Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai siswa dengan baik. Selain itu matematika dijadikan sebagai syarat dalam menentukan kelulusan siswa mulai dari SD, SMP, SMA sampai ke Perguruan Tinggi. Oleh karena itu dalam bidang pendidikan, matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan yang sangat penting. Adapun tujuan dari pembelajaran matematika untuk sekolah menengah pertama menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola fikir dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
71

BAB I,II,III

Dec 05, 2015

Download

Documents

contoh proposal penelitian pendidikan matematika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I,II,III

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai siswa

dengan baik. Selain itu matematika dijadikan sebagai syarat dalam

menentukan kelulusan siswa mulai dari SD, SMP, SMA sampai ke Perguruan

Tinggi. Oleh karena itu dalam bidang pendidikan, matematika merupakan

salah satu ilmu yang memiliki peranan yang sangat penting.

Adapun tujuan dari pembelajaran matematika untuk sekolah menengah

pertama menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yaitu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola fikir dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, dan diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah diungkapkan

oleh Depdiknas tersebut, terlihat bahwa tujuan akhir dari pembelajaran

matematika tidak hanya berupa nilai yang memenuhi standar, namun juga

proses yang dilakukan menuju nilai yang diperoleh. Salah satu tujuan

pembelajaran matematika yaitu memahami konsep matematika. Pemahaman

konsep sangat penting dalam mempelajari matematika, karena dengan

Page 2: BAB I,II,III

2

penguasaan konsep matematika akan memudahkan siswa dalam proses

pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika, penekanan pada

pemahaman konsep sangat diperlukan agar siswa memiliki bekal dasar yang

baik untuk mencapai kemampuan dasar matematika yang lain yaitu

pemecahan masalah dan komunikasi. Dengan demikian, pemahaman terhadap

konsep-konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara

bermakna karena materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya

sekedar menghafal namun lebih kepada pemahaman konsep materi

pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis di kelas VIII3 dan

VIII4 MTsN Lubuk Buaya Padang pada tanggal 24, 28 dan 29 Oktober 2014

secara umum dapat dilihat pembelajaran sebagian masih berpusat pada guru

dan model pembelajaran yang digunakan masih kurang bervariasi. Dalam

proses pembelajaran masih adanya siswa yang kurang termotivasi untuk

belajar dan siswa cenderung cepat bosan dalam belajar. Pada saat

pembelajaran, ketika guru menerangkan materi siswa sebagian asyik pula

dengn kesibukannya sendiri, misalnya ada yang mengobrol dengan temannya,

ada yang sibuk sendiri mencoret-coret di belakang buku tulisnya, ada pula

yang berpindah-pindah tempat duduk.

Masalah lain yang ditemukan, ketika guru memberikan contoh soal di

depan dan guru meminta siswa untuk menjawab hanya beberapa siswa yang

aktif mau mengerjakan ke depan. Sikap siswa yang kurang aktif ini yang

menyebabkan kurangnya interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Dan

Page 3: BAB I,II,III

3

pada saat mengerjakan soal latihan yang diberikan guru, siswa merasa

terkendala mengerjakan soal jika guru memberikan bentuk soal yang berbeda

dengan yang telah dicontohkan. Kesulitan yang dialami siswa dalam

memahami konsep-konsep dalam matematika, dapat kita lihat dari hasil

latihan salah satu siswa kelas VIII mengenai persamaan garis lurus. Siswa

mengalami kesulitan dalam mengerjakan salah satu soal.

Jawaban seharusnya :

5 a−b=11

−3 a−b=13

8 a=−2

a=−14

Berdasarkan jawaban siswa tersebut, terlihat bahwa siswa masih

kurang paham dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa tidak memahami

konsep-konsep operasi pada bilangan bulat pada kelas VII, sehingga pada

pada perkalian dalam bentuk aljabar juga mengalami kendala yang sama.

Kurangnya pemahaman siswa pada materi ini akan berdampak pada materi

Page 4: BAB I,II,III

4

selanjutnya sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa masih rendah.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu guru

matematika yang mengajar di kelas VIII3 dan VIII4 yaitu ibu Eliza Fitri, S.Pd

diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami materi yang telah

diajarkan disebabkan karena siswa bekerja atau menyelesaikan soal

berdasarkan contoh soal yang diberikan oleh guru. Hal itu terlihat ketika

siswa dihadapkan pada soal yang berbeda atau soal yang diberikan bervariasi

dan masih dalam konsep yang sama, membuat siswa kesulitan dalam

menyelesaikan soal tersebut. Selain itu guru tersebut juga mengemukakan

bahwa dalam proses pembelajaran siswa cenderung bekerja sendiri, banyak

siswa yang tidak bisa menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada

siswa yang lain maupun guru. Hal ini mengakibatkan kurang adanya

komunikasi baik antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa dalam

proses pembelajaran. Ketidakpahaman siswa dalam memahami materi dengan

baik dan kurangnya interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa dan

siswa dengan guru inilah yang mengakibatkan hasil belajar siswa masih ada

yang rendah.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa dapat dilihat dari

persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada ujian mid semester ganjil tahun

pelajaran 2014/2015 untuk mata pelajaran matematika di kelas VIII MTsN

Lubuk Buaya, dengan KKM 80 terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1: Persentase Ketuntasan Matematika pada Ujian Semester Ganjil Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang Tahun Ajaran 2014/2015

Page 5: BAB I,II,III

5

No KelasJumlah Siswa

Persentase ketuntasan (%)Nilai ≥80 Nilai <80

1. VIII1 40 72,5% 27,5%2. VIII2 41 53,66% 46,34%2. VIII3 41 17,07% 82,93%3. VIII4 42 30,95% 69,05%4. VIII5 42 9,5% 90,5%

Sumber: Guru Matematika MTsN Lubuk Buaya Padang

Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih

tergolong rendah, hasil ujian siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) yang telah ditetapkan MTsN Lubuk Buaya Padang yaitu 80.

