Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 1 BAB IV ANALISIS ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Wonosobo. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan potensi dan masalah keberlangsungan (sustainability) pembangunan yang menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu strategis Kabupaten Wonosobo untuk perencanaan jangka menengah daerah kurun waktu 2016-2021 diidentifikasi melalui serangkaian proses, dimulai dari identifikasi permasalahan menurut urusan pemerintahan, analisis lingkungan strategis, kemudian diperoleh daftar calon isu strategis. Selanjutnya dilakukan pembobotan melalui konsultasi publik, dihasilkan daftar isu strategis sebagai basis analisis/perumusan rencana pembangunan selama 5 tahun. A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak bisa terlepas dari segala perubahan tata kehidupan nasional dalam berbagai aspek. Tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional maupun skala daerah relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek- aspek dinamis. Respon yang efektif terhadap dinamika perubahan terutama untuk menghadapi tantangan potensial dan menangkap peluang sangat penting agar cita-cita dan harapan bersama untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi Kabupaten Wonosobo dalam kurun waktu lima tahun kedepan dapat terwujud. Tantangan dan ancaman sebagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu tahap identifikasi masalah sangat berperan penting dalam proses perencanaan sebelum melakukan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama dalam rangka penyelesaian masalah tersebut. Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Berikut disajikan permasalahan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Wonosobo : 1. Ketimpangan Regional Pembangunan daerah yang hanya dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian wilayah dan golongan masyarakat tertentu akan menimbulkan gejala ketimpangan. Ketimpangan wilayah Kabupaten Wonosobo menurut Indek Williamson pada tahun 2010-2014 cenderung meningkat yaitu 0,17 pada tahun 2010 meningkat menjadi 0,22 pada tahun 2011, di tahun 2012 meningkat lagi menjadi 0,29, meningkat lagi menjadi 0,28 di tahun 2013 dan meningkat lagi
27
Embed
BAB IV ANALISIS ISU STRATEGIS - wonosobokab.go.id filemenjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu ... Dari analisis trend dari tahun ke tahun, kecenderungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 1
BAB IV
ANALISIS ISU STRATEGIS
Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Wonosobo.
Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi,
pemanfaatan potensi dan masalah keberlangsungan (sustainability) pembangunan yang
menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu
strategis Kabupaten Wonosobo untuk perencanaan jangka menengah daerah kurun
waktu 2016-2021 diidentifikasi melalui serangkaian proses, dimulai dari identifikasi
permasalahan menurut urusan pemerintahan, analisis lingkungan strategis, kemudian
diperoleh daftar calon isu strategis. Selanjutnya dilakukan pembobotan melalui
konsultasi publik, dihasilkan daftar isu strategis sebagai basis analisis/perumusan
rencana pembangunan selama 5 tahun.
A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang tidak bisa terlepas dari segala perubahan tata kehidupan nasional
dalam berbagai aspek. Tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional maupun skala
daerah relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-
aspek dinamis. Respon yang efektif terhadap dinamika perubahan terutama untuk
menghadapi tantangan potensial dan menangkap peluang sangat penting agar
cita-cita dan harapan bersama untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi
Kabupaten Wonosobo dalam kurun waktu lima tahun kedepan dapat terwujud.
Tantangan dan ancaman sebagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan
daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara
optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan
ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu tahap identifikasi masalah sangat
berperan penting dalam proses perencanaan sebelum melakukan rangkaian
tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati
bersama dalam rangka penyelesaian masalah tersebut.
Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk
mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Berikut disajikan
permasalahan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Wonosobo :
1. Ketimpangan Regional
Pembangunan daerah yang hanya dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian
wilayah dan golongan masyarakat tertentu akan menimbulkan gejala
ketimpangan. Ketimpangan wilayah Kabupaten Wonosobo menurut Indek
Williamson pada tahun 2010-2014 cenderung meningkat yaitu 0,17 pada tahun
2010 meningkat menjadi 0,22 pada tahun 2011, di tahun 2012 meningkat lagi
menjadi 0,29, meningkat lagi menjadi 0,28 di tahun 2013 dan meningkat lagi
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 2
menjadi 0,35 di tahun 2014. Dari analisis trend dari tahun ke tahun,
kecenderungan kesenjangan semakin melebar. Meskipun nilai indeks masih
kurang atau sama dengan 0,35. Kondisi ini mengindikasikan bahwa antar wilayah
di Kabupaten Wonosobo kondisinya semakin terjadi kesenjangan antar wilayah
kecamatan. Kesenjangan antar wilayah yang tampak tersebut mengindikasikan
bahwa beberapa wilayah relatif berada di bawah kondisi secara umum rata-rata
wilayah yang lainnya. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu
wilayah juga menyebabkan kecenderungan terjadinya konsentrasi aktivitas
ekonomi secara parsial dan memunculkan kondisi ketimpangan antar wilayah.
