59 BAB IV AUDIT OPERASIONAL UNTUK MENGEVALUASI KINERJA BAGIAN PEMBELIAN PT SAIPEM INDONESIA Pada Bab IV ini penulis melakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan audit operasional yang bertujuan untuk melakukan evaluasi atau penilaian atas kinerja bagian pembelian pada PT Saipem Indonesia. Bagian pembelian pada PT Saipem Indonesia dinamakan Procurement Department. Pembahasan yang dimaksud hanya dibatasi sampai dengan fungsi pembelian serta siklus pengeluaran (expenditure cycle) yang terjadi pada bagian pembelian di dalam perusahaan. Pada dasarnya, proses audit operasional yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja bagian pembelian pada PT Saipem Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) tahapan penting, yaitu: 1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey) 2. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern 3. Pengujian Terinci 4. Pelaporan Pada praktiknya, empat tahapan penting tersebut diatas adalah merupakan satu kesatuan dari pelaksanaan kegiatan audit yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dikatakan demikian dikarenakan pada kenyataannya sangatlah sulit untuk mencari pembatasan tugas antara tahap yang satu dengan tahap selanjutnya. Namun demikian, penulis akan menjelaskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan pada tahapan demi tahapan meskipun catatan kertas kerja antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena merupakan rangkaian audit secara keseluruhan.
40
Embed
BAB IV AUDIT OPERASIONAL UNTUK MENGEVALUASI …thesis.binus.ac.id/Asli/Bab4/2008-1-00002-AK-Bab 4.pdf · kesatuan dari pelaksanaan kegiatan audit yang tidak dapat dipisahkan. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
59
BAB IV
AUDIT OPERASIONAL UNTUK MENGEVALUASI KINERJA
BAGIAN PEMBELIAN PT SAIPEM INDONESIA
Pada Bab IV ini penulis melakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai
pelaksanaan audit operasional yang bertujuan untuk melakukan evaluasi atau penilaian
atas kinerja bagian pembelian pada PT Saipem Indonesia. Bagian pembelian pada PT
Saipem Indonesia dinamakan Procurement Department. Pembahasan yang dimaksud
hanya dibatasi sampai dengan fungsi pembelian serta siklus pengeluaran (expenditure
cycle) yang terjadi pada bagian pembelian di dalam perusahaan. Pada dasarnya, proses
audit operasional yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja bagian pembelian pada PT
Saipem Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) tahapan penting, yaitu:
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
2. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern
3. Pengujian Terinci
4. Pelaporan
Pada praktiknya, empat tahapan penting tersebut diatas adalah merupakan satu
kesatuan dari pelaksanaan kegiatan audit yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat
dikatakan demikian dikarenakan pada kenyataannya sangatlah sulit untuk mencari
pembatasan tugas antara tahap yang satu dengan tahap selanjutnya.
Namun demikian, penulis akan menjelaskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan
pada tahapan demi tahapan meskipun catatan kertas kerja antara satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan karena merupakan rangkaian audit secara keseluruhan.
60
IV.1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Tahapan Survei Pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal
mengenai perusahaan dan mengumpulkan informasi-informasi yang bersifat umum
mengenai perusahaan beserta kegiatan operasionalnya sehingga nantinya akan diperoleh
suatu bentuk pemahaman yang bersifat menyeluruh mengenai perusahaan berikut seluruh
aspek pentingnya berkaitan dengan kegiatan audit operasional yang akan dilakukan.
Tahapan ini dilaksanakan dengan melakukan beberapa cara sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan fisik langsung untuk memperoleh gambaran kondisi
perusahaan, termasuk juga pengamatan mengenai fasilitas serta kedisiplinan dan
kompetensi para personil yang terlibat dalam kegiatan pembelian dan siklus
pengeluaran (expenditure cycle) perusahaan, sebelum mempersiapkan
perencanaan kegiatan audit operasional.
2. Mengumpulkan bukti-bukti tertulis mengenai prosedur-prosedur operasional
pembelian yang ditetapkan perusahaan, termasuk juga prosedur pembelian dalam
salah satu proyek perusahaan.
3. Melakukan tanya jawab berupa wawancara langsung dengan pihak atau pejabat
yang berwenang, dalam hal ini adalah Manajer Pembelian atau Procurement
Manager PT Saipem Indonesia, dengan tujuan memperoleh informasi-informasi
serta data-data berkaitan kegiatan operasional perusahaan secara umum dan
khusus, dalam hal ini kegiatan operasional pembelian, yang tingkat keakuratannya
tidak perlu diragukan.
4. Mengajukan daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait
dengan kegiatan operasional pembelian perusahaan.
61
Pada tahapan Survei Pendahuluan yang telah dilakukan melalui beberapa cara diatas,
dapat diperoleh beberapa informasi mengenai kondisi dan keadaan perusahaan sebagai
berikut:
1. Perusahaan mempunyai kantor dengan kondisi sangat memadai, berlokasi di Jalan
Haji Rangkayo Rasuna Said Kavling 62, Kuningan, Jakarta Selatan, tepatnya di
gedung Setiabudi Atrium lantai 6 (suite 601).
2. Dalam aktivitas operasionalnya, perusahaan bertindak sebagai kontraktor proyek-
proyek eksplorasi minyak dan gas, baik itu onshore (eksplorasi minyak dan gas yang
dilakukan di daratan), maupun offshore (eksplorasi minyak dan gas yang dilakukan di
lepas pantai).
3. Secara fisik, kondisi perusahaan sangat handal dengan adanya jaringan komunikasi
seperti telepon, mesin fax, ataupun komputer yang terkoneksi internet, dimana juga
terdapat berbagai fasilitas penunjang seperti tersedianya Bank dan ATM untuk
memudahkan kegiatan transaksi perbankan, dan sebagainya.
4. Jumlah karyawan perusahaan seluruhnya kurang lebih 350 orang tenaga kerja, baik
asing maupun lokal. Sementara jumlah karyawan atau staf pada bagian pembelian
(Procurement Department) adalah sebanyak 20 orang tenaga kerja.
5. Lokasi kantor sangat strategis karena terletak di salah satu bilangan pusat bisnis,
perniagaan, serta administrasi Ibukota Jakarta.
6. Dikarenakan banyaknya kaum ekspatriat yang bekerja di perusahaan dan di gedung
tempat perusahaan berkantor, maka keamanan gedung dan kantor menjadi hal yang
sangat diperhatikan dengan dilakukannya penjagaan yang sangat ketat sebagai salah
satu prioritas yang diutamakan oleh pihak pengelola bangunan.
