BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai siswa dengan baik. Selain itu matematika dijadikan sebagai syarat dalam menentukan kelulusan siswa mulai dari SD, SMP, SMA sampai ke Perguruan Tinggi. Oleh karena itu dalam bidang pendidikan, matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan yang sangat penting. Adapun tujuan dari pembelajaran matematika untuk sekolah menengah pertama menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola fikir dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai siswa
dengan baik. Selain itu matematika dijadikan sebagai syarat dalam
menentukan kelulusan siswa mulai dari SD, SMP, SMA sampai ke Perguruan
Tinggi. Oleh karena itu dalam bidang pendidikan, matematika merupakan
salah satu ilmu yang memiliki peranan yang sangat penting.
Adapun tujuan dari pembelajaran matematika untuk sekolah menengah
pertama menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yaitu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola fikir dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, dan diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah diungkapkan
oleh Depdiknas tersebut, terlihat bahwa tujuan akhir dari pembelajaran
matematika tidak hanya berupa nilai yang memenuhi standar, namun juga
proses yang dilakukan menuju nilai yang diperoleh. Salah satu tujuan
pembelajaran matematika yaitu memahami konsep matematika. Pemahaman
konsep sangat penting dalam mempelajari matematika, karena dengan
2
penguasaan konsep matematika akan memudahkan siswa dalam proses
pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika, penekanan pada
pemahaman konsep sangat diperlukan agar siswa memiliki bekal dasar yang
baik untuk mencapai kemampuan dasar matematika yang lain yaitu
pemecahan masalah dan komunikasi. Dengan demikian, pemahaman terhadap
konsep-konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara
bermakna karena materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya
sekedar menghafal namun lebih kepada pemahaman konsep materi
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis di kelas VIII3 dan
VIII4 MTsN Lubuk Buaya Padang pada tanggal 24, 28 dan 29 Oktober 2014
secara umum dapat dilihat pembelajaran sebagian masih berpusat pada guru
dan model pembelajaran yang digunakan masih kurang bervariasi. Dalam
proses pembelajaran masih adanya siswa yang kurang termotivasi untuk
belajar dan siswa cenderung cepat bosan dalam belajar. Pada saat
pembelajaran, ketika guru menerangkan materi siswa sebagian asyik pula
dengn kesibukannya sendiri, misalnya ada yang mengobrol dengan temannya,
ada yang sibuk sendiri mencoret-coret di belakang buku tulisnya, ada pula
yang berpindah-pindah tempat duduk.
Masalah lain yang ditemukan, ketika guru memberikan contoh soal di
depan dan guru meminta siswa untuk menjawab hanya beberapa siswa yang
aktif mau mengerjakan ke depan. Sikap siswa yang kurang aktif ini yang
menyebabkan kurangnya interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Dan
3
pada saat mengerjakan soal latihan yang diberikan guru, siswa merasa
terkendala mengerjakan soal jika guru memberikan bentuk soal yang berbeda
dengan yang telah dicontohkan. Kesulitan yang dialami siswa dalam
memahami konsep-konsep dalam matematika, dapat kita lihat dari hasil
latihan salah satu siswa kelas VIII mengenai persamaan garis lurus. Siswa
mengalami kesulitan dalam mengerjakan salah satu soal.
Jawaban seharusnya :
5 a−b=11
−3 a−b=13
8 a=−2
a=−14
Berdasarkan jawaban siswa tersebut, terlihat bahwa siswa masih
kurang paham dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa tidak memahami
konsep-konsep operasi pada bilangan bulat pada kelas VII, sehingga pada
pada perkalian dalam bentuk aljabar juga mengalami kendala yang sama.
Kurangnya pemahaman siswa pada materi ini akan berdampak pada materi
4
selanjutnya sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa masih rendah.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu guru
matematika yang mengajar di kelas VIII3 dan VIII4 yaitu ibu Eliza Fitri, S.Pd
diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami materi yang telah
diajarkan disebabkan karena siswa bekerja atau menyelesaikan soal
berdasarkan contoh soal yang diberikan oleh guru. Hal itu terlihat ketika
siswa dihadapkan pada soal yang berbeda atau soal yang diberikan bervariasi
dan masih dalam konsep yang sama, membuat siswa kesulitan dalam
menyelesaikan soal tersebut. Selain itu guru tersebut juga mengemukakan
bahwa dalam proses pembelajaran siswa cenderung bekerja sendiri, banyak
siswa yang tidak bisa menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada
siswa yang lain maupun guru. Hal ini mengakibatkan kurang adanya
komunikasi baik antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa dalam
proses pembelajaran. Ketidakpahaman siswa dalam memahami materi dengan
baik dan kurangnya interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa dan
siswa dengan guru inilah yang mengakibatkan hasil belajar siswa masih ada
yang rendah.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa dapat dilihat dari
persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada ujian mid semester ganjil tahun
pelajaran 2014/2015 untuk mata pelajaran matematika di kelas VIII MTsN
Lubuk Buaya, dengan KKM 80 terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1: Persentase Ketuntasan Matematika pada Ujian Semester Ganjil Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang Tahun Ajaran 2014/2015
Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih
tergolong rendah, hasil ujian siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan MTsN Lubuk Buaya Padang yaitu 80.