Menyikapi permasalahan ini, maka perlu diterapkan pembelajaran

yang melibatkan siswa berperan aktif sehingga siswa mampu untuk

menemukan sendiri konsep dan mampu memecahkan masalah yang terkait

dengan materi matematika dengan baik yang dapat meningkatkan hasil

belajar.

Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa berperan aktif

dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Square merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share oleh Spencer Kangan

pada tahun 1933. Think Pair Square memberikan kesempatan kepada siswa

mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian bagi mereka

untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah. Jika sepasang siswa

tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka sepasang siswa yang

lain dapat menjelaskan cara menjawabnya. Akhirnya, jika permasalahan yang

diajukan tidak  memiliki suatu jawaban benar, maka dua pasang dapat

Page 6: BAB I,II,III

6

mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih

menyeluruh.

Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think Pair Square

merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban

mereka masing-masing (Think), kemudian memasangkan  dengan seorang

teman untuk mendiskusikannya (Pair). Akhirnya meminta siswa bergabung

dengan kelompok lain dan mendiskusikan pemecahan yang tepat (Square).

Inilah yang merupakan letak perbedaan Think Pair Square dengan

pendekatan Think Pair Share yaitu proses pengelompokannya pada Think

Pair Share adalah proses pengelompokannya terjadi satu kali sedangkan

pada Think Pair Square proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu

adanya penggabungan dua kelompok menjadi satu kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Square Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat

diidentifikasi beberapa masalah:

1. Siswa kesulitan memahami materi dan konsep-konsep yang diajarkan

guru.

Page 7: BAB I,II,III

7

2. Keinginan siswa untuk mendiskusikan soal dengan temannya masih

kurang.

3. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru.

4. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, supaya lebih

terarah dan tercapai hasil penelitian yang diharapkan, maka penulis membatasi

masalah yaitu pada pemahaman konsep matematis siswa dengan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Siswa Kelas VIII

MTsN Lubuk Buaya Padang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas maka

permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan pemahaman konsep matematis siswa

selama diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

Square?

2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square pada pembelajaran

matematika lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran biasa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui:

Page 8: BAB I,II,III

8

1. Perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII MTsN

Lubuk Buaya Padang selama diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think Pair Square.

2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menerapkan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square lebih baik dari

hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran biasa di kelas VIII

MTsN Lubuk Buaya Padang.

F. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Siswa

a. Agar siswa aktif dan bekerja sama dengan pasangan dan kelompoknya

untuk menemukan konsep matematika dan menyelesaikan masalah

matematika.

b. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dan

materi matematika.

2. Bagi Guru

Sebagai masukan bagi guru dalam merencanakan dan mengembangkan

model pembelajaran untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar.

3. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan atau sumbangan positif terhadap kemajuan

sekolah guna meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran di sekolah.

4. Bagi Penulis

Pengetahuan dan bekal bagi peneliti dalam membina dan mengajar siswa

pada pelajaran matematika nantinya.

Page 9: BAB I,II,III

9

BAB IIKERANGKA TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Proses pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru

dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, karena keduanya

mempunyai hubungan timbal balik. Pembelajaran meliputi dua

kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Belajar mengacu pada kegiatan

siswa sedangkan mengajar mengacu pada kegiatan guru.

Belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun

makna atau pemahaman terhadap suatu objek atau peristiwa. Kegiatan

aktif seperti ini dapat menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.

Setiap individu, bila melaksanakan kegiatan belajar mengajar akan

mengalami perubahan tingkah laku yang positif. Untuk mencapai

tujuan tersebut tidak lepas dari tugas merancang pembelajaran.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur dan

saling mempengaruhi. Menurut Mulyardi (2002: 3) “Pembelajaran

merupakan suatu upaya untuk membangkitkan inisiatif dan peran serta

siswa dalam belajar”.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya

memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik

yang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, baik secara mental,

fisik maupun sosial. Pembelajaran matematika yang bisa membuat

10

Page 10: BAB I,II,III

10

siswa aktif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga

siswa mengalami sendiri yang dipelajari. Hal ini akan membuat proses

pembelajaran lebih bermakna. Karena belajar akan lebih bermakna jika

anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Jadi

belajar akan lebih bermakna jika siswa diajak langsung untuk terlibat

dalam proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil

siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan

sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan

sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Johnson

dalam Huda (2012: 31) “Pembelajaran kooperatif berarti bekerja

sama untuk mencapai tujuan bersama”.

Tidaklah cukup menunjukkan sebuah pembelajaran

kooperatif jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-

kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-

sendiri. Bukanlah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk

bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan

salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan

kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran

teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah

tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Page 11: BAB I,II,III

11

Menurut Suherman (2003: 260) mengemukakan bahwa ada

beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif

agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal-hal

tersebut meliputi:

1) Para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.

2) Para siswa yang bergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.

3) Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang bergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran yang mencakup suatu kelompok

kecil siswa yang bekerja sama sebagai sebuah tim dalam

menyelesaikan suatu masalah atau tugas.

Kebanyakan yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,

budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

Page 12: BAB I,II,III

12

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:

Tabel 2.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1:Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2:Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3:Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok bekerja dan belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4:Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5:Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6:Mamberikan penghargaan.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

b. Pengelompokkan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Pengelompokkan siswa dalam pembelajaran kooperatif

merupakan pengelompokkan heterogen, siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil yang dapat dibentuk atas 3 sampai 5

orang siswa dan mereka harus bertanggung jawab atas

kelompoknya. Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan

Page 13: BAB I,II,III

13

kelompok, maka guru yang membentuk kelompok-kelompok

tersebut.

