42 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU) dari PT. Garuda Indonesia yang melayani penerbangan point-to-point dengan konsep Low Cost Carrier. Citilink berdiri pada tahun 2001 dan sesuai dengan tujuan awalnya Citilink menggarap pasar menegah ke bawah, sedangkan Garuda Indonesia tetap konsisten dalam menggarap pasar menengah ke atas. Citilink difungsikan sebagai salah satu alternatif penerbangan berbiaya murah di Indonesia. Pada awalnya Citilink mengoperasikan 5 Fokker 28 yang merupakan sisa-sisa dari armada Garuda Indonesia. Namun pada tanggal 15 Januari 2008, Citilink menghentikan operasinya karena merugi. Citilink tidak beroperasi untuk sementara waktu dalam rangka menata ulang kebijakan dan strategi baru Citilink. Citilink berencana untuk melanjutkan
36
Embed
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/BAB IV_11-46.pdfHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan
Citilink adalah Strategic Business Unit (SBU) dari PT. Garuda Indonesia yang
melayani penerbangan point-to-point dengan konsep Low Cost Carrier. Citilink
berdiri pada tahun 2001 dan sesuai dengan tujuan awalnya Citilink menggarap pasar
menegah ke bawah, sedangkan Garuda Indonesia tetap konsisten dalam menggarap
pasar menengah ke atas. Citilink difungsikan sebagai salah satu alternatif
penerbangan berbiaya murah di Indonesia. Pada awalnya Citilink mengoperasikan 5
Fokker 28 yang merupakan sisa-sisa dari armada Garuda Indonesia.
Namun pada tanggal 15 Januari 2008, Citilink menghentikan operasinya
karena merugi. Citilink tidak beroperasi untuk sementara waktu dalam rangka menata
ulang kebijakan dan strategi baru Citilink. Citilink berencana untuk melanjutkan
43
penerbangan dengan format dan layanan baru. Dan kemudian diresmikan kembali
pada tanggal 8 Agustus 2008 oleh Emirsyah Sattar, CEO PT. Garuda Indonesia.
Investasi yang dikeluarkan mencapai 10 juta US$, dengan rincian 60% untuk bahan
bakar, 17% untuk perawatan pesawat dan sisanya untuk biaya lain-lain. Dibawah
manajemen baru, Citilink menetapkan Surabaya sebagai pusatnya.
Citilink sekarang telah mengoperasikan 8 pesawat dengan tipe B737-300 (3
pesawat) dan B737-400 (5 pesawat) dan yang melayani 8 kota destinasi, Jakarta,
Medan, Surabaya, Denpasar (Bali), Balikpapan, Banjarmasin, Batam dan Ujung
Pandang. Citilink diharapkan dapat menjadi Strategic Business Unit yang
menguntungkan selain GMF dan Aerowisata yang merupakan anak perusahaan dari
Tujuan utama Citilink adalah menggarap pasar menengah ke bawah dan
meningkatkan pangsa pasar. Pada awal tahun 2009, persaingan penerbangan tarif
murah Low Cost Carrier diantara maskapai penerbangan semakin ketat, terutama
pada rute penerbangan dengan tingkat pertumbuhan pasar yang besar, seperti Jakarta-
Surabaya dan Jakarta-Medan. Pada saat itu, Citilink mulai fokus dalam meningkatkan
inovasi layanan, kenyamanan, dan keselamatan penerbangan serta menawarkan tarif
yang murah. Bahkan slogan “Bayar Seperlunya” waktu itu diciptakan untuk semakin
meyakinkan konsumen.
Pada tahun 2010, Citilink mengoperasikan delapan armada tambahan untuk
meningkatkan frekuensi penerbangan, ke rute penerbangan yang pertumbuhannya
cukup besar. Tepatnya mulai tanggal 15 Maret 2010, Citilink membuka rute
penerbangan baru, yaitu rute Jakarta-Medan dua kali sehari. Ini karena rute Jakarta-
Medan merupakan rute domestik dengan pasar terbesar kedua setelah rute Jakata-
66
Surabaya. Tingkat pertumbuhan pasar untuk rute ini memiliki tren kenaikan yang
signifikan setiap tahunnya.
Seiring dengan penambahan delapan armada, selain membuka rute baru,
Citilink yang berpusat di Surabaya terus mengembangkan rute domestik dan
menambah frekuensi penerbangan Jakarta-Surabaya pulang pergi, dari sebelumnya
tiga kali, menjadi empat kali sehari. Dengan tambahan frekuensi penerbangan itu,
Citilink sudah melayani rute dari dan ke Surabaya menuju beberapa kota, seperti
Jakarta, Makassar, Balikpapan, Batam, dan Banjarmasin.