62
IV.2. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern
Tahap pengkajian dan pengujian sistem pengendalian intern perusahaan
merupakan suatu tahapan penting yang bertujuan untuk mengevaluasi sekaligus menguji
tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomisnya pengendalian manajemen di dalam
perusahaan. Setiap perusahaan pada umumnya memiliki sistem organisasi fungsional
yang berbeda-beda, tergantung dari jenis bidang usahanya. Fungsi pembelian dalam
kaitannya dengan siklus pengeluaran (expenditure cycle) merupakan salah satu fungsi
penting bagi sebagian besar perusahaan dalam menentukan tingkat pengadaan serta
pengeluaran yang nantinya juga akan menentukan tingkat kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Tahap evaluasi ini menjadi sangat penting karena tingkat efektivitas dan
efisiensi suatu perusahaan sangat bergantung pada baik atau tidaknya sistem
pengendalian intern di dalam perusahaan itu sendiri.
Tahap Evaluasi Sistem Pengendalian Intern ini dilakukan dengan 2 (dua) cara
berikut:
1. Melakukan pengamatan atas obyek audit serta membandingkan prosedur yang
diterapkan perusahaan dengan kriteria-kriteria yang ada.
2. Melakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang dinamakan
Internal Control Questionnaires yang merupakan daftar pertanyaan-pertanyaan
seputar pengendalian intern terutama pada bagian pembelian. Internal Control
Questionnaires ini dapat dijawab dengan “Ya”, “Tidak”, berikut “Komentar” sebagai
bahan pendukung informasi-informasi yang diperlukan. Internal Control
Questionnaires yang diajukan guna memperoleh gambaran kesesuaian pelaksanaan
prosedur operasional pembelian PT Saipem Indonesia yaitu:
63
PT SAIPEM INDONESIA
Internal Control Questionnaires
Kuisioner Proses Verifikasi Pembelian Procurement Department
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
1.
Apakah perusahaan mempunyai kebijakan
tertulis atas prosedur operasional
pembelian? √
2.
Apakah rencana pembelian telah disiapkan
oleh Procurement Coordinator?
Apakah sudah sejalan dengan jadwal
Engineering ataupun jadwal proyek secara
keseluruhan?
√ √
Perencanaan pembelian
telah disiapkan untuk
memulai proyek.
3.
Apakah Daftar Supplier (Bidders List) telah
disiapkan? √
4.
Apakah daftar Supplier-Supplier atau
Vendor-Vendor yang telah
direkomendasikan oleh klien telah tersedia?
Apakah ada kriteria-kriteria tertentu untuk
menyeleksi Supplier-Supplier atau Vendor-
Vendor lainnya?
√
√
64
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
5.
Apakah dokumen teknis atau proposal yang
diterima dari bagian Engineering telah
dicatat?
Apakah memerlukan persetujuan klien?
√
√
Karena berbentuk Lump
Sum Contract.
6.
Apakah permintaan pembelian telah
memenuhi penentuan identifikasi dan
spesifikasi produk? √
7.
Apakah kualifikasi proses, prosedur,
personil, dan produk beserta pengujiannya
telah tercantum pada permintaan
pembelian? √
8.
Apakah spesifikasi klien yang dapat
diaplikasikan telah tercantum dalam
permintaan pembelian? √
9.
Apakah jadwal klien telah diterima dan
dievaluasi?
Adakah ketidaksesuaian jadwal proyek
yang telah didiskusikan dengan Project
Manager?
√
√
65
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
10.
Apakah dokumen klien telah diperiksa?
Adakah deviasi yang teridentifikasi?
√ √
11.
Apakah sub-order (pembelian material-
material yang dilakukan Supplier kepada
Sub-Supplier) telah diperiksa?
√
Dilakukan dengan cara
mengirim Inspector ke
dalam Workshop Supplier
dan juga me-review
seluruh dokumen-
dokumen sub-order
Supplier.
12.
Apakah laporan perkembangan proyek
telah disiapkan?
Adakah keterlambatan yang teridentifikasi
dan telah dikoreksi?
√ √
13.
Apakah pemantauan pembelian secara
langsung (site) maupun tidak langsung
(desk) telah dilakukan dan dicatat? √
14.
Apakah pertemuan (meeting) dengan
Supplier-Supplier telah diselenggarakan? √
66
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
15.
Apakah ada laporan yang dibuat oleh
Expeditor?
Jika ada, dalam bentuk apakah laporan
tersebut?
√
Laporan dinamakan
“Expediting Weekly
Report”.
16.
Apakah ada penentuan persyaratan-
persyaratan dalam melakukan inspeksi?
Jika ada, dimanakah persyaratan-
persyaratan itu ditentukan?
√
Persyaratan-persyaratan
inspeksi ditentukan di
dalam dokumen
permintaan pembelian.
17.
Apakah ada komunikasi antara Expeditor
dengan Vendor?
Jika ada, dengan cara apakah komunikasi
itu dilakukan?
√
Komunikasi dilakukan
lewat e-mail, telepon,
teleconference,
dan videoconference.
18.
Apakah kategori-kategori Inspector telah
ditentukan sebelumnya? √
19.
Apakah ITP (Inspection and Test Plan) atau
rencana inspeksi dan jenis-jenis pengujian
telah disediakan?
√
67
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
20.
Apakah peralatan-peralatan inspeksi telah
diverifikasi atau dikalibrasi? √
21.
Apakah dokumen hasil laporan verifikasi
dikomunikasikan ke Expeditor
Coordinator?
√
22.
Apakah laporan data-data manufaktur telah
diverifikasi dan didokumentasikan? √
23.
Apakah sudah dilakukan analisis terhadap
pengendalian dokumen? √
24.
Apakah seluruh tujuan dan target atas
proses-proses tersebut telah diidentifikasi?
Apakah sudah sejalan dengan tujuan
perusahaan?
√ √
25.
Apakah bahan-bahan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan telah diidentifikasi? √
26.
Apakah seluruh proses telah diawasi?
Apakah pengawasan tersebut efektif dan
efisien?
√ √
68
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
27.
Apakah seluruh target dan tujuan telah
terukur dan tercapai?
Apakah diperlukan tindakan-tindakan
tertentu yang bersifat korektif?
√
√
28.
Apakah sistem penyimpanan dokumen
dibuat?
Apakah ada indeks penyimpanan yang
memudahkan pencarian dokumen?
√ √
29.
Apakah ada dokumen-dokumen pembelian
yang disimpan?
Jika ada, berapa lama masa
penyimpanannya?
Apakah ada proteksi terhadap dokumen-
dokumen, data-data pembelian yang
berbentuk softcopy agar tidak hilang atau
rusak?
√
√
Yang disimpan adalah
dokumen-dokumen
Purchase Order dengan
masa penyimpanan
selama 2 tahun.
30.
Apakah ada kriteria-kriteria khusus yang
telah ditentukan untuk melakukan evaluasi
kinerja Supplier? √
69
PT SAIPEM INDONESIA
Internal Control Questionnaires
Kuisioner untuk Buyer (Procurement Department)
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
1.
Apakah Procurement Department
bertanggung jawab menentukan tingkat
kritis atas material-material untuk proyek? √
2.
