BAB III N U T R I S I A. Pendahuluan Indonesia terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil yang terbentang dari barat sampai ke timur sepanjang 5.110 km serta dari utara ke selatan sejauh 1.888 km dengan penduduk tahun 2006 lebih dari 220 juta, sebagian besar (81.2%) penduduknya tinggal di daerah pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan/ penghasilan yang rendah pula. Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi. Apabila kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka kondisi ini dapat sebagai faktor predisposisi terjadinya MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) seperti marasmus dan kwasiorkor. Kasus kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia sejak terjadinya kris ekonomi samap awal tahun 2006 masih sangat tinggi. Menurut Yayah K. Husaini (2000), keadaan kekurangan gizi dapat menyebabkan angka kematian terutama pada bayi dan anak-anak menjadi
63
Embed
BAB III - Yuswan62's Blog | " HANYA PERSEPSIKU " · Web viewN U T R I S I Pendahuluan Indonesia terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil yang terbentang dari barat sampai ke timur
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
N U T R I S I
A. Pendahuluan
Indonesia terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil yang terbentang dari barat
sampai ke timur sepanjang 5.110 km serta dari utara ke selatan sejauh 1.888 km dengan
penduduk tahun 2006 lebih dari 220 juta, sebagian besar (81.2%) penduduknya tinggal
di daerah pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan/
penghasilan yang rendah pula.
Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan
pemenuhan kebutuhan gizi. Apabila kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi ini
berlangsung dalam waktu yang lama, maka kondisi ini dapat sebagai faktor predisposisi
terjadinya MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) seperti marasmus dan kwasiorkor.
Kasus kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia sejak terjadinya kris ekonomi samap
awal tahun 2006 masih sangat tinggi. Menurut Yayah K. Husaini (2000), keadaan
kekurangan gizi dapat menyebabkan angka kematian terutama pada bayi dan anak-anak
menjadi tinggi, angka kesakitan juga tinggi, terjadinya gangguan pertumbuhan fisik,
mental, kecerdasan dan kemampuan belajar rendah, serta sosial ekonomi juga menjadi
rendah (Yayah K. Husaini dan Mahdin A. Husaini, 2000).
Dampak dari MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) umumnya adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan atau gagal tumbuh kembang (Adhi S. Budi Pramono,
2006). Gagal tumbuh berarti bayi/balita dengan pertumbuhan fisik kurang secara
bermakna dibanding anak sebayanya. Sedangkan gagal berkembang berarti lebih pada
keterlambatan pencapaian tahapan-tahapan kemampuan perkembangan.
98
Khusus pada kasus gagal berkembang atau gangguan perkembangan apabila
tidak mendapatkan intervensi yang tepat dapat berakibat fatal yakni kecacatan.
Banyaknya kasus gizi buruk pada balita di Indonesia dapat sebagai predisposisi
terjadinya gangguan perkembangan balita. Apabila tidak mendapat intervensi dini yang
tepat maka akan banyak balita di Indonesia yang mengalami gangguan perkembangan
menetap yang disebut balita penyandang cacat.
Pentingnya nutrisi atau gizi bagi kehidupan manusia dan keterkaitan gizi dengan
penyebab kelainan seseorang, maka dalam bab ke III buku ini di bahas secara singkat
tentang (1) unsur gizi dalam makanan dan fungsinya bagi kehidupan, (2) faktor
pengaruh status gizi seseorang, (3) penyakit-penyakit gangguan gizi dan gizi buruk, (4)
dampak gangguan gizi terhadap kejadian kelainan, (5) bentuk kelainan akibat gizi
buruk, serta (6) penanganan anak dengan penyakit gangguan gizi. Di samping itu juga
dibahas (7) makanan bayi, (8) ASI dan kegunaannya pada bayi, (9) peran guru PLB
dalam penanganan anak yang mengalami gangguan gizi, serta (10) habilitasi dan
rehabilitasi anak berkelainan akibat kekurangan gizi.
B. Unsur Gizi dalam Makanan dan Fungsinya bagi Kehidupan
Ilmu gizi merupakan pengetahuan yang mempelajari hubungan antara
makanan dengan kesehatan tubuh. Kecukupan kandungan gizi menurut kebutuhan
tubuh pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada umur, jenis kelamin maupun
taraf fisiologis seseorang.