2. Angka Kemiskinan Masih Tinggi
Salah satu permasalahan pembangunan terbesar di Kabupaten Wonosobo
adalah tingginya persentase penduduk miskin yang pada tahun 2014 masih
menduduki posisi tertinggi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 2014 sebesar 165.800 jiwa atau 21,42. % dari total penduduk.
Meskipun dalam kurun waktu 2010-2014 mengalami penurunan, namun selama
periode ini persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di
Kabupaten Wonosobo selalu berada di atas rata-rata Jawa Tengah.
Perkembangan inflasi Kabupaten Wonosobo dalam tahun 2010-2015
menunjukkan trend yang meningkat sampai tahun 2014 dengan angka inflasi
pada tahun 2013 dan 2014 meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2011
dan 2012 yaitu sebesar 6,42% di tahun 2013 dan 8,44% di tahun 2014. Sementara
pada tahun 2015 menurun secara signifikan menjadi 2,71. Beberapa komoditas
yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi selama tahun 2013
adalah bahan makanan sebesar 16,33% diikuti transport sebesar 11,89% dan
makanan jadi sebesar 10,10%. Sedangkan inflasi pada tahun 2014 sumbangan
terbesar dari transport sebesar 12,82% diikuti bahan makanan sebesar 11,63%
dan perumahan sebesar 9,91%. Inflasi berpengaruh terhadap naik turunnya garis
kemiskinan karena pergerakan inflasi memberikan imbas pula terhadap harga
komoditas pangan dan non pangan.
Berdasarkan Pemutahiran Basis Data Terpadu tahun 2015, jumlah rumah
tangga miskin sebanyak 88.062 yang tersebar di 15 kecamatan yang ada di
Wilayah Kabupaten Wonosobo. Permasalahan kemiskinan mikro yang ada di
Kabupaten Wonosobo meliputi kepemilikan jamban, rumah tidak layak huni,
tingkat partisipasi pendidikan, serta masih adanya rumah tangga miskin yang
belum mendapatkan akses atas jaminan kesehatan, raskin dan KUR . Masih ada
6.424 rumah tangga miskin yang tidak memilki jamban, 60.151 rumah tangga
miskin dengan rumah tidak layak huni, Berdasarkan data PBDT 2015, sejumlah
20.794 rumah tangga miskin belum terakses BPJS kesehatan, dan hanya 1,6 %
rumah tangga miskin yang telah terakses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 3
3. Pertumbuhan Ekonomi Rendah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo pada tahun 2010 sampai
2015 menunjukkan nilai yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 4,52 mengalami peningkatan pada
tahun 2011 sebesar 5,37 kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 4,70% dan
meningkat pada tahun 2013 sebesar 5,25%. Pada tahun 2014 mengalami
penurunan kembali menjadi 4,16% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi
5,70%. Meskipun ada kecenderungan meningkat pertumbuhan ekonomi tersebut
masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
lain di wilayah Kedu. Beberapa lapangan usaha masih tumbuh di bawah rata-rata
pertumbuhan ekonomi secara umum. Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus
memacu program-program yang bisa meningkatkan investasi, mengintensifkan
perbaikan dan pembangunan infrastruktur, meningkatkan konsumsi masyarakat
akan produk/jasa lokal serta mengolah sumber daya alam secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan teknologi
4. Pendidikan
Angka Partisipasi Sekolah baik tingkat pendidikan dasar maupun menengah
yang belum mencapai 100 %. Pada tahun 2015 Angka Partisipasi Sekolah
penduduk usia 7-12 tahun baru mencapai 95,69. Angka partisipasi sekolah
penduduk usia 13-15 tahun masih mencapai angka 90 dan angka partisipasi
sekolah penduduk usia 16-18 baru mencapai 47,55 yang menunjukkan bahwa
penduduk dengan usia sekolah masih ada yang tidak sekolah dengan berbagai
penyebab. Angka melanjutkan lulusan SD dan SMP ke jenjeng SMP dan juga SMA
Kabupaten Wonosobo masih rendah, sehingga perlu ada penuntasan wajib
belajar 9 tahun dan mengembangkan wajib belajar 12 tahun terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Kurangnya partsisipasi ini berkaitan dengan
belum meratanya akses pendidikan yang berkualitas baik sarana prasarana
maupun layanan pendidikan itu sendiri.
