Page 1
BAB IV
GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA
4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua
Provinsi Papua terletak antara 2°25’-9° Lintang Selatan dan 130°-141°
Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 317.062 km2 atau 17,04 persen
dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia.
Pada tahun 2010, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke
merupakan kabupaten/kota terluas (56,84%) dan Kota Jayapura merupakan
kabupaten/kota terkecil di Papua (0,1%). Papua di bagian utara dibatasi Samudra
Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, sebelah barat berbatasan
dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan
sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea (BPS, 2010).
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua sebanyak 2.833.381
jiwa. Penduduk laki-laki Provinsi Papua sebanyak 1.505.883 jiwa dan perempuan
sebanyak 1.327.498 jiwa. Seks Rasio penduduk Papua adalah 113. Sedangkan
Total Rasio Ketergantungan (Total Dependency Ratio) di Papua sebesar 56,37
persen, dimana Rasio Ketergantungan Usia Muda (Youth Dependency Ratio)
sebesar 54,87 persen dan Rasio Ketergantungan Usia Tua (Aged Dependency
Ratio) sebesar 1,50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung sekitar 54-55 anak usia 0-14 tahun dan 1-2 orang lanjut usia
(65 tahun keatas) (BPS, 2011).
Page 2
46
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh
tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5,39 persen. Dengan luas
wilayah Provinsi Papua sekitar 317.062 km2 yang didiami oleh 2.833.381 orang
maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak
9 orang per km2.
Dari sisi ketenagakerjaan, pada Agustus 2010 jumlah angkatan kerja di
Papua mencapai 1.510.176 orang. Jumlah pengangguran mencapai 53.641 orang
atau 3,55 persen dari total angkatan kerja. Sedangkan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 80,99 persen. Sektor pertanian masih
mendominasi dengan total pekerja mencapai 77,85 persen, diikuti oleh sektor jasa
kemasyarakatan dengan persentase 8,16 persen.
Gini rasio pendapatan penduduk Papua pada periode 2005–2009
menggambarkan distribusi pendapatan dengan ketimpangan sedang. Pada tahun
2008, ketimpangan pendapatan yang terjadi pada masyarakat Papua masih
tergolong sedang (0,36) dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan menjadi 0,37.
Kenaikan gini rasio tersebut mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan di
Provinsi Papua semakin meningkat.
4.2. Keadaan Perekonomian Provinsi Papua
4.2.1. Struktur Ekonomi Provinsi Papua
Sumbangan sektoral dalam PDRB ADHB digunakan sebagai salah satu
ukuran dalam melihat struktur perekonomian suatu wilayah dari tahun ke tahun.
Jika sumbangan suatu sektor relatif besar maka sedikit gangguan dalam sektor
Page 3
47
tersebut akan mengakibatkan masalah pada perekonomian di wilayah
bersangkutan. Meskipun demikian, sektor dengan andil yang kecil tidak dapat
diabaikan begitu saja karena bisa jadi sektor tersebut mempunyai potensi untuk
dikembangkan dan dapat dijadikan sektor andalan wilayah tersebut di waktu yang
akan datang.
Tabel 4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan Provinsi Papua
tahun 2000-2010 (persen).
LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Pertanian 13,05 12,98 14,62 15,35 15,75 10,41 10,98 10,01 10,32 9,36 9,45
Pertambangan dan
Penggalian 68,17 68,90 64,62 61,50 57,53 71,65 68,76 68,72 64,73 65,08 63,15
Industri Pengolahan 1,94 1,89 2,01 2,25 2,51 1,62 1,78 1,62 1,62 1,40 1,39
Listrik dan Air Bersih 0,15 0,14 0,19 0,24 0,26 0,17 0,17 0,16 0,16 0,14 0,13
Bangunan 3,48 3,36 3,74 4,14 5,02 3,53 4,11 4,66 6,01 6,62 7,81
Perdagangan, Hotel
dan Restoran 3,70 3,78 4,44 5,13 6,00 4,02 4,44 4,44 4,87 4,44 4,41
Pengangkutan dan
Komunikasi 2,52 2,62 3,01 3,88 4,72 3,44 3,88 4,05 4,52 4,31 4,35
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 1,91 0,89 0,96 1,01 1,25 0,83 1,08 1,48 1,77 2,15 2,08
Jasa-jasa 5,09 5,46 6,41 6,50 6,95 4,35 4,78 4,86 6,00 6,50 7,24
P D R B 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Kondisi struktur ekonomi Papua selama satu dekade ini relatif tidak
berubah. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi sektor unggulan
bagi perekonomian Papua, disusul oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Rata-rata
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB sebesar 65,71
persen. Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian memberikan
Page 4
48
kontribusi sebesar 68,17 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusinya turun
menjadi 63,15 persen (Tabel 4.1).
