51 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Rendemen Infused Oil Teh Putih Minyak jarak yang telah diinfus dengan teh putih bisa disebut dengan minyak infus. Hasil rendemen dari setiap perlakuan yaitu B, C, D dan E berturut- turut sebesar 86,31%; 84,36%; 82,21%; 80,18%. Infused oil teh putih dari semua perlakuan menghasilkan rendemen yang cenderung turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak teh yang digunakan dalam pembuatan infused oil akan maka semakin banyak pula minyak yang tertinggal dalam ampas teh ketika dilakukan penyaringan. Nilai rendemen pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 1. Grafik rendemen infused oil 90 88 86 84 82 80 78 76 74 72 70 86,3176 y = -0,018x 2 - 1,960x + 88,31 R² = 0,999 84,3616 82,2185 Rendemen Infused Oil 80,1889 Poly. (Rendemen Infused Oil) B C D E Sampel Infus Rendemen (%)
29
Embed
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Rendemen …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2014/240110140054_4_2064.pdfStandar Deviasi E 153,0096 0,08 51,0032 22 Keterangan : A = Sabun cair
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Rendemen Infused Oil Teh Putih
Minyak jarak yang telah diinfus dengan teh putih bisa disebut dengan
minyak infus. Hasil rendemen dari setiap perlakuan yaitu B, C, D dan E berturut-
turut sebesar 86,31%; 84,36%; 82,21%; 80,18%. Infused oil teh putih dari semua
perlakuan menghasilkan rendemen yang cenderung turun. Hal ini dikarenakan
semakin banyak teh yang digunakan dalam pembuatan infused oil akan maka
semakin banyak pula minyak yang tertinggal dalam ampas teh ketika dilakukan
penyaringan. Nilai rendemen pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 1. Grafik rendemen infused oil
90
88
86
84
82
80
78
76
74
72
70
86,3176 y = -0,018x2 - 1,960x + 88,31
R² = 0,999 84,3616
82,2185 Rendemen
Infused Oil 80,1889
Poly.
(Rendemen
Infused
Oil)
B C D E
Sampel Infus
Ren
dem
en
(%
)
52
Keterangan :
B = Infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 40 : 12,5 (b/b)
C = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 16,6 (b/b)
D = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 25 (b/b)
E = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 50 (b/b)
Nilai R-square atau nilai koefisien determinasi pada hasil rendemen sesuai
dengan grafik diatas adalah sebesar 0,999 atau 99%. Hal ini memiliki arti bahwa
pengaruh variabel X (perbedaan penambahan teh putih pada proses infused oil)
terhadap variabel Y (hasil rendemen infused oil) adalah sebesar 99%, sedangkan
sisanya sebanyak 1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui.
Koefisien kolerasi pada rendemen hasil infused oil teh putih ini berkorelasi
positif dengan nilai r sebesar 0,999. Nilai r atau nilai koefisien kolerasi yaitu akar
dari R-square atau koefisisen determinasi. Nilai r ini dapat disebut juga dengan
indeks kolerasi. Indeks kolerasi pada rendemen hasil infused oil teh putih ini
memiliki tingkat keeratan yang sangat kuat antara variabel X dan Y. Hasil infused
oil teh putih dapat dilihat pada Gambar 8.
(A) (B) (C) (D) (E)
Gambar 2. Hasil infused oil teh putih
53
Keterangan :
A = Minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 40 : 12,5 (b/b)
C = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 16,6 (b/b)
D = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 25 (b/b)
E = infused oil dengan minyak jarak : teh putih = 400 : 50 (b/b)
4.2 Analisis Rendemen Sabun Cair
Pada hasil sabun cair yang didapatkan dilakukan perhitungaan rendemen.
Pada Tabel 10 sabun cair perlakuan A memiliki nilai rata-rata rendemen sebesar
55,61%, perlakuan B sebesar 51,80%, perlakuan C sebesar 57,93%, perlakuan D
sebesar 57,13% dan sabun cair perlakuan E memiliki nilai rata-rata rendemen
sebesar 51,00%, Rendeman sabun cair yang dihasilkan memiliki nilai rendemen
yang tidak konstan pada setiap perulangannya. Hal ini dapat disebabkan karena
pada saat proses pembuatan sabun cair terjadi penguapan. Penguapan dapat
disebabkan karena adanya bahan yang mudah menguap seperti akuades. Hasil
rendemen sabun cair secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 1. Rendemen sabun cair
Sampel Rata-rata berat
sabun cair (g) Rata-rata
rendemen (%) Standar Deviasi
A
166,8537
55,6179
0,0727
B
155,4263
51,8088
0,0586
C
173,8018
57,9339
0,0219
D
171,3961
57,1320
0,0175
54
Tabel 10. Rendemen sabun cair (Lanjutan)
Sampel Rata-rata berat
sabun cair (g)
Rata-rata
rendemen (%)
Standar
Deviasi
E
153,0096
51,0032
0,0822
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
4.3 Analisis Sabun Cair (SNI 06-4085-1996)
4.3.1 Bobot Jenis
Pada penelitian ini pengujian bobot jenis dilakukan dengan menggunakan
piknometer sesuai dengan SNI sabun cair 06-408501996. Menurut SNI (1996),
bobot jenis adalah perbandingan bobot sabun cair dengan bobot air pada volume
dan suhu yang sama. Bobot jenis sabun cair sesuai SNI sabun cair 06-408501996
adalah sebesar 1,01 g/g sampai dengan 1,10 g/g. Hasil pengukuran menunjukkan
bobot jenis sabun cair dari setiap perlakuan memiliki nilai yang meningkat. Bobot
jenis dengan nilai terrendah dimiliki oleh sabun cair perlakuan A yaitu sebesar
1,0195 g/g. Sedangkan nilai bobot jenis tertinggi dimiliki oleh sabun cair
perlakuan E dengan nilai sebesar 1,0245 g/g. Nilai bobot jenis pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.