Menyikapi permasalahan ini, maka perlu diterapkan pembelajaran
yang melibatkan siswa berperan aktif sehingga siswa mampu untuk
menemukan sendiri konsep dan mampu memecahkan masalah yang terkait
dengan materi matematika dengan baik yang dapat meningkatkan hasil
belajar.
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa berperan aktif
dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share oleh Spencer Kangan
pada tahun 1933. Think Pair Square memberikan kesempatan kepada siswa
mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian bagi mereka
untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah. Jika sepasang siswa
tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka sepasang siswa yang
lain dapat menjelaskan cara menjawabnya. Akhirnya, jika permasalahan yang
diajukan tidak memiliki suatu jawaban benar, maka dua pasang dapat
6
mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih
menyeluruh.
Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think Pair Square
merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban
mereka masing-masing (Think), kemudian memasangkan dengan seorang
teman untuk mendiskusikannya (Pair). Akhirnya meminta siswa bergabung
dengan kelompok lain dan mendiskusikan pemecahan yang tepat (Square).
Inilah yang merupakan letak perbedaan Think Pair Square dengan
pendekatan Think Pair Share yaitu proses pengelompokannya pada Think
Pair Share adalah proses pengelompokannya terjadi satu kali sedangkan
pada Think Pair Square proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu
adanya penggabungan dua kelompok menjadi satu kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Square Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat
diidentifikasi beberapa masalah:
1. Siswa kesulitan memahami materi dan konsep-konsep yang diajarkan
guru.
7
2. Keinginan siswa untuk mendiskusikan soal dengan temannya masih
kurang.
3. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru.
4. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, supaya lebih
terarah dan tercapai hasil penelitian yang diharapkan, maka penulis membatasi
masalah yaitu pada pemahaman konsep matematis siswa dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Siswa Kelas VIII
MTsN Lubuk Buaya Padang.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan pemahaman konsep matematis siswa
selama diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square pada pembelajaran
matematika lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
8
1. Perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII MTsN
Lubuk Buaya Padang selama diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Square.
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square lebih baik dari
hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran biasa di kelas VIII
MTsN Lubuk Buaya Padang.
F. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Siswa
a. Agar siswa aktif dan bekerja sama dengan pasangan dan kelompoknya
untuk menemukan konsep matematika dan menyelesaikan masalah
matematika.
b. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dan
materi matematika.
2. Bagi Guru
Sebagai masukan bagi guru dalam merencanakan dan mengembangkan
model pembelajaran untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar.
3. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan atau sumbangan positif terhadap kemajuan
sekolah guna meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran di sekolah.
4. Bagi Penulis
Pengetahuan dan bekal bagi peneliti dalam membina dan mengajar siswa
pada pelajaran matematika nantinya.
9
BAB IIKERANGKA TEORITIS
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru
dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, karena keduanya
mempunyai hubungan timbal balik. Pembelajaran meliputi dua
kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Belajar mengacu pada kegiatan
siswa sedangkan mengajar mengacu pada kegiatan guru.
Belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun
makna atau pemahaman terhadap suatu objek atau peristiwa. Kegiatan
aktif seperti ini dapat menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.
Setiap individu, bila melaksanakan kegiatan belajar mengajar akan
mengalami perubahan tingkah laku yang positif. Untuk mencapai
tujuan tersebut tidak lepas dari tugas merancang pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur dan
saling mempengaruhi. Menurut Mulyardi (2002: 3) “Pembelajaran
merupakan suatu upaya untuk membangkitkan inisiatif dan peran serta
siswa dalam belajar”.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya
memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik
yang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik maupun sosial. Pembelajaran matematika yang bisa membuat
10
10
siswa aktif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga
siswa mengalami sendiri yang dipelajari. Hal ini akan membuat proses
pembelajaran lebih bermakna. Karena belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Jadi
belajar akan lebih bermakna jika siswa diajak langsung untuk terlibat
dalam proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil
siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan
sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Johnson
dalam Huda (2012: 31) “Pembelajaran kooperatif berarti bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama”.
Tidaklah cukup menunjukkan sebuah pembelajaran
kooperatif jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-
kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-
sendiri. Bukanlah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk
bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan
salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan
kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran
teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
11
Menurut Suherman (2003: 260) mengemukakan bahwa ada
beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif
agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal-hal
tersebut meliputi:
1) Para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
2) Para siswa yang bergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
3) Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang bergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang mencakup suatu kelompok
kecil siswa yang bekerja sama sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan suatu masalah atau tugas.
Kebanyakan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
12
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:
Tabel 2.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1:Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2:Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3:Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok bekerja dan belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5:Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:Mamberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
b. Pengelompokkan Dalam Pembelajaran Kooperatif
Pengelompokkan siswa dalam pembelajaran kooperatif
merupakan pengelompokkan heterogen, siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang dapat dibentuk atas 3 sampai 5
orang siswa dan mereka harus bertanggung jawab atas
kelompoknya. Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan
13
kelompok, maka guru yang membentuk kelompok-kelompok
tersebut.