Kebutuhan gizi orangtua dengan pemuda/remaja berbeda, kebutuhan gizi
pemuda/remaja lebih banyak dari pada orangtua. Demikian juga kebutuhan gizi wanita
jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan gizi kaum pria. Tetapi kebutuhan gizi wanita
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
99
hamil lebih banyak dibanding dengan kebutuhan gizi wanita tidak hamil.
Kebutuhan gizi juga tergantung pada taraf fisiologis seseorang. Artinya
seseorang yang memiliki beban kerja fisik lebih berat membutuhkan gizi yang lebih
banyak dibanding orang lain yang beban kerja fisik lebih ringan. Seorang kuli bangunan
atau tukang becak misalnya, maka kebutuhan gizinya lebih banyak dibanding seorang
guru yang tidak banyak dituntut kerja dengan kekuatan fisiknya.
Kebutuhan zat gizi bagi setiap orang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral yang diperoleh melalui makanan dan minuman. Dilihat dari
fungsinya, unsur-unsur gizi dalam makanan dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu
sebagai (1) sumber zat pembangun (2) zat tenaga dan (3) zat pengatur dan pelindung.
Sumber zat pembangun sel-sel jaringan tubuh (plastika) adalah: (a) zat putih
telur (protein), (b) pelikan-pelikan (mineral), dan (c) air. Ketiga unsur gizi tersebut
secara bersama-sama digunakan untuk membentuk sel-sel tubuh manusia. Walaupun
protein dimasukkan ke dalam golongan unsur gizi pemberi kalori, tetapi kegunaan
protein yang utama adalah untuk membangun sel-sel tubuh manusia.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
100
Gambar 14. Kebutuhan Gizi orang satu dengan lainnya berbeda-beda
Sumber zat gizi yang memberikan tenaga (kalori) energitika adalah: (a) hidrat
arang (karbohidrat), (b) lemak (lipid), dan (c) zat putih telur. Hidrat arang dan lemak
merupakan unsur gizi di dalam tubuh yang paling banyak memberikan kalori bagi
manusia. Kedua unsur gizi ini dengan bantuan oksigen dari udara dioksidasikan
(dibakar) sehingga menimbulkan panas. Panas yang ditimbulkan dinyatakan dalam satu
satuan yang disebut kalori. Jadi kalori merupakan satuan panas yang didapat tubuh
manusia sebagai hasil pembakaran hidrat arang, lemak, protein di dalam tubuh.
Selanjutnya sebagai sumber zat pengatur dan pelindung fungsi faal alat-alat
tubuh (stimulansia) adalah berbagai jenis vitamin yang ada dalam makanan. Vitamin
bukan merupakan bahan dasar untuk membangun sel-sel tubuh manusia dan tidak pula
dapat memberikan kalori bagi tubuh. Vitamin digunakan untuk mengatur fungsi faal
alat-alat tubuh.
Dengan adanya penggolongan unsur-unsur gizi itu maka tampaklah unsur gizi
mana yang digunakan dalam pembangunan dan pemeliharaan keadaan gizi tubuh, dan
unsur gizi mana yang berguna sebagai pembantu dalam mengatur pembangunan sel-sel
tubuh. Jenis bahan makanan yang menjadi sumber zat pembangun adalah berbagai
macam lauk pauk seperti telur, ikan, tempe, kacang-kacangan, dsb. Sumber zat tenaga
meliputi berbagai jenis makanan pokok, seperti: nasi, mie, terigu, tales, sagu, jagung,
ubi, kentang, dsb. Sedang sumber zat pengatur dan pelindung alat-alat tubuh adalah
berbagai macam sayur dan buah-buahan.
Berkat kemajuan ilmu gizi dan ilmu lainnya, telah berhasil di kembangkan pola
makanan dan kebutuhan akan zat gizi pada setiap kelompok umur, jenis kelamin dan
taraf fisiologis manusia. Hal ini terjadi karena kebutuhan gizi masing-masing kelompok
manusia tersebut berbeda-beda. Misalnya kebutuhan gizi bayi dengan orangtua berbeda,
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
101
orang laki-laki dengan perempuan berbeda, pekerja kasar dengan yang bukan pekerja
kasar juga berbeda. Dalam kaitannya dengan kepentingan pertumbuhan anak dan
pencegahan kecacatan, maka dalam buku ini hanya di bahas pola makanan untuk
kelompok umur bayi.
