikan pengaruh dalam sebuah ikatan perkawinan dan dalam proses untuk
menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak terjadi dalam masyarakat desa
Bouweli itu sendiri. Fakor pendirian dan faktor budaya menjadi bagian yang
mencolok untuk rawan terjadi konflik dalam kelompok masyarakat ini. Karena
dalam proses pembicaraan adat akan ada perbedan pendirian untuk menentukan
harga belis dan kesepakatan-kesepakatan yang ada sehingga jika salah satu pihak
tidak menyetujui dalam hal ini berkaitan dengan jumlah moko yang banyak,
perlengkapan-perlengkapan lain yang harus segera diberikan maka dari hal-hal ini
kedua belah pihak baik dari pihak laki-laki dan perempuan akan rawan untuk
terjadinya konflik. Biasanya yang dapat menimbulkan konflik ini adalah
datangnya dari om (paman) kedua belah pihak yang tentu saja mempertahankan
pendiriannya masing-masing. Perbedaan itu ditimbulkan juga karena pihak dari
laki-laki belum bisa untuk memenuhi permintaan lanjutan dari pihak perempuan
karena terkendala pada status ekonomi dikarenakan biasanya jumlah moko yang
87
diminta disesuaikan juga dari kesepakatan yang ada dari pihak perempuan untuk
segera dipenuhi.
Oleh sebab itu menurut Fisher penyebab terjadinya konflik dalam
masyarakat ialah adanya kesalahpahaman dan ketidakcocokan karena perbedaan
budaya yang dianut. Perbedaan budaya memilki peranan yang tinggi dalam aspek
masyarakat.6 Hal ini pun berlaku dalam lingkup proses pembicaraan adat dalam
perkawinan yang ada di pulau Pantar tepatnya di desa Bouweli masyarakat yang
ada dalam forum adat adalah datang dari budayanya masing-masing.
Budaya memiliki peranannya yang tinggi dalam kehidupan masyarakat
lokal, budaya tidak hanya dipandang sebagai perbedaan budaya saja tetapi dari
pola pembentukan, cara berpikir serta bahasa-bahasa adat yang digunakan.
Sehingga hal-hal ini tentu saja dapat memicu setiap orang yang ada dalam forum
adat tersebut memiliki pendiriannya masing-masing dalam pembicaraan adat belis
kawin yang membuat perselisihan dan konflik bisa saja terjadi.
Oleh karena itu menurut Engel, konflik dalam keluarga karena perbedaan
budaya dipahami sebagai sebuah proses kemampuan seseorang untuk memahami
dan menyadari serta mengakui adanya nilai-nilai budaya dan perilaku manusia
diluar dirinya sendiri sehingga suami-isteri dan keluarga yang berkonflik akan
belajar mengenal dirinya dan memahami bahwa adanya perpektif terbatas,
memihak dan relatif pada latar belakang diri sendiri.7. Jika melihat konteks
6 S. Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak
,(Jakarta: The British Council,2001).
7 J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kotemporer, (Jakarta, Bpk Gunung Mulia,
2016), 66.
88
masyarakat desa bouweli konflik keluarga ini bisa membuat kedua belah pihak
akan lebih mengerti dan memahami tentang nilai-nilai kebersamaan yang tinggi
baik dari segi budaya, etnis maupun agama.
Kedua belah pihak keluarga yakni pihak perempuan dan laki-laki ini
terbentuk dan datang dari budaya, nilai-nilai yang dipegang serta pemahaman
yang berbeda sehingga saat dpertemukan dalam forum adat maka akan memicu
terjadinya konflik yang berujung pada tindakan kekekerasan. Tetapi justru dengan
konflik yang terjadi dalam konteks masyarakat desa Bouweli maka secara
langsung akan muncul kesepakatan-kesepakatan yang dibangun antar kedua belah
pihak dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dalam masyarakat setelah
terjadinya konflik .
Pemahaman ini juga memberikan penggambaran dari penelitian yang di
dapat bahwa pada dasarnya sokhai ini adalah sebuah tarian sakral yang digunakan
untuk menyambut orang-orang yang kembali dari medan perang karena telah
memperoleh kemenangan. Tetapi untuk mempertahankan tarian ini tetap ada
maka sokhai ini sudah digunakan sebagai tarian adat untuk menyelesaikan
masalah perkawinan yang terjadi antara kedua belah pihak baik pihak laki-laki
dan perempuan dalam sebuah ikatan perkawinan. Artinya pola pergeseran makna
ini membuat masyarakat Bouweli terus mengembangkan sokhai menjadi tanda
perdamaian untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai. Sokhai masih
dipertahankan karena sokhai dianggap sebagai warisan leluhur yang tentu saja
memiliki nilai magis yang kuat.