Lie (2012: 41) mengemukakan bahwa kelompok

heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan

keanekaragaman gender, latar belakang agama sosial-ekonomi dan

etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal ini kemampuan

akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang

berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan berkemampuan

sedang, dan satu lainnya berkemampuan akademis kurang.

Langkah-langkah dalam pengelompokkan berdasarkan

kemampuan akademis menurut Lie (2010: 42) yaitu:

Page 14: BAB I,II,III

14

Tabel 2.2 : Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Akademik

Dalam penelitian ini penulis akan membentuk kelompok secara

heterogen berdasarkan nilai ujian akhir semester terakhir siswa dan

fakta yang diungkapkan oleh guru bidang studi matematika tentang

kemampuan siswa tersebut.

Langkah IMengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademis

Langkah IIMembentuk kelompok pertama

Langkah IIIMembentuk kelompok selanjutnya

1. Ani2. David3.4.5.6.7.8.9.10.11.Yusuf12.Citra13.Rini14.Basuki15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.Slamet25.Dian

1. Ani2. David3.4. Ani5.6.7. Citra Rini8. Dian9.10.11.Yusuf12.Citra13.Rini14.Basuki15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.Slamet25.Dian

1. Ani2. David3. 4. David 5.6.7. Yusuf Basuki8. Slamet9. 10.11.Yusuf12.Citra13.Rini14.Basuki15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.Slamet25.Dian

Kel.1 Kel. 2

Page 15: BAB I,II,III

15

3. Model Pembelajaran Think Pair Square

Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square merupakan

model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share oleh Spencer Kangan

pada tahun 1933. Think Pair Square memberikan kesempatan kepada

siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian

bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah.

Jika sepasang siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut,

maka sepasang siswa yang lain dapat menjelaskan cara menjawabnya.

Akhirnya, jika permasalahan yang diajukan tidak  memiliki suatu

jawaban benar, maka dua pasang dapat mengkombinasikan hasil

mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih menyeluruh.

Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think Pair

Square merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan

jawaban mereka masing-masing (Think), kemudian memasangkan 

dengan seorang teman untuk mendiskusikannya (Pair). Akhirnya

meminta siswa bergabung dengan kelompok lain dan mendiskusikan

pemecahan yang tepat (Square). Inilah yang merupakan letak

perbedaan Think Pair Square dengan pendekatan Think Pair Share

yaitu proses pengelompokannya pada Think Pair Share adalah proses

pengelompokannya terjadi satu kali sedangkan pada Think Pair Square

proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu adanya penggabungan

dua kelompok menjadi satu kelompok.

Page 16: BAB I,II,III

16

Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square yang dikemukakan oleh Anita Lie (2010: 58) yaitu:

1. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan

memberikan tugas kepada semua kelompok.

2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut

sendiri.

3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok

dan berdiskusi dengan pasangannya.

4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat.

Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasl

kerjanya kepada kelompok berempat.

Adapun dalam tahap pelaksanaannya di dalam kelas, langkah-

langkah dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Square yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:

Langkah-langkah

Kegiatan Pembelajaran

Tahap 1Pendahuluan

- Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

- Guru membagi kelompok yang terdiri dari empat orang.

- Guru menentukan pasangan diskusi siswa.- Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai

siswa.

Tahap 2Think

- Guru menggali pengetahuan awal siswa.- Guru menjelaskan pokok-pokok materi.- Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS)- Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.

Tahap 3Pair

- Siswa berdiskusi dengan pasangan mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.

Tahap 4Square

- Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang

Page 17: BAB I,II,III

17

sama.Tahap 5

Diskusi Kelas- Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk

mempresentasikan jawaban LKS.Tahap 6

Penghargaan- Siswa dinilai secara individu dan kelompok.

4. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman konsep terdiri dari 2 kata, yaitu pemahaman dan

konsep. Suherman (2003: 33) menyatakan bahwa konsep adalah ide

abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke

dalam contoh dan bukan contoh. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, konsep adalah idea atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu

ide atau penyimpulan sesuatu yang didasarkan pada peristiwa,

pengalaman atau ciri-ciri yang sama terhadap sesuatu sehingga

memungkinkan untuk dapat mengelompokkannya ke dalam contoh

maupun bukan contoh. Jerome Bruner (Suherman, 2003: 43)

menyatakan dalam teorinya belajar matematika akan lebih berhasil jika

proses pembelajarannya diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-

struktur.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dalam

mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep

matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan

mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut didunia nyata.

Konsep-konsep dalam matematika terorganisasi secara sistematis,

Page 18: BAB I,II,III

18

logis, dan hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling

kompleks.

Pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam

pembelajaran matematika. Apabila pemahaman yang dimiliki siswa

tinggi, maka siswa dapat menemukan dan menjelaskan suatu konsep

dengan konsep lainnya yang didasarkan pada pengetahuan-

pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian siswa dapat

lebih mudah dalam menyelesaikan permsalahan dalam pembelajaran

matematika yang dipelajari. Sementara Mulyasa (2003: 78)

menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif

yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan pengertian pemahaman

diatas, penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang

sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang

diperolehnya.

Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa

penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar

mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi

mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah

dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu

mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang

dimilikinya. Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan

penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari

matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan

Page 19: BAB I,II,III

19

pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik

untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran,

komunikasi, koneksi dan emecahan masalah. Sebagaimana yang

dikemukakan Ruseffendi (2006: 156) bahwa terdapat banyak peserta

didik yng setelah belajar matematika, tidak mampu memahami bahkan

pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak konsep yang

dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu

yang sukar, ruwet, dan sulit.

Menurut Gagne dalam Suherman (2003: 3) terdapat dua objek

yang diperoleh siswa, yaitu objek langsng dan objek tidak langsung.

Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki dan memecahkan

masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan

tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa

fakta, ketrampilan, konsep dan prinsip seperti uraian berikut:

1) Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjiandalam matematika seperti simbol-simbol matematika, kaitan simbol “3” dengan kata”tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta:”+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri

2) Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahanpecahan dan perkalian pecahan.

3) Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan konsep dalam matematika.

4) Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.

Page 20: BAB I,II,III

20

Pada Peraturan dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004

tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa

indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep,b. Mengklasifikasi objek menurut tertentu sesuai dengan

konsepnya,c. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis,e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu

konsep,f. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau

operasi tertentu,g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan

masalah.

Pada penelitian ini, pemahaman konsep dapat diukur dengan

penskoran yaitu rubrik. Dan rubrik yang digunakan adalah rubrik

analitik. Menurut Iryanti (2004: 13) menyatakan bahwa rubrik analitik

adalah suatu pedoman yang digunakan untuk menilai berdasarkan yang

telah ditentukan. Dengan menggunakan rubruk ini dapat dianalisa

kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang

mana.

Salah satu contoh penyebutan yang digunakan adalah tingkat

1(tidak memuaskan), tingkat 2(cukup memuaskan), tingkat

3(memuaskan dengan sedikit kekurangan), tingkat 4(superior) atau

dengan tingkat0, tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3 (masing-masing dengan

sebutan yang sama). Berdasarkan uraian di atas maka rubrik yang

digunakan adalah pada tabel.

Page 21: BAB I,II,III

21

Tabel 2.3: Rubrik Skor Penilaian Tes Pemahaman Konsep

IndikatorSkala

0 1 2 3Menyatakan ulang sebuah konsep

Tidak ada jawaban sama sekali atau tidak tepat dalam menyatakan suatu konsep

Kurang benar dalam menyatakan suatu konsep atau kesalahannya lebih dari setengah

Benar dengan sedikit kesalahan dalam menyatakan ulang sebuah konsep atau kesalahannya kurang dari setengah

Benar dalam menyatakan suatu konsep

Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

Tidak ada jawaban sama sekali atau tidak tepat dalam mengklasifikasikannya

Klasifiksai yang tepat kurang dari setengah

Klasifiksai yang tepat lebih dari setengah

Tepat dan lengkap dalam mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu

Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep

Tidak dapat memberikan contoh dan bukan contoh/tidak ada jawaban sama sekali atau tidak benar

Kurang benar dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep

Benar dengan sedikit kesalahan dalam memberikan contoh dn bukan contoh dari suatu konsep

Benar dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep

Mengaplikasikan konsep atau algoritma penyelesaian masalah

Tidak dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma pada penyelesaian masalah

Kurang benar dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan

Benar dengan sedikit kesalahan dalam mengaplikasikan konsep atau

Benar dalam mengaplikasikan konsep algoritma ke pemecahan masalah

Page 22: BAB I,II,III

22

masalah atau kesalahannya lebih dari setengah

algoritma pemecahan masalah atau kesalahannya kurang dari setengah

Sumber: penilaian unjuk kerja Iryanti(2004:13)

5. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Belawati, dkk dalam Prastowo (2011: 20) “Lembar

Kerja Siswa yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa,

sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar

tersebut secara mandiri”. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan

materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu,

juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami

materi yang diberikan. Dan pada saat bersamaan, peserta didik diberi

materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa LKS

merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran kertas

yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan

tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang

mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai.

Menurut Prastowo(2011: 205-206) fungsi LKS adalah sebagai

berikut:

1. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.

2. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

Page 23: BAB I,II,III

23

3. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.4. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Menurut Prastowo (2011: 214) mengemukakan bahwa langkah-

langkah yang dilakukan dalam penulisan LKS adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan kompetensi dasar.2. Menentukan alat penilaian. Penilaian kita lakukan terhadap proses

kerja dan hasil kerja peserta didik.3. Menyusun materi.4. Memperhatikan struktur LKS. Struktur LKS terdiri atas enam

komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian.

6. Kuis

Kuis adalah suatu tes singkat yang dilaksanakan di awal atau di

akhir pembelajaran, kuis terdiri dari beberapa pertanyaan sederhana

yang berkenaan dengan materi yang dipelajari. Menurut Haryati (2013:

83) bahwa:

Kuis adalah pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik, dimana pertanyaan itu hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dari materi yang telah diajarkan sebelumnya dan bentuknya berupa isian singkat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi (kompetensi) peserta didik. Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang dari 15 menit. Kuis ini biasanya dilakukan di awal pembelajaran.Berdasarkan kutipan di atas, kuis dalam penelitian ini bertujuan

untuk melihat apakah siswa paham terhadap konsep yang telah

diberikan disetiap pertemuan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Kuis yang diberikan

dalam penelitian ini adalah berupa soal essay yang dijawab siswa

secara individu di akhir proses pembelajaran. Pemberian kuis dalam

proses pembelajaran matematika setelah materi disampaikan memiliki

Page 24: BAB I,II,III

24

fungsi yang cukup penting. Diantaranya guru dapat melihat sejauh

mana siswa paham dan mengerti akan materi pelajaran matematika

yang telah diberikan.