55
Gambar 3. Grafik pengukuran bobot jenis sabun cair
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Nilai bobot jenis sabun cair pada setiap perlakuan sudah memenuhi
standar SNI sabun cair 06-408501996. Nilai bobot jenis sabun cair diatas yang
cenderung meningkat, hal ini dapat disebabkan karena bahan pengisi yang
dicampurkan pada proses pembuatan sabun cair karena setiap bahan yang
ditambahkan pada pembuatan sabun cair memiliki nilai bobot jenis sendirinya dan
dapat berpengaruh pada nilai bobot jenis sabun cair yang dihasilkan. Minyak jarak
merupakan bahan utama yang dipakai dalam proses pembuatan sabun cair dapat
menjadi patokan besarnya bobot jenis sabun cair yang dihasilkan. Menurut
Ketaren (1986) minyak jarak memiliki bobot jenis sebesar 0,961-0,963 g/g. Selain
Perlakuan
1,00
Poly.
(Nilai
Bobot
Jenis)
1,02
1,01
1,01
Nilai
Bobot
Jenis
1,0195 1,02
1,0224 1,0213
1,0245 1,0238
y = -0,000x2 + 0,002x + 1,017
R² = 0,996
1,03
1,03
Bo
bo
t J
enis
(g
/g)
56
minyak jarak, pemberian teh putih dengan beberapa variasi dapat juga
menyebabkan naiknya nilai bobot jenis.
Nilai R-square atau nilai koefisien determinasi pada nilai bobot jenis
sesuai dengan grafik diatas adalah sebesar 0,996 atau 99%. Hal ini memiliki arti
bahwa pengaruh variabel X (perbedaan penambahan teh putih) terhadap variabel
Y (hasil bobot jenis) adalah sebesar 99%, sedangkan sisanya sebanyak 1%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui. Koefisien kolerasi pada nilai
bobot jenis sabun cair ini berkorelasi positif dengan nilai r sebesar 0,996. Indeks
kolerasi pada bobot jenis sabun cair teh putih ini memiliki tingkat keeratan yang
sangat kuat antara variabel X dan Y.
4.3.2 Angka Lempeng Total
Angka lempeng total merupakan angka yang menunjukkan jumlah bakteri
mesofil dalam tiap-tiap 1 mL atau 1 gram sampel yang diperiksa. Prinsip dari
ALT adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel
ditanamkan pada lempeng media yang sesuai dengan cara tuang kemudian
dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC (Wibowo dan Ristanto, 1987).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008), uji
Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob
mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat
diamati secara visual dan dinyatakan berupa angka koloni (cfu) per mL/gram atau
koloni/100mL. Cara yang bisa digunakan untuk uji ALT adalah cara tuang, cara
tetes dan cara sebar. Dibawah ini adalah hasil pengukuran angka lempeng total
57
atau ALT pada sabun cair teh putih yang dihasilkan dan sabun komersil.
Tabel 2. Angka Lempeng Total (ALT) pada sabun cair
Sampel Pengenceran
Jumlah Koloni Angka
Lempen
g Total (Koloni/g)
Rata-
rata
ALT
(Koloni/g)
SD
Simplo
Duplo
Total Rata
-
rata
A 10-4 0 0 0 0 0
0,25 × 105 0,3535
10-5 0 1 1 0,5 0,5 × 105
B 10-4 1 1 2 1 1 × 10
4
0,3 × 105 0,3535
10-5 0 1 1 0,5 0,5 × 105
C 10-4 0 0 0 0 0
0,5 × 105 0,7071
10-5 2 0 2 1 1 × 105
D 10-4 1 0 1 0,5 0,5 × 10
4 0,775
× 105
0,7071 10-5 2 1 3 1,5 15 × 10
4
E 10-4 0 1 1 0,5 0,5 × 10
4 0,525
× 105
0,3535 10-5 1 1 2 1 1 × 10
5
Keterangan:
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Menurut SNI sabun cair 06-408501996, sabun mandi cair memiliki batas
maksimal nilai Angka Lempeng Total (ALT) yaitu maksimal sebesar 1 × 105.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada Tabel 11 tersaji nilai ALT
disetiap sampel sabun cair yang dihasilkan. Data pengukuran tersebut
menunjukkan bahwa nilai ALT pada sabun cair yang dihasilkan memiliki kriteria
yang masih sesuai dengan SNI sabun mandi cair yaitu tidak lebih dari 1 × 105.
Perlakuan dengan nilai angka lepeng total terrendah didapatkan oleh sabun
cair perlakuan A dengan nilai rata-rata angka lempeng total sebesar 0,25 × 105.
Sedangkan nilai rata-rata angka lempeng total tertinggi didapatkan oleh perlakuan
58
D sebesar 0,775 × 105. Kandungan mikroba dalam suatu produk biasanya dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal dapat mencakup derajat keasaman (pH), kandungan nutrisi,
struktur biologis dan kandungan antimikroba. Faktor eksternal dapat meliputi
suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan oksigen dalam lingkungan.