Lie (2012: 41) mengemukakan bahwa kelompok
heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan
keanekaragaman gender, latar belakang agama sosial-ekonomi dan
etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal ini kemampuan
akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang
berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan berkemampuan
sedang, dan satu lainnya berkemampuan akademis kurang.
Langkah-langkah dalam pengelompokkan berdasarkan
kemampuan akademis menurut Lie (2010: 42) yaitu:
14
Tabel 2.2 : Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Akademik
Dalam penelitian ini penulis akan membentuk kelompok secara
heterogen berdasarkan nilai ujian akhir semester terakhir siswa dan
fakta yang diungkapkan oleh guru bidang studi matematika tentang
kemampuan siswa tersebut.
Langkah IMengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademis
1. Ani2. David3. 4. David 5.6.7. Yusuf Basuki8. Slamet9. 10.11.Yusuf12.Citra13.Rini14.Basuki15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.Slamet25.Dian
Kel.1 Kel. 2
15
3. Model Pembelajaran Think Pair Square
Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square merupakan
model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share oleh Spencer Kangan
pada tahun 1933. Think Pair Square memberikan kesempatan kepada
siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian
bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah.
Jika sepasang siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut,
maka sepasang siswa yang lain dapat menjelaskan cara menjawabnya.
Akhirnya, jika permasalahan yang diajukan tidak memiliki suatu
jawaban benar, maka dua pasang dapat mengkombinasikan hasil
mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih menyeluruh.
Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think Pair
Square merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan
jawaban mereka masing-masing (Think), kemudian memasangkan
dengan seorang teman untuk mendiskusikannya (Pair). Akhirnya
meminta siswa bergabung dengan kelompok lain dan mendiskusikan
pemecahan yang tepat (Square). Inilah yang merupakan letak
perbedaan Think Pair Square dengan pendekatan Think Pair Share
yaitu proses pengelompokannya pada Think Pair Share adalah proses
pengelompokannya terjadi satu kali sedangkan pada Think Pair Square
proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu adanya penggabungan
dua kelompok menjadi satu kelompok.
16
Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square yang dikemukakan oleh Anita Lie (2010: 58) yaitu:
1. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan
memberikan tugas kepada semua kelompok.
2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri.
3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok
dan berdiskusi dengan pasangannya.
4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat.
Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasl
kerjanya kepada kelompok berempat.
Adapun dalam tahap pelaksanaannya di dalam kelas, langkah-
langkah dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1Pendahuluan
- Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
- Guru membagi kelompok yang terdiri dari empat orang.
- Guru menentukan pasangan diskusi siswa.- Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai
siswa.
Tahap 2Think
- Guru menggali pengetahuan awal siswa.- Guru menjelaskan pokok-pokok materi.- Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS)- Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.
Tahap 3Pair
- Siswa berdiskusi dengan pasangan mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.
Tahap 4Square
- Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang
17
sama.Tahap 5
Diskusi Kelas- Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk
mempresentasikan jawaban LKS.Tahap 6
Penghargaan- Siswa dinilai secara individu dan kelompok.
4. Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep terdiri dari 2 kata, yaitu pemahaman dan
konsep. Suherman (2003: 33) menyatakan bahwa konsep adalah ide
abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke
dalam contoh dan bukan contoh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, konsep adalah idea atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu
ide atau penyimpulan sesuatu yang didasarkan pada peristiwa,
pengalaman atau ciri-ciri yang sama terhadap sesuatu sehingga
memungkinkan untuk dapat mengelompokkannya ke dalam contoh
maupun bukan contoh. Jerome Bruner (Suherman, 2003: 43)
menyatakan dalam teorinya belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pembelajarannya diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-
struktur.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dalam
mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep
matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan
mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut didunia nyata.
Konsep-konsep dalam matematika terorganisasi secara sistematis,
18
logis, dan hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling
kompleks.
Pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam
pembelajaran matematika. Apabila pemahaman yang dimiliki siswa
tinggi, maka siswa dapat menemukan dan menjelaskan suatu konsep
dengan konsep lainnya yang didasarkan pada pengetahuan-
pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian siswa dapat
lebih mudah dalam menyelesaikan permsalahan dalam pembelajaran
matematika yang dipelajari. Sementara Mulyasa (2003: 78)
menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif
yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan pengertian pemahaman
diatas, penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang
sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang
diperolehnya.
Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa
penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar
mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi
mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah
dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu
mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan
penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari
matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan
19
pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik
untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran,
komunikasi, koneksi dan emecahan masalah. Sebagaimana yang
dikemukakan Ruseffendi (2006: 156) bahwa terdapat banyak peserta
didik yng setelah belajar matematika, tidak mampu memahami bahkan
pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak konsep yang
dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu
yang sukar, ruwet, dan sulit.