Apakah daftar pembelian telah disiapkan?
√
3.
Request for Quotation
Apakah aktivitas-aktivitas berikut telah
dilaksanakan:
a. Pengeluaran permintaan penawaran
(Request for Quotation) kepada
Buyer?
b. Pemeriksaan kelengkapan
spesifikasi dan dokumen teknis
untuk melengkapai permintaan
penawaran harga?
c. Pengeluaran draft permintaan
penawaran untuk kemudian
diperiksa Project Manager sebelum
dikirim ke Supplier?
√
√
√
70
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
4.
Invitation to Bid
Apakah undangan Tender sudah sesuai
dengan prosedur dan dikirim kepada
seluruh Supplier yang tercantum dalam
Vendor List? √
5.
Tender Acknowledgement Form
Apakah Buyer telah menerima konfirmasi
dari Supplier terkait dengan penerimaan
dokumen Tender? √
Tidak semua.
6.
Proposal Register
Apakah semua penawaran yang diterima
dalam bentuk amplop tertutup atau tersegel
telah distempel dan dicatat?
Apakah pembeli (Buyer) bertanggungjawab
terhadap kerahasiaan semua penawaran
yang diterima tersebut?
√ √
Tidak semua.
7.
Apakah pembeli meng-arrange pembukaan
(formal opening) amplop penawaran yang
disaksikan oleh pihak tertentu? √
Saksi minimal 2 orang
yang bertugas menjamin
isi penawaran.
71
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
8.
Meeting Reports
Apakah konklusi meeting diformulasikan
ke dalam sebuah laporan?
√
9.
Evaluasi Penawaran
a. Apakah pembeli (Buyer)
mengkoordinasikan sebuah evaluasi
atas setiap penawaran?
b. Apakah Purchase Order telah
diberikan kepada Supplier dengan
penawaran terbaik?
c. Apakah penunjukan Supplier
didukung oleh tabulasi komersial
yang ditandatangani oleh pihak
yang kompeten dan berwenang?
√
√
√
10.
Apakah hasil negosiasi dengan para
Supplier dilaporkan secara formal dengan
mencantumkan tanggal, serta
ditandatangani oleh seluruh partisipan?
√
72
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
11.
Apakah pemenang Tender, yang
‘dianugerahi’ Purchase Order, sudah
disetujui oleh kepala bagian pembelian
(Procurement Department Head) dan
Project Manager? √
12.
Apakah Buyer bertanggungjawab untuk
mendapatkan persetujuan tertulis dari
Supplier setelah Supplier menerima
Purchase Order dari Buyer? √
13.
Progreess Report
Apakah Buyer memantau kegiatan Supplier
untuk memenuhi tanggal pengiriman
barang yang telah disetujui bersama?
√
Yang memantau adalah
Expeditor.
14.
Apakah QHSE Department berkoordinasi
dalam hal inspeksi atas barang-barang
dengan tingkat kompleksitas yang tinggi?
Apakah koordinasi itu dimasukkan dalam
laporan perkembangan (Progress Report)?
Apakah Procurement Coordinator atau
Buyer mengevaluasi kinerja Supplier?
√ √
73
PT SAIPEM INDONESIA
Internal Control Questionnaires
Kuisioner untuk Expeditor (Procurement Department)
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
1.
Apakah proses pembelian seperti
pengiriman barang ke gudang, pusat biaya
(cost center), dan manajerial telah
diperiksa? √
2.
Apakah Expeditor mengetahui bahwa
Supplier telah menerima Purchase Order
untuk memulai sistem produksinya? √
3.
Apakah Expeditor mencatat seluruh
komunikasi yang dilakukannya dengan
Supplier? √
4.
Apakah Expeditor, dalam melaksanakan
perencanaan pengawasan lapangan, telah
berkoordinasi dengan Project Procurement
Coordinator?
√
Koordinasi dilakukan
dengan QHSE
Department.
5.
Apakah Procurement Coordinator telah
mempersiapkan transportasi dan logistik? √
74
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
6.
Apakah koordinator bidang logistik
mengeluarkan permintaan untuk
transportasi? √
7.
Apakah instruksi untuk pengepakan
(packing) dan tanda pengiriman sudah
dicantumkan ke dalam Purchase Order? √
8.
Apakah Expeditor yang mengeluarkan
instruksi pengepakan (packing) tersebut?
Apakah instruksi itu dikomunikasikan
kepada Vendor dan bagian konstruksi
lainnya?
√ √
75
PT SAIPEM INDONESIA
Internal Control Questionnaires
Kuisioner untuk Procurement Manager Procurement Department
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
1.
Apakah Manajer Pembelian (Procurement
Manager) membuat Laporan Pembelian
(Procurement Report) setiap kwartalnya
(quarterly)? √
2.
Apakah pengisian Procurement Report
yang dilakukan oleh Procurement Manager
telah mencakup seluruh item-item prosedur
secara rinci? √
3.
Apakah Procurement Manager membuat
kuisioner tentang kepuasan pelanggan atau
klien yang ditujukan kepada klien untuk
keperluan evaluasi? √
4.
Apakah Procurement Manager membuat
analisis atas hasil evaluasi terhadap
Supplier guna memperbaharui Vendor List? √
76
No. Daftar Pertanyaan Y T Komentar
5.
Apakah Procurement Manager melaporkan
hasil evaluasi terhadap Supplier kepada
Project Manager? √
6.
Apakah Procurement Department
menyimpan hasil Survei Kepuasan
Pelanggan (Customer Satisfaction Survey)?
Jika ya, berapa lama periode minimum masa
penyimpanannya?
√
Periode minimum masa
penyimpanan adalah 2
tahun.
7.
Apakah kontribusi para personil
Procurement cukup baik?
Apakah Procurement Manager telah
mengevaluasi efektivitas dan efisiensinya?
√ √
8.
Apakah Job Description untuk seluruh
personil Procurement, terutama terhadap
kegiatan pembelian untuk proyek berikut
Buyer-nya dan pengawasan berikut
Expeditor-nya telah ditentukan? √
77
Setelah melakukan evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern perusahaan yang
didasarkan pada perbandingan prosedur yang ditetapkan dengan pelaksanaan yang ada
dan hasil dari Internal Control Questionnaires, serta prinsip pengendalian intern yang
baik, dapat ditarik kesimpulan bahwa Sistem Pengendalian Intern perusahaan sudah baik.
Berdasarkan pengamatan atas obyek audit, dalam hal ini Procurement Department
PT Saipem Indonesia, dan perbandingannya dengan prosedur yang ditetapkan
perusahaan, serta berdasarkan atas Internal Control Questionnaires yang telah diberikan
tersebut, maka dapat disimpulkan adanya beberapa kebaikan atas Sistem Pengendalian
Intern pada PT Saipem Indonesia, yaitu antara lain:
1. Terdapat struktur organisasi berikut tugas-tugas dan tanggung jawab-tanggung jawab
yang jelas sebagai modal dasar dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan,
khususnya kegiatan operasional pembelian perusahaan.