4.3.3 pH
Menurut Wasiaatmaja (1997), sabun akan mengakibatkan iritasi pada kulit
jika sabun tersebut memiliki nilai pH yang sangat rendah atau sangat tinggi.
Menurut SNI sabun cair 06-408501996, sabun mandi cair yang dikatakan baik
adalah sabun yang memiliki nilai pH sebesar 8-11. Nilai pH pada sabun cair yang
dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 4. Grafik pengukuran pH sabun cair
9,9
9,8
9,7
9,6
9,5
9,4
9,3
9,2
9,1
8,9
y = -0,033x2 + 0,300x + 8,958
R² = 0,982
9,54
9,46
9,61 9,63
Nilai pH
9,21 Poly.
(Nilai
pH)
A B
Perlakuan
Nil
ai
pH
59
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Hasil pengukuran pH sesuai dengan Gambar 9 menunjukkan bahwa pH
pada setiap perlakuan sudah memenuhi standar SNI sabun cair 06-408501996.
Hasil pengukuran pH menunjukkan nilai pH setiap perlakuan mengalami
kenaikkan. Sabun cair dengan nilai pH terrendah dimiliki sabun cair perlakuan A
sebesar 9,21 sedangkan nilai pH tertinggi dimiliki sabun cair perlakuan E dengan
nilai sebesar 9,63. Peningkatan nilai pH pada sabun cair ini dapat disebabkan oleh
bahan penyusun sabun cair diantaranya KOH 30% dan teh putih. Penambahan teh
putih bisa menjadi salah satu sebab kenaikkan pH pada sabun cair yang
dihasilkan. Menurut Lenny (2006), peningkatan nilai pH pada sabun dapat
disebabkan karena kandungan bahan aktif alkaloid pada ekstrak teh putih yang
bersifat basa.
Nilai R-square atau nilai koefisien determinasi pada hasil pH sesuai
dengan grafik diatas adalah sebesar 0,982 atau 98%. Hal ini memiliki arti bahwa
pengaruh variabel X (perbedaan penambahan teh putih) terhadap variabel Y (hasil
pH) adalah sebesar 98%, sedangkan sisanya sebanyak 2% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diketahui. Koefisien kolerasi pada nilai pH sabun cair ini
berkorelasi positif dengan nilai r sebesar 0,990. Indeks kolerasi pada pH sabun
cair teh putih ini memiliki tingkat keeratan yang sangat kuat antara variabel X dan
Y.
60
4.4 Rekapitulasi Hasil Mutu Sabun Cair (SNI 06-4085-1996)
Mutu sabun cair dengan variasi infused oil teh putih berbahan baku
minyak jarak yang telah dilakukan analisa, kemudian direkapitulasi dan
dibandingkan dengan standar yakni menggunakan standar sabun mandi cair sesuai
dengan SNI 06-4085-1996. Parameter mutu sabun mandi cair sesuai dengan SNI
yang dilakukan analisis yaitu parameter bobot jenis, angka lempeng total dan nilai
pH sabun. Dalam rekapitulasi ini dilakukan pembandingan antara mutu sabun
yang telah dihasilkan dalam penelitian dengan mutu sabun cair komersil.
Rekapitulasi hasil mutu sabun cair dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil mutu sabun cair (SNI 06-4085-1996)
Parameter
Hasil Analisis Standar
SNI
06-4085-
1996
Keterangan Pelakuan perbedaan konsentrasi infused
oil teh putih sabun minyak jarak
A B C D E
Bobot Jenis (g/g)
1,0195 1,0213 1,0224 1,0238 1,0245 1,01-1,10 Sesuai SNI
Angka
Lempeng
Total
(Koloni/g)
0,25 ×
105
0,3 ×
105
0,5 ×
105
0,775
× 105
0,525
× 105
Maks 1 ×
105
Sesuai SNI
pH 9,22 9,47 9,54 9,61 9,63 08--11 Sesuai SNI
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
utu sabun cair yang dihasilkan pada Tabel 12 diatas menyatakan bahwa
semua perlakuan sabun cair yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar SNI
61
Sabun Cair 06-4085-1996 dalam parameter bobot jenis, angka lempeng total dan
nilai pH sabun.
4.5 Analisis Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik pada penelitian ini panelis menilai sabun cair
dengan memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaannya
sampel terdapat sabun cair yang dihasilkan. Panelis pada uji organoleptik ini
merupakan panelis kategori tidak terlatih yang memberikan nilai pada sabun cair
dengan skala nilai dari 1 sampai dengan 5, 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3
= biasa, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. Penilaian pada uji organoleptik ini meliputi
beberapa kriteria yaitu warna, aroma, banyak busa, kesan saat pemakaian dan
kesan setelah pemakain.
4.5.1 Warna
Penilaian pertama pada uji organoleptik ini adalah warna. Penilaian warna
dilakukan secara visual oleh panelis. Panelis diminta mengamati warna sabun cair
yang dihasilkan. Pada sabun cair yang dihasilkan, semakin banyak penambahan
teh putih makan warna akan semakin berwarna coklat transparan. Panelis bisa
menilai sesuai dengan kesukaan mereka secara subjektif, apakah mereka
menyukai warna sabun yang lebih gelap, cenderung terang atau keduanya. Hasil
penilaian organoleptik terhapat warna pada sabun cair infused oil teh putih dapat
dilihat pada Tabel 13.