C. Faktor Pengaruh Status Gizi Seseorang
Banyak faktor yang ikut berpengaruh pada status gizi seseorang, Benny
Sugianto (1992) mengklasifikasikan faktor pengaruh status gizi sebagai berikut:
Gambar 15. Faktor yang berpengaruh terhadap status gizi
Masing-masing faktor tersebut pengaruhnya terhadap status gizi seseorang dapat
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung misalnya pengaruh
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
102
STATUS GIZI
DAYA BELI
PERSEDIAAN
PANGAN
PERILAKU GIZI
KEADAAN KESEHAT
AN
“perilaku gizi” terhadap “status gizi”. Seorang balita yang sulit makan dan minum dan
berlangsung relatif lama, maka dapat dipastikan ia akan menderita kekurangan gizi atau
bahkan menderita gizi buruk atau busung lapar. Pengaruh secara tidak langsung
misalnya pengaruh “perilaku gizi” terhadap “statu gizi” melalui faktor “ketersediaan
pangan”. Seseorang berperilaku “sangat mudah makan dan minum” (jago makan), tetapi
yang di makan “tidak ada” karena ia berasal dari keluarga miskin, maka dapat
dipastikan dampaknya yaitu ia memiliki status gizi kurang atau bahkan berstatus gizi
buruk juga.
Faktor ketersediaan pangan juga dipengaruhi oleh faktor (a) produksi, (b)
pengelolaan pasca panen, (c) pemasaran, (d) transportasi, (e) komunikasi dan (f).
Import/export. Sedangkan faktor daya beli dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti (a) kesempatan kerja, (b) tingkat upah tenaga kerja, (c) tingkat harga bahan
kebutuhan makan, dan (d) jumlah anggota keluarga. Faktor perilaku gizi umumnya
dipengaruhi pula oleh (a) tingkat pendidikan, (b) tingkat informasi, (c) unsur budaya,
dan (d) unsur kebiasaan.
Faktor (1) ketersediaan pangan, (1) daya beli, dan (3) faktor perilaku secara
bersama-sama ataupun sendiri-sendiri mempengaruhi tingkat konsumsi pangan, yang
akhirnya tingkat konsumsi pangan dapat mempengaruhi status gizi individu.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi status gizi individu adalah (a) keadaan
fisiologis individu, (b) tingkat infeksi dan parasit, (c) penyakit metabolisme dan (d)
keracunan. Faktor-faktor ini secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama berpengaruh
pada tingkat pemanfaatan zat gizi oleh tubuh.
Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi individu menurut
Sugiyanto (1992) setelah diurai faktor-faktor predisposisinya, maka dapat diskemakan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
103
menjadi gambar 16 berikut ini:
Gambar 16: Faktor predisposisi dan pencetus status gizi individu
Di Indonesia, kasus masalah gizi/penyakit kurang gizi masih termasuk tinggi,
pada umumnya kekurangan gizi dapat berakibat fatal dalam bentuk kematian ataupun
kecacatan bila tidak memperoleh suplai nutrisi secara adekuat dengan segera.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
104
KETERSEDIAAN PANGAN
DAYA BELI
PERI LAKU
Produksi Pasca Panen Pemasaran Transportasi Komunikasi Import/export
Kesempatan kerja
Tingkat upah Tingkat harga Jumlah
anggota keluarga
Tingkat pendidikan
Tingkat informasi
Unsur budaya
Unsur kebiasaan
Keadaan fisiologis tubuh
Tingkat infeksi dan parasit
Penyakit metabolisme
Keracunan
TINGKAT KONSUMSI
PANGAN
TINGKAT PEMANFAATAN ZAT GIZI OLEH
TUBUH
STATUS GIZI
Mengapa demikian?. Hal ini oleh karena status gizi individu sangat besar
pengaruhnya bagi (a) status kesehatan individu, (b) kemampuan memperoleh pelayanan
kesehatan, produktivitas, dan (c) pendapatan. Besar kecilnya pendapatan individu pada
akhirnya juga berpengaruh pada kemampuan memperoleh layanan kesehatan.