Pemanfatan dana BOS yang belum optimal juga menghambat efektifitas
peningkatan kualitas pendidikan. Hal tersebut berimplikasi pada tantangan
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta pembebasan
biaya pendidikan khususnya pendidikan dasar. Selain itu, mutu, relevansi dan
daya saing pendidikan yang masih relatif rendah akan menghambat
pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing dan komptensi
tinggi. Disamping itu, lokasi sarana pendidikan yang memiliki kualitas baik
sebagian besar berada di ibukota kabupaten atau kecamatan, sehingga
masyarakat pinggiran tidak mampu mengakses pendidikan dengan kualitas baik.
Kualitas layanan ini terkait dengan ketersediaan sarana prasarana penunjang
belajar maupun kesenjangan ketersediaan guru berkompetensi juga masih
menjadi masalah.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 4
5. Kesehatan
Pembangunan urusan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif. Dari segi pelayanan, permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah
belum meratanya akses dan kualitas layanan kesehatan di tingkat dasar. Sampai
dengan tahun 2015 jumlah Puskesmas yang memiliki lima tenaga kesehatan
hanya ada empat Puskesmas, bahkan dokter dan dokter spesialis di Kabupaten
Wonosobo belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk di
Kabupaten Wonosobo.
Selain permasalahan layanan kesehatan, angka kematian ibu dan bayi juga
masih dijumpai dalam perjalanan pembangunan yang telah dilaksanakan dalam
kurun lima tahun ini. Angka kematian ibu yang terjadi pada tahun 2015 sebesar
84,33 banyak disebabkan karena penyakit bawaan yang diderita ibu hamil serta
kasus pre eklamsia. Sedangkan kematian bayi sebesar 7,5 disebabkan karena
berat badan bayi lahir yang rendah. Rendahnya berat badan bayi ini terkait
dengan status gizi ibu hamil yang rendah yang disebabkan karena kesadaran diri
yang kurang untuk memeriksakan kandungan dan rendahnya PHBS.
Penderita HIV setiap tahun terus mengalami peningkatan yang pada tahun
2015 ini temuan kasus HIV/AIDS sudah mencapai 288 kasus.
Kesehatan sebagai salah satu hak dasar merupakan investasi berharga bagi
seseorang dan sebuah bangsa untuk pembangunan. Pemerintah berkewajiban
untuk menjamin warga negaranya mendapatkan akses yang sama dalam
pelayanan kesehatan dengan salah satu upayanya melalui sistem jaminan
kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin. Sampai dengan tahun 2015 jumlah
peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) baik yang didanai dari APBN, APBD I
maupun APBD II sejumlah 378.802 jiwa. Sedangkan jumlah kepesertaan jaminan
kesehatan baik PBI maupun Non PBI sejumlah 463.110 atau 59,83 % dari jumlah
penduduk Wonosobo.
Semenjak diberlakukannya program JKN yang dikelola BPJS oleh
pemerintah, maka peran kuratif dari Puskesmas semakin besar dan terasa.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan pelayanan
kesehatan bagi peserta JKN yang artinya Puskesmas terdistribusi lebih besar
dibandingkan dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi. Hal ini menjadikan peran
puskesmas sangat krusial yaitu sebagai kontak pertama kepada masyarakat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dasar. Dengan peran yang lebih besar ini tentu
jumlah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas akan lebih besar, mau tidak
mau tentu puskesmas harus berbenah diri mulai dari kualitas pelayanan, kualitas
SDM, kualitas sarana dan prasarana.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 5
6. Infrastruktur dan Penataan ruang
Pembangunan infrastruktur mempunyai peran vital dalam mewujudkan
pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman,
pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan
infrastruktur adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting
dalam mendukung ekonomi, sosial-budaya dan kesatuan dan persatuan yang
mengikat dan menghubungkan antar daerah. Pembangunan infrastruktur tidak
dapat terlepas dari pengaruh penyebaran penduduk serta luas wilayah dan
kondisi geografis kawasan. Ruang wilayah yang tetap dan terbatas, sementara
kebutuhan ruang yang meningkat menjadikan alih fungsi pemanfaatan ruang
dalam pembangunan menjadi tidak terkendali. Hal itu dapat berdampak pada
terjadinya bencana ekologis karena alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan
budidaya ataupun kerawanan pangan karena banyak lahan pertanian yang
beralih fungsi.