2. Perusahaan mempunyai kebijakan tertulis yang jelas atas prosedur operasional
pembelian atau yang dinamakan “Procurement Procedure”. Prosedur ini telah
disusun dan ditetapkan sedemikian rupa dimulai dari pembentukan sebuah tim yang
dinamakan Project Team sampai dengan dikeluarkannya Purchase Order.
3. Adanya perencanaan pembelian (Procurement Plan) yang telah disiapkan oleh
Koordinator Pembelian (Procurement Coordinator) dan sudah sejalan dengan jadwal
Engineering ataupun jadwal proyek secara keseluruhan.
4. Tersedianya daftar Supplier yang telah direkomendasikan oleh klien atau pelanggan.
5. Adanya identifikasi atas spesifikasi klien, kualifikasi proses, prosedur, personil, dan
produk beserta pengujiannya di dalam permintaan pembelian (Purchase Requisition).
78
6. Adanya pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dan proposal-proposal klien,
termasuk juga pemeriksaan terhadap sub-order yang dilakukan oleh Supplier.
7. Telah dilakukan dan dicatatnya pemantauan pembelian secara langsung (site
expediting) maupun tidak langsung (desk expediting).
8. Adanya laporan yang dibuat oleh Expeditor yang dinamakan “Expediting Weekly
Report”.
9. Dokumen permintaan pembelian telah mencantumkan penentuan persyaratan-
persyaratan dalam melakukan inspeksi.
10. Terpantaunya komunikasi antara Vendor atau Supplier dengan Expeditor melalui
telepon, e-mail, teleconference, maupun videoconference.
11. Telah dilakukannya analisis terhadap pengendalian dokumen (Document Control).
12. Dibuatnya sistem penyimpanan dokumen dimana di dalamnya terdapat indeks
penyimpanan yang memudahkan pencarian dokumen. Salah satu dokumen penting
yang wajib disimpan dan diproteksi agar tidak rusak atau hilang yaitu dokumen
Purchase Order.
13. Adanya kriteria-kriteria khusus yang telah ditentukan untuk mengevaluasi kinerja
Supplier ditambah dilakukannya analisis atas evaluasi tersebut yang dilakukan oleh
Procurement Manager.
14. Procurement Manager membuat Laporan Pembelian (Procurement Report) setiap
kwartalnya (quarterly) yang ditujukan kepada Project Manager PT Saipem
Indonesia.
Dari beberapa poin tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Sistem
Pengendalian Intern pada PT Saipem Indonesia sudah cukup baik.
79
IV.3. Pengujian Terinci
Dalam tahapan ini penulis mendapatkan temuan-temuan audit (audit findings) dan
menentukan tindakan-tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh manajemen dan
pegawai perusahaan, khususnya pada bagian pembelian (dalam hal ini Procurement
Department PT Saipem Indonesia), yang dijabarkan sebagai “Kondisi” yang merupakan
penyimpangan-penyimpangan terhadap “Kriteria” yang telah ditentukan. Kemudian
diidentifikasikan apa saja “Sebab” yang mendasari terjadinya penyimpangan-
penyimpangan tersebut dan bagaimana “Akibat” yang ditimbulkan atas penyimpangan-
penyimpangan tersebut yang dapat menimbulkan dampak inefektivitas dan inefisiensi
bagi kinerja operasional Procurement Department pada khususnya, dan bagi PT Saipem
Indonesia pada umumnya.
Dari temuan-temuan audit tersebut, penulis dapat memberikan “Rekomendasi”
yang berupa saran atau masukan yang ditujukan bagi Procurement Department PT
Saipem Indonesia agar inefektivitas dan inefisiensi yang ditimbulkan dari penyimpangan-
penyimpangan tersebut dapat diatasi. Temuan-temuan audit (audit findings) yang
dijabarkan secara rinci ini, dengan menggunakan evaluasi terhadap “Kondisi”, “Kriteria”,
“Sebab”, “Akibat”, serta “Rekomendasi”, merupakan pedoman dasar yang diperlukan
untuk penyusunan laporan audit operasional.
Berdasarkan penelitian terhadap siklus pengeluaran (expenditure cycle) pada
Procurement Department PT Saipem Indonesia, maka penulis mendapatkan temuan-
temuan audit (audit findings) yang dapat dijabarkan berdasarkan “Kondisi”, “Kriteria”,
“Sebab”, “Akibat”, dan tentunya “Rekomendasi” sebagai berikut:
80
1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan.
Kenyataan atas pelaksanaan pembelian dapat ditemukan sebagai berikut:
a. Hampir seluruh dokumen pendukung tidak diikutsertakan ke dalam data-data
pembelian (procurement files) berdasarkan urutan atau indeks.
b. Seluruh tabulasi komersial atau tabel harga ternyata tidak diotorisasi oleh pejabat
yang kompeten dan berwenang.
c. Adanya komunikasi antara Buyer dengan Vendor perihal perpanjangan batas
waktu pengiriman proposal-proposal Tender yang ternyata tidak didasarkan atas
persetujuan oleh Project Manager.
d. Adanya pemberian Purchase Order kepada Supplier tunggal (Sole Supplier) yang
ditunjuk secara langsung. Penunjukan langsung ini tidak sesuai dengan prosedur
dimana penunjukan Supplier harus berdasarkan pada prinsip perbandingan yang
melibatkan minimal 3 (tiga) Supplier atau Vendor. Perbandingan ini mutlak
dilakukan demi menjaga kompetisi harga. Penunjukan langsung ini ternyata telah
diotorisasi oleh Procurement Manager.
e. Tidak ada dokumen-dokumen pelengkap yang membuktikan bahwa penunjukan
langsung terhadap Sole Supplier tersebut memang betul-betul diperlukan pada
saat itu, sehingga dapat dikatakan telah menyalahi prosedur proses pembelian,
utamanya dalam hal penunjukan Supplier.
f. Dalam kasus penunjukan langsung tersebut, tidak terdapat formulir mengenai
proposal pemberian Purchase Order yang disetujui oleh Procurement Manager
dan Project Manager untuk kemudian diteruskan kepada Manajer yang memiliki
kualifikasi untuk mengotorisasi Purchase Order tersebut.
81
Pengendalian Intern telah dirancang oleh perusahaan sebagai pedoman dalam
melakukan kegiatan pembelian. Salah satu komponen yang paling fundamental dari
suatu Sistem Pengendalian Intern adalah informasi yang relevan harus diidentifikasi,
dicatat, dan direkomendasikan dalam bentuk sebuah formulir dan harus adanya
batasan waktu (timeframe), yang ditentukan sebelum dikeluarkannya Purchase
Order, sehingga dapat membuat seluruh personil menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing dengan baik. Intinya adalah manajemen harus memonitor
dan mengevaluasi seluruh kegiatan perusahaan.