Secara umum siswa cenderung menginginkan nilai yang bags

sewaktu kuis. Sehingga apabila diberikan kuis diharapkan siswa akan

termotivasi untuk belajar dan memperhatikan pembelajaran dengan

baik. Soal kuis yang diberikan masih berkaitan dengan soal-soal pada

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square.

7. Pembelajaran Biasa

Pembelajaran biasa dalam penelitian ini adalah pembelajaran

yang biasa dilakukan selama ini dengan ciri-ciri pembelajaran biasa

menurut Depdiknas (dalam Suhendra 2010:18) sebagai berikut:

a. Siswa menerima informasi secara pasif.b. Siswa belajar secara individual yang dilaksanakan

berpasangan.c. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman

siswa.d. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.e. Hasil pembelajaran hanya diukur dengan tes.

Dari pendapat di atas terlihat bahwa pembelajaran biasa guru

terlalu banyak berperan, siswa pada umumnya pasif. Siswa hanya

menerima materi yang dijelaskan guru bahkan siswa sering menghafal

rumus-rumus matematika kemudian dilatih untuk menerapkan dalam soal

hitungan. Hal ini membuat siswa merasa bahwa matematika hanya

bersifat hitungan saja tanpa tahu kaitannya dengan kehidupan sehari-hari

disekitar mereka.

Page 25: BAB I,II,III

25

Dalam proses pembelajaran biasa, guru menggunakan metode

pembelajaran yang sesuai kurikulum dengan memberikan penjelasan

materi terlebih dahulu, lalu diberikan latihan soal yang dikerjakan di

depan kelas serta pemberian tugas diakhir pembelajaran. Pada proses

pembelajaran ini hanya sebagian siswa yang dapat memahami materi

yang disampaikan guru dan juga tidak dapat meningkatkan pemahaman

siswa terhadap materi tersebut.Pembelajaran yang dilaksanakan dikelas

merupakan hasil perencanaan guru yang disesuaikan dengan kurikulum

yang berlaku, guru bisa menerapkan metode pembelajaran yang dapat

meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar serta cara berfikir siswa.

Kurikulum yang berlaku sekarang adalah Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini dilengkapi dengan buku

petunjuk pelaksaan kurikulum yang tujuannya untuk membantu para

pelaksana pendidikan dalam memahami cara merencanakan,

mengorganisasikan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran.

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang berpengaruh

dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik

(2012:17) bahwa:

Kurikulum adalah satuan program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program ini para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.

Dalam KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan

berbagai metode pembelajaran, metode ceramah perlu dikurangi dan

Page 26: BAB I,II,III

26

metode-metode lain seperti diskusi, pengamatan, tanya jawab perlu

dikembangkan.

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Cherly Mardelfi (2013) dalam skripsinya yang

berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Square

Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas VIII SMP Pertiwi 1 Padang”. Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti

yaitu bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di kelas

VIII SMP Pertiwi yang menggunakan model pembelajaran cooperative

learning Tipe Think Pair Square lebih meningkat dibandingkan dengan

siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu,

pada penelitian ini penulis akan meneliti tentang pemahaman konsep

matematis siswa dan hasil belajar siswa.

C. Kerangka Konseptual

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa

diantaranya pemahaman konsep matematis siswa yang masih rendah dan

penggunaan model pembelajaran yang didominasi oleh guru. Ini

menyebabkan siswa tidak aktif dalam belajar, sehingga berdampak pada

hasil belajar. Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa

dan hasil belajar siswa, guru harus dapat menciptakan suatu kondisi

Page 27: BAB I,II,III

27

belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Salah satu cara yang

dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square

disertai permainan.

Model pembelajaran kooperatif ini merupakan pembelajaran yang

menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Jika tujuan tersebut telah tercapai dengan baik dan pemahaman terhadap

materi semakin bertambah maka hasil belajar akan meningkat.

Model pembelajaran Think Pair Square ini memberi siswa

kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.

Keunggulan dari dari model ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.

Dengan model klasikal yang yang memungkinkan hanya satu siswa maju

dan membagikan hasil diskusinya untuk seluruh kelas, model Think Pair

Square ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak

kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka

kepada orang lain.

D. Pertanyaan dan Hipotesis Penelitian

1. Pertanyaan

Bagaimana perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII

MTsN Lubuk Buaya Padang selama proses pembelajaran yang

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square?

2. Hipotesis

Page 28: BAB I,II,III

28

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis siswa

yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square

lebih baik dari pada tingkat pemahaman konsep matematis siswa yang

menggunakan pembelajaran biasa pada siswa kelas VIII MTsN Lubuk

Buaya Padang.

Page 29: BAB I,II,III

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIANA. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti maka penelitian ini

adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2010: 9) “Eksperimen

adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor

yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau

mengurangi faktor-faktor lain”. Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelas

yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Square sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran biasa.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Arikunto (2010: 173) “Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian”. Sesuai dengan judul dalam penelitian ini, maka yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII

MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2014/2015. Lebih jelasnya

distribusi populasi dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1: Jumlah Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2013/2014

No. Kelas Jumlah Siswa

1. VIII1 402. VIII2 413. VIII3 414. VIII4 425. VIII5 42

Sumber : Tata Usaha MTsN Lubuk Buaya Padang

Page 30: BAB I,II,III

30

2. Sampel

Menurut Arikunto (2010: 174) ”Sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti.” Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai

contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.

Dengan istilah lain sampel harus representatif. Artinya segala

karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang dipilih.