Beberapa permasalahan terkait dengan infrastruktur dan penatan ruang
antara lain berupa dokumen rencara tata ruang yang merupakan acuan dalam
perencanaan belum dimanfaatkan secara optimal termasuk penegakan peraturan
di bidang tata ruang. Akibatnya penggunaan lahan masih belum sesuai tata
ruang wilayah. Sebagai contoh adalah penggunaan lahan di kawasan Dieng yang
sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian, meskipun seharusnya merupakan
kawasan konservasi.
Bidang transportasi sebagai pendukung perkembangan kota dan wilayah
berfungsi sebagai sarana penghubung maupun titik simpul distribusi. Dalam
perkembangannya, sistem transportasi wilayah yang memperhitungkan
keterkaitan dan keterpaduan antar moda dan antar wilayah belum tertata dengan
baik, belum tersebar secara merata sehingga pelayanan transportasi yang aman,
nyaman, efisien dan terpadu yang mendukung mobilitas penduduk dan barang
belum optimal. Kondisi jaringan jalan sebagai prasarana transportasi mengalami
kerusakan sedang dan berat yang tersebar hampir seluruh wilayah. Data tahun
2015 hanya 56% jalan yang kondisinya baik. Sementara itu, kondisi baik dan
sedang sesuai standar pelayanan minimal telah mencapai 63,17%. Selain itu,
kondisi jaringan pedestrian juga kurang memadai serta tempat parkir yang belum
tersedia secara layak.
Salah satu indikator dalam SPM bidang perumahan adalah tersedianya
lingkungan permukiman yang sehat dan aman yang didukung oleh prasarana,
sarana dan utilitas umum (PSU) yang memadai dimana PSU yang cukup penting
adalah ketersediaan sanitasi dasar yang layak bagi kesehatan. Sampai tahun 2015,
jumlah rumah tangga bersanitasi masih kecil. Tahun 2015 hanya mencapai
45,95%, sementara yang mengakses sanitasi layak baru 21,01%. Permasalahan
persampahan juga masih menjadi masalah terkait dengan rendahnya cakupan
penanganan volume sampah yang hanya 0,6% pada tahun 2015.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 6
7. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Persoalan mendasar bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
adalah kurangnya pemenuhan pelayanan sosial dasar seperti kesehatan,
pendidikan, sandang, pangan, papan serta belum terintegrasinya perlindungan
dan jaminan sosial. Integrasi ini juga menyangkut basis data PMKS yang terpadu
dan update untuk memperbaiki penetapan sasaran dan ketepatan penanganan.
Pada tahun 2015 Persentase PMKS yang mendapatkan bantuan sosial
untuk memenuhi kebutuhan dasar baru mencapai 42,84%. Hal ini berarti ada
57,16% Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tidak
mendapatkan bantuan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penanganan
masalah kesejahteraan sosial telah mendorong bergesernya paradigma
pembangunan kesejahteraan sosial dengan lebih mengedepankan peran aktif
masyarakat baik secara perorangan maupun berkelompok melalui
pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan
gotong royong yang dirumuskan sebagai modal sosial dalam membangun
ketahanan sosial masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan bangsa.
Kebutuhan pengembangan potensi yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, seperti kesetiakawanan sosial, kegotong royongan, keswadayaan
masyarakatdan kelembagaan-kelembagaan sosial/organisasi sosial, perlu
diperkuat dan difasilitasi oleh pemerintah agar ketahanan sosial masyarakat tetap
terpelihara.
8. Ketenagakerjaan
Permasalahan pengangguran merupakan salah satu masalah
pembangunan yang selalu ada baik tingkat daerah maupun nasional. Meskipun
tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Wonosobo tergolong rendah yaitu
5,34, namun tetap menjadi perhatian bagi pemerintah daerah mengingat
pengangguran akan berkorelasi dengan tingkat kemiskinan. Selain itu, masalah
ketenagakerjaan di Kabupaten Wonosobo menyangkut pada rendahnya tingkat
pendidikan yang didominasi oleh penduduk dengan latar belakang penddikan
SD. Data Sakernas tahun 2015, dari 428.556 angkatan kerja di Kabupaten
Wonosobo ada 299.806 atau 69 % angkatan kerja berlatar belakang pendidikan
SD yang artinya dengan rendahnya pendidikan ini maka peluang dan kapasitas
tenaga kerja sangat rendah.