Beberapa penyebab terjadinya kelemahan ini yang dapat diidentifikasi antara lain:
a. Kurangnya penerapan proses pembelian secara tepat (melakukan pekerjaan secara
formal).
b. Adanya pengambilan keputusan berdasarkan komunikasi-komunikasi yang
bersifat nonformal.
c. Procurement Department telah diminta untuk memberikan prioritas terhadap salah
satu aktivitas operasional yang mendesak (urgencies) atau biasa disebut sebagai
“fast track project”.
Karena kurangnya pelaksanaan proses pembelian secara formal, maka dampak
yang dapat ditimbulkan yaitu pengendalian manajemen menjadi sulit.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelian
tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
a. Perusahaan harus menyiapkan dan menerapkan sebuah indeks penyusunan
terhadap pengisian dokumen-dokumen pendukung agar dapat disusun secara
berurutan atau kronologis.
82
b. Seluruh pengecualian atas prinsip perbandingan yang kompetitif dengan
melibatkan minimal 3 (tiga) Vendor, termasuk juga perihal tabulasi komersial
atau tabel harga, harus secara formal dijustifikasi berdasarkan situasi pasar dan
diotorisasi oleh Procurement Manager.
c. Perusahaan harus membuat sebuah format yang berkaitan dengan pengecualian
penunjukan Supplier secara langsung, dan format tersebut harus diterapkan secara
menyeluruh serta disetujui oleh Manajer yang memiliki otoritas terhadap
Purchase Order maupun kontrak-kontrak lainnya.
2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.
Berdasarkan review atas proses permintaan pembelian, telah ditemukan adanya
permintaan pembelian yang diterbitkan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS
(Systems Applications and Products-Integrated Business Information System) setelah
dimulainya proses Tendering atau setelah pembeli (Buyer) mengirimkan permintaan
daftar harga kepada Vendor-Vendor dan menerima daftar harga itu dari Vendor-
Vendor tersebut. Sebagai dampaknya, permintaan pembelian diatur ulang di dalam
sistem SAP-IBIS hanya dengan tujuan agar dapat mengeluarkan Purchase Orders dan
sub kontrak-sub kontrak lainnya.
Setiap permintaan pembelian harus mengindikasikan kuantitas dan kualitas
material yang akan dibeli, termasuk juga spesifikasi teknis dan seluruh informasi
yang diperlukan untuk menentukan definisi teknis dari material-material tersebut.
Berdasarkan prosedur korporasi Saipem mengenai “Management of Request for
Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan Penawaran”, seharusnya seluruh
83
aktivitas pembelian diproses berdasarkan permintaan pembelian barang yang secara
reguler dikeluarkan dan disetujui oleh manajemen terkait.
Situasi ini terjadi karena disebabkan oleh tingginya tingkat kompleksitas barang-
barang yang akan dibeli serta kaitannya dengan kemampuan para karyawan atau
personil yang kurang memahami penerapan aplikasi sistem SAP-IBIS secara efektif.
Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan yang diberikan kepada personil mengenai
penerapan SAP-IBIS di dalam perusahaan. Di samping itu, sebab lainnya adalah
karena adanya beberapa permintaan pembelian yang bersifat mendesak atau
“urgencies”.
Dikarenakan permintaan pembelian merupakan suatu basis dokumen yang
diperlukan untuk memulainya suatu proses pembelian, namun proses dan otorisasinya
ternyata tidak sesuai dengan prosedur, maka mengakibatkan suatu proses pembelian
menjadi tidak efektif. Selain itu, akibat lainnya yakni Procurement Department tidak
dapat memperoleh seluruh informasi yang betul-betul diperlukan untuk melaksanakan
proses pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan permintaan proyek. Sebagai
tambahan, kesalahan-kesalahan atau kejanggalan-kejanggalan dalam hal perhitungan
biaya (cost accounting) dan juga pengawasan (monitoring) tidak dapat terdeteksi atau
paling tidak diminimalisir.
Berdasarkan proses penerbitan permintaan pembelian yang tidak tepat ini, penulis
menyarankan agar seharusnya permintaan pembelian (Purchase Requests) diterbitkan
perusahaan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS pada saat sebelum dimulainya fase
atau proses penawaran.
84
3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis.
Perusahaan telah menetapkan batas waktu tertentu bagi Vendor-Vendor untuk
mengirimkan penawaran. Namun ternyata beberapa penawaran dari Vendor-Vendor
dikirim setelah melewati batas waktu atau tanggal penutupan dan pengiriman tersebut
tidak ditolak oleh perusahaan. Keputusan untuk tidak dilakukannya penolakan atas
penawaran tersebut ternyata tidak didefinitifkan dan tidak ada bukti persetujuan dari
Project Manager terhadap penerimaan penawaran tersebut.
Berdasarkan pengendalian atas prosedur pembelian, batas waktu pengiriman
penawaran harus ditentukan dengan realistis dan penawaran yang dikirim setelah
melewati batas waktu tersebut harus ditolak.
Penyimpangan ini disebabkan karena penetapan batas waktu pengiriman
penawaran oleh Project Team dipengaruhi oleh kepentingan yang mendesak sehingga
batas waktu yang ditetapkan terkesan tidak realistis.
Kebijakan penetapan batas waktu tersebut dianggap tidak populis di mata para
Supplier atau Vendor dan dampaknya adalah Supplier atau Vendor seringkali
meminta perpanjangan waktu untuk mengirimkan penawaran. Hal ini juga
mengakibatkan persyaratan-persyaratan yang seharusnya berlaku tidak dapat
diaplikasikan sebagaimana mestinya.
Perusahaan seharusnya melakukan penetapan batas waktu pengiriman penawaran
bagi seluruh Vendor atau Supplier secara realistis. Dan apabila terdapat perpanjangan
waktu terhadap pengiriman penawaran tertentu, maka keputusan-keputusan untuk
memberikan perpanjangan waktu atas pengiriman penawaran tersebut harus
didefinitifkan dan diotorisasi.
85
4. Persyaratan-persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed
Envelope Bid) tidak sesuai dengan instruksi Tender.
Dalam proses penawaran, terdapat berbagai persyaratan prosedural atas Amplop
Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid). Namun pada kenyataannya terdapat
beberapa ketidaksesuaian antara persyaratan-persyaratan prosedural tersebut dengan
instruksi Tender, yaitu:
a. Adanya beberapa Amplop Penawaran Tertutup yang tidak diterima dan alasan-
alasannya yang relevan tidak dicatat dan didokumentasikan.
b. Dalam beberapa proyek, perusahaan telah menginstruksikan Vendor-Vendor
untuk mengirimkan penawaran mereka dalam Amplop Penawaran Tertutup.