Menurut Gagne dalam Suherman (2003: 3) terdapat dua objek
yang diperoleh siswa, yaitu objek langsng dan objek tidak langsung.
Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki dan memecahkan
masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan
tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa
fakta, ketrampilan, konsep dan prinsip seperti uraian berikut:
1) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjiandalam matematika seperti simbol-simbol matematika, kaitan simbol “3” dengan kata”tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta:”+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri
2) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahanpecahan dan perkalian pecahan.
3) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan konsep dalam matematika.
4) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
20
Pada Peraturan dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004
tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa
indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep,b. Mengklasifikasi objek menurut tertentu sesuai dengan
konsepnya,c. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis,e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu
konsep,f. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau
operasi tertentu,g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan
masalah.
Pada penelitian ini, pemahaman konsep dapat diukur dengan
penskoran yaitu rubrik. Dan rubrik yang digunakan adalah rubrik
analitik. Menurut Iryanti (2004: 13) menyatakan bahwa rubrik analitik
adalah suatu pedoman yang digunakan untuk menilai berdasarkan yang
telah ditentukan. Dengan menggunakan rubruk ini dapat dianalisa
kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang
mana.
Salah satu contoh penyebutan yang digunakan adalah tingkat
1(tidak memuaskan), tingkat 2(cukup memuaskan), tingkat
3(memuaskan dengan sedikit kekurangan), tingkat 4(superior) atau
dengan tingkat0, tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3 (masing-masing dengan
sebutan yang sama). Berdasarkan uraian di atas maka rubrik yang
digunakan adalah pada tabel.
21
Tabel 2.3: Rubrik Skor Penilaian Tes Pemahaman Konsep
IndikatorSkala
0 1 2 3Menyatakan ulang sebuah konsep
Tidak ada jawaban sama sekali atau tidak tepat dalam menyatakan suatu konsep
Kurang benar dalam menyatakan suatu konsep atau kesalahannya lebih dari setengah
Benar dengan sedikit kesalahan dalam menyatakan ulang sebuah konsep atau kesalahannya kurang dari setengah
Benar dalam menyatakan suatu konsep
Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
Tidak ada jawaban sama sekali atau tidak tepat dalam mengklasifikasikannya
Klasifiksai yang tepat kurang dari setengah
Klasifiksai yang tepat lebih dari setengah
Tepat dan lengkap dalam mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu
Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
Tidak dapat memberikan contoh dan bukan contoh/tidak ada jawaban sama sekali atau tidak benar
Kurang benar dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
Benar dengan sedikit kesalahan dalam memberikan contoh dn bukan contoh dari suatu konsep
Benar dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
Mengaplikasikan konsep atau algoritma penyelesaian masalah
Tidak dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma pada penyelesaian masalah
Kurang benar dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan
Benar dengan sedikit kesalahan dalam mengaplikasikan konsep atau
Benar dalam mengaplikasikan konsep algoritma ke pemecahan masalah
22
masalah atau kesalahannya lebih dari setengah
algoritma pemecahan masalah atau kesalahannya kurang dari setengah
Sumber: penilaian unjuk kerja Iryanti(2004:13)
5. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Menurut Belawati, dkk dalam Prastowo (2011: 20) “Lembar
Kerja Siswa yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa,
sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar
tersebut secara mandiri”. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan
materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu,
juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami
materi yang diberikan. Dan pada saat bersamaan, peserta didik diberi
materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa LKS
merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran kertas
yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan
tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang
mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai.
Menurut Prastowo(2011: 205-206) fungsi LKS adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.
2. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.
23
3. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.4. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Menurut Prastowo (2011: 214) mengemukakan bahwa langkah-
langkah yang dilakukan dalam penulisan LKS adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan kompetensi dasar.2. Menentukan alat penilaian. Penilaian kita lakukan terhadap proses
kerja dan hasil kerja peserta didik.3. Menyusun materi.4. Memperhatikan struktur LKS. Struktur LKS terdiri atas enam
komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian.
6. Kuis
Kuis adalah suatu tes singkat yang dilaksanakan di awal atau di
akhir pembelajaran, kuis terdiri dari beberapa pertanyaan sederhana
yang berkenaan dengan materi yang dipelajari. Menurut Haryati (2013:
83) bahwa:
Kuis adalah pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik, dimana pertanyaan itu hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dari materi yang telah diajarkan sebelumnya dan bentuknya berupa isian singkat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi (kompetensi) peserta didik. Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang dari 15 menit. Kuis ini biasanya dilakukan di awal pembelajaran.Berdasarkan kutipan di atas, kuis dalam penelitian ini bertujuan
untuk melihat apakah siswa paham terhadap konsep yang telah
diberikan disetiap pertemuan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Kuis yang diberikan
dalam penelitian ini adalah berupa soal essay yang dijawab siswa
secara individu di akhir proses pembelajaran. Pemberian kuis dalam
proses pembelajaran matematika setelah materi disampaikan memiliki
24
fungsi yang cukup penting. Diantaranya guru dapat melihat sejauh
mana siswa paham dan mengerti akan materi pelajaran matematika
yang telah diberikan.