9. Gender dan Perlindungan Anak
Permasalahan dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak
yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam
pembangunan di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi
terhadap perempuan dan anak. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini
mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap
layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi dan keterlibatan
dalam kegiatan publik yang lebih luas. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak juga menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani menyangkut
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 7
perlindungan hukum terhadap korban kekerasan, upaya preventif dan rehabilitasi
korban. Dalam kurun waktu 2010 – 2015 jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan mencapai 878 kasus sedangkan kasus kekerasan terhadap anak
mencapai 480 kasus. Permasalahan lainnya mencakup kesenjangan partisipasi
politik kaum perempuan yang sampai pada tahun 2015 partisipasi perempuan
dalam parlemen di Kabupaten Wonosobo hanya 4,4,% bersumber dari
ketimpangan struktur sosio kultural masyarakat.
10. Ketahanan Pangan
Pangan merupakan salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan
pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan pangan di daerah,
memastikan kemampuan akses fisik dan ekonomi dari masyarakat terhadap
sumber pangan secara sosial dan demografis sepanjang waktu dan di mana saja.
Ketiga, memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi masyarakat itu sudah
memenuhi standar gizi dan kesehatan. Permasalahan pembangunan yang terkait
dengan ketahanan pangan adalah sebagai berikut: (a) belum optimalnya
pemantauan distribusi, harga dan akses pangan masyarakat; (b) ketergantungan
bahan pangan dari luar daerah yang masih besar; (c) keamanan dan
keanekaragaman konsumsi pangan melalui pengembangan pangan lokal masih
kurang; (d) masih rendahnya konsumsi pangan berbasis lokal yang sehat dan
aman bagi anak-anak sekolah serta rendahnya konsumsi protein hewani; (e)
sering terjadi fluktuasi harga dari berbagai komoditas.
11. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Koperasi dan UMKM
adalah sebagai berikut: (a) jumlah koperasi aktif masih belum maksimal hanya
61% koperasi yang masih aktif, kurangnya SDM koperasi sesuai dengan standar
keahlian teknis; (b) masih rendahnya aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) dalam sistem produksi Usaha Kecil Menengah (UMKM) sehingga kurang
mendukung daya saingnya; (c) belum tersedianya kebijakan yang mendukung
bagi perkembangan dan keberlanjutan UMKM; (e) masih kurangnya kualitas SDM
dan daya saing pemasaran (promosi) produk UMKM, baik pada bidang sandang,
pangan, kerajinan, dan jasa; (f) masih rendahnya ketersediaan dan aksesibilitas
UMKM terhadap permodalan lembaga keuangan/pembiayaan mikro; (g) belum
optimalnya kemitraan usaha antara koperasi dan UMKM dengan pelaku usaha
lainnya; (h) rendahnya daya saing koperasi dan UMKM dalam mengakses pasar;
(i) masih kurangnya kemampuan koperasi dan UMKM dalam penguasaan
teknologi informasi.
12. Investasi /Penanaman Modal
Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Penanaman Modal
adalah sebagai berikut: (a) belum adanya regulasi untuk menghadapi kebebasan
arus investasi dalam rangka menghadapi MEA; (b) pencapaian investasi masih
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 8
belum optimal; (c) keterbatasan dan kekurangan SDM yang kompeten mengelola
investasi daerah menghadapi MEA; (d) ketersediaan fasilitas dan infrastruktur
daerah untuk penunjang peningkatan daya tarik investasi dan mendukung
operasional investasi di daerah masih terbatas; (f) sistem keamanan termasuk
premanisme yang menjamin investor yang masih bermasalah; (g) belum adanya
informasi kebutuhan investasi; dan (h) mekanisme monev perijinan belum
optimal.