62
Tabel 4. Penilaian panelis terhadap warna sabun cair
No. Sampel
Sabun
Rata-rata
Pembulatan Keterangan
1 A 4 Suka
2 B 4 Suka
3 C 4 Suka
4 D 3 Biasa
5 E 4 Suka
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa panelis menyatakan tidak suka
terhadap warna sabun cair perlakuan A, B, C, dan E sedangkan untuk sabun cair
perlakuan D panelis menyatakan biasa. Pernyataan suka untuk warna sabun cair
dari panelis yang dibuktikan dengan nilai diatas dapat disebabkan karena sabun
cair memiliki warna yang transparan. Data hasil penilaian uji organoleptik
terhadap kriteria warna pada sabun cair secara rinci dapat dilihat pada Lampiran
10.
4.5.2 Aroma
Aroma merupakan salah satu penilaian yang penting dalam pengujian
organoleptik karena penilaian aroma memiliki pengaruh yang penting terhadap
ketertarikan seseorang dalam memilih sabun. Penilain aroma dalam pengujian
organoleptik ini dilakukan oleh panelis dengan cara mencium sabun
menggunakan indera penciuman yang kemudian panelis memberikan nilai
terhadap aroma sabun mandi cair yang dihasilkan.. Nilai kesukaan panelis
63
terhadap aroma sampel sabun cair infused oil teh putih berbahan minyak jarak
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 5. Penilaian panelis terhadap aroma sabun cair
No. Sampel
Sabun
Rata-rata
pembulatan Keterangan
1 A 4 Suka
2 B 4 Suka
3 C 4 Suka
4 D 3 Biasa
5 E 3 Biasa
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa panelis menyatakan suka
terhadap aroma sabun cair perlakuan A, B, dan C sedangkan untuk sabun cari
perlakuan E dan D panelis menyatakan biasa. Sabun yang dihasilkan pada
penelitian ini memiliki aroma yang berasal dari bahan tambahan berupa pewangi
atau fragrance yakni fragrance green tea. Penambahan bahan pewangi bertujuan
untuk menyamarkan atau menghilangkan aroma pekat minyak jarak pada sabun
yang dihasilkan karena jika tidak ditambah dengan pewangi, aroma sabun yang
dihasilkan akan memiliki aroma pekat minyak jarak. Selain itu, penambahan
pewangi pada pembuatan sabun ini bisa menjadi nilai tambah bagi sabun cair
yang dihasilkan. Data hasil penilaian uji organoleptik terhadap kriteria aroma
pada sabun cair secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 10.
64
4.5.3 Banyak Busa
Banyak masyarakat di Indonesia menyukai sabun cair yang menghasilkan
busa yang banyak apabila di aplikasikan pada anggota tubuh. Jika sabun
menghasilkan busa yang banyak dianggap dapat memberikan efek yang positif
bagi kulit yakni dapat membersihkan kotoran atau kuman yang terdapat pada
kulit. Akan tetapi, sabun yang menghasilkan busa yang banyak belum tentu dapat
membersihkan kotoran pada kulit dengan baik. Setiap sabun menghasilkan
karakteristik busa yang berbeda-beda, tergantung pada bahan yang digunakan
pada pembuatan sabun seperti penstabil busa, surfaktan serta kandungan asam
lemak yang terdapat pada minyak yang digunakan pada pembuatan sabun cair.
Pengujian organoleptik terhadap kriteria banyaknya busa ini dilakukan
oleh panelis dengan cara mencoba mencuci tangan dengan sabun cair yang
dihasilkan. Panelis memberikan nilai kepada sampel sabun sesuai dengan
kesukaan panelis, tingkat kesukaan paling tinggi mewakili banyaknya busa yang
disukai oleh panelis. Nilai kesukaan panelis terhadap banyaknya busa sampel
sabun cair infused oil teh putih berbahan minyak jarak dapat dilihat pada Tabel
15.
Tabel 6. Penilaian panelis terhadap banyaknya busa sabun cair
No. Sampel
Sabun
Rata-rata
Pembulatan Keterangan
1 A 2 Tidak suka
2 B 3 Biasa
3 C 3 Biasa
4 D 3 Biasa
5 E 3 Biasa
65
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa panelis menyatakan tidak suka
terhadap banyaknya busa sabun cair perlakuan A sedangkan untuk sabun cari
perlakuan B, C, D dan E panelis menyatakan biasa. Sabun cair yang dihasilkan
pada penelitian ini menghasilkan busa yang tidak banyak. Sabun cair dengan
penambahan teh putih memberikan penilaian organoleptik yang berbeda dengan
sabun cair tanpa pemberian teh putih, panelis memberikan nilai lebih pada sabun
cair dengan penambahan teh puti dibandingkan dengan sabun cair tanpa
pemberian teh putih. Data hasil penilaian uji organoleptik terhadap parameter
banyaknya busa pada sabun cair secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.5.4 Kesan Saat Pemakaian
Pengujian organoleptik dengan kriteria kesan saat pemakaian dilakukan
oleh panelis dengan cara mencuci tangan dengan menggunakan sabun cair yang
dihasilkan. Panelis selanjutnya memberikan penilaian terhadap sabun cair
tersebut. Penilaian dilakukan secara subjektif sesuai dengan kesukaan panelis saat
menggunakan sabun cair tersebut dengan memberikan nilai dalam skala 1 (sangat
tidak suka) – 5 (sangat suka). Nilai kesukaan panelis terhadap kesan saat
pemakaian sampel sabun cair infused oil teh putih berbahan minyak jarak dapat
dilihat pada Tabel 16.
