30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia memegang peranan penting bagi kehidupan lamun.Parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah kecerahan, suhu, salinitas, substrat, dan kecepatan arus (Dahuri 2003). Berdasarkan hasil penelitian di perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, diperoleh nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4 dan tabel 5: Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimia Stasiun I Parameter Stasiun I Rata-rata 1 2 3 Suhu ( o C) 31 31 30 30,7 pH 7,9 7,9 7,7 7,8 Salinitas ( o / oo ) 33 33 32 32,7 Kedalaman (cm) 62 65 65 64 Kecepatan Arus (m/s) 0,06 0,065 0,1 0,075 Kecerahan (%) 100 100 100 100 Ket: 1,2,3 = Ulangan Tabel 4. Parameter Fisika dan Kimia Stasiun II Parameter Stasiun II Rata-rata 1 2 3 Suhu ( o C) 31 31 30 30,7 pH 7,8 7,9 7,8 7,8 Salinitas ( o / oo ) 33 33 32 32,7 Kedalaman (cm) 60 63 66 63 Kecepatan Arus (m/s) 0,08 0,09 0,1 0,09 Kecerahan (%) 100 100 100 100 Ket: 1,2,3 = Ulangan
23
Embed
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090075_4_6254.pdf · BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... Laboratorium Fisika Tanah,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Parameter fisika dan kimia memegang peranan penting bagi kehidupan
lamun.Parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi distribusi dan
pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah kecerahan, suhu, salinitas, substrat,
dan kecepatan arus (Dahuri 2003). Berdasarkan hasil penelitian di perairan Pulau
Pramuka Kepulauan Seribu, diperoleh nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang
dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4 dan tabel 5:
Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimia Stasiun I
Parameter Stasiun I
Rata-rata 1 2 3
Suhu (oC) 31 31 30 30,7
pH 7,9 7,9 7,7 7,8
Salinitas (o/oo) 33 33 32 32,7
Kedalaman (cm) 62 65 65 64
Kecepatan Arus (m/s) 0,06 0,065 0,1 0,075
Kecerahan (%) 100 100 100 100
Ket: 1,2,3 = Ulangan
Tabel 4. Parameter Fisika dan Kimia Stasiun II
Parameter Stasiun II
Rata-rata 1 2 3
Suhu (oC) 31 31 30 30,7
pH 7,8 7,9 7,8 7,8
Salinitas (o/oo) 33 33 32 32,7
Kedalaman (cm) 60 63 66 63
Kecepatan Arus (m/s) 0,08 0,09 0,1 0,09
Kecerahan (%) 100 100 100 100
Ket: 1,2,3 = Ulangan
31
Tabel 5. Parameter Fisika dan Kimia Stasiun III
Parameter Stasiun III
Rata-rata 1 2 3
Suhu (oC) 31 32 31 31,3
pH 7,9 7,9 7,8 7,86
Salinitas (o/oo) 33 33 33 33
Kedalaman (cm) 77 75 80 77,3
Kecepatan Arus (m/s) 0,1 0,09 0,12 0,1
Kecerahan (%) 100 100 100 100
Ket: 1,2,3 = Ulangan
4.1.1. Parameter Fisika
1. Suhu
Suhu perairan rata-rata yang diperoleh selama penelitian berkisar antara
30,7oC-31,3
oC. Kisaran suhu tidak berbeda jauh disebabkan karena suhu antar
pulau cenderung homogen. Menurut Dahuri (2003), kisaran temperatur optimal
bagi spesies lamun adalah 28-30oC. Kemampuan proses fotosintesis akan
menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal
tersebut. Sesuai dari hasil data yang diperoleh, menunjukkan bahwa suhu perairan
Pulau Pramuka Kepulauan Seribu tidak berada pada kisaran yang optimum bagi
lamun untuk tumbuh tetapi lamun masih dapat tumbuh dan berkembang pada
kisaran suhu tersebut.
2. Kedalaman
Kedalaman rata-rata yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 64 cm
untuk stasiun I, 63 cm untuk stasiun II, dan 77,3 cm untuk stasiun III. Menurut
Den Hartog (1970), padang lamun sangat mirip dan bahkan menyerupai padang
rumput di daratan dan hidup pada kedalaman yang relatif dangkal yaitu sekitar 1-
10 meter. Kedalaman yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan kedalaman
yang ideal untuk lamun karena menurut Berwick 1983 dalam Argandi 2003
proses fotosintesis yang optimal didukung oleh dangkalnya perairan karena
penetrasi cahaya yang cukup.