Secara umum siswa cenderung menginginkan nilai yang bags
sewaktu kuis. Sehingga apabila diberikan kuis diharapkan siswa akan
termotivasi untuk belajar dan memperhatikan pembelajaran dengan
baik. Soal kuis yang diberikan masih berkaitan dengan soal-soal pada
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square.
7. Pembelajaran Biasa
Pembelajaran biasa dalam penelitian ini adalah pembelajaran
yang biasa dilakukan selama ini dengan ciri-ciri pembelajaran biasa
menurut Depdiknas (dalam Suhendra 2010:18) sebagai berikut:
a. Siswa menerima informasi secara pasif.b. Siswa belajar secara individual yang dilaksanakan
berpasangan.c. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman
siswa.d. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.e. Hasil pembelajaran hanya diukur dengan tes.
Dari pendapat di atas terlihat bahwa pembelajaran biasa guru
terlalu banyak berperan, siswa pada umumnya pasif. Siswa hanya
menerima materi yang dijelaskan guru bahkan siswa sering menghafal
rumus-rumus matematika kemudian dilatih untuk menerapkan dalam soal
hitungan. Hal ini membuat siswa merasa bahwa matematika hanya
bersifat hitungan saja tanpa tahu kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
disekitar mereka.
25
Dalam proses pembelajaran biasa, guru menggunakan metode
pembelajaran yang sesuai kurikulum dengan memberikan penjelasan
materi terlebih dahulu, lalu diberikan latihan soal yang dikerjakan di
depan kelas serta pemberian tugas diakhir pembelajaran. Pada proses
pembelajaran ini hanya sebagian siswa yang dapat memahami materi
yang disampaikan guru dan juga tidak dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi tersebut.Pembelajaran yang dilaksanakan dikelas
merupakan hasil perencanaan guru yang disesuaikan dengan kurikulum
yang berlaku, guru bisa menerapkan metode pembelajaran yang dapat
meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar serta cara berfikir siswa.
Kurikulum yang berlaku sekarang adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini dilengkapi dengan buku
petunjuk pelaksaan kurikulum yang tujuannya untuk membantu para
pelaksana pendidikan dalam memahami cara merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang berpengaruh
dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik
(2012:17) bahwa:
Kurikulum adalah satuan program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program ini para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Dalam KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan
berbagai metode pembelajaran, metode ceramah perlu dikurangi dan
26
metode-metode lain seperti diskusi, pengamatan, tanya jawab perlu
dikembangkan.
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Cherly Mardelfi (2013) dalam skripsinya yang
berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Square
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas VIII SMP Pertiwi 1 Padang”. Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti
yaitu bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas
VIII SMP Pertiwi yang menggunakan model pembelajaran cooperative
learning Tipe Think Pair Square lebih meningkat dibandingkan dengan
siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu,
pada penelitian ini penulis akan meneliti tentang pemahaman konsep
matematis siswa dan hasil belajar siswa.
C. Kerangka Konseptual
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa
diantaranya pemahaman konsep matematis siswa yang masih rendah dan
penggunaan model pembelajaran yang didominasi oleh guru. Ini
menyebabkan siswa tidak aktif dalam belajar, sehingga berdampak pada
hasil belajar. Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa
dan hasil belajar siswa, guru harus dapat menciptakan suatu kondisi
27
belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Salah satu cara yang
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
disertai permainan.
Model pembelajaran kooperatif ini merupakan pembelajaran yang
menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Jika tujuan tersebut telah tercapai dengan baik dan pemahaman terhadap
materi semakin bertambah maka hasil belajar akan meningkat.
Model pembelajaran Think Pair Square ini memberi siswa
kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.
Keunggulan dari dari model ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Dengan model klasikal yang yang memungkinkan hanya satu siswa maju
dan membagikan hasil diskusinya untuk seluruh kelas, model Think Pair
Square ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak
kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka
kepada orang lain.
D. Pertanyaan dan Hipotesis Penelitian
1. Pertanyaan
Bagaimana perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII
MTsN Lubuk Buaya Padang selama proses pembelajaran yang
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square?
2. Hipotesis
28
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis siswa
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
lebih baik dari pada tingkat pemahaman konsep matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa pada siswa kelas VIII MTsN Lubuk
Buaya Padang.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIANA. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti maka penelitian ini
adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2010: 9) “Eksperimen
adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor
yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau
mengurangi faktor-faktor lain”. Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelas
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran biasa.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto (2010: 173) “Populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian”. Sesuai dengan judul dalam penelitian ini, maka yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2014/2015. Lebih jelasnya
distribusi populasi dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1: Jumlah Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2013/2014
Menurut Arikunto (2010: 174) ”Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti.” Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai
contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Dengan istilah lain sampel harus representatif. Artinya segala
karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang dipilih.