Mengingat jumlah populasi yang sangat besar dan terbatasnya

kemampuan penulis dari segi tenaga, waktu dan dana maka penelitian

dilakukan terhadap sampel yang mewakili populasi. Agar terpusatnya

penelitian ini dalam mencapai tujuannya, maka diambil dua kelas dari

populasi yang ada dengan cara random sampling.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel

sebagai berikut:

a. Mengumpulkan nilai ujian mid semester ganjil matematika siswa

kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran

2013/2014.

b. Mengelompokkan nilai setiap kelas menjadi dua, yaitu kelompok

di bawah dan di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

c. Melakukan uji homogenitas antar kelompok dalam populasi.

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika

pada setiap kelas adalah sama.

Page 31: BAB I,II,III

31

H1 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika

pada setiap kelas ada yang berbeda dari yang lain.

Untuk menguji hipotesis ini, digunakan tes X2 untuk k sampel

independen. Langkah-langkah dalam penggunaan tes X2 untuk k

sampel independen adalah sebagai berikut:

1) Susunlah frekuensi-frekuensi observasi dalam suatu tabel

kontigensi k x r dengan menggunakan k kolom untuk

kelompok-kelompoknya dan r baris kondisi-kondisi yang

berlainan. Seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2 : Jumlah Siswa Setiap Kelas Menurut Pencapaian KKM

NilaiKelas

∑VIII1 VIII2 …. VIII5

≥ KKM O11 O12 …. O15 n1.

¿ KKM O21 O22 …. O25 n2.

∑ n.1 n.2 …. n.5 N

Dengan: Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j.

2) Tentukan frekuensi yang diharapkan Eij dengan rumus :

Eij=(ni . xn . j)

N

Dengan : ni .=¿ Jumlah baris ke-i n. j=¿ Jumlah kolom ke-j

N=n.1+n.2+…+n.5=n1.+n2.

Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah H0

untuk dikategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j

Page 32: BAB I,II,III

32

3) Hitung X2 dengan rumus :

X2=∑i=1

r

∑j=1

k (Oij−Eij )2

Eij

4) Tentukan signifikansi harga observasi X2 dengan memakai

tabel X2 sebagai acuan. Jika harga peluang ( p) yang diberikan

untuk harga observasi X2 untuk harga db=(r−1 )(k−1),

dengan r (baris) dan k (kolom) sama atau lebih kecil dari α ,

maka tolak H0 dan terima H1.

d. Menentukan Sampel

Kelas sampel diambil sebanyak dua kelas yaitu satu kelas untuk

kelas eksperimen dan satu kelas untuk kelas kontrol. Jika populasi

homogen, maka kedua kelas ditarik secara random dari populasi

yang ada.

C. Variabel dan Data

1. Variabel

Menurut Arikunto (2010: 169) “Variabel adalah gejala yang

bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Dalam penelitian ini ada

variabel yang menjadi diperhatikan yaitu variabel bebas dan variabel

terikat.

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian adalah perlakuan yang

diberikan pada sampel penelitian yaitu model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Square dan pembelajaran biasa.

Page 33: BAB I,II,III

33

b. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian adalah pemahaman konsep

matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Square dan pembelajaran biasa.

2. Data

Data yang diperoleh dari sampel melalui instrumen yang dipilih

akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji

hipotesis. Oleh karena itu data perlu diolah dan dianalisis agar

mempunyai makna guna pemecahan masalah.

a. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Data primer yaitu data tentang hasil belajar matematika siswa

yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.

2) Data sekunder yaitu nilai ujian semester ganjil matematika kelas

VII MTsN Lubuk Buaya Padang.

b. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah :

1) Sumber data primer berupa hasil tes bersumber dari sampel

setelah proses pembelajaran.

2) Data sekunder bersumber dari tata usaha dan guru bidang studi

matematika kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang.

D. Pelaksanaan Penelitian

Page 34: BAB I,II,III

34

Pelaksanaan di kelas eksperimen menerapkan pembelajaran kooperatif

dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square disertai

sedangkan di kelas kontrol menerapkan pembelajaran biasa. Secara umum

pelaksanaan penelitian dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Menetapkan jadwal penelitian.

b. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk

setiap kali pertemuan.

c. Membuat kisi-kisi tes hasil belajar.

d. Mempersiapkan instrument penelitian berupa tes.

e. Uji coba model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square di

kelas eksperimen.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan di kelas eksperimen

Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

1) Kegiatan awal

a) Guru membuka pelajaran dengan mengecek kehadiran siswa.

b) Apersepsi

Guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan

menyampaikan tujuan pembelajaran.

2) Kegiatan Inti

a) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa.

b) Guru membagikan LKS kepada seluruh siswa.

Page 35: BAB I,II,III

35

c) Guru meminta masing-masing siswa untuk menyelesaikan

soal-soal yang ada di LKS sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

d) Guru meminta siswa untuk berbagi pendapat mengenai soal-

soal yang mereka buat sebelumnya dengan teman satu

kelompoknya (2 orang).

e) Guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan seluruh

anggota kelompok yang telah ditentukan (4 orang)

f) Guru menunjuk salah satu perwakilan kelompok

menyampaikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing.

g) Guru meninjau materi yang keliru dan memberikan

penjelasan terhadap poin-poin utamanya.

h) Guru memberikan kuis untuk mengetahui pemahaman

masing-masing siswa.

3) Kegiatan penutup

a) Guru mengarahkan dan membantu siswa dalam membuat

rangkuman materi pelajaran yang baru dipelajari.

b) Menjelang pelajaran berakhir guru memberikan PR, tugas

rumah tersebut dikumpul pada pertemuan berikutnya.

b. Pelaksanaan pada kelas kontrol

Gambaran pelaksanaan kelas kontrol sebagai berikut :

1) Kegiatan awal

Page 36: BAB I,II,III

36

Guru membuka pelajaran dengan mengingatkan kembali

pelajaran sebelumnya, menyampaikan tujuan pembelajaran dan

menghubungkan materi pelajaran yang kan dipelajari dengan

pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki siswa.