3.Kecepatan Arus
Kecepatan arus yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,075 m/s
untuk stasiun I, 0,09 m/s untuk stasiun II, dan 0,1 m/s untuk stasiun III.
32
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan.
Menurut Laevastu dan Hayes 1981 dalam Merryanto 2000, rendahnya kecepatan
arus sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan lamun.
4. Kecerahan
Kecerahan perairan untuk ketiga stasiun memiliki nilai yang seragam
yakni 100%.Nilai tersebut menunjukkan bahwa lamun dan dasar perairan dapat
dilihat dengan mata telanjang dari atas permukaan. Hal ini disebabkan juga karena
perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu merupakan perairan dangkal. Kondisi
ini sangat menguntungkan karena lamun dapat berfotosintesis secara optimal.
5. Substrat
Hasil analisis kandungan dan tipe substrat yang diperoleh dari
Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya
Lahan Universitas Padjadjaran, tipe substrat pada ekosistem lamun Pulau
Pramuka cenderung sama (Tabel 6).
Tabel 6. Analisis Kandungan dan Tipe Substrat
Stasiun C-org
(%)
N-
total
(%)
C/N
Kadar
Air
(%)
Tekstur (%) Tipe Substrat
S Si C
I 0,11 0,08 1,37 2,60 77 12 11 Lempung
berpasir
II 0,17 0,08 2,12 3,65 86 5 9 Pasir berlempung
III 0,28 0,10 2,80 3,26 87 3 10 Pasir berlempung
Ket: S =Sand (pasir), Si = Silt(debu), C = Clay (lempung)
Berdasarkan Tabel 6, stasiun II dan stasiun III memiliki tipe substrat yang
sama yaitu pasir berlempung, dimana jumlah pasir lebih banyak daripada jumlah
lempung. Stasiun I memiliki tipe substrat lempung berpasir, dimana jumlah
lempung lebih banyak daripada jumlah pasir.Kadar air tertinggi ada pada stasiun
II yaitu sebesar 3,65% dan terendah ada pada stasiun I yaitu sebesar 2,60%.
Kandungan C-org, N-org dan C/N tertinggi ada pada stasiun III sedangkan
kandungan C-org, N-org dan C/N terendah ada pada stasiun I. Menurut Effendi
(2000), nitrogen di perairan alami merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun
dan nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Nitrat yang dihasilkan dapat
33
digunakan untuk kesuburan perairan.Kadar nitrogen yang tinggi pada stasiun III
menjadikan stasiun ini memiliki nilai kerapatan lamun yang paling tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Selain nitrogen yang membantu dalam
pertumbuhan, karbon juga mempunyai peranan dalam proses produksi. Karbon
membantu tumbuhan dalam proses fotosintesis. Kadar karbon yang tinggi pada
stasiun III membantu lamun sebagai produsen utama dalam proses fotosintesis
sehingga pertumbuhan lamun pada stasiun III lebih baik daripada pertumbuhan
lamun pada stasiun I dan II karena stasiun III memiliki nilai nitrogen dan karbon
organik yang tinggi daripada stasiun I dan II.
4.1.2 Parameter Kimia
1. Derajat Keasaman (pH)
Kisaran pH yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda jauh pada
setiap stasiun pengamatan yaitu pada stasiun I dan stasiun II nilai pH sebesar 7,8,
pada stasiun III pH sebesar 7,86. Menurut Effendi (2000), air laut umumnya
memiliki kisaran pH antara 7 – 8,5 dan menurut Dawson dalam Reswara 2010
lamun dapat tumbuh optimal jika berada dalam kisaran pH antara 7,5 – 8,5.
Berdasarkan data yang diperoleh, nilai pH yang didapat berada dalam batas
normal dan nilai pH tersebut menunjukkan bahwa kondisi perairan Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu memungkinkan bagi lamun untuk tumbuh optimal.
2. Salinitas
Nilai salinitas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 32,7o/oo -
33 o/oo. Menurut Effendi 2000, perairan laut alami memiliki kisaran salinitas
antara 30o/oo- 40
o/oo. Spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda-
beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran antara 10o/oo - 40
o/oo.Menurut Dahuri 2003,nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah
35o/oo. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai salinitas berada dalam batas normal
lamun untuk tumbuh.