66
Tabel 7. Penilaian panelis terhadap kesan saat pemakaian sabun cair
No. Sampel
Sabun
Rata-rata
Pembulatan Keterangan
1 A 3 Biasa
2 B 3 Biasa
3 C 3 Biasa
4 D 3 Biasa
5 E 3 Biasa
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa panelis menyatakan biasa
terhadap kesan saat pemakaian sabun cair semua perlakuan yaitu perlakuan A, B,
C, D, dan E. Pemberian teh putih pada pembuatan sabun tidak merubah nilai
organoleptik yang diberikan oleh panelis dari kriteria kesan saat pemakaian. Data
hasil penilaian uji organoleptik terhadap kriteria kesan saat pemakaian pada sabun
cair secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.5.5 Kesan Setelah Pemakaian
Kesan setelah pemakaian merupakan pengujian organoleptik terakhir pada
sampel sabun cair yang dihasilkan. Kesan setelah pemakaian yakni pengujian
organoleptik dimana panelis memberikan nilai terhadap sampel sabun cair yang
dihasilkan dengan cara membilas saun setelah mencuci tangan. Nilai kesukaan
panelis terhadap kesan setelah pemakaian sampel sabun cair infused oil teh putih
berbahan minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 17.
67
Tabel 8. Penilaian panelis terhadap kesan setelah pemakaian sabun cair
No. Sampel
Sabun
Rata-rata
Pembulatan Keterangan
1 A 3 Biasa
2 B 4 Suka
3 C 4 Suka
4 D 4 Suka
5 E 4 Suka
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa panelis menyatakan biasa
terhadap kesan setelah pemakaian sabun cair perlakuan A, sedangkan untuk sabun
cari perlakuan B, C, D dan E panelis menyatakan suka. Pada kesan setelah
pemakaian panelis lebih meyukai sabun perlakuan yang diberi penambahan teh
putih. Hal ini dapat disebabkan karena sabun yang dihasilkan dengan penambahan
teh memiliki kesan kesat dan lembut setelah dibilas. Data hasil penilaian uji
organoleptik terhadap kriteria kesan setelah pemakaian pada sabun cair secara
rinci dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.5.6 Kesukaan Secara Umum
Kesukaan secara umum merupakan penilaian panelis terhadap sabun cair
yang telah diberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma banyaknya busa,
kesan saat pemakaian dan kesan setelah pemakaian, yang selanjutnya panelis
mengurutkan sabun sesuai dengan kesukaannya secara umum. Panelis
mengurutkan sabun cair yang dihasilkan mulai dari rangking 1-5 yang berarti
68
sabun cair yang disukai sampai sabun yang tidak disukai. Rangking panelis
terhadap kesukaan sabun cair infused oil teh putih berbahan minyak jarak secara
umum dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 9. Penilaian kesukaan panelis secara umum pada sabun cair
Tingkat
Kesukaan
Perlakuan
A
Perlakuan
B
Perlakuan
C
Perlakuan
D
Perlakuan
E
Rangking 1 17% 10% 27% 10% 37%
Rangking 2 10% 23% 13% 40% 17%
Rangking 3 17% 13% 43% 17% 7%
Rangking 4 20% 33% 10% 20% 17%
Rangking 5 37% 20% 7% 13% 23%
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Pada Tabel 18 menunjukkan hasil penilaian panelis terhadap kesukaan
secara umum pada sabun cair yang dihasilkan. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa sampel sabun cair yang menempati peringkat 1 adalah sampel sabun E,
selanjutnya peringkat 2 ditempati oleh sampel sabun cair D, peringkat 3 ditempati
oleh sabun cair perlakuan C, kemudian peringkat 4 ditempati oleh sabun cair
perlakuan B dan terakhir peringkat 5 ditempati oleh sabun perlakuan A.
4.6 Analisis Uji Antibakteri Sabun Cair
Pada penelitian ini dilakukan pengujian antibakteri terhadap bakteri gram
positif Staphylococcus aureus yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antibakteri pada sabun cair yang dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan
69
menggunakan metode difusi kertas cakram. Pengukuran dilakukan pada area agar
yang tidak ditumbuhi bakteri Staphylococcus aureus yang disebut sebagai
diameter daya hambat. Menurut Susanto dkk (2012) terdapat beberapa kategori
aktivitas antibakteri yakni aktivitas antibakteri katogeri lemah memiliki diameter
daya hambat sebesar kurang dari 5 mm, aktivitas antibakteri katogeri sedang
memiliki diameter daya hambat sebesar 6-10 mm, aktivitas antibakteri katogeri
kuat memiliki diameter daya hambat sebesar 11-20 mm dan aktivitas antibakteri
katogeri sangat kuat memiliki diameter daya hambat sebesar lebih dari 21 mm.
Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 10. Diameter daya hambat sabun cair terhadap bakteri Staphylococcus
aureus
Sampel Sabun Diameter Daya Hambat (mm)
Rata-rata Standar
Deviasi Simplo Duplo
A 9,70 14,80 12,25 3,60
B 11,80 13,90 12,85 1,48
C 14,06 11,86 12,96 1,55
D 11,40 15,78 13,59 3,09
E 15,04 18,80 16,92 2,65
Keterangan:
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Dari Tabel 19 diatas menunjukkan bahwa sampel sabun A sampai dengan
E memiliki aktivitas antibakteri kategori kuat. Diamatar daya hambat terbesar
terjadi pada sampel perlakuan E dengan rata-rata sebesar 16,92 mm. Perlakuan
dengan diameter daya hambat terkecil dimiliki oleh sampel perlakuan A dengan
70
diameter rata-rata sebesar 12,25 mm. Peningkatan diameter daya hambat dapat
dilihat pada Gambar 11.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nugraha (2017), sabun padat
trasnparan berbahan baku minyak jarak 100% memiliki daya hambat sebesar 6,9
mm, sedangkan sabun padat transparan berbahan baku minyak jarak dengan
penambahan ekstrak teh putih memiliki daya hambat yang meningkat.