Mengingat jumlah populasi yang sangat besar dan terbatasnya
kemampuan penulis dari segi tenaga, waktu dan dana maka penelitian
dilakukan terhadap sampel yang mewakili populasi. Agar terpusatnya
penelitian ini dalam mencapai tujuannya, maka diambil dua kelas dari
populasi yang ada dengan cara random sampling.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan nilai ujian mid semester ganjil matematika siswa
kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran
2013/2014.
b. Mengelompokkan nilai setiap kelas menjadi dua, yaitu kelompok
di bawah dan di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
c. Melakukan uji homogenitas antar kelompok dalam populasi.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika
pada setiap kelas adalah sama.
31
H1 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika
pada setiap kelas ada yang berbeda dari yang lain.
Untuk menguji hipotesis ini, digunakan tes X2 untuk k sampel
independen. Langkah-langkah dalam penggunaan tes X2 untuk k
sampel independen adalah sebagai berikut:
1) Susunlah frekuensi-frekuensi observasi dalam suatu tabel
kontigensi k x r dengan menggunakan k kolom untuk
kelompok-kelompoknya dan r baris kondisi-kondisi yang
berlainan. Seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2 : Jumlah Siswa Setiap Kelas Menurut Pencapaian KKM
NilaiKelas
∑VIII1 VIII2 …. VIII5
≥ KKM O11 O12 …. O15 n1.
¿ KKM O21 O22 …. O25 n2.
∑ n.1 n.2 …. n.5 N
Dengan: Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j.
2) Tentukan frekuensi yang diharapkan Eij dengan rumus :
Eij=(ni . xn . j)
N
Dengan : ni .=¿ Jumlah baris ke-i n. j=¿ Jumlah kolom ke-j
N=n.1+n.2+…+n.5=n1.+n2.
Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah H0
untuk dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j
32
3) Hitung X2 dengan rumus :
X2=∑i=1
r
∑j=1
k (Oij−Eij )2
Eij
4) Tentukan signifikansi harga observasi X2 dengan memakai
tabel X2 sebagai acuan. Jika harga peluang ( p) yang diberikan
untuk harga observasi X2 untuk harga db=(r−1 )(k−1),
dengan r (baris) dan k (kolom) sama atau lebih kecil dari α ,
maka tolak H0 dan terima H1.
d. Menentukan Sampel
Kelas sampel diambil sebanyak dua kelas yaitu satu kelas untuk
kelas eksperimen dan satu kelas untuk kelas kontrol. Jika populasi
homogen, maka kedua kelas ditarik secara random dari populasi
yang ada.
C. Variabel dan Data
1. Variabel
Menurut Arikunto (2010: 169) “Variabel adalah gejala yang
bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Dalam penelitian ini ada
variabel yang menjadi diperhatikan yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian adalah perlakuan yang
diberikan pada sampel penelitian yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square dan pembelajaran biasa.
33
b. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian adalah pemahaman konsep
matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square dan pembelajaran biasa.
2. Data
Data yang diperoleh dari sampel melalui instrumen yang dipilih
akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji
hipotesis. Oleh karena itu data perlu diolah dan dianalisis agar
mempunyai makna guna pemecahan masalah.
a. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Data primer yaitu data tentang hasil belajar matematika siswa
yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
2) Data sekunder yaitu nilai ujian semester ganjil matematika kelas
VII MTsN Lubuk Buaya Padang.
b. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
1) Sumber data primer berupa hasil tes bersumber dari sampel
setelah proses pembelajaran.
2) Data sekunder bersumber dari tata usaha dan guru bidang studi
matematika kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang.
D. Pelaksanaan Penelitian
34
Pelaksanaan di kelas eksperimen menerapkan pembelajaran kooperatif
dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square disertai
sedangkan di kelas kontrol menerapkan pembelajaran biasa. Secara umum
pelaksanaan penelitian dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Menetapkan jadwal penelitian.
b. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk
setiap kali pertemuan.
c. Membuat kisi-kisi tes hasil belajar.
d. Mempersiapkan instrument penelitian berupa tes.
e. Uji coba model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square di
kelas eksperimen.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan di kelas eksperimen
Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
1) Kegiatan awal
a) Guru membuka pelajaran dengan mengecek kehadiran siswa.
b) Apersepsi
Guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan
menyampaikan tujuan pembelajaran.
2) Kegiatan Inti
a) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa.
b) Guru membagikan LKS kepada seluruh siswa.
35
c) Guru meminta masing-masing siswa untuk menyelesaikan
soal-soal yang ada di LKS sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
d) Guru meminta siswa untuk berbagi pendapat mengenai soal-
soal yang mereka buat sebelumnya dengan teman satu
kelompoknya (2 orang).
e) Guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan seluruh
anggota kelompok yang telah ditentukan (4 orang)
f) Guru menunjuk salah satu perwakilan kelompok
menyampaikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing.
g) Guru meninjau materi yang keliru dan memberikan
penjelasan terhadap poin-poin utamanya.
h) Guru memberikan kuis untuk mengetahui pemahaman
masing-masing siswa.
