BAB IIITINJAUAN PUSTAKA2.1.Diabetes Melitus
2.1.1. Gambaran Umum Diabetes MelitusDiabetes Melitus (DM) bukan
penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan suatu
sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor). DM
dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja
insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin
ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein pada jaringan termasuk hati.52.1.2. EpidemiologiDiabetes
melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling
sering ditemukan dan diperkirakan diderita oleh 120 juta orang di
seluruh dunia. Saat ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus
meningkat.
Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap Diabetes
terbanyak pada penduduk dewasa di seluruh dunia 1995 dan
20256UrutanNegara1995 (juta)urutanNegara2025 (juta)
1India19,41India57,2
2Cina16,02Cina37,6
3Amerika Serikat13,93Amerika Serikat21,9
4Federasi Russia8,94Pakistan14,5
5Jepang6,35Indonesia12.4
6Brazil4,96Federasi Russia12,2
7Indonesia4,57Meksiko11,7
8Pakistan4,38Brazil11,6
9Meksiko3,89Mesir8,8
10Ukraine3,610Jepang8,5
Semua negara lain49,7103,6
Jumlah135,3300
Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut
diantaranya:a. Faktor demografi : Jumlah penduduk meningkat,
penduduk usia lanjut betambah banyak, dan urbanisasi makin tak
terkendali.b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : Penghasilan per
capita tinggi, restoran siap santap, dan Teknologi canggih
menimbulkan sedentary life, kurang gerak badan
c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes
menjadi lebih panjang.
2.1.3. EtiologiDiabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena
kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa.7Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis
Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas masih dapat mengkompensasi,
sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal
atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel
pankreas, baru terjadi diabetes melitus klinis, yang ditandai
dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria
diagnosis diabetes melitus.72.1.4. Patofisiologi Tubuh memerlukan
bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di
samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan
makanan yang dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat,
protein dan lemak.1Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan harus masuk dulu ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam
sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang
rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini
disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel
beta pankreas.1Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin
normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk akan sedikit,
sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa
dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut sebagai
resistensi insulin.1Penyebab resistensi insulin pada NIDDM
sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor-faktor di bahwa ini
banyak berperan:1 Obesitas terutama yang berbentuk sentral
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Kurang gerak badan
Faktor keturunan (herediter)
2.1.5. Manifestasi KlinisGejala klasik Diabetes Melitus (DM)
adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing
terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta
berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat
lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka
sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4
kg.Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM
tipe 2 tidak sama. Demikian juga pengobatannya. Tabel 2.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2
DM Tipe 1DM Tipe 2
Onset (umur)Biasanya < 40 tahunBiasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat diagnosisBeratRingan
Kadar InsulinTak ada insulinInsulin normal atau tinggi
Berat badanBiasanya kurusBiasanya gemuk atau normal
PengobatanInsulin, diet, olahragaDiet, olahraga, tablet,
insulin
Sumber1
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk diagnosa Diabetes Melitus (DM), melalui
pemeriksaan kadar glukosa darah (gula darah puasa, gula darah 2 jam
setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa
per-oral (TTGO).7Pemeriksaan kadar glukosa darah.
Bahan untuk pemeriksaan gula darah puasa, pasien harus berpuasa
6 12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya,
penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum
glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam
waktu 15 20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk
pemeriksaan glukosa 2 jam PP .7
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan gula darah meliputi
metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering
dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase
(GOD) dan metode heksokinase.7a. Metode GOD, akurasi dan presisi
yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi
reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa
mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.
b. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki
akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens,
karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa. Untuk
mendiagnosa Diabetes Melitus (DM), digunakan kriteria dari
consensus perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998.
Pemeriksaan lainnya untuk mendiagnosa Diabetes Melitus (DM)
Antibody marker adanya proses autoimun pada sel beta adalah
islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies
(IAA), dan antibody terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD)
(Gustaviani Reno, 2006). a. Islet cell cytoplasmic antibodies (ICA)
bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin
pada pulau-pulau pancreas. ICA menunjukkan adanya kerusakan sel.
Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit
ke arah Diabetes Melitus (DM) tipe 1.
b. antibody terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD)
adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmitter
g-aminobutyric acid (GAB). Anti GAD ini bias teridentifikasi 10
tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa
digunakan sebagai uji saring sebelum gejala Diabetes Melitus (DM)
muncul.