Peningkatan pada sabun cair yang dihasilkan dapat disebabkan oleh adanya
penambahan teh putih pada formulasi sabun. Teh putih memiliki manfaat sebagai
antibakteri karena adanya senyawa aktif yang terkandung dalam teh putih.
Kandungan dalam teh putih yang dapat berfungsi sebagai antibakteri yaitu
senyawa katekin. Menurut Shahidi, dkk. (2009), Ekstrak teh putih diduga dapat
mencegah atau memperlambat pertumbuhan bakteri yang menyebabkan infeksi
staphylococcus, infeksi streptococcus, pneumonia, dan kaires gigi. Menurut
Widyaningrum (2009) zat aktif katekin dalam teh berfungsi sebagai antibakteri
yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri jerawat.
71
Gambar 5. Grafik pengukuran diamater daya hambat bakteri Staphylococcus
aureus
Keterangan :
A = Sabun cair minyak jarak tanpa pemberian teh putih 400:0 (b/b)
B = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:12,5 (b/b)
C = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:16,6 (b/b)
D = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:25 (b/b)
E = Sabun cair dengan menggunakan infused oil teh putih 400:50 (b/b)
Nilai R-square atau nilai koefisien determinasi pada hasil aktivitas
antibakteri sesuai dengan grafik diatas adalah sebesar 0,924 atau 92%. Hal ini
memiliki arti bahwa pengaruh variabel X (perbedaan penambahan teh putih)
terhadap variabel Y (daya hambat aktivitas antibakteri) adalah sebesar 92%,
sedangkan sisanya sebanyak 8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
diketahui. Koefisien kolerasi aktivitas antibakteri pada sabun cair berkorelasi
positif dengan nilai r sebesar 0,961. Indeks kolerasi pada aktivitas antibakteri
sabun cair teh putih ini memiliki tingkat keeratan yang sangat kuat antara variabel
X dan Y.
Perlakuan
0,00
Poly.
(Daya
Hambat
(mm))
10,00
5,00
Daya
Hambat
(mm) 13,59 12,96 12,85 12,25
15,00
16,92
y = 0,427x2 - 1,554x + 13,68
R² = 0,924 20,00
25,00 D
ay
a h
am
ba
t (m
m)
72
4.7 Analisis Ekonomi Sabun Cair
4.7.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Sabun Cair
Dalam membangun dan mengelola sebuah usaha perlu dilakukan analisis
ekonomi terlebih dahulu agar usaha yang dikelola layak dijalankan dan berjalan
dengan baik. Maka pada penelitian ini dilakukan analisis ekonomi berupa analisis
kelayakan ekonomi produksi sabun cair. Kelayakan ekonomi prooduksi sabun cair
dilakukan dengan inventarisasi biaya investasi peralatan produksi sabun cair
dengan rincian yang terdapat pada Tabel 20.
Tabel 11. Rincian Investasi Awal
No Nama Peralatan Jumlah Harga Satuan
(Rp) Harga Total (Rp)
1 Slowcooker 5 250.000 1.250.000
2 Timbangan 1 50.000 50.000
3 Wadah plastik 4 10.000 40.000
4 Saringan 1 15.000 15.000
5 Termometer 1 35.000 35.000
6 Spatula silikon 4 15.000 60.000
Jumlah (Rp) 1.450.000
Keterangan : Harga daerah Bandung
Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa total investasi awal yang dibutuhkan
untuk usaha produksi sabun cair adalah Rp. 1.450.000. Jumlah investasi setiap
peralatan yang dibutuhkan merupakan asumsi dari perlatan yang dibutuhkan pada
pembuatan sabun cair secara keseluruhan. Pada pembuatan sabun cair infused oil
teh putih mengasumsikan bahwa slowcooker yang dibutuhkan sebanyak 5 buah
yang terdiri dari 1 buah slowcooker untuk pebuatan infused oil teh putih dan 4
buah untuk pembuatan sabun cair dengan masing-masing spatula silikon, wadah
73
plastik untuk tempat sementara sabun cair sebelum dikemas dan membutuhkan
satu buah timbangan untuk menimbang bahan-bahan, termometer dan saringan.
Besarnya nilai investasi tersebut digunakan untuk menghitung besarnya biaya
penyusutan peralatan dan bunga modal yang akan memengaruhi biaya produksi.
Dengan asumsi besarnya harga akhir peralatan 10% dari harga awal dan umur
ekonomis peralatan diasumsikan 5 tahun maka besarnya biaya penyusutan
peralatan adalah sebesar Rp. 261.000/bulan. Perhitungan besarnya biaya
penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 12.
Biaya produkasi sabun cair dipengaruhi oleh biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan secara periodik dan besarnya
tetap dengan tidak dipengaruhi oleh banyak sedikitnya satuan produk atau tingkat
kegiatan yang dihasilkan (Herwanto, 2016). Biaya tetap terdiri atas penyusutan
peralatan investasi, biaya sewa tempat, biaya perawatan peralatan, manajemen dan
bunga modal. Diasumsikan bahwa usaha dikelola secara profesional maka dalam
perhitungan biaya tetap mengeluarkan biaya sewa tempat dan biaya manajemen
(karyawan tetap pengelola usaha). Biaya bunga modal berasal dari asumsi bahwa
seluruh biaya investasi peralatan adalah dana pinjaman dari lembaga keuangan.