Namun mayoritas Vendor-Vendor tersebut justru mengirim penawaran mereka
melalui fax atau e-mail.
c. Penawaran-penawaran yang dikirim melalui Amplop Penawaran Tertutup tidak
distempel, diberi nomor, dan didaftarkan ke dalam daftar pembelian.
d. Konklusi atau hasil dari pertemuan-pertemuan (meetings) mengenai pembukaan
Amplop Penawaran Tertutup yang bertajuk “Bid Opening Board” tidak
didefinitifkan ke dalam sebuah laporan yang didalamnya terdapat nomor-nomor
referensi penawaran sebagaimana telah disebutkan diatas.
Berdasarkan prosedur korporasi Saipem mengenai “Management of Request for
Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan Penawaran”, seluruh penawaran harus
dikirim melalui Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid). Prosedur yang
merupakan standar perusahaan ini juga mengklarifikasi bahwa seluruh penawaran
yang dikirim dengan Amplop Penawaran Tertutup harus distempel dan diberi nomor
86
referensi. Lalu sebuah tim harus dibentuk guna bertugas melakukan pembukaan atas
Amplop-Amplop Penawaran Tertutup tersebut. Kriteria ini berdasarkan atas instruksi
kerja Saipem mengenai Manajemen Pembelian atau “Procurement Management”,
dimana pembelian yang dilakukan melalui Purchase Orders yang bernilai kontrak
melebihi 500.000 Euro, permintaan penawarannya harus dilakukan melalui suatu
amplop tertutup (sealed envelope).
Ketidaksesuaian ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Procurement Department telah diminta untuk memberikan prioritas terhadap
permintaan-permintaan penawaran tertentu yang bersifat sangat mendesak guna
menunjang kegiatan operasional perusahaan.
b. Penetapan batas waktu pengiriman penawaran yang ditentukan oleh Project Team
sangat tidak realistis dan hal inilah yang mendasari mayoritas Vendor untuk
mengirimkan penawaran-penawaran mereka melalui fax atau e-mail.
c. Kurangnya dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti relevan bahwa adanya
persetujuan atas pengiriman penawaran yang tidak dikirim melalui Amplop
Penawaran Tertutup.
Kurangnya pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan prosedur, terutama
mengenai prosedur Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid), dapat
mengakibatkan informasi-informasi yang sifatnya rahasia dan konfidensial yang
terdapat di dalam penawaran-penawaran tersebut telah diketahui terlebih dahulu
sebelum dibuatnya suatu tabel harga atau tabulasi komersial. Dampak lain yang
ditimbulkan dari penyimpangan ini yaitu keketatan proses seleksi terhadap para
Vendor atau Supplier dapat berkurang.
87
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penulis memberikan rekomendasi kepada
perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
a. Batas waktu pengiriman penawaran harus ditentukan secara realistis.
b. Keputusan-keputusan untuk menerima penawaran-penawaran yang dikirim
dengan tidak melalui Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus didefinitifkan
dan diotorisasi.
c. Amplop-Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus distempel, diberikan nomor
referensi, dan didaftarkan ke dalam daftar pembelian.
d. Konklusi dari pertemuan-pertemuan “Bid Opening Board” harus didefinitifkan
dan dituangkan ke dalam sebuah laporan.
5. Sistem penyimpanan dokumen pembelian belum baik.
Setelah melakukan evaluasi terhadap manajemen proses Tendering, telah
ditemukan adanya berbagai penyimpangan berikut:
a. Dalam beberapa proses Tendering ternyata tidak terdapat daftar Vendor (Vendor
List), dan adanya Vendor List yang tidak disetujui oleh Project Director ataupun
Project Manager.
b. Beberapa Vendor yang tidak tercantum di dalam Vendor List diikutsertakan ke
dalam proses Tendering.
c. Beberapa Vendor yang belum mengirimkan penawaran diikutsertakan ke dalam
proses Tendering.
d. Beberapa permintaan penawaran tidak dikeluarkan secara formal.
88
e. Hampir seluruh Vendor yang diikutsertakan ke dalam proses Tendering tidak
melakukan komunikasi dengan pembeli (Buyer) perihal konfirmasi penerimaan
dokumen Tender dan keputusan Vendor untuk turut berpartisipasi dalam Tender
tersebut.
f. Tidak tersedianya formulir Evaluasi Teknis (Technical Evaluation).
g. Salah satu Vendor yang telah mengirimkan penawarannya belum dicantumkan ke
dalam tabulasi komersial atau tabel harga.
h. Beberapa tabulasi komersial atau tabel harga belum ditandatangani dan diberi
tanggal.
i. Tidak tersedianya tabulasi komersial atau tabel harga yang sudah final setelah
dilakukannya negosiasi final dengan Vendor.
j. Adanya Purchase Order yang belum dikirimkan kepada Vendor pemenang
Tender dan tidak adanya dokumen yang menunjukkan kriteria seleksi terhadap
pemilihan Vendor tersebut.
k. Adanya kontrak yang diberikan kepada Vendor pemenang Tender namun tidak
ditemukan dokumen-dokumen pendukungnya.
l. Tidak tersedianya beberapa konfirmasi penerimaan Purchase Order dari Vendor.
Tata cara penyimpanan dokumen oleh perusahaan telah diatur sedemikian rupa
yaitu seluruh dokumen pencatatan atas proses Tendering harus disimpan untuk
kemudahan pencariannya. Sesuai dengan standar korporasi Saipem mengenai
“Management of Request for Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan
Penawaran”, penyimpanan dokumen Tender mutlak dilakukan untuk memastikan
kemudahan pencarian dan untuk memastikan aplikasi proses Tender tersebut.
89
Namun dalam pelaksanaannya ternyata terjadi berbagai penyimpangan dan hal ini
terjadi karena:
a. Kurangnya penerapan proses penyimpanan dokumen pembelian secara tepat.
b. Beberapa Tender telah dilakukan pada tahap awal sebelum proyek dimulai.
c. Adanya prioritas tertentu yang diberikan untuk kepentingan aktivitas operasional
perusahaan.
Tanpa adanya kelengkapan dokumen pencatatan, pelaksanaan proses Tendering
tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian maka tidak ada jaminan bahwa
tujuan adanya penawaran harga terbaik secara teknis dan komersial akan tercapai.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis
dapat menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
a. Seluruh dokumen pencatatan yang berhubungan dengan proses Tendering harus
disimpan.
b. Prosedur penyimpanan dokumen pencatatan tersebut harus dibuat.
c. Persyaratan-persyaratan yang berlaku harus diaplikasikan kepada seluruh Vendor
atau Supplier yang terlibat dalam proses Tendering.
d. Standar korporasi Saipem beserta instruksi-instruksi kerjanya harus sesegera
mungkin diimplementasikan oleh perusahaan.