13. Pariwisata
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan
Provinsi Jawa Tengah bahkan nasional. Kawasan Dieng termasuk kawasan
strategis pariwisata nasional meskipun kawasan pariwisata Dieng diampu 2 (dua)
kabupaten. Perkembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo ditopang oleh
kondisi geografis dan budaya seperti wisata alam, sejarah, budaya, heritage,
kuliner dan lainnya. Kabupaten Wonosobo saat ini didominasi oleh kegiatan
wisata alam, khususnya wisata Dieng. Meskipun kontribusi PDRB mengalami
peningkatan dan jumlah wisatawan nusantara meningkat, wisatawan manca
negara justru menurun signifikan setelah meningkat pada tahun 2012. Tahun
berikutnya justru menurun drastis, dari 19.089 menjadi 7.294 pada tahun 2014
atau mengalami penurunan 63%. Hal ini harus menjadi perhatian bagi
pemerintah. Selain penurunan jumlah wisatawan manca negara, permasalahan
dalam pembangunan pariwisata adalah perawatan objek wisata karena sebagian
wisata di Wonosobo merupakan objek wisata alam. Oleh karena itu
pengelolaanya harus bersifat holistik dengan mempertimbangkan kelestarian
alam melalui intervensi fisik dan juga mempertimbangkan sosial masyarakat.
Salah satu obyek wisata yang perlu diperhatikan adalah Telaga Warna yang saat
ini hanya memiliki warna hijau akibat matinya alga merah dan biru dampak
peptisida dari pertanian warga.
14. Belum Optimalnya Produksi dan Produktivitas Daerah
Sebagai daerah yang berbasis pertanian, Kabupaten Wonosobo mempunyai
kemampuan produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan
masyarakatnya. Sektor pertanian selama tahun 2011 hingga 2015 menempati
posisi tertinggi dalam memberikan kontribusi kepada PDRB dengan rata-rata
34,2%. Meskipun sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi
perekonomian di Kabupaten Wonosobo, setiap tahunnya kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan rata rata 0,38%. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian menjadi permukiman akibat
dampak dari peningkatan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan ruang untuk
permukiman semakin berkurang atau dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah petani yang beralih ke sektor lain yang lebih menguntungkan seperti
sektor bangunan dan jasa. Produk pertanian kurang bersaing di pasar nasional
dan internasional. Selain berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 9
Permasalahan lain yang mempengaruhi turunnya produktivitas pertanian adalah
infrastruktur yang diperlukan untuk peningkatan produksi pertanian khususnya
produksi beras. Jaringan irigasi diperlukan untuk pengaturan air, mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Rasio
jaringan irigasi pada tahun 2013 dalam keadaan baik sebesar 70,80%, sedangkan
pada tahun 2015, kondisi jaringan irigasi dalam keadaan baik sebanyak 70,49%.
Dalam sektor industri, meskipun pertumbuhan industri meningkat dalam
kurun waktu lima tahun, namun kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan
0,07% pada tahun 2015 karena beberapa faktor. Lemahnya struktur industri dan
daya saing industri lokal menyebabkan produk tidak kompetitif, ketersediaan
tenaga kerja yang berkualitas sesuai kebutuhan dunia usaha industri masih
rendah; kurangnya akses permodalan; kurang luasnya jaringan pemasaran serta
kualitas kuantitas kontinuitas hasil industri belum stabil.
Terkait dengan perdagangan dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:
(a) masih banyaknya peredaran barang dan jasa yang belum terstandarisasi dan
ada yang belum aman; (b) masih kurangnya pasar yang memenuhi syarat
kesehatan, kebersihan dan kenyamanan; (c) terbatasnya kemampuan sumber
daya manusia pelaku usaha UMKM; (d) masih rendahnya kualitas sarana dan
prasarana perdagangan; (e) sistem distribusi barang kepokmas belum efektif dan
efisien; (f) masih minimnya ragam komoditas ekspor non migas dengan nilai
tambah yang rendah; (g) masih rendahnya kesadaran pemakaian produk dalam
negeri.
Sektor perdagangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan
ekonomi daerah, terutama dalam mendukung kelancaran penyaluran arus barang
dan jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong pembentukan
harga yang wajar. Dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah
berkewajiban untuk memastikan bahwa peredaran barang yang menjadi
konsumsi masyarakat terjamin kualitas dan keamanannya, terlebih lagi dengan
masuknya pasar global, maka peredaran barang menjadi kurang terkendali dari
segi mutu dan standar kesehatan. Dari segi kuantitas, stok barang yang menjadi
kebutuhan masyarakat juga harus diperhatikan terutama dalam sistem
distribusinya agar tidak terjadi kelangkaan produk yang menyebabkan tingginya
harga barang.