34
4.2 Struktur Komunitas Lamun
4.2.1 Kerapatan Jenis Lamun (ind.m-2
)
Kerapatan jenis lamun adalah banyaknya jumlah individu/tegakan suatu
jenis lamun pada suatu luasan tertentu. Hasil perhitungan lamun, kepadatan total
lamun di setiap stasiun disajikan pada Gambar 7dan Lampiran 1.
Gambar 7. Kerapatan Jenis Lamun (ind.m-2
)
Berdasarkan Gambar 7,spesies lamun yang memiliki kerapatan tertinggi di
ketiga stasiun adalah Thalassia hemprichii. Menurut Yulianda (2002), terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan suatu jenis lamun dapat tumbuh dengan subur
di suatu perairan, antara lain ialah kesesuaian substrat dan kondisi lingkungan.
Dilihat dari kandungan substratnya, pada stasiun II dan III memiliki tipe substrat
pasir berlempung dan pada stasiun I memiliki tipe substrat lempung berpasir,
spesies Thalassia hemprichii dapat tumbuh optimal pada tipe substrat tersebut.
Menurut Azkab (2000), Thalassia hemprichii dapat dijumpai pada berbagai
substrat tetapi batas kedalaman sebagian besar jenisnya adalah 10-12 m dan
spesies Thalassia hemprichii memiliki toleransi yang tinggi terhadap variasi
lingkungan. Oleh sebab itu spesies Thalassia hemprichii memiliki kerapatan
0
50
100
150
200
250
300
350
Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
Ker
ap
ata
n (
ind
.m-2
)
Jenis Lamun
St I
St II
St III
35
tinggi pada ketiga stasiun karena spesies ini dapat mentoleransi kondisi
lingkungan yang berbeda pada ketiga stasiun, dimana pada stasiun I banyak
limbah pembuatan kapal dan pada stasiun III banyak limbah rumah tangga.
Keberadaan spesies Syringodium isoetifolium tidak ditemukan pada
stasiun I dan stasiun III. Hal ini disebabkan keadaan perairan pada stasiun tersebut
tidak cocok untuk pertumbuhan spesies Syringodium isoetifolium karena menurut
Azkab (2000), lamun spesies Syringodium isoetifolium terbatas penyebarannya
disebabkan bentuk daun yang kurang dapat beradaptasi terhadap kekeringan yang
lama, sehingga hanya pada stasiun II jenis lamun ini dapat ditemukan dimana
stasiun II memiliki surut yang tidak terlalu rendah. Tidak adanya keberadaan
spesies Syringodium isoetifolium di stasiun I dan stasiun III juga diakibatkan
karena banyaknya limbah hasil pembuangan rumah tangga pada stasiun ini,
dimana limbah-limbah tersebut dapat menyebabkan substrat menjadi tidak cocok
untuk pertumbuhan spesies Syringodium isoetifolium.
Berdasarkan hasil keseluruhan perhitungan kerapatan jenis lamun
(Lampiran 1), stasiun III memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi yaitu sebesar
556,7ind.m-2
kemudian stasiun II memiliki nilai kerapatan jenis sebesar 407,08
ind.m-2
dan stasiun I memiliki nilai kerapatan jenis terendah yaitu sebesar 328,8
ind.m-2
. Stasiun III memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi karena nilai nitrogen
dan karbon pada substrat di stasiun ini lebih tinggi dibandingkan dua stasiun
lainnya.Nilai nitrogen di stasiun III adalah 0,1 % sementara stasiun lain adalah
0,08 %. Nilai karbon di stasiun III adalah 0,28 % sedangkan di stasiun lain antara
0,11% - 0,17 %. Kandungan nitrogen dan karbon sangat berperan penting karena
menurut Effendi (2000) nitrogen merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun.
Nitrogen dapat menghasilkan nitrat dari proses nitrifikasi dan nitrat tersebut
digunakan untuk kesuburan perairan di stasiun III. Kandungan karbon yang
terdapat pada stasiun ini membantu lamun dalam proses fotosintesis dimana
lamun merupakan produsen utama dalam ekosistem ini.
36
4.2.1 Frekuensi Jenis Lamun
Frekuensi jenis lamun menunjukkan peluang banyaknya suatu jenis lamun
yang ditemukan dalam titik sampel yang diamati. Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh frekuensi jenis lamun di setiap stasiun pengamatan bervariasi (Gambar
8).