Hubungan status gizi - status kesehatan – pelayanan kesehatan – produktivitas
adalah seperti mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain.
Gambar 17. Hubungan status gizi, status kesehatan dan produktivitas
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
105
PELAYANAN
KESEHATAN
STATUS GIZI
INDIVIDU
STATUS KESEHA
TAN
PRODUKTIVIT
AS
PENDAPATAN
D. Penyakit Gangguan Gizi dan Gizi Buruk
Sejak beberapa Pelita, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan upaya
perbaikan gizi penduduk dengan program UPKG (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga).
Bahkan UPKG ini pada akhir pelita V sudah menjangkau lebih dari 60% jumlah desa di
Indonesia.
Sebenarnya banyak penyakit gangguan gizi yang terjadi di masyarakat. Namun
demikian pemerintah Indonesia memberikan prioritas pada 4 macam penyakit gangguan
gizi. Dalam hal ini tidak berarti penyakit-penyakit lain tidak ditangani oleh pemerintah.
Semua penyakit gangguan gizi tetap ditangani, namun tidak dalam skala prioritas.
Sebagai gambaran pengaruh defisiensi nutrisi tertentu terhadap kondisi fisik
tubuh seseorang diantaranya seperti terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Kondisi fisik, tanda-tanda kekurangan nutrisi dan kemungkinan penyebab kekurangan nutrisi.
Bagian tubuh Tanda-tanda
kecukupan nutrisi
Tanda-tanda
kekurangan
nutrisi
Kemungkinan penyebab
kekurang an nutrisi
Pertumbuhan
umum
Tinggi badan, berat
badan, lingkar
kepala dalam 5 dan
95 persentil
Tinggi badan,
berat badan,
lingkar kepala di
bawah atau di
atas 5 dan 95
persentil
Defisiensi/kelebihan
protein, lemak, vitamin A,
niasin, kalsium, iodin,
mangan
Usia perkembangan
seksual sesuai
Maturasi seksual
terlambat
Kurang dari pertumbuhan
kemungkinan berhubungan
dengan penyakit/genetik
Kulit Elastis, tetap sedikit
kering, tidak ada
Kekeringan Defisiensi vit.A
Defisiensi asam lemak
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
106
lesi, ruam,
hiperpigmentasi
esensial dan asam lemak
tak jenuh
Pigmentasi merah
yang membesar
Defisiensi niasin
Hiperpigmentasi Defisiensi vit. B12, asam
volat, niasin
Edema/odema Defisiensi protein atau
kelebihan natrium
Muka pucat Defisiensi zat besi, Vit.
B12 atau C
Leher Kelenjar tiroid
tidak jelas pada
inspeksi, dapat
dipalpasi pada garis
tengahleher
Kelenjar tiroid
membesar, jelas
pada inspeksi
Defisiensi iodium
Mata Bening, terang,
bersinar
Kornea lunak,
pudar, bintik
putih atau abu-
abu pada kornea
Defisiensi vit. A
Membran merah
muda dan basah
Membran pucat,
Panas, gatal
Def. Zat besi
Def. Riboflavin
Penglihatan malam
hari adekuat
Buta senja Def. Vit. a
Sistem
muskuloskelet
al
Otot kuat dan
berkembang baik,
sendi fleksibel dan
tidak nyeri,
ekstrimitas simetris
dan lurus, saraf
spinal normal
Otot atropi,
edema dependen,
Lutut tak bisa
bergerak, kaki
bengkok,
pembesaran
epifisis
(t.panjang),
Def. Protein,
Def, vit.D, proses penyakit
Def. Vit.C
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
107
Pendarahan
dalam sendi,
nyeri
Sistem
neurologi
Waspada terhadap
perilaku dan
responsif, inervasi
otot ututh
Lesu, instabilitas Def. Thiamin, niasin, zat
besi, protein, kalori
Empat macam penyakit/gangguan gizi yang memperoleh prioritas penanganan
di Indonesia adalah:
1. Gangguan kekurangan kalori dan protein (KKP)
2. Gangguan kekurangan vitamin A
3. Animea gizi/zat besi
4. Gangguan kekurangan zat iodium (GAKI)
1. Kekuarangan Kalori dan Protein
Penyakit Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), kini sering disebut juga
penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP). Banyak ahli (Sugiyanto, 1992; Nelson,
1988; Jack Insley, Achmad Suryono, 2005; Adhi S. Budi Pramono, 2006) yang
menyatakan bahwa penyakit KKP atau MEP merupakan dampak dari kemiskinan.
Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan pemenuhan
kebutuhan gizi. Beragam penyakit malnutrisi ditemukan pada anak-anak. Dari kurang
gizi hingga busung lapar. Kurang gizi merupakan salah satu istilah dari penyakit
malnutrisi energi protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi
dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka
manifestasi penyakitnyapun berbeda-beda. Malnutrisi ringan sering diistilahkan dengan Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
108
kurang gizi, sedang marasmus dan kwasiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung
lapar) dan marasmik-kwasiorkor digolongkan sebagai MEP berat.
Penyakit kurang gizi banyak menyerang balita. Gejala kurang gizi ringan
umumnya tidak kelihatan. Hanya terlihat berat badannya lebih rendah atau 60-80% dari
berat badan edial. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
a. Kenaikan berat badan berkurang, terheti atau bahkan menurun.
b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun
c. Maturasi tulang terlambat
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun
e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Penyakit marasmus merupakan salah satu penyakit MEP atau KKP yang berat.
Penderitanya secara fisik sangat mudah dikenali. Meski masih anak-anak, wajahnya
terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagianlemak dan otot-ototnya. Penderita
marasmus beratakan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam
stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis
karena selalu merasa lapar. Adapun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat badan normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingan dan mengendur
c. Beberapa diantaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol
e. Sering menderita diare atau konstipati (tertahannya tinja di dalam ususkarena
gerak usus yang berkurang ataulemah).
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, sehingga kadar
hemoglobin juga lebih rendah dari semestinya. (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
109
Penyakit kwasiorkor sering diistilahkan sebagai busung lapar. Penampilan
anak-anak dengan busung lapar umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang
menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat badan normal. Odema stadium berat
maupun ringan biasanya menyertai penderita kwasiorkor. Beberapa ciri lain yang
menyertai diantaranya:
a. Perubahan mental menyolok.
b. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif
c. Penderita tampak lemak dan cenderung ingin selalu terbaring
d. Anemia
e. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya
produksi laktase dan enzim penting lainnya.
f. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia
(pendarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit
maupun selaput lendir) yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas
terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit
sekitar punggung, pantat dan sebagainya.
g. Pembesaran hati, bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh,
terasa licin dan kenyal. (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Penyakit marasmik-kwasiorkor merupakan gabungan dari marasmus dan
kwasiorkor dengan gabungan gejala yang menyertai. Diantaranya:
a. Berat badan penderita hanya berkisar angka 60% dari berat badan normal. Gejala
khas keduapenyakit tersebut tampak jelas seperti odema, kelainan rambut, kelainan
kulit, dsb.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
110
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis hingga menyebabkan gangguan metabolik
seperti gangguan padaginjal danpankreas.
Dampak yang lain dari penyakit MEP antara lain adanya:
a. Terjadinya kematian bayi dalam rahim
b. Waktu lahir BB-nya rendah (BBLR) sehingga mudah terkena penyakit infeksi
c. Angka kematian bayi meningkat
d. Kemampuan belajar rendah
e. Rendahnya daya kerja dan produktivitas
Kasus gizi buruk karena MEP tersebut ternyata banyak dijumpai di tahun 2006.