Pasar tradisional sebagai tempat di mana orang berinteraksi dan berbelanja
suatu barang atau jasa baik yang berada di ibu kota kabupaten, kecamatan
maupun desa perlu direvitalisasi agar dapat menciptakan suatu pasar yang
memberikan kenyamanan dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa
sehingga mempermudah masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
Dengan berfungsinya pasar- pasar tradisional yang ada di kecamatan maupun
desa diharapkan dapat mengurangi biaya pemasaran dan harga beli.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 10
15. Energi dan Sumber Daya Mineral
Secara kewenangan, pertambangan sudah tidak menjadi kewenangan
pemerintah daerah, namun merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan
pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah terkait ESDM hanya pada
pemanfaatan energi terbarukan yang dalam hal ini bisa pada pemanfaatan
langsung energi panas bumi. Pemanfaatan langsung pada energi panas bumi
selama ini belum dilakukan secara teknis oleh pemerintah daerah. Permasalahan
pembangunan yang terkait dengan energi dan sumber daya mineral dari
berbagai sumber adalah kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB terus
mengalami penurunan.
16. Reformasi Birokasi dan Tata Kelola Pemerintahan
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang baru yakni
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan krusial tentang
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah
propinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dari sisi hukum, perubahan
tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua aspek yakni perubahan formal dan
perubahan materiil. Dengan pemberlakuan undang- undang baru ini, perubahan
struktur organisasi perangkat daerah pada pemerintahan daerah kabupaten
merupakan hal yang tidak terelakan karena berdampak pada perubahan tugas
dan fungsi organisasi perangkat daerah. Berkaitan dengan semangat reformasi
birokrasi ini, pemerintah Kabupaten Wonosobo dituntut untuk dapat menyusun
struktur organisasi baru yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta mampu
mengurangi tumpang tindih tugas dan fungsi antar organisasi perangkat daerah.
Dalam bidang pelayanan publik, dalam UU No 23 Tahun 2014 ini memberikan
dorongan kepada daerah untuk memaksimalkan peranannya dalam
melaksanakan kewenangan yang berorientasi kepada pelayanan publik yang
pada akhirnya akan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa permasalahan terkait dengan tata kelola dan pelayanan publik
adalah: penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di masing-masing
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) khususnya OPD pelayanan belum
dilaksanakan secara optimal, capaian Standar Pelayanan Minimal pada OPD
pelaksana urusan wajib belum sesuai target yang diharapkan, penempatan
aparatur secara porposional berdasarkan kebutuhan organisasi masih
bermasalah, birokrasi dalam manajemen pembangunan dan pengelolaan
keuangan pemerintah Kabupaten Wonosobo relatif masih rendah, sistem
remunerasi berbasis kinerja yang masih belum terimplementasi dengan baik,
kelurahan dan kecamatan belum berperan optimal dalam pelayanan dan
pelaksanaan pembangunan skala lingkungan atau di tingkat masyarakat,
pelibatan masyarakat dan kelembagaan forum warga dalam perencanaan dan
pengawasan pembangunan belum dimanfaatkan secara optimal, penanganan
tindak lanjut aduan masyarakat sebagai wujud monitoring evaluasi pelayanan
publik berbasis partisipasi masyarakat belum optimal.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 11
B. LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Lingkungan Internal
Pembahasan mengenai lingkungan internal yang akan dikaji dalam
bagian ini, mencakup: (i) posisi geografis dan geo-ekonomi kabupaten
wonosobo, (ii) kondisi demografi, dan (iii) lingkungan sosial budaya. Penjelasan
selengkapnya akan dipaparkan pada bagian berikut.
a. Posisi Geografis dan Geo-Ekonomi
Meskipun memiliki kendala limitasi wilayah, Kabupaten Wonosobo
yang merupakan wilayah jalur transit dan penghubung antar Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) Cilacap dan PKN Semarang. Dilalui jalur penghubung PKN
Cilacap-PKN Semarang dan PKN Yogyakarta serta koridor KSPN Borobudur-
Dieng. Kondisi ini juga menunjukkan adanya letak strategis ekonomi yang
harus ditangkap peluangnya sebagai jalur yang dilalui tersebut.
