Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur I BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 1 BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Di dalam bab 3 berisikan dua topik bahasan utama. Pertama, topik bahasan adalah kualitas lingkungan hidup yang berdampak dan kedua adalah topik bahasan dengan nama kegiatan lain di sekitar jaringan irigasi Daerah Irigasi Komering (Bahuga Area). 3.1. Kualitas Lingkungan Hidup Yang Berdampak Pokok bahasan utama dari kualitas lingkungan hidup yang berdampak adalah komponen geofisik-kimia, komponen biota, komponen social ekonomi dan budaya, serta komponen kesehatan masyarakat. 3.1.1. Komponen GeoFisik-Kimia Dalam membahas komponen geofisik-kimia, komponen yang dibahas adalah komponen iklim, kualitas udara, hidrologi, kualitas tanah. 3.1.1.1. Iklim Berdasarkan tipe iklim lokasi pembangunan irigasi Daerah Irigasi Bahuga Area BBWS Sumatera VIII yang berada di Provinsi Sumatera Selatan umumnya dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur khususnya, wilayah studi termasuk ke dalam daerah yang beriklim tropis. Pernyataan iklim tropis tersebut digambarkan oleh beberapa ahli dengan berbagai istilah antara lain: Termasuk iklim Alfa (iklim hujan tropis), menurut Koppen. Termasuk iklim A (daerah sangat basah), menurut Schmidt-Ferguson 1951. Termasuk iklim B1 (daerah dengan 7 sampai 9 bulan basah dan dua bulan kering), menurut Oldemanet all.(1979). Data iklim diperoleh dari hasil pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas II Kenten. Data yang tersedia meliputi anasir curah hujan, hari hujan, temperatur udara dan kelembaban relatif udara. A. Curah Hujan Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun dan analisis data curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson (1951), maka kawasan kegiatan termasuk ke dalam tipe iklim Alfa (menurut Kopen) dan termasuk zona agroklimat B2 (menurut
77
Embed
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL€¦ · RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Di dalam bab 3 berisikan dua topik bahasan utama. Pertama, topik bahasan adalah kualitas lingkungan hidup yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 1
BAB III
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Di dalam bab 3 berisikan dua topik bahasan utama. Pertama, topik bahasan adalah
kualitas lingkungan hidup yang berdampak dan kedua adalah topik bahasan dengan
nama kegiatan lain di sekitar jaringan irigasi Daerah Irigasi Komering (Bahuga Area). 3.1. Kualitas Lingkungan Hidup Yang Berdampak Pokok bahasan utama dari kualitas lingkungan hidup yang berdampak adalah
komponen geofisik-kimia, komponen biota, komponen social ekonomi dan budaya,
serta komponen kesehatan masyarakat.
3.1.1. Komponen GeoFisik-Kimia Dalam membahas komponen geofisik-kimia, komponen yang dibahas adalah
Sumber : Data Primer, 2016 U1 : Bahuga Area (BBG 53) (S : 040 04’36,2” E: 104045’16,1”) U2 : Tegal Besar (Belitang II) (S : 040 01’12,2” E: 104049’09,9”) U3 : Desa Ulak Buntar (S : 040 02’20,9” E: 104045’24,6”) BML : Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumsel No.17 Tahun 2005
Tabel 3.5. Standard Kriteria Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Kualitas Udara
* nilai skala dapat dilihat dalam keterangan tabel 3.5.
Berdasarkan tabel 3.4., tabel 3.5. dan tabel 3.6., paragraf berikut adalah ulasan
tentang parameter kualitas udara ambien.
Hasil pengukuran kualitas udara di sekitar
kegiatan pembangunan Daerah IrigasiI
Komering ( Bahuga Area ) tertuang dalam
tabel 3.4.. Standar yang digunakan untuk
mengevaluasi kualitas udara terdapat
dalam tabel 3.5., sedangakan hasil
evaluasi kualias udara dituangkan dalam
tabel 3.6.. Berdasarkan tabel 3.6. terlihat bahwa kualitas udara di sekitar kegiatan
pembangunan DI Komering ( Bahuga Area ) dan sekitarnya masih tergolong sedang
menuju bagus. Nilai kuantitas dari kualitas lingkungan hidup adalah sebesar 4,39 skala
kualitas lingkungan hidup. Boleh dikatakan semua parameter kualitas udara
mempunyai konsentrasi yang masih di bawah nilai Ambang batas Baku Mutu Kualitas
Lingkungan Hidup. Keadaan tersebut ditemukan di daerah kebun karet, perumahan
penduduk dan sekitar jalan asphal. Bila dibandingkan kualitas udara pada saat musim
kemarau, lokasi pinggiran Sungai Komering (Andal PT. Hanson Energy, 2013)
mempunyai nilai kualitas lingkungan hidup sebesar 4,05 skala, maka kondisi kualitas
lingkungan hidup dari kualitas udara adalah lebih baik pada musim penghujan.