Untuk membedakan Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dengan Diabetes
Melitus (DM) tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi
C-peptide merupakan indicator yang baik untuk fungsi sel beta, juga
bias digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi
pancreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi
pancreas atau transplantasi sel-sel pulau pancreas.7Pemeriksaan
untuk pemantauan Diabetes Melitus (DM)
Untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Melitus (DM), yang
digunakan adalah kadar gula darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan
glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan
fruktosamin.7Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan
karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk
memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.7Pemeriksaan
HbA1CHbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi
non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A
dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui
proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan irevarsibel .7
Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange chromatography, HPLC
(high performance liquid chromatography), electroforesis,
Immunoassay (EIA), Affinity Chromatography, dan analisis kimiawi
dengan kolorimetri.7a. Metode Ion Exchange Chromatography, harus
dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH
dari buffer, Interferens yang mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC
yang bias memberikan hasil negatif palsu.
b. Metode HPLC (high performance liquid chromatography), prinsip
sama dengan ion exchange chromatography, bias diotomatisasi, serta
memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metoce ini juga
direkomendasikan menjadi metode referensi.
c. Metode elektroforesis, hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC,
tetapi presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil
positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak
banyak berpengaruh pada metode ini.
d. Metode immunoassay (EIA), hanya mengukur HbA1C tidak mengukur
HbA1C yang labih maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang
baik.
e. Metode Affinity Chromatography, non-glycated hemoglobin serta
bentuk labih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated
hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun
HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini
mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran
dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.
f. Metode Kalorimentri, waktu inkubasi lama (2 jam), lebih
spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun
glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sample besar, dan
satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m
mol/L.Interpertasi hasil pemeriksaan HbA1C akan meningkat secara
signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa
digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada
penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan
HbA1C-nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat :
pemberian Therapi lebih intensif untuk menghindari komplikasi.7
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol) : 4%,
5,9%.(6) Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan
sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan
secara rutin tiap 3 bulan sekali.72.1.7.Diagnosis Diabetes
MelitusDiagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan
atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan
bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.5Ada perbedaan antara uji
diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau
tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko
DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka
yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan
diagnosis definitif.5 Keterangan :
GDP= Glukosa Darah Puasa
GDS= Glukosa Darah Sewaktu
GDPT= Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT= Toleransi Glukosa Terganggu Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai
risiko Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala
DM. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes,
merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari.8Pemeriksaan penyaring dikerjakan
pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM sebagai
berikut :81. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang
disertai dengan faktor risiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau
riwayat DM gestasional
Hipertensi ( 140/90 mmHg)
Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL
Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin Adanya riwayat TGT atau
GDPT sebelumnya Memiliki riwayat penyakit kardiovaskularTabel
3.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DMBelum pasti DMDM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)Plasma vena<
110110-199> 200
Darah kapiler< 9090-199> 200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)Plasma vena< 110110-125>
126
Darah kapiler< 9090-199> 110
Sumber : Soegondo S (2005)
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan
hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang
berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.Langkah-langkah Menegakkan
Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Tolerangi GlukosaUntuk
kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus (DM), hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa ( 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ( 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ( 200
mg/dl.1Cara Pelaksanaan TTGO :8 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan
makan seperti biasa (karbohidrat cukup)
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15
menit
Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat
dan tidak merokok
Tabel 4.
Kriteria diagnostik diabetes melitus* dan gangguan toleransi
glukosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ( 200 mg/dl
Atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ( 126 mg/dl
Atau
3. Kadar glukosa plasma ( 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO**
Sumber : PERKENI, 2002
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada
hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan
dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik :
poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
** Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di
klinik, untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan
memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam
pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama.2.1.8.PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan
secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup Diabetes Melitus
(DM).1Tujuan penatalaksanaan
A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian
glukosa darah.
B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini
DM.Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus81. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi
medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu).
Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis
berat, stres berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.8
Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang
:
Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan
non-farmakologis serta target perawatan Interaksi antara asupan
makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin
serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman
hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan
glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan
gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya
latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi ( missal
: hiperglikemia pada kehamilan) Pentingnya perawatan diri Cara
mempergunakan fasilitas perawatan kesehatanI. Terapi gizi medis
(TGM)
Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai target terapi prinsip pengaturan makan
pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu.A. Komposisi makanan
yang dianjurkan terdiri dari :
Karbohidrat
- Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energiPembatasan
karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus
mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi
Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi Sedikit gula
dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat
dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah
besar gula misalnya pada minuman ringan dan permen Makan tiga kali
sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat Garam
Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari
terutama pada mereka yang hipertensi
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat
larut
Pemanis
Batasi penggunaan pemanis bergizi
Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid
plasma
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas amanB.