3) Kegiatan penutup
a) Guru mengarahkan dan membantu siswa dalam membuat
rangkuman materi pelajaran yang baru dipelajari.
b) Menjelang pelajaran berakhir guru memberikan PR, tugas
rumah tersebut dikumpul pada pertemuan berikutnya.
b. Pelaksanaan pada kelas kontrol
Gambaran pelaksanaan kelas kontrol sebagai berikut :
1) Kegiatan awal
36
Guru membuka pelajaran dengan mengingatkan kembali
pelajaran sebelumnya, menyampaikan tujuan pembelajaran dan
menghubungkan materi pelajaran yang kan dipelajari dengan
pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki siswa.
2) Kegiatan Inti
a) Guru menyajikan materi pelajaran dan memberikan beberapa
contoh soal.
b) Siswa diberi kesempatan bertanya mengenai materi yang
diberikan guru.
c) Guru meyuruh siswa mengerjakan soal latihan yang ada
dalam LKS secara individu.
d) Setelah siswa selesai mengerjakan soal latihan, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan
soal latihan ke depan.
e) Guru menjelaskan soal-soal yang belum terbahas oleh siswa.
f) Guru memberikan kuis
3) Kegaiatan Penutup
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dari materi yang
dipelajari dan selanjutnya memberikan tugas rumah (PR).
3. Tahap Penyelesaian
Penyelesaian akan dilakukan dengan memberikan tes akhir pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui perbedaan hasil
37
belajar pada kedua kelas tersebut. Tes yang akan digunakan pada kelas
eksperimen sama dengan tes yang digunakan pada kelas kontrol.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dan tes hasil belajar.
1. Kuis
Kuis yang diberikan kepada siswa adalah kuis berupa pemahaman
konsep dimana materi yang diujikan dalam kuis sesuai dengan materi yang
diajarkan pada penelitian. Kuis ini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan pemahaman konsep matematis siswa setelah menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemahaman konsep
matematis siswa diberikan tes berupa kuis pada tiap akhir pertemuan.
Untuk alat ukur yang digunakan pada perkembangan pemahaman konsep
matematis siswa digunakan rubrik analitik, rubrik yang digunakan yaitu
rubrik dengan skala 0-3. Berdasarkan rubrik tersebut, dapat diperoleh nilai
tes (kuis) yang dilakukan siswa, skor yang didapat kemudian dirubah dalam
skala yang ditetapkan, misalnya dalam skala 0-100.
2. Tes Hasil Belajar
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa
tes hasil belajar. Tes yang diberikan adalah tes yang berbentuk essay yang
38
disesuaikan dengan pokok bahasan. Adapun langkah-langkah dalam
melakukan tes adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur
apa yang seharusnya diukur. Arikunto (2008: 65) menyatakan bahwa
“Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur”. Untuk mendapatkan tes yang valid dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan melihat
apakah strategi yang digunakan berhasil diterapkan.
2) Membuat batasan terhadap materi pelajaran yang akan diuji.
3) Membuat kisi-kisi tes hasil belajar matematika.
4) Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi tes. Dalam penyusunan tes
dibuat berdasarkan materi yang diberikan selama penelitian dan
berpedoman pada kurikulum tentang pokok bahasan tersebut.
5) Validitas tes, soal divalidasi oleh dosen matematika dan guru
matematika di sekolah penelitian.
b. Uji Coba Tes
Sebelum tes diberikan kepada kelas sampel, tes diuji cobakan
terlebih dahulu pada sekolah yang KKM-nya sama dengan tempat
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan uji coba tes
di SMPN 13 Padang, karena memiliki KKM yang sama yaitu 80.
39
Ratumanan (2006: 62) mengemukakan bahwa tujuan dari uji
coba tes adalah sebagai berikut:
1) mengidentifikasi soal-soal yang baik dan yang jelek.2) mengidentifikasi tingkat kesukaran soal.3) mengidentifikasi daya pembeda soal.4) menentukan alokasi waktu yang ideal.5) menemukan hubungan saling antar soal dan menghindari
adanya tumpang tindih.6) Menemukan kelemahan-kelemahan dalam petunjuk.
c. Analisis Butir Soal
Setelah uji coba dilakukan maka kegiatan selanjutnya adalah
melakukan analisis butir soal, untuk melihat keberadaan soal-soal
yang disusun baik atau tidak. Menurut Arikunto (2008: 207)
mengemukakan bahwa:
Tujuan analisis butir soal yaitu untuk mengadakan identifikasi soal-soal baik, kurang baik, dan soal jelek.Dengan analisa soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.
Dalam melakukan analisa butir item, komponen yang perlu
diperhatikan adalah tingkat kesukaran, daya pembeda, serta reliabilitas
tes.
a. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Suatu instrumen tes yang baik memiliki butir-butir dengan
tingkat kesukaran yang proporsiaonal. Maksudnya instrumen
tersebut tidak didominasi butir-butir yang relatif sukar atau
sebaliknya, tidak didominasi oleh butir-butir yang relatif mudah.
Tes yang terlalu sukar akan membuat siswa frustasi, sebaliknya tes
40
yang terlalu mudah tidak akan dapat memberikan gambaran
sebenarnya tentang penguasaan siswa.