Selain itu, pada 7 Maret 2011, Citilink juga akan menambahkan rute
penerbangan Jakarta-Banjarmasin dan Jakarta-Batam Pulang Pergi. Dengan urutan
dan kecepatan langkah ekspansi tersebut, Citilink dapat memperluas arena produk
dan kemudian memperluas arena geografis.
4. 6. 5 Economic Logic
Economic Logic Citilink terletak terutama pada skala ekonomi dan efisiensi.
Meskipun Citilink menjual produk dengan harga yang hampir identik dengan
pesaingnya, namun Citilink memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat disaingi
oleh para pesaingnya. Salah satunya dan yang paling utama adalah Citilink
mengadopsi standarisasi yang dimiliki oleh Garuda Indonesia. Garuda Indonesia
memiliki beberapa perusahaan yang beroperasi di bidang industri yang mirip dan
perusahaan tersebut memiliki hubungan satu sama lain melalui Operating Synergy.
67
Operating Synergy dapat memberikan keuntungan kepada Citilink antara lain
kemampuan dalam membagi sumber daya dan kemampuan untuk membagi core
competency (sesuatu yang membuat suatu perusahaan sukses dan memberikan nilai
tambah yang signifikan bagi customer).
Dalam segi keuntungan, Citilink belum mendapatkan keuntungan karena
Citilink baru saja mulai beroperasi kembali di bawah managemen baru pada tahun
2008, bahkan rute Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Medan baru beroperasi pada tahun
2009 dan 2010. Namun pada tahun 2009, pendapatan Citilink sudah sebesar Rp. 300
miliar dan akan diperkirakan terus meningkat. Apalagi mengingat strategi Citilink
dalam menggunakan tiga kota besar sebagai basis untuk pengembangan operasi ke
seluruh Indonesia. Kota-kota tersebut adalah Jakarta, Surabaya dan Makassar. Jakarta
menjadi basis penerbangan di wilayah barat, Surabaya menjadi basis di wilayah
tengah dan Makassar untuk wilayah Timur Indonesia.
Dalam segi efisiensi dari economic logic, perbandingan dapat dilihat dengan
memilih maskapai penerbangan yang juga menggunakan strategi yang sama dengan
Citilink, yaitu Low Cost Carrier. Maskapai penerbangan yang menggunakan strategi
Low Cost Carrier di Indonesia antara lain adalah Lion Airlines, Wings Air, Indonesia
Air Asia dan Mandala Airlines. Perbandingan yang dilakukan dilihat dari segi
Passenger Load Factor (PLF), yang kadang disebut Load Factor, adalah ukuran dari
berapa banyak kapasitas penumpang sebuah maskapai penerbangan yang terisi atau
digunakan. Passenger Load Factor (PLF) adalah salah satu faktor yang sangat
68
penting dari strategi Low Cost Carrier dimana keberhasilan strategi tersebut
bergantung kepada kapasitas kursi yang terisi pada setiap penerbangan.
Pada rute penerbangan Jakarta-Medan, Citilink bersaing dengan PT. Indonesia
Air Asia, PT. Lion Airlines dan PT. Mandala Air.
Rute Penerbangan: Jakarta - Medan Tahun Bulan Nama Perusahaan Passenger Load
Factor (PLF)
2008 Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 83.51% Januari – Desember PT. Lion Airlines 84.70% Januari – Desember PT. Mandala Air 82.88% 2009 Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 70.91% Januari – Desember PT. Lion Airlines 79.87% Januari – Maret PT. Mandala Air 72.21% 2010 Januari – September PT. Indonesia Air Asia 68.14% Januari – Oktober PT. Lion Airlines 87.87% Januari – Oktober Citilink 74.46%
Sumber: Kementrian Perhubungan 2011 Gambar 3: Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta - Medan
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Lion Airlines memiliki PLF
yang cukup konsisten mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, walaupun
sempat terjadi penurunan PLF pada tahun 2009. Namun tidak hanya PT. Lion Airlines
saja yang mengalami penurunan pada tahun 2009, PT. Indonesia Air Asia dan PT.
Mandala Air juga mengalami hal serupa. Hal ini menandakan bahwa pada tahun
2009, jumlah penumpang pada rute Jakarta-Medan sempat mengalami penurunan
walaupun data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukan peningkatan pengguna moda
69
angkutan udara setiap tahunnya.
Di lain sisi, PT. Indonesia Air Asia mengalami penurunan terus menerus
secara signifikan dari tahun 2008 sampai dengan September 2010. Mungkin ini
adalah salah satu alasan mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup rute penerbangan
Jakarta-Medan pada tanggal 1 Oktober 2010 dikarenakan rendahnya PLF pada rute
tersebut. Kemudian, alasan lain mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup operasinya,
yaitu karena maskapai tersebut ingin berkonsentrasi pada rute penerbangan regional
dan internasional.