Gambar 3.1 Pengambilan sampel udara
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 7
Kebisingan merupakan komponen utama yang belum mendekati nilai ambang batas
Baku Mutu Kualitas Lingkungan Hidup. Nilai kebisingan yang menjadi tinggi pada
kondisi eksisting disebabkan oleh kegiatan kegiatan penduduk dan di lokasi BBG 53
mempunyai nilai tinggi dikarenakan bunyi cucuran air dari pintu air atau kemericik air
dari saluran sekunder. Dari hasil pengukuran di lapangan, tingkat kebisingan yang
rendah terdapat di dalam tapak proyek. Salah satu alasan bahwa kegiatan
pembangunan pada tahap akan konstruksi memberikan tingkat konstribusi kebisingan
terhadap kebisingan adalah dengan pengukuran tingkat kebisingan di lokasi tapak
proyek yang memperlihatkan bahwa tingkat kebisingan di tapak proyek belum
mendekati nilai ambang batas Baku Mutu Lingkungan Hidup. Secara keseluruhan,
kuantifikasi kualitas lingkungan hidup di lokasi tapak proyek dan sekitarnya
memperlihatkan pada skala 3,7 atau berkriteria sedang menuju bagus. Kuantifikasi
digunakan guna membantu mengkuantifikasikan besaran dampak yang dituangkan
dalam matriks pengelolaan dan evaluasi dampak, dengan menginggat keterbatasan
data.
a. Suhu Udara Suhu udara dalam pengukuran sangat diperlukan, dimana kandungan gas yang ada di
udara pada umumnya berbanding terbalik, pada suhu udara rendah, konsentrasi
polutan gas di udara diperkirakan tinggi (mengambang mendekati permukaan bumi) sedangkan pada suhu udara meningkat polutan gas di udara rendah (gas naik ke
atmosfere).
Hasil pengukuran yang telah dilakukan pada 3 (tiga) lokasi seperti terlihat pada Tabel 3.4 di atas menunjukkan bahwa suhu udara mempunyai perbedaan yang tidak
signifikan, dimana pada saat pengukuran berlangsung suhu udara cukup cerah. Nilai
yang ditunjukkan berkisar antara 29,20C hingga 31,30C. Angka tersebut setara dengan
kulitas lingkungan hidup pada taraf sedang dengan besaran 3 skala kualitas
lingkungan hidup.
b. Kelembaban Hasil pengukuran yang telah dilakukan pada 3 (tiga) lokasi seperti terlihat pada Tabel
4.4. di atas menunjukkan nilai kelembaban dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Nilai yang ditunjukkan berkisar antara 47,8 % RH hingga 68,6% RH, dengan melihat
persentase tingkat Relative Humidity (RH) kelembaban tersebut dinyatakan baik. Untuk
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 8
mengkuantifikasikan dengan skala kualitas lingkungan hidup belum dapat dievaluasi
karena nilai dari parameter kelembaban belum ada standard bakunya.
c. Arah dan Kecepatan Angin Arah angin menunjukkan pada lokasi tapak proyek maupun pemukiman penduduk
mengarah dari Timur Ke Barat. Nilai kecepatan angin yang ditunjukkan berkisar antara
0,8 m/detik hingga 1,2 m/detik.
d. Tingkat Kebisingan
Kebisingan (noise) dapat diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan, pada tingkat tertentu justru dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem pendengaran. Tingkat kebisingan adalah suatu
ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat (dB). Baku
Tingkat Kebisingan adalah batas maksimum tingkat kebisingan yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan dari usaha/kegiatan sehingga tidak menimbulkan dampak
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 17 Tahun 2005 tentang
Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan, maka untuk menjamin
kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya, setiap usaha/kegiatan perlu melakukan upaya pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan. Hasil pengukuran tingkat kebisingan yang
telah dilakukan pada 3 (tiga) titik seperti terlihat pada Tabel 3.4. di atas bernilai antara
46,9 dBA hingga 52,1 dBA, indikasi ini menunjukan bahwa, tingkat kebisingan masih
memenuhi ambang batas yang ditetapkan.