2) Kegiatan Inti

a) Guru menyajikan materi pelajaran dan memberikan beberapa

contoh soal.

b) Siswa diberi kesempatan bertanya mengenai materi yang

diberikan guru.

c) Guru meyuruh siswa mengerjakan soal latihan yang ada

dalam LKS secara individu.

d) Setelah siswa selesai mengerjakan soal latihan, guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan

soal latihan ke depan.

e) Guru menjelaskan soal-soal yang belum terbahas oleh siswa.

f) Guru memberikan kuis

3) Kegaiatan Penutup

Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dari materi yang

dipelajari dan selanjutnya memberikan tugas rumah (PR).

3. Tahap Penyelesaian

Penyelesaian akan dilakukan dengan memberikan tes akhir pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui perbedaan hasil

Page 37: BAB I,II,III

37

belajar pada kedua kelas tersebut. Tes yang akan digunakan pada kelas

eksperimen sama dengan tes yang digunakan pada kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk

memperoleh data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dan tes hasil belajar.

1. Kuis

Kuis yang diberikan kepada siswa adalah kuis berupa pemahaman

konsep dimana materi yang diujikan dalam kuis sesuai dengan materi yang

diajarkan pada penelitian. Kuis ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan pemahaman konsep matematis siswa setelah menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square.

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemahaman konsep

matematis siswa diberikan tes berupa kuis pada tiap akhir pertemuan.

Untuk alat ukur yang digunakan pada perkembangan pemahaman konsep

matematis siswa digunakan rubrik analitik, rubrik yang digunakan yaitu

rubrik dengan skala 0-3. Berdasarkan rubrik tersebut, dapat diperoleh nilai

tes (kuis) yang dilakukan siswa, skor yang didapat kemudian dirubah dalam

skala yang ditetapkan, misalnya dalam skala 0-100.

2. Tes Hasil Belajar

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa

tes hasil belajar. Tes yang diberikan adalah tes yang berbentuk essay yang

Page 38: BAB I,II,III

38

disesuaikan dengan pokok bahasan. Adapun langkah-langkah dalam

melakukan tes adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur

apa yang seharusnya diukur. Arikunto (2008: 65) menyatakan bahwa

“Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang

hendak diukur”. Untuk mendapatkan tes yang valid dapat dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan melihat

apakah strategi yang digunakan berhasil diterapkan.

2) Membuat batasan terhadap materi pelajaran yang akan diuji.

3) Membuat kisi-kisi tes hasil belajar matematika.

4) Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi tes. Dalam penyusunan tes

dibuat berdasarkan materi yang diberikan selama penelitian dan

berpedoman pada kurikulum tentang pokok bahasan tersebut.

5) Validitas tes, soal divalidasi oleh dosen matematika dan guru

matematika di sekolah penelitian.

b. Uji Coba Tes

Sebelum tes diberikan kepada kelas sampel, tes diuji cobakan

terlebih dahulu pada sekolah yang KKM-nya sama dengan tempat

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan uji coba tes

di SMPN 13 Padang, karena memiliki KKM yang sama yaitu 80.

Page 39: BAB I,II,III

39

Ratumanan (2006: 62) mengemukakan bahwa tujuan dari uji

coba tes adalah sebagai berikut:

1) mengidentifikasi soal-soal yang baik dan yang jelek.2) mengidentifikasi tingkat kesukaran soal.3) mengidentifikasi daya pembeda soal.4) menentukan alokasi waktu yang ideal.5) menemukan hubungan saling antar soal dan menghindari

adanya tumpang tindih.6) Menemukan kelemahan-kelemahan dalam petunjuk.

c. Analisis Butir Soal

Setelah uji coba dilakukan maka kegiatan selanjutnya adalah

melakukan analisis butir soal, untuk melihat keberadaan soal-soal

yang disusun baik atau tidak. Menurut Arikunto (2008: 207)

mengemukakan bahwa:

Tujuan analisis butir soal yaitu untuk mengadakan identifikasi soal-soal baik, kurang baik, dan soal jelek.Dengan analisa soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.

Dalam melakukan analisa butir item, komponen yang perlu

diperhatikan adalah tingkat kesukaran, daya pembeda, serta reliabilitas

tes.

a. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Suatu instrumen tes yang baik memiliki butir-butir dengan

tingkat kesukaran yang proporsiaonal. Maksudnya instrumen

tersebut tidak didominasi butir-butir yang relatif sukar atau

sebaliknya, tidak didominasi oleh butir-butir yang relatif mudah.

Tes yang terlalu sukar akan membuat siswa frustasi, sebaliknya tes

Page 40: BAB I,II,III

40

yang terlalu mudah tidak akan dapat memberikan gambaran

sebenarnya tentang penguasaan siswa.

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal digunakan rumus

yang dikemukakan oleh Ratumanan (2006: 69) yaitu:

p=pH+ pL

2

Keterangan: p = indeks kesukaran

PH = proporsi kelompok atas yang menjawab benar butir tes

PL=¿proporsi kelompok bawah yang menjawab benar butir tes

Dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3 : Kriteria Tingkat Kesukaran Soal

Indeks tingkat kesukaran Kriteria

p ≤ 0,25 Sukar

0,25< p≤ 0,75 Sedang

0,75< p Mudah

Sumber: Ratumanan (2006: 69)

b. Indeks Daya Pembeda Soal

Daya pembeda suatu soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan soal tersebut mampu membedakan antara kelompok

siswa pandai dengan kelompok siswa lemah.