Posisi geo-ekonomi Kabupaten Wonosobo berada di tengah wilayah
Jawa Tengah, pada jalur utama yang menghubungkan Cilacap -
Banjarnegara - Temanggung - Semarang dari Purwokerto - Yogyakarta
lewat Secang, Magelang. Karena letaknya di persimpangan jalur tersebut,
Kabupaten Wonosobo merupakan jalur ekonomi dan jalur pariwisata di
Jawa Tengah-DIY. Selain itu, karena berada diantara pusat-pusat
pengembangan industri yaitu Wonosobo, Surakarta dan Cilacap, Kabupaten
Wonosobo merupakan hinterland, yang dapat diterjemahkan sebagai
potensi ekonomi yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi geomorfologis Kabupaten Wonosobo berada pada bentang
lahan vulkanis muda, sehingga potensi wisata tinggi dan kondisi tanah yang
subur. Kesuburan tanah menjadikan Kabupaten Wonosobo memiliki
sumber daya alam yang potensial untuk diberdayakan. Kekayaan alam yang
dimiliki oleh Wonosobo menjanjikan harapan besar pada peningkatan
ekonomi daerah hingga berpengaruh pada ekonomi berskala nasional.
Terdapat satu produk unggulan Kabupaten Wonosobo yaitu buah carica,
buah yang hanya tumbuh di tiga tempat di dunia. Produk-produk tersebut
merupakan produk lokal yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Implikasi tantangannya: (1) harus mengembangkan industri kreatif,
sektor jasa dan perdagangan; (2) harus menciptakan iklim yang kondusif
dan ramah investasi; (3) menata Kabupaten Wonosobo yang berorientasi
ekonomi perdagangan yang kompetitif, memberi kenyamanan bagi pelaku
usaha atau investor untuk menambah lama tinggal (length of stay) di
Kabupaten Wonosobo (4) banyak area rawan bencana seperti longsor,
gunung api, gas beracun dan lain sebagainya.
b. Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo cenderung meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 0,50% dengan kemiskinan tertinggi di Jawa
Tengah. Implikasi tantangannya adalah bagaimana pemerintah
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 12
memanfaatkan data kependudukan untuk perencanaan persebaran
penduduk, tata ruang dan tata guna lahan/tanah serta perencanaan dan
penganggaran pembangunan, mengantisipasi dampak pada penurunan
daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dapat beresiko pada
kesehatan lingkungan, persaingan akses fasilitas hidup dan menurunkan
kemiskinan.
c. Lingkungan Sosial Budaya
Tumbuhnya komunitas di Kabupaten Wonosobo menjadi salah kekuatan
modal sosial pembangunan. Berdasarkan data inventarisasi komunitas pada
tahun 2016, tercatat ada 48 komunitas aktif yang berasal dari bidang hobi,
lingkungan, dan sosial telah mewarnai dinamika kehidupan masyarakat
Wonosobo. Inisiasi kegiatan yang dilakukan komunitas dalam rangka
membangun kabupatennya akan menjadi kekuatan baru dalam membantu
sinergi pembangunan dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo.
2. Lingkungan Eksternal
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Tantangan yang dihadapi dari kehadiran Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 bagi pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo adalah: (1)
mengelola penataan organisasi pemerintah daerah yang efisien dan efektif;
(2) mengelola aparatur supaya profesional, kompetitif dan akuntabel; (3)
pengelolaan keuangan daerah yang memprioritaskan pemenuhan
pelayanan dasar secara efisien dan akuntabel; (4) tata kelola pemerintahan
yang kolaboratif dengan multi pemangku kepentingan dan akuntabel.
b. Tantangan Acuan Kebijakan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah
Kebijakan pengurangan subsidi energi BBM dan tarif dasar listrik
dari pemerintah berdampak pada resiko inflasi, kerentanan kelompok
hampir miskin, penentuan standar satuan harga belanja barang dan jasa
serta kenaikan belanja rutin. Efisiensi belanja rutin dan prioritas alokasi
anggaran untuk penyelenggaraan pelayanan wajib dasar menjadi tantangan
perencanaan pagu anggaran tahun 2015-2019.
Kebijakan moratorium PNS menantang pemerintah Kabupaten
Wonosobo untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan pencari
kerja selama 5 tahun di luar formasi PNS.. Kreativitas pemerintah mendidik
wirausaha muda menjadi tantangan berat. Diperlukan program terobosan
pemerintah untuk memfasilitasi angkatan pencari kerja dengan pihak