Selama sebelas tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian; pertambangan
dan penggalian; industri pengolahan; serta listrik dan air bersih cendurung
menurun. Penurunan tersebut seiring dengan meningkatnya peranan dari sektor
bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Walaupun demikian,
hingga akhir tahun 2010, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi
kontributor terbesar terhadap perekonomian Papua dimana andilnya mencapai
lebih dari 57,53 persen (Tabel 4.1).
Tabel 4.2 PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang
tahun 2000-2010 (juta Rupiah).
Tahun PDRB dengan Tambang PDRB Tanpa Tambang
(1) (2) (3)
2000 18.409.760,84 5.913.994,01
2001 21.590.317,72 6.777.819,59
2002 22.548.296,24 8.051.877,92
2003 23.890.084,29 9.284.573,75
2004 24.842.903,74 10.649.592,55
2005 43.615.319,21 12.481.372,66
2006 46.895.228,88 14.787.701,41
2007 55.380.453,41 17.496.626,10
2008 61.516.238,47 21.928.604,97
2009 77.728.564,53 27.409.139,08
2010 89.451.248,76 33.292.346,56
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Keunggulan absolut Papua berupa kandungan konsentrat tembaga yang
dikelola oleh P.T. Freeport Indonesia terbukti mampu mendongkrak
perekonomian Papua selama sebelas tahun terakhir. Tingginya kontribusi sektor
Page 5
49
pertambangan dan penggalian yang mencapai lebih dari setengah nilai PDRB
Papua, membuat perekonomian Papua akan jatuh apabila sektor tersebut
dikeluarkan (Tabel 4.2).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.1 Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (triliun Rupiah).
Apabila ditelusuri lebih dalam lagi, tingginya pengaruh sektor
pertambangan dan penggalian, membuat pergerakan pertumbuhan perekonomian
Papua sangat dipengaruhi oleh naik-turunnya produksi sektor tersebut. Hal ini
terlihat jelas, ketika tahun 2005-2010 nilai sektor pertambangan dan penggalian
mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi Papua juga mengikuti
peningkatan tersebut (Gambar 4.1).
Sektor kedua yang pertumbuhannya sangat menjanjikan adalah sektor
bangunan. Kontribusi sektor ini mengalami peningkatan dari 3,48 persen pada
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Trili
un
ru
pia
h
Tahun
Sektor Pertambangan dan Penggalian P D R B
Page 6
50
tahun 2000 menjadi 7,81 persen pada tahun 2010 (Tabel 4.1). Kemampuan sektor
bangunan yang terus meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya
pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Papua. Selain itu,
faktor tingginya biaya bahan baku bangunan juga memegang peran dalam
peningkatan sektor bangunan.
Sektor ketiga yang masih bertahan dan terus meningkat kontribusinya
terhadap perekonomian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. Keadaan
geografis Papua yang lebih didominasi wilayah pegunungan, mengharuskan
sebagian besar transportasi antar wilayah hanya dapat ditempuh lewat jalur udara.
Hal ini menyebabkan biaya untuk transportasi semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya mobilitas kegiatan perekonomian antar wilayah. Dengan
meningkatnya biaya transportasi maka pendapatan dalam sektor pengangkutan
dan komunikasi juga ikut meningkat.
Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap
perekonomian Papua adalah sektor listrik dan air bersih. Kecilnya pendapatan
sektor ini dikarenakan masih rendahnya jumlah rumah tangga yang menikmati
fasilitas listrik dan air bersih. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga yang
menggunakan fasilitas listrik hanya sebesar 38,83 persen, sedangkan jumlah
rumah tangga yang mempunyai akses air bersih hanya sebesar 20,41 persen (BPS,
2010) (Tabel 4.1).
4.2.2. PDRB per Kapita
PDRB per kapita dengan tambang selama tahun 2000-2010 terlihat
berfluktuasi dengan kecenderungan semakin menurun. Fluktuasinya nilai ini
Page 7
51
dikarenakan produksi tambang yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan nilai
yang cenderung menurun dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah
setiap tahun. Rata-rata PDRB per kapita dengan tambang sebesar Rp. 9,24 juta.
Nilai tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar Rp. 11,28 juta pada tahun 2001,
sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2008 dengan nilai Rp. 7,23 juta (Tabel
4.3).
Tabel 4.3 PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa
tambang tahun 2000-2010 (Rupiah).
Tahun Dengan Tambang Tanpa Tambang
(1) (2) (3)
2000 10.931.227,28 3.511.572,65
2001 11.281.302,07 3.497.517,72
2002 11.243.567,17 3.586.954,38
2003 10.627.902,74 3.625.420,91
2004 7.804.916,28 3.587.710,84
2005 10.092.816,70 3.608.594,98
2006 7.931.195,36 3.726.359,61
2007 7.849.456,87 3.844.745,81
2008 7.342.183,27 4.067.939,24
2009 8.549.761,61 4.373.316,60
2010 7.931.382,82 4.666.965,38
Rata-rata 9.235.064,74 3.827.008,92
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Berbeda dengan PDRB per kapita dengan tambang yang semakin
menurun, PDRB per kapita tanpa tambang cenderung semakin meningkat selama
sebelas tahun terakhir. Walaupun PDRB per kapita tanpa tambang semakin
meningkat, akan tetapi jika nilainya dibandingkan dengan PDRB per kapita
dengan tambang, rata-rata PDRB per kapita tanpa tambang hanya empat puluh
persen dari PDRB per kapita dengan tambang. Rata-rata PDRB per kapita tanpa
tambang sebesar Rp. 3,83 juta. Nilai tertinggi yang pernah dicapai sebesar
Page 8
52
Rp. 4,67 juta pada tahun 2010, sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2001
dengan nilai sebesar Rp. 3,50 juta (Tabel 4.3)
4.2.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua
Dalam kurun waktu 2000–2010, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi
Papua sangat fluktuasi. Pada tahun 2000–2004 laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua cenderung menurun hingga -22,53 persen. Pertumbuhan ekonomi
tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat signifikan sebesar 36,40 persen.
Di tahun 2010, ekonomi Papua turun hingga 2,65 persen. Fluktuasinya laju
pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari pengaruh sektor pertambangan dan
penggalian yang berfluktuasi sepanjang sebelas tahun terakhir dan meningkatnya
peranan sektor-sektor lainnya terhadap perekonomian Papua (Gambar 4.2).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.2 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun 2001–2010
(persen).
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Page 9
53
Jika dilihat menurut lapangan usaha, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan adalah sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat selama satu
dekade terakhir. Meskipun hanya tumbuh 2,91 persen di tahun 2002, namun
sektor tersebut terus mengalami pertumbuhan positif hingga 6,40 persen di tahun
2010. Sektor jasa-jasa; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta
pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang selalu mengalami
pertumbuhan positif. Sedangkan Sektor pertambangan dan penggalian
menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (persen).