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal digunakan rumus
yang dikemukakan oleh Ratumanan (2006: 69) yaitu:
p=pH+ pL
2
Keterangan: p = indeks kesukaran
PH = proporsi kelompok atas yang menjawab benar butir tes
PL=¿proporsi kelompok bawah yang menjawab benar butir tes
Dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3 : Kriteria Tingkat Kesukaran Soal
Indeks tingkat kesukaran Kriteria
p ≤ 0,25 Sukar
0,25< p≤ 0,75 Sedang
0,75< p Mudah
Sumber: Ratumanan (2006: 69)
b. Indeks Daya Pembeda Soal
Daya pembeda suatu soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan soal tersebut mampu membedakan antara kelompok
siswa pandai dengan kelompok siswa lemah.
Untuk mengetahui daya pembeda soal digunakan rumus
yang dikemukakan oleh Ratumanan (2006: 70) yaitu:
41
D=PH−PL
Keterangan : D = indeks daya pembeda PH = proporsi kelompok atas yang menjawab
benar butir tes PL=¿proporsi kelompok bawah yang
menjawab benar butir tes
Daya pembeda ini sekurang-kurangnya harus berkualitas
cukup. Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks daya
pembeda adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 : Kriteria Indeks Daya Pembeda
Sumber: Ratumanan (2006: 71)
c. Reliabiltas Tes
Reliabilitas tes adalah suatu ukuran apabila tes tersebut
dapat dipercaya.Suatu tes dapat dikatakan mempunyai reliabilitas
yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap
walaupun waktunya berbeda. Menurut Arikunto (2008: 86)
mengemukakan bahwa:
Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau seandainya hasil berubah-rubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Indeks Daya Pembeda Kriteria
0,40 ¿ D Butir soal sangat baik
0,30 ¿ D ≤ 0,40 Butir soal baik
0,20 ¿ D ≤ 0,30 Butir soal cukup
D ≤ 0,20 Butir soal jelek
42
Untuk menentukan reliabilitas tes digunakan rumus yang
0,80 ≤ r Derajat reabilitas tinggi0,40 ≤ r<¿ 0,80 Derajat reabilitas sedang
r<¿ 0,40 Derajat reabilitas rendah Sumber: Ratumanan (2006: 39)
d. Pelaksanaan Tes Akhir
Setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
pada kelas eksperimen dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol,
maka diadakan tes akhir.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Kuis Siswa
Teknik analisa data kuis digunakan rubrik analitik untuk
mengetahui perkembangan pemahaman konsep matematis siswa tiap
pertemuan. Skor yang didapat kemudian dirubah dalam skala yang
ditetapkan yaitu dalam skala 0-100.
Nilai Siswa= skor yang diperolehskor maksimum
× 100
43
Dari keselururhan nilai siswa, dapat kita peroleh persentase
keberhasilan kuis setiap pertemuan. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bagaimana perkembangan pemahaman siswa.
2. Analisis Data Tes Hasil Belajar Siswa
Analisis data bertujuan untuk melihat perbedaan antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan hasil belajar dari dua kelas sampel independen, yaitu kelas
eksperimen menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square dan kelas kontrol menerapkan pembelajaran biasa, maka penulis
menganalisis data dengan menggunakan tes X2 untuk dua sampel
independen.
H0 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika yang
diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square sama dengan proporsi siswa yang mencapai
ketuntasan belajar matematika yang diajarkan dengan menerapkan
pembelajaran biasa.
H1 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika yang
diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square lebih tinggi dari proporsi siswa yang mencapai
ketuntasan belajar matematika yang diajarkan dengan menerapkan
pembelajaran biasa.
Langkah-langkah dalam menggunakan tes X2 untuk menguji
hipotesis di atas adalah sebagai berikut :
44
a. Masukkan frekuensi-frekuensi observasi dalam suatu tabel kontigensi
2 x2, seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.6 : Jumlah Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Menurut Pencapaian KKM
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
∑
Nilai ≥ KKM A B A + BNilai ¿ KKM C D C + D
∑ A + C B + D N
Dengan: A : Jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimenB : Jumlah siswa yang tuntas pada kelas kontrolC : Jumlah siswa yang belum tuntas pada kelas eksperimenD : Jumlah siswa yang belum tuntas pada kelas kontrolN :Jumlah seluruh siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol
b. Hitung X2 dengan rumus :
X2=N (|AD−BC|− N
2)
2
( A+B ) (C+ D ) ( A+C )(B+D) dengan db=1
c. Tentukan signifikansi X2 observasi dengan acuan tabel X2. Untuk
suatu tes satu-sisi, bagi dua tingkat signifikansi yang ditunjuk. Jika
kemungkinan yang diberikan oleh tabel X2 sama dengan atau lebih
Huda, Miftahul. (2012). Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lie, Anita. (2010). Cooperatif Learning. Jakarta : Grasindo
Mardelfi, Cheryl. (2013). Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Square Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Pertiwi 1 Padang. Universitas Bung Hatta