Menurut Bank Indonesia (2018) besarnya bunga bank kredit mikro untuk
PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk adalah 7%, dengan asumsi seluruh biaya
investasi peralatan didapatkan dari pinjaman Bank maka besarnya bunga bank
yang harus dibayarkan pertahun adalah Rp. 101.500/tahun. Komponen biaya
lainnya yang memengaruhi besarnya biaya tetap dalam memproduksi sabun cair
adalah sewa tempat yang diasumsikan Rp. 4.800.000/tahun, manajemen
74
diasumsikan Rp. 6.000.000/tahun dan perawatan peralatan diasumsikan 2%/tahun
dari biaya investasi peralatan yaitu 29.000/tahun. Rekapitulasi komponen biaya
tetap dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 12. Biaya tetap
No Komponen Biaya Biaya Tetap
(Rp/tahun)
Biaya Tetap
(Rp/bulan)
1 Biaya penyusutan peralatan 261.000 21.750
2 Biaya sewa tempat usaha 4.800.000 400.000
3 Biaya perawatan peralatan 29.000 2.416
4 Manajemen 6.000.000 500.000
5 Bunga modal 101.500 8.459
Total (Rp) 11.191.500 932.625
Biaya Variabel adalah biaya yang besarnya ditentukan oleh jumlah satuan
produk atau tingkatan kegiatan, artinya bila satuan produk atau tingkat
kegiatannya meningkat, maka biaya variabel meningkat (Herwanto, 2016). Biaya
variabel terdiri atas biaya bahan baku berupa minyak jarak, teh putih, bahan
kimia, kemasan, energi listrik dan upah kerja.
Biaya bahan baku diperhitungkan berdasarkan banyaknya jumlah infused oil
yang dihasilkan dari 400 g minyak jarak dengan 50 g teh putih tiap harinya. Bila
harga bahan pembuatan infused oil yaitu minyak jarak adalah sebesar Rp.
80.000/liter dan teh putih Rp. 1.100.000/kg dan pada setiap pembuatan infused oil
teh putih sebanyak 400 g minyak jarak dan 50 gram teh putih maka harga bahan
baku minyak adalah sebesar Rp. 32.000/hari dan harga teh putih adalah Rp.
55.000/hari. Banyaknya teh putih dalam biaya variabel diambil dari sabun cair
perlakuan terbaik dari yaitu sabun cair perlakuan E (Sabun cair menggunakan
75
infused oil teh putih 400:50 (b/b)). Hasil dari pembuatan infused oil tersebut
digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun cair sebanyak empat formulasi
per hari. Diasumsikan pembuatan sabun cair dilakukan menggunakan empat
slowcooker tiap harinya yang menghasilkan sabun sebanyak 5 botol kemasan
@150 ml. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk empat formulasi sabun cair
diantaranya KOH 30%, akuades, gliserin, propilena glikol, coco-DEA dan
fragrance dengan harga sebesar Rp. 26.760/hari. Sabun cair yang dihasilkan
kemudian dikemas berukuran 150 ml pada botol pump yang telah diberi label
untuk lima kemasan botol dengan harga Rp. 27.500/hari.
Dalam memproduksi sabun cair membutuhkan energi listrik untuk
memanaskan slowcooker diantaranya 4 slowcooker untuk pembuatan sabun dan 1
slowcooker untuk infused teh putih, dimana 1 slowcooker memiliki daya listrik
sebesar 395 Watt/jam. Sehingga 4 slowcooker untuk pembuatan sabun dengan
jumlah jam kerja 8 jam memiliki total energi listrik sebesar 12,64 kWh/hari
dengan biaya listrik PLN untuk kelas 1300 VA adalah sebesar Rp. 864,2/kWh
maka dibutuhkan biaya sebesar Rp. 10.924/hari sedangkan 1 slowcokker untuk
pembuata infused teh putih dengan jumlah kerja 24 jam memiliki total energi
listrik sebesar 9,48 kWh/hari dengan biaya listrik PLN untuk kelas 1300 VA
adalah sebesar Rp. 864,2/kWh maka dibutuhkan biaya sebesar Rp. 8.193/hari.
Jika dijumlahkan, maka total biaya listrik yang dikeluarkan perharinya dari proses
pembuatan infused teh putih dan sabun cair adalah sebesar Rp. 19.117/hari.
Usaha pembuatan sabun cair diasumsikan membutuhkan setidaknya satu
orang tenaga kerja harian yang bekerja selama 25 hari dalam satu bulan. Besar
76
honor yang diberikan diasumsukan sebesar Rp. 50.000/hari maka dalam satu
bulan dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.250.000/bulan. Rekapitulasi komponen
biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 13. Biaya variabel
No Komponen Biaya Biaya Variabel
(Rp/hari)
Biaya Variabel
(Rp/bulan)
1 Minyak jarak 32.000 800.000
2 Teh putih 55.000 1.375.000
3 Bahan kimia 26.760 669.000
4 Kemasan 27.500 687.500
5 Energi listrik 19.117 477.925
6 Upah kerja 50.000 1.250.000
Total (Rp) 210.377 5.259.425
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa besarnya variabel untuk produksi
sabun cair adalah sebesar Rp. 5.259.425/bulan. Selanjutnya, setelah diketahui
besarnya biaya tetap dan biaya variabel dapat diketahui besarnya biaya produksi
dari sabun cair yaitu dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel yang
didapatkan. Sehingga biaya produksi sabun cair adalah sebesar Rp.