Melihat perbandingan dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu
alasan mengapa hanya PLF PT. Lion Airlines kembali mengalami kenaikan pada
tahun 2010, sedangkan maskapai penerbangan lainnya mengalami penurunan atau
bahkan menutup rute tersebut adalah karena PT. Lion Airlines memiliki keunggulan
yang tidak dimiliki oleh maskapai penerbangan lainnya. Selain memiliki frekuensi
penerbangan yang banyak, PT. Lion Airlines juga sangat cermat menemukan celah
penerbangan baru yang mungkin belum terpikirkan oleh para pesaingnya melalui
anak perusahaannya, PT. Wings Abadi Air. Dan pada rute Jakarta-Medan, PT. Lion
Airlines memiliki 18 kali penerbangan setiap harinya di tahun 2011.
Sementara Cilink baru saja mulai membuka rute penerbangan Jakarta-Medan
pada bulan Januari 2010. Hal ini dikarenakan rute Jakarta-Medan merupakan rute
domestik dengan pasar terbesar kedua setelah Jakarta-Surabaya. Dapat dilihat bahwa
70
PLF Citilink pada awal tahun 2010 sampai dengan Oktober 2010 adalah 74.46%.
Angka yang cukup tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan PT. Mandala Airlies
yang sudah berdiri sejak tahun 1969 dan PT. Indonesia Air Asia sejak tahun 2005.
Efektifitas strategi Citilink dapat dilihat dari pertumbuhan pasar rute Jakarta-
Medan, dimana Citilink menambah frekuensi penerbangan Jakarta-Medan menjadi
tiga kali sekali di tahun 2011, sementara dibandingkan dengan maskapai penerbangan
lainnya, Wings Air telah menutup rute tersebut, demikian pula dengan Adam Air dan
Kartika Airlines yang telah menutup operasinya. Pada faktanya, maskapai
penerbangan Citilink sebenarnya tidak dapat dibandingkan dengan PT. Lion Airlines
karena perbedaan market share yang cukup signifikan. Namun, jika dilihat secara
keseluruhan, strategi Citilink cukup efektif mengingat pembukaan rute Jakarta-Medan
di tahun pertama memiliki PLF hingga lebih dari 50%.
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Passen
ger Loa
d Factor
2008
Lion Air
Mandala
Citilink
Air Asia
71
Gambar 4. Passanger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2008 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
Gambar 5. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2009 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
Gambar 6. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Medan 2010 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
Pada rute penerbangan Jakarta-Surabaya, Citilink bersaing dengan beberapa
maskapai antara lain: PT. Lion Airlines dan PT. Mandala Air, PT. Indonesia Air Asia
dan PT. Wings Abadi Airlines karena mereka juga menggunakan strategi Low Cost
Carrier.
Rute Penerbangan: Jakarta – Surabaya Tahun Bulan Nama Maskapai Passenger Load
Factor (PLF) 2008 Januari – Desember PT. Lion Airlines 85.72% Januari – Desember PT. Mandala Airlines 80.69% Januari – Desember PT. Wings Abadi Airlines 88.68% 2009 Januari – Desember PT. Lion Airlines 84.65% Januari – Desember PT. Mandala Airlines 78.15% Januari – Juni PT. Wings Abadi Airlines 77.66% Januari – Desember PT. Indonesia Air Asia 75.79% Januari – Desember Citilink 70.54% 2010 Januari – Juli PT. Lion Airlines 83.34% Januari – Agustus PT. Mandala Airlines 73.11% Januari – Agustus PT. Indonesia Air Asia 57.97% Januari – Agustus Citilink 75.17%
Sumber: Kementrian Perhubungan, 2011 Gambar 7: Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya
Sama halnya dengan rute penerbangan Jakarta-Medan, PT. Lion Airlines juga
memiliki PLF yang cukup konsisten pada rute penerbangan Jakarta-Surabaya setiap
tahunnya, bahkan tidak mengalami pergerakan yang signifikan. Kemudian, PT.
Mandala Airlines hanya mengalami penurunan PLF yang sedikit.
73
Namun, penurunan PLF yang paling rendah dialami oleh PT. Indonesia Air
Asia dimana pada tahun 2010, PLF PT. Indonesia Air Asia mengalami penurunan
sampai dengan 57.97%. Hal ini sekali lagi, mungkin menjadi salah satu faktor
mengapa PT. Indonesia Air Asia menutup operasinya pada 1 Oktober 2010. Pada saat
yang sama, fokus PT. Indonesia Air Asia terbagi menjadi dua sehingga dapat
merugikan salah satu rute penerbangan yang diambil.