LAPANGAN
USAHA 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Pertanian 9,31 6,84 4,82 -0,62 4,82 5,20 1,36 4,69 3,79 6,19
Pertambangan
dan Penggalian 10,68 3,80 -3,47 -36,26 61,74 -31,38 0,57 -13,42 34,08 -17,58
Industri
Pengolahan 6,26 4,97 5,87 3,21 3,64 6,79 -1,16 1,81 6,22 8,34
Listrik dan Air
Bersih 4,64 5,93 9,38 7,41 8,01 8,74 5,98 3,85 5,79 6,00
Bangunan 4,85 10,45 7,64 8,85 7,54 12,16 16,05 19,35 17,93 16,38
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
7,32 9,77 8,87 8,06 8,20 9,63 9,69 10,86 11,57 10,49
Pengangkutan
dan Komunikasi 9,26 13,33 19,68 13,97 13,74 13,76 15,48 14,85 14,31 13,71
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
-49,64 2,91 5,01 17,03 7,66 25,25 46,49 16,69 44,53 6,40
Jasa-jasa 10,60 8,71 2,67 3,62 1,80 8,76 9,58 19,31 21,99 20,82
P D R B 8,89 5,15 -0,28 -22,53 36,40 -17,14 4,34 -1,40 22,74 -2,65
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Page 10
54
4.2.4. Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Papua
Dalam periode tahun 2000–2010, rata-rata ekspor riil Papua adalah sebesar
Rp. 14,31 triliun per tahun yang terdiri atas Rp. 10,03 triliun (70,09%) ekspor ke
luar negeri dan Rp. 4,28 triliun (29,91%) ekspor antarprovinsi. Meskipun secara
nominal ekspor tahun 2003 jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya,
namun secara riil ekspor luar negeri di tahun 2003 adalah yang tertinggi yakni
mencapai Rp. 12,72 triliun (Tabel 4.5). Tingginya nilai ini didorong oleh
pertumbuhan ekonomi dunia yang utamanya digerakkan oleh memulihnya sektor
industri, membaiknya konsumsi masyarakat, dan menguatnya investasi.
Tabel 4.5 Nilai Ekspor Riil dan Impor Riil Luar Negeri dan Antarprovinsi
Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).
Tahun
Ekspor Riil Impor Riil
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2000 10,57 3,72 14,28 4,98 4,19 9,18
2001 10,19 4,33 14,52 5,04 4,48 9,52
2002 11,40 4,02 15,42 4,26 4,98 9,23
2003 12,72 4,74 17,45 4,53 5,47 10,00
2004 7,82 5,71 13,53 4,12 5,99 10,11
2005 10,13 5,10 15,23 4,73 6,69 11,43
2006 10,77 5,03 15,81 6,54 7,47 14,00
2007 9,16 5,05 14,21 5,23 7,81 13,04
2008 7,88 5,16 13,04 6,33 8,93 15,26
2009 10,84 2,28 13,12 3,87 10,33 14,20
2010 8,87 1,98 10,85 4,90 10,93 15,83
Rata-rata 10,03 4,28 14,31 4,96 7,03 11,98
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di tahun 2003 berpengaruh pada
meningkatnya volume dan harga komoditi perdagangan dunia, termasuk
Page 11
55
meningkatnya permintaan negara-negara di dunia terhadap produk ekspor
unggulan Papua, konsentrat tembaga. Pada tahun-tahun berikutnya ekspor riil
Papua menunjukkan pergerakan yang fluktuatif akibat dari naik-turunnya volume
ekspor konsentrat tembaga yang memberikan kontribusi lebih dari 90 persen
terhadap total ekspor Papua.
Pada tahun 2008, ekspor riil Papua turun cukup signifikan sebagai dampak
dari krisis finansial global yang mengguncang sebagian besar negara-negara di
dunia. Krisis tersebut memaksa banyak negara untuk mengurangi permintaan
mereka terhadap produk dari negara lain (impor) guna menjaga stabilitas ekonomi
dalam negerinya. Mulai pulihnya perekonomian dunia di tahun 2009 memberikan
efek positif terhadap ekspor riil Papua ke luar negeri yang meningkat 37,65
persen. Namun, kenaikan ekspor riil luar negeri Papua di tahun 2009 tidak diikuti
oleh ekspor riil antarprovinsi yang justru turun menjadi Rp. 2,28 triliun (Tabel
4.5).