6. Penetapan kualifikasi Vendor atau Supplier tidak dilakukan dengan tepat.
Penulis menemukan beberapa kondisi yang teridentifikasi antara lain:
a. Adanya beberapa Supplier yang tidak lolos kualifikasi namun Supplier-Supplier
tersebut tetap diberikan Purchase Order. Sebagai tambahan, ruang lingkup kerja
90
untuk Purchase Order menunjukkan ketidaksesuaian dengan kategori penawaran
harga dari para Supplier.
b. Adanya beberapa Vendor yang telah diblokir atau kualifikasinya sudah tidak
berlaku.
c. Adanya beberapa Vendor yang berstatus masih pra-kualifikasi.
d. Dalam aktivitas pemantauan, terdapat fakta bahwa adanya beberapa Vendor yang
telah diberikan Purchase Order tanpa dikualifikasi terlebih dahulu agar ruang
lingkup kerjanya menjadi efektif.
Standar korporasi Saipem mengenai Manajemen terhadap Vendor atau “Vendor
Management” menyatakan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas:
a. Evaluasi atas permintaan kualifikasi terhadap Vendor-Vendor yang telah ditunjuk
oleh klien.
b. Permintaan aktivasi proses kualifikasi Vendor-Vendor yang ditujukan kepada
Group Procurement Coordination Department.
c. Perkembangan proses kualifikasi terhadap Vendor-Vendor lokal.
Kelemahan ini terjadi karena disebabkan oleh status kualifikasi terhadap Vendor-
Vendor dan batas nilai penawaran tidak diubah secara reguler dan dipertimbangkan
selama fase atau periode penyeleksian Vendor.
Berdasarkan kelemahan ini, akibat yang dapat ditimbulkan yaitu kualifikasi
beberapa Vendor atau Supplier tidak sesuai dengan standar kualitas menurut nominasi
Saipem sehingga komitmen atas pengutamaan keselamatan menjadi diragukan.
91
Penulis menyarankan agar evaluasi lengkap terhadap daftar Vendor-Vendor lokal
harus segera dilakukan, dan apabila status Vendor telah berubah, maka harus segera
diinformasikan kepada Corporate Vendor Qualification Department.
7. Beberapa Purchase Order baru dikeluarkan perusahaan setelah dilakukannya
beberapa aktivitas terkait oleh Supplier.
Dalam melakukan evaluasi terhadap pengeluaran Purchase Order dengan
aktivitas-aktivitas Supplier, terdapat fakta bahwa beberapa Purchase Order atau
kontrak-kontrak yang bernilai besar baru dikeluarkan perusahaan ketika material-
material sudah dikirim oleh Supplier dan aktivitas-aktivitas Supplier tersebut sudah
mulai berjalan. Selain itu juga terdapat beberapa invoice yang diterima sebelum
dikeluarkannya Purchase Order.
Material-material yang dikirim ataupun aktivitas-aktivitas yang dilakukan
Supplier seharusnya sesuai dengan Purchase Order dan dilakukan setelah
dikeluarkannya Purchase Order yang telah disetujui.
Dengan tujuan melakukan proses pengiriman yang bersifat mendesak, Supplier-
Supplier telah diminta perusahaan untuk mengirim material-material dan melakukan
aktivitas-aktivitasnya ke dalam lokasi proyek sebelum diberikan Purchase Order
yang telah disetujui.
Berbagai dampak yang dapat terjadi atas penyimpangan ini antara lain:
a. Seluruh aktivitas dapat dilakukan oleh personil-personil yang tidak
berkepentingan atau tidak memiliki otorisasi.
b. Adanya material-material atau aktivitas-aktivitas yang tidak berguna (useless).
92
c. Kondisi seperti ini dapat merugikan kedua belah pihak, baik Supplier maupun
perusahaan selaku kontraktor.
d. Penyalahgunaan prosedur pembelian yang telah ditentukan oleh Saipem.
e. Barang-barang yang dikirimkan atau aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan tanpa
adanya ikatan kontrak yang jelas tidak dilindungi oleh kebijakan asuransi yang
telah ditetapkan oleh Saipem.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, disarankan agar proses pengeluaran
Purchase Order harus sesuai dengan prosedur operasional pembelian dan harus
diberikan kepada Supplier-Supplier terpilih sebelum adanya pengiriman material-
material atau pelaksanaan aktivitas-aktivitas terkait oleh Supplier-Supplier tersebut.
IV.4. Pelaporan
Tahap ini merupakan salah satu tahap akhir dari proses pemeriksaan atau audit
operasional yang bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit operasional tersebut
,yang berupa rekomendasi-rekomendasi berdasarkan temuan-temuan audit yang telah
teridentifikasi sebelumnya, yang ditujukan kepada manajemen perusahaan sebagai dasar
pertimbangan dalam melakukan perbaikan-perbaikan atas penyimpangan-penyimpangan
yang telah terjadi. Namun pada tahap ini penulis tidak menyampaikan suatu format
laporan audit operasional, melainkan hanya menyimpulkan materi laporan audit
operasional dalam bentuk “Risalah Temuan-Temuan Audit” (“Summary of Audit
Findings”), “Temuan-Temuan Audit dan Rekomendasi-Rekomendasi” (“Audit Findings
and Recommendations”), serta “Kesimpulan” (“Conclusion”).
93
Berdasarkan evaluasi terhadap sistem pengendalian intern dengan didasari oleh
pengujian terinci yang menjabarkan “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, dan
“Rekomendasi”, maka materi laporan hasil audit operasional untuk mengevaluasi kinerja
bagian pembelian PT Saipem Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
Risalah Temuan-Temuan Audit
(Summary of Audit Findings)
Berdasarkan hasil audit operasional yang telah dilakukan atas aktivitas pembelian
dan siklus pengeluaran, penulis menemukan adanya beberapa penyimpangan yang dapat
dikategorikan sebagai temuan-temuan audit sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan.
2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.
3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis.
4. Persyaratan-persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed
Envelope Bid) tidak sesuai dengan instruksi Tender.
5. Sistem penyimpanan dokumen pembelian belum baik.
6. Penetapan kualifikasi Vendor atau Supplier tidak dilakukan dengan tepat.
7. Beberapa Purchase Order baru dikeluarkan perusahaan setelah dilakukannya
beberapa aktivitas terkait oleh Supplier.
94
Temuan-Temuan Audit dan Rekomendasi-Rekomendasi
(Audit Findings and Recommendations)
Berdasarkan pengujian terinci yang telah dilakukan sebelumnya dengan
menjabarkan “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, dan “Rekomendasi”, maka
temuan-temuan audit yang dapat diindikasikan dan rekomendasi-rekomendasi yang
diberikan untuk menanggulanginya dapat secara singkat diuraikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan.
Kelemahan yang teridentifikasi salah satunya yaitu adanya pemberian Purchase
Order kepada Supplier tunggal (Sole Supplier) yang ditunjuk secara langsung.