PT. Wings Abadi Airlines juga mengalami penurunan PLF yang cukup
signifikan, dari 88.68% di tahun 2008 sampai dengan 77.66% di tahun 2009, yang
kemudian menutup rute penerbangan Jakarta-Surabaya pada tahun 2010. Hal ini
terjadi karena sebenarnya tujuan utama dibentuknya PT. Wings Abadi Airlines adalah
dimaksudkan untuk mendukung layanan operasi penerbangan PT. Lion Airlines
melalui sistem pengumpan (feeder) dari daerah yang belum dapat diterbangi oleh
pesawat ukuran besar. Di samping itu, PT. Lion Airlines juga cemas jika PT. Wings
Abadi Airlines dapat mengambil pangsa pasar mereka.
Sedangkan untuk Citilink, Citilink baru saja masuk pada rute Jakarta-
Surabaya di tahun 2009 dengan PLF 70.54% dan 75.17% di tahun 2010. Pada rute
penerbangan ini, hanya Citilink satu-satunya maskapai penerbangan yang mengalami
kenaikan, walaupun pergerakannya tidak teralu banyak. Hal ini menunjukan salah
satu faktor dimana strategi yang diadopsi oleh Citilink adalah efektif.
Pada faktanya, masih banyak penumpang yang belum mendengar atau
74
mengetahui maskapai penerbangan Citilink. Kenaikan PLF dipercaya akan lebih
signifikan dari tahun ke tahun apabila Citilink dapat memperkuat brand image
perusahaan dengan menggunakan nama baik Garuda Indonesia yang sudah dikenal
masyarakat secara luas.
Gambar 8. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2008 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Passen
ger Loa
d Factor
2008
Lion Air
Mandala
Wings Air
Citilink
Air Asia
75
Gambar 9. Passenger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2009 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
Gambar 10. Passanger Load Factor (PLF) rute Jakarta – Surabaya 2010 Sumber: Kementrian Perhubungan 2011
MARKET SHARE PENUMPANG ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI
BERDASARKAN PERUSAHAAN PENERBANGAN ANGKUTAN UDARA NIAGA NASIONAL
TAHUN 2008-2010
No Operator Tahun 2008 Market
Share 2009 *) Market
Share 2010 *) Market
Share 1 PT. Lion Airlines 9.213.333 24.63% 13.377.826 30.54% 17.798.685 39.75% 2 PT. Garuda Indonesia 7.665.390 20.49% 8.398.017 19.17% 9.016.264 20.14% 3 PT. Mandala Airlines 3.449.218 9.22% 3.552.985 8.11% 2.189.869 4.89% 4 PT. Indonesia Air Asia 1.503.672 4.02% 1.454.914 3.32% 966.881 2.16% 5 PT. Wings Abadi 2.322.290 6.21% 1.270.853 2.90% 718.584 1.60%
*) 2009 angka sementara *) 2010 angka sementara dan data dari Januari – November 2010. Sumber: Departemen Perhubungan, 2011 Gambar 11. Market Share Maskapai Penerbangan Indonesia
Jika dilihat dari segi market share, PT. Lion Airlines menempati urutan
pertama, sedangkan PT. Garuda Indonesia menempati urutan kedua sejak tahun 2008
sampai dengan tahun 2010. Namun, sebenarnya PT. Garuda Indonesia sempat
menempati urutan pertama pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, melewati PT.
Lion Airlines. Apa yang menyebabkan market share PT. Lion Airlines dapat naik
hingga 38% pada tahun 2008 hingga tahun 2010 adalah inovasi yang dikembangkan
oleh PT. Lion Airlines. Jika dilihat dari segi strategi, mereka jelas-jelas memakai
bisnis model yang sama. Bahkan walaupun PT. Garuda Indonesia merestrukturisasi
ulang maskapai penerbangan Citilink, tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Mungkin salah satu alasan mengapa market share PT. Garuda Indonesia hanya
77
mengalami kenaikan yang sedikit adalah karena Citilink masih kurang dikenal
masyarakat secara luas jika dibandingkan dengan PT. Lion Airlines yang sudah
beridiri sejak Juni 2000.
Citilink mempunyai market share yang diperkirakan sekitar 15% dari total
market share PT. Garuda Indonesia, yaitu sekitar 3%. Oleh karena itu, sebenarnya
para pesaing Citilink adalah PT. Mandala Airlines, PT. Indonesia Air Asia dan PT.
Wings Abadi karena memilki market share yang kurang lebih sama dengan Citilink.
Namun, pada tahun 2011, ketiga maskapai penerbangan tersebut sudah tidak lagi
mengoperasikan rute penerbangan Jakarta-Medan dan Jakarta-Surabaya, bahkan PT.
Mandala Airlines sudah menutup operasinya pada tahun 2011. Hal tersebut juga dapat
menjadi salah satu indikator akan efektifitas strategi Citilink.