Data nasional penderita kurang gizi dan gizi buruk masih sulit ditemukan, namun
insidensi kasus kurang gizi dan gizi buruk telah banyak dilaporkan media masa, baik
pada skala regional maupun lokal. Seperti yang terjadi di Kabupaten Yahukimo-
Propinsi Papua, Atambua – Propinsi NTT, Maluku Utara-Propinsi Maluku, semua
propinsi di pulau Jawa, Propinsi Lampung, Propinsi Sumatra Utara sampai Propinsi
Nangru Aceh Darusalam. Contoh kasus kurang gizi dan gizi buruk di Tangerang (Hani
H, 2006) hingga akhir Nopember 2005 terdapat 16.239 anak balita yang mengalami
kekurangan gizi dan balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 1.120 anak. Demikian
juga yang terjadi di wilayah eks Karesiden Surakarta. Di Kabupaten Sukoharjo
ditemukan 150 balita gizi buruk dan 2.907 balita status gizi kurang (Wahyuningsih,
2006), di Kota Solo ditemukan sebanyak 235 balita gizi buruk dan 3.205 balita gizi
kurang (Dinkes, 2006), di Kabupaten Karanganyar dilaporkan sebanyak 548 balita gizi
buruk dan 2.341 balita gizi kurang (DKK, 2006), di Kabupaten Klaten dilaporkan
sebanyak 279 balita gizi buruk (Koeswandjana, 2006), ) di Kabupaten Wonogiri
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
111
dilaporkan 678 balita gizi buruk dan 4.845 balita gizi kurang (DKK, 2006), dan di
Kabupaten Boyolali 472 balita gizi buruk dan 3.623 balita gizi kurang (DKS, 2006).
2. Gangguan kekurangan vitamin A
Vitamin adalah suatu zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, tetapi
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan tubuh dan pemeliharaan
kesehatan.
Dari sudut faal, vitamin bekerja sebagai katalisator. Beberapa jenis vitamin
turut dalam reaksi-reaksi enzim sehingga didapat proses metabolisme yang normal.
Vitamin dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu vitamin yang larut dalam
lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Dan vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin C
dan vitamin yang tergolongan dalam vitamin B komplek. Dari sekian macam vitamin,
vitamin A yang mendapat prioritas untuk diwaspadai.
Fungsi vitamin A bagi tubuh, menurut Sjahmin Moehji (1986) dan
Sugiyanto (1992) diantaranya:
a. Membantu proses penglihatan, yaitu sebagai bahan untuk membuat rodopsin
yang
diperlukan dalam proses penglihatan.
b. Menjaga keutuhan sel-sel epitel pada (1) mata, (2) saluran pernafasan, (3)
saluran pencernakan, (4) kulit.
c. Untuk membantu proses pertumbuhan tubuh.
Di samping ke tiga fungsi vitamin A tersebut, menurut Sugiyanto (1992) masih
ditambah satu fungsi lagi, yaitu (d) berperan pada fungsi imunitas tubuh.
Terjadinya kekurangan vitamin A adalah akibat berbagai sebab, diantaranya
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
112
a. Tidak adanya cadangan vitamin A dalam tubuh anak sewaktu lahir
karena semasa dalam kandungan ibunya menderita kekurangan vitamin A atau tidak
memakan bahan makanan yang banyak mengandung vitamin A dalam jumlah yang
sesuai.
b. Kadar vitamin A yang rendah dalam ASI, oleh karena ibunya tidak cukup makan
makanan yang benyak mengandung vitamin A semasa menyusui.
c. Anak diberi makanan pengganti ASI yang kadar vitamin A nya sangat rendah
(misalnya anak diberi susu skim atau susu kadar lemak rendah/tidak berlemak) atau
susu kental manis, akan menderita kekurangan vitamin A karena dalam kedua jenis
susun tersebut kadar vitamin A nya rendah sekali.
d. Anak-anak yang tidak menyenangi bahan makanan sumber vitamin A terutama
sayur-mayur, akan menderita kekurangan vitamin A.
e. Gangguan penyerapan vitamin A oleh dinding usus halus oleh karena berbagai
sebab, seperti renahnya konsumsi lemak atau minyak (Sjahmin Moehji, 1986).
Diantara kelompok usia yang rentan terhadap terjadinya kekurangan vitamin
A adalah:
a. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yang lahir dari ibu yang menderita
kekurangan vitamin A sehingga dalam tubuhnya tidak tersedia cadangan vitamin A.
b. Anak yang berusia di atas satu tahun yang menderita kwasiorkor biasanya juga
menderita kekurangan vitamin A.
c. Anak-anak pada usia yang lebih tua yaitu sampai usia 5 tahun.
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkann cacat menetap pada mata (buta)
yang tidak dapat disembuhkan atau diperbaiki. Jumlah penderita kebutaan di Indonesia
sedemikian tingginya, yaitu sekitar 1.3% dari jumlahpenduduk.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
113
Akibat kekurangan vitamin A, diantaranya:
(a) Gangguan penglihatan,
(b). Perubahan-perubahan pada jaringan pelapis (epitel),