6.192.050/bulan.
Jika sudah diketahui besarnya biaya produksi, maka besarnya harga pokok
produksi atau HPP untuk memproduksi satu botol sabun cair dapat dihitung
dengan cara yaitu membagi biaya produksi dengan jumlah produksi total
perbulan. Pada pembuatan sabun cair diasumsikan memproduksi sebanyak 125
botol perbulannya. Maka harga pokok produksi sabun cair yaitu sebesar Rp.
49.536/botol. Perhitungan harga pokok produksi secara rinci dapat dilihat pada
Lampiran 12.
77
Selanjutnya, dicari besarnya titik impas produksi untuk mengetahui titik
dimana usaha tidak mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Besarnya
titik impas dipengaruhi oleh harga jual, biaya tetap produksi dan biaya variabel
rata-rata. Harga jual sabun cair diasumsikan dengan keuntungan sebesar 10% dari
HPP yaitu Rp. 54.489/botol dibulatkan menjadi Rp. 54.500/botol, sedangkan
biaya variabel rata-rata merupakan besarnya biaya variabel total dibagi dengan
jumlah produksi (5 botol/hari) adalah Rp. 42.075. Maka besarnya titik impas
adalah 900,72 botol / tahun 901 botol /th. Hal ini berarti dalam satu tahun usaha
produksi sabun cair harus memproduksi minimal sebanyak 901 botol dalam 1
tahun atau 76 botol/bulan. Perhitungan titik impas secara rinci dapat dilihat pada
Lampiran 12.
4.7.2 Analisis Kelayakan Investasi Sabun Cair
Analisis kelayakan dan biaya sangat diperlukan sebelum kita
merencanakan suatu kegiatan usaha. Ini dilakukan untuk memperoleh kepastian
pendapatan dari usaha yang menginvestasikan alat dan mesin. Analisis ini
dilakukan dengan mengetahui komponen biaya pengeluaran dan pendapatan
selama 1 bulan produksi.
A. Net Present Value (NPV)
Metode ini didasarkan atas nilai sekarang bersih dari perhitungan dana
masuk (penerimaan) dan dana keluar (pengeluaran) selama jangka waktu analisis
dan suku bunga tertentu. Usaha dikatakan layak apabila NPV>0. Jangka waktu
78
analisis mengacu pada umur ekonomis peralatan yang diasumsikan selama 5
tahun dengan suku bunga yang berlaku 7%/tahun.
Selama periode analisis besarnya pengeluaran berupa investasi peralatan di
awal usaha yaitu Rp. 1.450.000 dan biaya produksi yang berasal dari penjumlahan
biaya tetap dan biaya variabel untuk sabun cair yaitu sebesar Rp.
74.304.600/tahun, dan pemasukan berasal dari hasil penjualan sabun cair yang
diasumsikan 100% terjual semua yaitu sebesar Rp. 81.750.000/tahun dan nilai
akhir peralatan yang diasumsikan 10% dari harga awal yaitu Rp. 145.000. Cash
flow diagram dapat dilihat pada Gambar 12 dimana besarnya pemasukan
ditunjukkan dengan anak panah ke atas sedangnya besarnya pengeluaran
ditunjukkan dengan anak panah ke bawah.
Gambar 6. Cash flow diagram
Berdasarkan Gambar 12, maka besarnya nilai pemasukan bersih dan
pengeluaran bersih untuk usaha sabun cair adalah Rp. 335.294.735/tahun dan Rp.
306.113.721/tahun secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Sehingga
didapatkan nilai NPV adalah sebesar 29.181.014, karena NPV > 0 maka usaha
dinyatakan layak.
3 2 4
81.750.000 81.750.000
81.750.000
81.750.000
81.750.000
145.000
1.450.000
74.304.600 74.304.600
74.304.600
74.304.600
74.304.600
0 1 5
79
B. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang daru penerimaan
atau pendapatan yang diperoleh dari kegiatan investasi tersebut dengan nilai
sekarang dari pengeluaran (biaya) selama investasi tersebut berlangsung dalam
kurun waktu 5 tahun. Nila Net B/C dari usaha sabun cair adalah sebesar 1,095.
Nilai tersebut dapat dikatakan layak karena Net B/C > 1. Secara rinci dapat dilihat
pada Lampiran 12.
C. Payback Period (PBP)
PBP mengindikasikan seberapa cepat modal atau investasi yang telah
dikeluarkan dapat segera kembali berdasarkan pemasukan dan pengeluaran dari
usaha yang dilakukan. Pemasukan usaha produksi sabun cair berasal dari
penjualan yang diasumsikan seluruh hasil produksi terjual semua sehingga didapat
pemasukan pada bulan ke-1 sebesar Rp. 6.812.500/bulan dan kontinyu setiap
bulan. Pada bulan ke-0 pengeluaran berupa investasi usaha yaitu sebesar Rp.
1.450.000 sedangkan pada bulan ke-1 dan seterusnya pengeluaran berasal dari
biaya tetap dan biaya variabel yaitu sebesar Rp. 6.192.050/bulan. Berdasarkan
Tabel 23 dibawah ini bahwa Payback Period (PBP) produksi sabun cair pada
bulan ke-tiga investasi sudah kembali.
Tabel 14. Rekapitulasi pemasukan dan pengeluaran usaha sabun cair