Penunjukan langsung ini tidak sesuai dengan prosedur dimana penunjukan Supplier
harus berdasarkan pada prinsip perbandingan yang melibatkan minimal 3 (tiga)
Supplier atau Vendor. Perbandingan ini mutlak dilakukan demi menjaga kompetisi
harga. Penunjukan langsung ini ternyata telah diotorisasi oleh Procurement Manager.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelian
tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
a. Perusahaan harus menyiapkan dan menerapkan sebuah indeks penyusunan
terhadap pengisian dokumen-dokumen pendukung agar dapat disusun secara
berurutan atau kronologis.
b. Seluruh pengecualian atas prinsip perbandingan yang kompetitif dengan
melibatkan minimal 3 (tiga) Vendor, termasuk juga perihal tabulasi komersial
atau tabel harga, harus secara formal dijustifikasi berdasarkan situasi pasar dan
diotorisasi oleh Procurement Manager.
95
c. Perusahaan harus membuat sebuah format yang berkaitan dengan pengecualian
penunjukan Supplier secara langsung, dan format tersebut harus diterapkan secara
menyeluruh serta disetujui oleh Manager yang memiliki otoritas terhadap
Purchase Order maupun kontrak-kontrak lainnya.
2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.
Berdasarkan review atas proses permintaan pembelian, telah ditemukan adanya
permintaan pembelian yang diterbitkan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS
(Systems Applications and Products-Integrated Business Information System) setelah
dimulainya proses Tendering atau setelah pembeli (Buyer) mengirimkan permintaan
daftar harga kepada Vendor-Vendor dan menerima daftar harga itu dari Vendor-
Vendor tersebut.
Berdasarkan proses penerbitan permintaan pembelian yang tidak tepat ini, penulis
menyarankan agar seharusnya permintaan pembelian (Purchase Requests) diterbitkan
perusahaan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS pada saat sebelum dimulainya fase
atau proses penawaran.
3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis.
Perusahaan telah menetapkan batas waktu tertentu bagi Vendor-Vendor untuk
mengirimkan penawaran. Namun ternyata beberapa penawaran dari Vendor-Vendor
tersebut dikirim setelah melewati batas waktu atau tanggal penutupan penerimaan
penawaran. Beberapa penawaran dari Vendor-Vendor tersebut tidak ditolak oleh
perusahaan. Keputusan untuk tidak dilakukannya penolakan atas penawaran tersebut
ternyata tidak didefinitifkan dan tidak ada bukti persetujuan dari Project Manager
terhadap penerimaan penawaran tersebut.
96
Perusahaan seharusnya melakukan penetapan batas waktu pengiriman penawaran
bagi seluruh Vendor atau Supplier secara realistis. Dan apabila terdapat perpanjangan
waktu terhadap pengiriman penawaran tertentu, maka keputusan-keputusan untuk
memberikan perpanjangan waktu atas pengiriman penawaran tersebut harus
didefinitifkan dan diotorisasi.
4. Persyaratan-persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed
Envelope Bid) tidak sesuai dengan instruksi Tender.
Dalam proses penawaran, terdapat berbagai persyaratan prosedural atas Amplop
Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid). Namun pada kenyataannya terdapat
beberapa ketidaksesuaian antara persyaratan-persyaratan prosedural tersebut dengan
instruksi Tender, salah satunya yakni perusahaan telah menginstruksikan Vendor-
Vendor untuk mengirimkan penawaran mereka dalam Amplop Penawaran Tertutup.
Namun mayoritas Vendor-Vendor tersebut justru mengirim penawaran mereka
melalui fax atau e-mail.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penulis memberikan rekomendasi kepada
perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
a. Batas waktu pengiriman penawaran harus ditentukan secara realistis.
b. Keputusan-keputusan untuk menerima penawaran-penawaran yang dikirim
dengan tidak melalui Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus didefinitifkan
dan diotorisasi.
c. Amplop-Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus distempel, diberikan nomor
referensi, dan didaftarkan ke dalam daftar pembelian.
97
d. Konklusi dari pertemuan-pertemuan “Bid Opening Board” harus didefinitifkan
dan dituangkan ke dalam sebuah laporan.
5. Sistem penyimpanan dokumen pembelian belum baik.
Setelah melakukan evaluasi terhadap manajemen proses Tendering, telah
ditemukan adanya berbagai penyimpangan, salah satunya dalam beberapa proses
Tendering ternyata tidak terdapat daftar Vendor (Vendor List), dan adanya Vendor
List yang tidak disetujui oleh Project Director ataupun Project Manager.
Berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, maka penulis dapat
menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
a. Seluruh dokumen pencatatan yang berhubungan dengan proses Tendering harus
disimpan.
b. Prosedur penyimpanan dokumen pencatatan tersebut harus dibuat.
c. Persyaratan-persyaratan yang berlaku harus diaplikasikan kepada seluruh Vendor
atau Supplier yang terlibat dalam proses Tendering.
d. Standar korporasi Saipem beserta instruksi-instruksi kerjanya harus sesegera
mungkin diimplementasikan oleh perusahaan.
6. Penetapan kualifikasi Vendor atau Supplier tidak dilakukan dengan tepat.
Penulis menemukan beberapa kondisi yang teridentifikasi, salah satunya adanya
beberapa Supplier yang tidak lolos kualifikasi namun Supplier-Supplier tersebut tetap
diberikan Purchase Order.
Penulis menyarankan agar evaluasi lengkap terhadap daftar Vendor-Vendor lokal
harus segera dilakukan, dan apabila status Vendor telah berubah, maka harus segera
diinformasikan kepada Corporate Vendor Qualification Department.
98
7. Beberapa Purchase Order baru dikeluarkan perusahaan setelah dilakukannya
beberapa aktivitas terkait oleh Supplier.
Dalam melakukan evaluasi terhadap pengeluaran Purchase Order dengan
aktivitas-aktivitas Supplier, terdapat fakta bahwa beberapa Purchase Order atau
kontrak-kontrak yang bernilai besar baru dikeluarkan perusahaan ketika material-
material sudah dikirim oleh Supplier dan aktivitas-aktivitas Supplier tersebut sudah
mulai berjalan. Selain itu juga terdapat beberapa invoice yang diterima sebelum
dikeluarkannya Purchase Order.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, disarankan agar proses pengeluaran
Purchase Order harus sesuai dengan prosedur operasional pembelian dan harus
diberikan kepada Supplier-Supplier terpilih sebelum adanya pengiriman material-
material atau pelaksanaan aktivitas-aktivitas terkait oleh Supplier-Supplier tersebut.
Kesimpulan (Conclusion)
Dari hasil evaluasi terhadap sistem pengendalian intern perusahaan, terutama
pada aktivitas pembelian dan siklus pengeluaran, disamping harus melakukan
beberapa perbaikan yang diperlukan, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
kinerja bagian pembelian (Procurement Department) PT Saipem Indonesia sudah