Gambar 8. Frekuensi Jenis Lamun
Berdasarkan Gambar 8, frekuensi jenis lamun pada stasiun I dengan
spesies Enhalus acoroides adalah 0,42, Thalassia hemprichii 1, Cymodocea
rotundata 0,58, dan Cymodocea serrulata 0,42. Stasiun II frekuensi jenis lamun
spesies Enhalus acoroides adalah 0,75, Thalassia hemprichii 1, Cymodocea
rotundata 1, dan Cymodocea serrulata0,58, Halophila ovalis 0,25, dan
Syringodium isoetifolium0,08. Stasiun III frekuensi jenis lamun spesies Enhalus
acoroides adalah 0,08, Thalassia hemprichii 1, Cymodocea rotundata 0,92, dan
Cymodocea serrulata 0,33, dan Halophila ovalis 0,5. Spesies Thalassia
hemprichii memiliki nilai frekuensi tertinggi pada setiap stasiunnya. Nilai
frekuensi tertinggi ini menunjukkan bahwa lamun dengan spesies Thalassia
hemprichii memiliki tingkat kemunculan yang lebih banyak dibandingkan dengan
spesies lamun lainnya. Menurut Azkab (2000), Thalassia hemprichii dapat
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
Fre
ku
ensi
Jenis Lamun
St I
St II
St III
37
dijumpai pada berbagai substrat tetapi batas kedalaman sebagian besar jenisnya
adalah 10-12 m dan spesies Thalassia hemprichii memiliki toleransi yang tinggi
terhadap variasi lingkungan. Oleh sebab itu spesies Thalassia hemprichii memiliki
frekuensitertinggi pada ketiga stasiun karena spesies ini dapat mentoleransi
kondisi lingkungan yang berbeda pada ketiga stasiun, dimana pada stasiun I
banyak limbah pembuatan kapal dan pada stasiun III banyak limbah rumah
tangga.
Keberadaan spesies Syringodium isoetifolium tidak ditemukan pada
stasiun I dan stasiun III. Hal ini disebabkan keadaan perairan pada stasiun tersebut
tidak cocok untuk pertumbuhan spesies Syringodium isoetifolium. Menurut Azkab
(2000), lamun spesies Syringodium isoetifolium terbatas penyebarannya
disebabkan bentuk daun yang kurang dapat beradaptasi terhadap kekeringan yang
lama, sehingga hanya pada stasiun II jenis lamun ini dapat ditemukan karena
hanya stasiun II yang mengalami surut tidak terlalu rendah. Tidak adanya
keberadaan spesies Syringodium isoetifolium di stasiun I dan stasiun III juga
diakibatkan karena banyaknya limbah hasil pembuangan rumah tangga pada
stasiun ini, dimana limbah-limbah tersebut dapat menyebabkan substrat menjadi
tidak cocok untuk pertumbuhan spesies Syringodium isoetifolium.
4.2.3 Penutupan Jenis Lamun
Meurut Hemming dan Duarte dalam Reswara (2010), penutupan jenis
lamun menggambarkan luasan daerah tertentu yang tertutupi oleh lamun dan
bermanfaat untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun serta kemampuan lamun
dalam memanfaatkan luasan yang ada.Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data
penutupan jenis lamun yang bervariasi pada setiap stasiun pengamatan (Gambar
9).
38
Gambar 9. Penutupan Jenis Lamun (%)
Berdasarkan Gambar 9, penutupan jenis lamun tertinggi dari ketiga stasiun
penelitian adalah Thalassia hemprichii. Stasiun III memiliki penutupan tertinggi
dibandingkan dengan stasiun I dan stasiun II dengan penutupan sebesar 50%.
Menurut Azkab (2000), Thalassia hemprichii dapat dijumpai pada berbagai
substrat tetapi batas kedalaman sebagian besar jenisnya adalah 10-12 m dan
spesies Thalassia hemprichii memiliki toleransi yang tinggi terhadap variasi
lingkungan. Oleh sebab itu spesies Thalassia hemprichii memiliki kerapatan
tinggi pada ketiga stasiun karena spesies ini dapat mentoleransi kondisi
lingkungan yang berbeda pada ketiga stasiun, dimana pada stasiun I banyak
limbah pembuatan kapal dan pada stasiun III banyak limbah rumah
tangga.Penutupan jenis lamun spesies Cymodocea rotundata memiliki nilai
terbesar kedua setelah Thalassia hemprichii. Stasiun I tidak memiliki penutupan
jenis lamun spesies Cymodocea rotundata karena jumlahnya yang sangat sedikit
pada stasiun ini. Tidak adanya penutupan jenis lamun spesies Syringodium
isoetifolium di stasiun I dan stasiun III diakibatkan karena banyaknya limbah hasil
pembuangan rumah tangga pada stasiun ini, dimana limbah-limbah tersebut dapat
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Enhalus acoroides
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
Pen
utu
pa
n (
%)
Jenis Lamun
St I
St II
St III
39
menyebabkan substrat menjadi tidak cocok untuk pertumbuhan spesies
Syringodium isoetifolium.