Rata-rata impor riil Papua periode 2000–2010 sebesar Rp. 11,98 triliun
dimana 41,37 persen (Rp. 4,96 triliun) merupakan impor luar negeri dan 58,63
persen lainnya (Rp. 7,03 triliun) adalah impor antarprovinsi. Impor riil luar negeri
Papua selama sebelas tahun terakhir relatif stabil. Walaupun pada tahun 2006 dan
2008 sempat mengalami kenaikan sebesar 31,15 persen dan 26,99 persen
dibandingkan tahun 2000, tetapi apabila kita lihat impor luar negeri tahun 2010
relatif tidak berubah dibandingkan tahun 2000 (Tabel 4.5).
Sedangkan impor riil antarprovinsi cenderung semakin meningkat selama
sebelas tahun terakhir ini. Peningkatan ini disebabkan karena semakin banyaknya
Page 12
56
barang-barang kebutuhan sehari-hari yang harus didatangkan dari luar Papua
sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi di
Papua. Hingga akhir tahun 2010, impor riil antarprovinsi sebesar Rp. 10,93 triliun
(Tabel 4.5).
4.2.4.1. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Provinsi Papua
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.3 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang
Provinsi Papua tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Komoditi ekspor andalan Papua adalah bijih tembaga & konsentrat (HS26)
yang andilnya mencapai lebih dari 90 persen terhadap total ekspor luar negeri
Papua tiap tahunnya. Komoditi ekspor luar negeri Papua lainnya antara lain
golongan kayu & barang dari kayu (HS44) berupa kayu lapis dan kayu serpih;
serta golongan ikan & hewan air lainnya (HS03) berupa ikan hias, kepiting,
kerapu, dan beragam ikan laut beku lainnya. Meskipun kontribusinya terhadap
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Ekspor (juta US$)
Tahun
HS26
HS44
HS03
Lainnya
Page 13
57
ekspor luar negeri Papua jauh lebih kecil dibandingkan konsentrat tembaga,
namun nilai ekspor luar negeri kedua golongan tersebut secara umum terus
mengalami peningkatan (Gambar 4.3).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.4 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua
tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Jepang dan Spanyol merupakan pangsa ekspor luar negeri utama Papua
dimana komoditi yang diekspor kedua negara tersebut seluruhnya berupa
konsentrat tembaga. Secara umum ekspor luar negeri Papua ke seluruh negara
tujuan mengalami tekanan di tahun 2004 dan 2008 sebagai akibat dari kenaikan
harga minyak dunia dan krisis finansial global. Ekspor ke India dan Korea Selatan
terus meningkat yang mendorong naiknya andil ekspor ke dua negara Asia
tersebut. Pada periode 2000–2006, nilai ekspor ke negara lainnya cukup besar,
namun setelah 2006 nilainya merosot. Hai ini disebabkan adanya ekspor
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Ekspor (juta US$)
Tahun
Jepang (JP)
Spanyol (ES)
Korea (KR)
India (IN)
China (CN)
Philipina (PH)
Lainnya
Page 14
58
konsentrat tembaga ke Singapura pada tahun 2000–2006, namun setelah itu
ekspor ke Singapura hanya berupa golongan ikan saja (Gambar 4.4).
4.2.4.2. Perkembangan Impor Luar Negeri Provinsi Papua
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.5 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit
Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (dalam juta US$).
Sebelum tahun 2008, golongan mesin-mesin/pesawat mekanik (HS84)
selalu memberikan andil terbesar terhadap total impor Papua. Akan tetapi pada
tahun 2009-2010, golongan bahan bakar mineral (HS27) yang didominasi oleh
impor bahan bakar diesel (solar) yang didatangkan dari Singapura menduduki
peringkat tertinggi dengan kontribusi sebesar 18,52 persen pada tahun 2009 dan
22,84 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2010, andil HS84 mencapai 20,77
persen. Golongan barang dengan andil yang cukup besar antara lain barang dari
-
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Impor (juta US$)
Tahun
HS84
HS27
HS87
HS73
HS40
HS85
Lainnya
Page 15
59
besi atau baja (HS73); kendaraan, suku cadang, dan aksesorisnya (HS87); karet
dan barang dari karet (HS40); serta mesin/peralatan listrik (HS85) (Gambar 4.5).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.6 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam juta US$).