89
Konflik yang terjadi dalam konteks masyarakat desa Bouweli adalah
konflik yang pada nantinya akan membuat relasi sosial dan solidaritas sosial
dalam masyarakat menjadi lebih kuat dan harmonis hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Samiyono bahwa hal-hal positif yang didapatkan dari konflik jika
masyarakat dapat mengelola konflik dengan baik diantaranya adalah :
a. Membuat organisasi tetap hidup dan humoris, masing-masing
kelompok dapat melakukan adaptasi sehingga dapat terjadi perubahan dan
perbaikan.
b. Munculnya keputusan inovatif. Konflik akan mendorong orang
untuk berpikir lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu atau
mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
c. Munculnya persepsi lebih kritis.
d. Meningkatnya sikap solidaritas sosial.8
Ditemukan dari hasil penelitian adalah bahwa masyarakat desa bouweli
dapat mengelola konflik dengan cara mereka sendiri yakni menggunakan model
penyelesaian konflik dari peranan tradisi-tradisi lokal yang masih dijaga kearifan
lokalnya dalam hal ini berhubungan dengan tarian sokhai sebagai tarian yang
dapat mempersatukan kedua keluarga yang bertikai serta dapat menghimpun
masyarakat agar tetap menjaga ikatan kebersamaan dan kesatuan diantara
kehidupan mereka.
8 David Samiyono, Diktat Lokakarya “Membangun Perdamaian didalam Masyarakat
Berbhineka Tunggal Ika;tanggal 28-29 Januari 2011
90
Tarian sokhai digunakan oleh masyarakat desa Bouweli sebagai
penyelesaian konflik yang telah dilakukan secara bersama-sama oleh kedua belah
pihak serta masyarakat untuk dapat memberikan solusi atas persoalan serta
pertikaian yang terjadi dalam hal ini berhubungan dengan proses pembicaraan
adat itu. Penyelesaian konflik yang digunakan oleh masyarakat di desa Bouweli
adalah proses penyelesaian konflik yang dapat menyatukan dan membangun
kebersamaan sebagai wujud dari menjaga tatanan dan keharmonisan dalam
lingkup bermasyarakat.
Dalam melihat akan hal diatas akan sesuai dengan pendekatan yang
dikemukan oleh Galtung yakni peace bulding dalam pendekatan ini mengatakan
adanya upaya untuk mencoba mengembalikan keadaan destruktif akibat kekerasan
yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antara
pihak yang terlibat konflik. Melalui proses peacebuilding diharapkan negative
peace atau (the absence of violence) berubah menjadi positive peace dimana
masyarakat merasakan adanya keadilan sosial dan kesejahteraan yang sudah ada.9
Hasil penelitian juga didapatkan bahwa untuk mengembalikan keadaan
tersebut dan menjembatani serta menjadi tanda perdamaian dalam lingkup kedua
belah pihak yang berkonflik baik dari pihak laki-laki dan perempuan maka yang
dilakukan untuk menjembatani dua pihak yang berkonflik ini dengan melakukan
tarian sokhai sebagai tarian perdamaian untuk menyatukan yang berkonflik
sehingga lewat tarian ini segala kekerasan dan bahkan konflik yang terjadi dalam
prosesi adat sudah terselesaikan dengan baik. Tarian ini juga mau menunjukan
9 Galtung John, Peace, War defense: essays in peace research: Vol 2 (Ejlers: Copenhagen, 1976).
91
bahwa apapun yang terjadi dalam kampung ini perdebaatan dan konflik yang ada
haruslah diingat untuk terus membangun kerja sama, saling menghargai, menjaga
ikatan kesatuan serta memupuk persaudaraan antar masyarakat di desa ini seperti
falsafah yang dipegang yakni “Taramiti Tominuku”.
Oleh karena itu salah satu model penyelesaian konflik yang gunakan oleh
masyarakat desa Bouweli dari hasil penelitian yang didapatkan seperti yang
dikemukan oleh Amriani ialah model penyelesaian therapeutic, artinya model
mediasi,yakni model penyelesaian konflik secara kekeluargaan sehingga kedua
pihak bisa tetap menjaga hubungan baik.10
Dalam proses penyelesaian konflik
dalam pembicaraan adat masyarakat menggunakan cara-cara secara tradisional
dengan memegang nilai-nilai yang sudah sejak dulu kala salah satunya dengan
menyelesaikan konflik menggunakan tarian yang diharapkan lewat proses
penyelesaian tersebut dapat membuat hubungan antar kedua keluarga atau dalam
lingkup masyarakat tetap terjaga dengan baik sehingga konflik tidak menjadi
penghambat untuk tetap membangun ikatan kebersamaan, kekeluargaan dan
kesatuan diantara kedua belah pihak keluarga.
Sokhai ini sebagai salah satu bentuk perdamaian yang dikembangkan
oleh masyarakat menjadi upaya berdamai yang dilakukan untuk menyatukan dua
keluarga yang bertikai karena perdebatan adat. Biasanya permasalahan itu muncul
saat adanya perbedaan-perbedaan yang terjadi semisal perdebatan tentang jumlah
moko yang harus diberikan melihat suku yang berbeda, perbedaan lingkup sosial
serta perbedaan budaya-budaya yang ada dalam setiap perdebatan tersebut, tetapi