4.2.4 Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP) menggambarkan keseluruhan peranan jenis
lamun dalam suatu komunitas. Jika nilai INP suatu jenis lamun lebih tinggi
dibandingkan jenis lainnya, maka semakin tinggi peranan jenis lamun tersebut
terhadap komunitasnya (Fachrul 2007). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
INP sebagai berikut:
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Lamun
No Spesies INP
1 Enhalus acoroides 0.24
2 Thalassia hemprichii 1.58
3 Cymodocea rotundata 0.68
4 Cymodocea serrulata 0.29
5 Halophila ovalis 0.17
6 Syringodium isoetifolium 0.04
Total 3.00
Berdasarkan Tabel 7, lamun dengan spesies Thalassia hemprichii
memiliki INP tertinggi dibandingkan dengan spesies lainnya dengan INP sebesar
1,58. Thalassia hemprichii juga memiliki nilai kerapatan jenis, frekuensi jenis dan
penutupan jenis tertinggi dibandingkan dengan spesies lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Thalassia hemprichii memiliki peranan yang tinggi dalam
komunitas lamun di perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu.Menurut
Susetiono (2007), Thalassia hemprichii umumnya hidup berdampingan dengan
jenis lamun lainnya dan bila mendominansi selalu membentuk kelompok vegetasi
yang rapat. Kondisi substrat yang cocok untuk spesies Thalassia hemprichii
menjadikan spesies ini tumbuh subur pada perairan Pulau Pramuka. Menurut
Yudista (2010), tingginya nilai INP serta kerapatan jenis, frekuensi jenis dan
penutupan jenis spesies Thalassia hemprichii juga disebabkan karena kegiatan
rehabilitasi lamun spesies Thalassia hemprichii yang pernah dilakukan Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu.
40
Syringodium isoetifolium memiliki INP terendah karena dilihat dari
keberadaan spesies Syringodium isoetifolium yang hanya ada pada stasiun II.
Peranan spesies Syringodium isoetifolium sangat kecil terhadap komunitas lamun
di perairan Pulau Pramuka. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan Syringodium
isoetifolium yang tidak tahan terhadap kekeringan yang lama sehingga spesies ini
hanya ditemukan pada stasiun II yang tingkat kesurutannya tidak terlalu rendah.
4.2.5 Keanekaragaman dan Keseragaman
Keanekaragaman dan keseragaman adalah indeks yang digunakan untuk
melihat kestabilan struktur komunitas lamun yang biasa disebut dengan indeks
biologis (Yulianda 2002). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
keanekaragaman dan keseragaman sebagai berikut:
Gambar 10. Keanekaragaman Lamun (kiri) dan Keseragaman Lamun
(kanan)
Berdasarkan Gambar 10, keanekaragaman dan keseragaman tertinggi
berada pada stasiun II dan keanekaragaman dan keseragaman terendah berada
pada stasiun I. Stasiun II memiliki nilai keanekaragaman dan keseragaman
tertinggi dibandingkan stasiun lainnya karena pada stasiun II ditemukan enam
spesies lamun dimana jumlah spesies yang ditemukan pada stasiun ini lebih
banyak dibandingkan stasiun lainnya. Kondisi perairan pada stasiun II lebih
41
tenang karena letaknya yang jauh dari perumahan penduduk ataupun aktivitas
masyarakat sekitar sehingga perairan di stasiun II tidak terganggu dan cocok
untuk pertumbuhan spesies Syringodium isoetifolium yang tidak ditemukan pada
kedua stasiun lainnya. Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener,
stasiun I, stasiun II dan stasiun III tergolong dalam kategori tingkat
keanekaragaman rendah karena nilai keanekaragaman ketiga stasiun kurang dari
1,5.
4.3 Struktur Komunitas Ikan
4.3.1 Komposisi Jenis
Ikan pada daerah lamun terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan
peranannya sama seperti ikan yang hidup pada terumbu karang, yaitu ikan target,
ikan indikator dan ikan mayor. Berdasarkan peranannya ikan yang hidup pada
terumbu karang terbagi dalam (TERANGI 2004):
1. Ikan target
Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenaljuga
dengan ikanekonomis penting atau ikan kosumsi seperti:Seranidae,