Untuk mengetahui daya pembeda soal digunakan rumus

yang dikemukakan oleh Ratumanan (2006: 70) yaitu:

Page 41: BAB I,II,III

41

D=PH−PL

Keterangan : D = indeks daya pembeda PH = proporsi kelompok atas yang menjawab

benar butir tes PL=¿proporsi kelompok bawah yang

menjawab benar butir tes

Daya pembeda ini sekurang-kurangnya harus berkualitas

cukup. Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks daya

pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 : Kriteria Indeks Daya Pembeda

Sumber: Ratumanan (2006: 71)

c. Reliabiltas Tes

Reliabilitas tes adalah suatu ukuran apabila tes tersebut

dapat dipercaya.Suatu tes dapat dikatakan mempunyai reliabilitas

yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap

walaupun waktunya berbeda. Menurut Arikunto (2008: 86)

mengemukakan bahwa:

Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau seandainya hasil berubah-rubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.

Indeks Daya Pembeda Kriteria

0,40 ¿ D Butir soal sangat baik

0,30 ¿ D ≤ 0,40 Butir soal baik

0,20 ¿ D ≤ 0,30 Butir soal cukup

D ≤ 0,20 Butir soal jelek

Page 42: BAB I,II,III

42

Untuk menentukan reliabilitas tes digunakan rumus yang

dikemukakan oleh Ratumanan (2006: 35) yaitu:

α=r11=( nn−1 )(1−

∑ si2

s t2 )

Dimana:

r11 = reliabilitas instrumen

n = banyak butir (item)

∑ si

2 = jumlah varians skor setiap item

st2 = variansi skor total

Tabel 3.5 : Kriteria Reliabilitas InstrumenKoefesien Reliabilitas Kriteria

0,80 ≤ r Derajat reabilitas tinggi0,40 ≤ r<¿ 0,80 Derajat reabilitas sedang

r<¿ 0,40 Derajat reabilitas rendah Sumber: Ratumanan (2006: 39)

d. Pelaksanaan Tes Akhir

Setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square

pada kelas eksperimen dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol,

maka diadakan tes akhir.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Kuis Siswa

Teknik analisa data kuis digunakan rubrik analitik untuk

mengetahui perkembangan pemahaman konsep matematis siswa tiap

pertemuan. Skor yang didapat kemudian dirubah dalam skala yang

ditetapkan yaitu dalam skala 0-100.

Nilai Siswa= skor yang diperolehskor maksimum

× 100

Page 43: BAB I,II,III

43

Dari keselururhan nilai siswa, dapat kita peroleh persentase

keberhasilan kuis setiap pertemuan. Dari persentase tersebut dapat dilihat

bagaimana perkembangan pemahaman siswa.

2. Analisis Data Tes Hasil Belajar Siswa

Analisis data bertujuan untuk melihat perbedaan antara kelas

eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan hasil belajar dari dua kelas sampel independen, yaitu kelas

eksperimen menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Square dan kelas kontrol menerapkan pembelajaran biasa, maka penulis

menganalisis data dengan menggunakan tes X2 untuk dua sampel

independen.

H0 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika yang

diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square sama dengan proporsi siswa yang mencapai

ketuntasan belajar matematika yang diajarkan dengan menerapkan

pembelajaran biasa.

H1 : Proporsi siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika yang

diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square lebih tinggi dari proporsi siswa yang mencapai

ketuntasan belajar matematika yang diajarkan dengan menerapkan

pembelajaran biasa.

Langkah-langkah dalam menggunakan tes X2 untuk menguji

hipotesis di atas adalah sebagai berikut :

Page 44: BAB I,II,III

44

a. Masukkan frekuensi-frekuensi observasi dalam suatu tabel kontigensi

2 x2, seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.6 : Jumlah Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Menurut Pencapaian KKM

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Nilai ≥ KKM A B A + BNilai ¿ KKM C D C + D

∑ A + C B + D N

Dengan: A : Jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimenB : Jumlah siswa yang tuntas pada kelas kontrolC : Jumlah siswa yang belum tuntas pada kelas eksperimenD : Jumlah siswa yang belum tuntas pada kelas kontrolN :Jumlah seluruh siswa pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol

b. Hitung X2 dengan rumus :

X2=N (|AD−BC|− N

2)

2

( A+B ) (C+ D ) ( A+C )(B+D) dengan db=1

c. Tentukan signifikansi X2 observasi dengan acuan tabel X2. Untuk

suatu tes satu-sisi, bagi dua tingkat signifikansi yang ditunjuk. Jika

kemungkinan yang diberikan oleh tabel X2 sama dengan atau lebih

kecil daripada ∝, maka tolak H0 dan teima H1.

Page 45: BAB I,II,III

45

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

. (2010). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Djaafar, Tenku Zahara. (2001). Kontribusi strategi pembelajaran terhadap hasilbelajar. Jakarta: UNP

Huda, Miftahul. (2012). Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Lie, Anita. (2010). Cooperatif Learning. Jakarta : Grasindo

Mardelfi, Cheryl. (2013). Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Square Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Pertiwi 1 Padang. Universitas Bung Hatta

Mulyardi.(2002). Strategi pembelajaran matematika. Padang: FMIPA UNP

Prastowo, Andi. (2011). Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press

Ratumanan dan Thersia. (2006). Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan Dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi.Surabaya: Unesa University Press

Siegel, Sidney. (1990). Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT Gramedia

Silberman, Melvin L. (2006). Active learning 101 cara belajar siswa aktif. Bandung: Nusamedia

Sudjana, Nana. (2011). Peilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung UPI

Tim Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Bung Hatta. (2006). Panduan penulisan skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta

Page 46: BAB I,II,III

46