Pangsa impor luar negeri utama Papua selama kurun 2000–2010 adalah
Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. Tingginya impor dari Singapura
dipicu oleh impor bahan bakar diesel yang seluruhnya berasal dari Singapura.
Sementara impor dari Australia dan Amerika Serikat didominasi oleh impor
pesawat mekanik, kendaraan, dan produk besi baja. Negara asal impor luar negeri
lainnya yang cukup tinggi yaitu dari Jepang, Malaysia, Filipina, Cina dan Kanada
(Gambar 4.6).
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai Impor (juta US$)
Tahun
Singapura
Australia
Amerika Serikat
Malaysia
Filipina
Jepang
Cina
Kanada
Lainnya
Page 16
60
4.2.4.3. Neraca Perdagangan Provinsi Papua
Rata-rata neraca perdagangan riil luar negeri Papua per tahun periode
2000–2010 adalah senilai Rp. 5,07 triliun. Ekspor bersih riil luar negeri selama
satu dekade tersebut selalu mengalami surplus akibat adanya ekspor konsentrat
tembaga yang memang hanya diekspor ke luar negeri. Kebutuhan masyarakat
Papua sebagian besar didatangkan dari luar Papua, terutama berasal dari Pulau
Jawa. Namun minimnya produk Papua yang diekspor ke provinsi lainnya
menyebabkan neraca perdagangan riil antarprovinsi mengalami defisit pada 2000-
2010, dimana rata-rata per tahunnya terjadi minus Rp. 2,74 triliun (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Neraca Perdagangan Riil dan Nominal Provinsi Papua
Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).
Tahun
Neraca Perdagangan Riil Neraca Perdagangan Nominal
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
Luar
Negeri
Antar-
provinsi Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2000 5,58 -0,48 5,11 5,58 -0,48 5,11
2001 5,15 -0,15 5,00 6,26 0,18 6,43
2002 7,14 -0,96 6,18 7,59 -1,95 5,64
2003 8,19 -0,73 7,45 8,04 -3,05 4,99
2004 3,70 -0,29 3,41 3,89 -3,30 0,59
2005 5,40 -1,60 3,80 14,43 -4,17 10,25
2006 4,24 -2,44 1,80 20,42 -2,94 17,48
2007 3,92 -2,75 1,17 19,79 -4,19 15,60
2008 1,55 -3,77 -2,22 12,19 -0,16 12,02
2009 6,97 -8,05 -1,08 31,62 -8,92 22,70
2010 3,97 -8,95 -4,98 32,77 -16,50 16,27
Rata-rata 5,07 -2,74 2,33 14,78 -4,13 10,64
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Meskipun secara nominal neraca perdagangan luar negeri Papua
meningkat, namun secara riil nilainya justru menunjukkan kecenderungan
Page 17
61
menurun. Menurunnya neraca perdagangan secara riil tersebut dikarenakan
semakin tingginya impor antarprovinsi yang didominasi oleh impor bahan
kebutuhan sehari-hari. Secara nominal, peningkatan neraca perdagangan terjadi
pada tahun 2005, 2006 dan puncaknya pada tahun 2009 dengan nilai surplus
sebesar Rp. 22,7 triliun (Gambar 4.7). Apabila dihitung rata-rata kenaikan tiap
tahunnya mencapai Rp. 1,12 triliun. Sedangkan secara riil, hanya pada tahun 2002
dan 2003 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, neraca perdagangan secara
riil surplus sebesar Rp. 5,11 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2010 neraca
perdagangan secara riil mengalami defisit sebesar Rp. 4,98 triliun. Apabila
dihitung penurunan tiap tahunnya mencapai Rp. 1 triliun (Tabel 4.6).
Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.
Gambar 4.7 Perbandingan Ekspor Bersih Riil dan Nominal Provinsi Papua
Tahun 2000–2010 (dalam triliun rupiah).
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(triliun rupiah)
Tahun
Ekspor Bersih Riil Ekspor Bersih Nominal