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi. Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan
kebutuhan kalori basal sebesar 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah
dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis kelamin,
umur, aktifitas, berat badan, dll.Faktor-faktor yang menentukan
kebutuhan kalori antara lain :
Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal / kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal / kg BB Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5
% untuk dekade antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60
s/d 69 tahun, dan dikurangi 20 % untuk usia diatas 70 tahun
Aktifitas fisik atau pekerjaan
Penambahan 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan
istirahat, 20 % pada pasien dengan aktifitas ringan, 30 % dengan
aktifitas sedang, dan 50 % dengan aktifitas sangat berat Berat
badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 30 % bergantung pada tingkat
kegemukan
-Bila kurus ditambah 20 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit
1000 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 1600 kkal / hari
untuk
priaMakanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut
di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi( 20 % ), siang
( 30 % )dan sore (25 %) serta 2 3 porsi makan ringan ( 10 15 % )
diantaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan.
Untuk diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.II. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama +
30 menit yang sifatnya CRIPE (Continous Rhytmical Interval
Progressive Endurace training).
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa
henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
pasien melakukan jogging tanpa istirahat. Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari
intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate= 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate= 220-umur Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,
seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang
dan bersepeda.Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani
secara teratur ( 3 4 kali seminggu selama 30 menit ) merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
IV. Terapi Farmakologis Intervesi farmakologis ditambahkan jika
sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani
(Sudoyo Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ). Berdasarkan cara kerjanya,
OHO dibagi menjadi 4 golongan:1A. Golongan Insulin
SecretagoguesInsulin secretagogues mempunyai efek hipoglikemik
dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.1)
SULFONILUREA
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada
awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa
tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin.
Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena
kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi
insulin.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta
pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada
channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini
menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan membuka
channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca
intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan
eksositosis granul yang mengandung insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya
bermanfaat untuk pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
sekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada
diabetes mellitus tipe 1.
Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea
sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara
bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa
90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan
dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam
sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang
diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan
pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.2) GLINID
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai
struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek
sepertinya.
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat
fenilalanin) kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati
sehingga diberikan 2 sampai 3 kali sehari.B. Golongan Insulin
Sensitizing1) BIGUANID
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan
hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui
ginjal. Oleh karena itu metformin biasanya diberikan dua sampai
tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Efek
samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3mg/dl pada perempuan dan
>1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan
gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang
usia lanjut.
Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal
reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin
meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehigga menurunkan glukosa
darah dan menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan.
Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar
tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam
keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan
menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak
meyebabkan kenaikan berat badan.
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan
kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis
sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak
daripada pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis maksimal
keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen
pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan
tungal metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada
pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi
insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin
dengan metformin. Penelitian lain ada yang mendapatkan kombinasi
metformin dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.
2) GLITAZONE
Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone
(Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome
proliferators-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif
dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang
reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid,
diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter
jadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone
dan 3-7 jam bagi pioglitazone.
Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis
tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi
glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan
dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan
menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau
sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis
tunggal. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kelas I IV karena dapat memperberat udem / retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidakdigunakan sebagai obat
tunggal.C. Penghambat Glukoneogenesis
1) METFORMIN
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer.
Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,
sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi efek samping tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan.D. Penghambat Alfa
Glukosidase ( acarbose )
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulen.
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran
pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran
pencernaan, metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis,
hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh
eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian
besar diekskresi melalui feses.
Cara pemberian OHO terdiri dari :8 OHO dimulai dengan dosis
kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat
Acarbose : bersama suapan pertama makan
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makanTabel 5.
Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap
penurunan A1C ( Hb-glikosilat )
GolonganCara kerja utamaEfeksamping utamaPenurunan A1C
SulfonilureaMeningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemia1,5
2 %
GlinidMeningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemia1,5 2
%
MetforminMenekan produksi glukosa hati & menambah
sensitifitas terhadap insulinDiare, dyspepsia, asidosis laktat1,5 2
%
Penghambat glukosidase Menghambat absorpsi glukosaFlatulens,
tinja lembek0,5 1,0 %
TiazolidindionMenambah sensitifitas terhadap
insulinEdema1,3%
InsulinMenekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan
glukosaHipoglikemia, BB naikPotensial sampai normal
Sumber8Tabel 6. Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
GolonganGenerikMg/tabDosis harianLama kerjaFrek/hariWaktu
Klorpropamid100-250100-50024-361
Glibenklamid2,5 52,5 - 1512-241 2
SulfonilureaGlipizid5 105 2-10-161 2Sebelum
Glikuidon3030 - 1206 82 3makan
Glimepirid1,2,3,40,5 - 6241
GlinidRepaglinid0,5,1,21,5 - 6 -3
Nateglinid120360 -3
TiazolidindionRosiglitazon44 - 8241Tdk bergantung
Pioglitazon15,3015 - 45241jadwal makan
Penghambat glukosidase Acarbose50-100100-3003Bersama suapan
pertama
BiguanidMetformin500-850250-30006-81-3Bersama/sesudah makan
Sumber 81. INSULIN1Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia
Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulinTable 7
Insulin di Indonesia
NamaBuatanEfek puncakLama kerja
Cepat
Actrapid
Humulin-RNovo Nordisk (U-40&U-100)
Eli Lilly (U-100)2-4 jam6-8 jam
Menengah
Insulatard
Monotard Human
Humulin-NNovo Nordisk (U-40&U-100) Novo Nordisk
(U-40&U-100)
Eli Lilly (U-100)4-12 jam18-24 jam
Campuran
Mixtard 30
Humulin-30/70Novo Nordisk (U-40&U-100)
Eli Lilly (U-100)1-814-15
Panjang
Lantus
Bentuk Penfill untuk
Bentuk Penfill untuk
Bentuk Penfill untukAventis
Novopen 3 adalah :
Actrapid Human 100
Insulatard Human 100
Maxtard 30 Human 100
Humapen Ergo adalah :
Humulin-R 100
Humulin-N 100
Humulin-30/70
Optipen adalah :
LantusTidak ada24 am
Sumber8
Terapi kombinasi
Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga
OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga
OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang /
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit
yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan
dan diberikan insulin saja.82.1.9.KomplikasiDalam perjalanan
penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.1I. Penyulit
akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang
harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara
itulah angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
HipoglikemiaII. Penyulit menahun
1. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati2.1.10. Pengendalian DMUntuk dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yag merupakan sasaran terapi. DM terkndali baik, apabila kadar
glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan
A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi
dan tekanan darah.1Tabel 8 Kriteria pengendalian DM
BaikSedangBuruk
GD puasa80 - 109110 - 125 126
GD 2 jam pp80 - 144145 - 179 180
A1C< 6,56,5 8>8
Kolesterol total< 200200 - 239 240
LDL< 100100 - 129 130
HDL>45
Trigliserida< 150150 - 199 200
IMT18,5 22,923 - 25>25
Tekanan darah< 130/80130 140 / 80 - 90>140/90
Sumber 52.1.11.PrognosisSekitar 60% pasien DM yang mendapat
insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat
mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.92.2.Stroke non hemoragik2.2.1.Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan
atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.10Stroke non hemoragik
didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh
sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.102.2.2.Etiologi Stroke non
hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.Trombosis serebri
menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan
lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam
atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11Emboli serebri
terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber
proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli
dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak
atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri
sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.112.2.3.Faktor risikoAda beberapa faktor risiko stroke
yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya
yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat
di modifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :121.
Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan
akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65
tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. 2. Jenis
kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa
kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita,
sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas.3.
Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan
pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika
dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia
kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. 4.Ras
atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit
putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak
menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak
35% sampai 42%.2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan
merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. 3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang
paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah otak.4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam.
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid
yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan
aterogenesis. 7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus.8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih
besar. 2.2.4.PatofisiologiOtak terdiri dari sel-sel otak yang
disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia,
cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke
otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah
darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna
yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus Willisi.11Gangguan pasokan darah otak
dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk
sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi
di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat
berupa :111.Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,
seperti pada aterosklerosis dan thrombosis.2.Berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.3.Gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium.Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut
dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung
bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya
dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur,
yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.
2.2.5.Gejala klinisGejala klinis tersering yang terjadi yaitu
hemiparese yang dimana PendeRita stroke non hemoragik yang
mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh
sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelum2.2.6.Pemeriksaan
laboratorium dan teknik pencitraan
di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis,
darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering
dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula
darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko
dislipidemia :Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk
stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa
penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes
mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak
yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran
darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.13LDL adalah
lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan
komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko
aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma
yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke
empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek
protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan,
namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan
terjadinya aterosklerosis dan stroke.13Pemeriksaan lain yang dapat
di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya
yaitu :141. CT scanUntuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi
kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama
pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak
memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus
stroke non hemoragik.26
2.MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.143.Ultrasonografi
dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi
(menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA
digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan
di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi
aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah
otak.144.Angiografi otakMerupakan penyuntikan suatu bahan yang
tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan
dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh
darah di leher dan kepala.142.2.7.PenatalaksanaanWaktu merupakan
hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di
perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke
hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat
memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir
pengobatan.10a.Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis
maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan
per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan 220 mmHg,
diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140
mmHg.3)Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA
dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110
mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin.
Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena
penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan
darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid
intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan
kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah
yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin
drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada
stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin
drips.1.Antikoagulansia 2.Penghambat trombosit 3.Trombolitika juga
disebut fimbrinolitika 2.2.8.Prognosis14Prognosis stroke
dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis.21