Di lokasi BBG 53 mempunyai nilai tinggi dikarenakan bunyi cucuran air dari pintu air
atau kemericik air dari saluran sekunder, sedangkan kebisingan di pemukiman dan
sekitar jalan asphal masih relatif sunyi dan mempunyai kuanntifikasi kualitas
lingkungan hidup sebesar 4 skala atau dengan kriteria bagus. Secara keseluruhan,
kuantifikasi kualitas lingkungan hidup di lokasi tapak proyek dan sekitarnya
memperlihatkan pada skala 3,7 atau berkriteria sedang menuju bagus. Kuantifikasi
digunakan guna membantu mengkuantifikasikan besaran dampak yang dituangkan
dalam matriks pengelolaan dan evaluasi dampak, dengan menginggat keterbatasan
data.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 9
e. Hidrogen Sulfida (H2S) Hidrogen Sulfida adalah persenyawaan hidrogen dan belerang, terutama monosolfida
nya, merupakan gas yang tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan rumus
kima H2S dan berbau tidak enak. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika
bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik),
seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang
timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.
Gas H2S merupakan produk dari reaksi asam dengan sulfida logam, dengan tingkat
toksisitas yang tinggi. Untuk mengetahui keberadaaan serta kadar gas H2S di alam,
salah satu cara dapat dilakukan dengan melakukan monitoring udara, yang diawali
dengan pendeteksian (pensensoran) dengan alat Sfektrofotometer dan dilanjutkan
dengan penentuan kadarnya dengan metode Methelyn Blue. Hasil pengukuran
Hidrogen Sulfida (H2S) yang telah dilakukan pada 3 (tiga) titik seperti terlihat pada
Tabel 3.4. di atas bernilai antara 0,0 ppm dan menunjukan kadar H2S masih di bawah
ambang batas yang ditetapkan yaitu 0,02 ppm. Berdasarkan nilai tersebut, kuantifikasi
tidak dapat diberikan karena hasil pengukuran laporatorium mempunyai nilai yang lebih
tidak teliti (nol dengan satu digit dibelakang koma) dibandingkan dengan nilai standard
(dua digit dibelakang koma)
f. Sulfur Oksida (SOx)
Polusi oleh Sulfur Oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak
berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfurtrioksida (SO3), dan keduanya disebut
sebagai SOx. Sulfur Dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak
terbakar di udara, sedangkan Sulfur Trioksida merupakan komponen yang tidak
reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan Sulfur
Oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen
yang tersedia. Adanya SO3 dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap air
sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup seperti biasanya, SO3 dan
air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4) dengan reaksi
sebagai berikut : SO3 + H2O H2SO4
Pengaruh SO2 terhadap tanaman dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : pengaruh
konsentrasi SO2 dan waktu kontak. Kerusakan tiba-tiba (akut) terjadi jika terjadi kontak
dengan SO2 pada konsentrasi tinggi dalam waktu sebentar, dengan gejala beberapa
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 10
bagian daun menjadi kering dan mati, dan biasanya warnanya memucat. Kontak
dengan SO2 pada konsentrasi rendah dalam waktu lama menyebabkan kerusakan
kronis, yang ditandai dengan menguningnya warna daun karena terhambatnya
mekanisme pembentukan khlorofil. Kerusakan akut pada tanaman disebabkan
kemampuan tanaman untuk mengubah SO2 yang diabsorbsi menjadi H2SO4,
kemudian menjadi sulfat. Garam-garam tersebut terkumpul pada ujung atau tepi daun.
Sulfat yang terbentuk pada daun berkumpul dengan sulfat yang diabsorbsi melalui
akar, dan jika akumulasi cukup tinggi, terjadi gejala khronis yang disertai dengan
gugurnya daun.
Pengaruh terhadap manusia dan hewan, SO2 pada konsentrasi jauh lebih tinggi dari
konsentrasi yang diperlukan adalah iritasi sistim pernapasan, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada SO2 sebesar 5 ppm atau lebih,
bahkan ada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm.
SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua
dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistim pernapasan dan
kardiovaskular. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitif terhadap kontak
dengan SO2, meskipun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau
lebih. Hasil pengukuran SO2 yang telah dilakukan pada 3 (tiga) titik seperti terlihat
pada Tabel 3.4. di atas bernilai antara 89,5 µg/Nm3 hingga 91,5 µg/Nm3, masih jauh
di bawah baku mutu yang ditetapkan 900 µg/Nm3. Berdasarkan kualitas lingkungan
hidup, kondisi eksisting tapak proyek mempunyak kualitas lingkungan hidup berskala 5
dengan criteria sangat bagus untuk parameter sulfur oksidan. Hasil pengamatan fisula
kondisi eksisting adalah tidak terlihat pengaruhnya terhadap lingkungan seperti
dedaunan berbintik dan menguning, korosif yang berlebihan pada peralatan, atau
gangguan pada pernapasan dan mata pedih.
g. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida adalah suatu komponen tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas 192oC.
Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5 % dari berat air dan tidak larut di dalam
air. Karbon monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses
pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang mengandung
karbon, reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 11
suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen. Beberapa
penelitian menunjukkan pengaruh CO terhadap tanaman biasanya tidak terlihat secara
nyata. Pengaruh CO pada manusia pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kematian, sedangkan kontak dengan CO pada konsentrasi yang relatif rendah (100
ppm atau kurang) dapat menggangu kesehatan. Pengaruh CO pada tubuh terutama
disebabkan oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah.
Kandungan CO di udara berasal dari emisi kendaraan bermotor, dan pembakaran
bahan bakar minyak yang tidak sempurna dimana oksigen yang tersedia kurang dari
yang dibutuhkan. Kandungan CO pada seluruh lokasi pengukuran berkisar < 1000
µg/Nm3 dan masih di bawah baku mutu atau dengan kuantifikasi kualias lingkungan
hidup sebesar 5 skala dan dengan criteria sangat bagus.
h. Nitrogen Dioksida (NO2) Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri dari
gas NitritOksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2). Walaupun bentuk Nitrogen Oksida
lainnya ada, tetapi kedua gas ini yang paling banyak ditemui sebagai polutan udara.
Nitrit Oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sebaliknya
Nitrogen Dioksida mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Konsentrasi Nox di udara sangat dipengaruhi oleh sinar matahari dan aktivitas
kendaraan bermotor. Pencemaran NOx dapat berupa asam nitrat, yang kemudian
diendapkan sebagai garam-garam nitrat di dalam air hujan dan debu. Organ tubuh
yang paling peka terhadap pencemaran garam Nitrogen Dioksida (NO2) adalah paru-
paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga
penderita sulit bernapas dan dapat mengakibatkan kematian. Konsentrasi gas NO2
yang tinggi juga dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang
mengakibatkan kejang- kejang, bila keracunan tersebut berlangsung lama dapat
menyebabkan kelumpuhan. Hasil pengukuran NO2 pada seluruh lokasi berkisar antara
84,2 µg/Nm3- 85,1 µg/Nm
3 kondisi ini masih di bawah baku mutu yang diperbolehkan
(400µg/Nm3). Kuantifikasi kualias lingkungan hidup dari parameter nitrogen dioksida
adalah berskala 5 dan dengan criteria sangat bagus.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 12
i. TSP
Kandungan debu (TSP) yang berada di udara ambien pada umumnya berasal dari
partikel yang tersuspensi di udara. Kandungan debu dapat bersumber dari sumber
bergerak dan sumber tidak bergerak. Dampak yang ditimbulkan oleh kandungan debu
terhadap kesehatan manusia adalah berupa gangguan pernapasan fibrosis, dan
abstraksi paru-paru. Pengaruh terhadap kesehatan manusia tergantung kepada
komposisi kimia, ukuran partikel, konsentrasi dan lama pemaparannya.
Dampak partikulat terhadap lingkungan diantaranya dapat mengurangi jarak
pandang/penglihatan yaitu apabila konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan
gangguan estetika dan tertutupnya permukaan benda, bangunan gedung dan lain-lain.
Partikulat debu dengan ukuran 0,2- 2 mikron merupakan penyaring sinar matahari
yang efisien, sehingga akan menyebabkan berkurangnya sinar matahari di permukaan
bumi, kemudian ini akan mempengaruhi kehidupan dipermukaan bumi, karena
kekurangan sinar ultraviolet yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan dan juga sebagai salah satu faktor antirachitis. Selain itu sinar ultraviolet
dibutuhkan untuk membunuh mikro organisme patogen di udara.
Kandungan debu pada lokasi studi lebih dominan berasal dari lalu lintas kendaraan
masyarakat, dan debu jalan lokasi atau lahan terbuka ketika angin bertiup atau
kendaraan yang lewat. Dari hasil pengukuran kandungan debu pada semua lokasi
pengukuran menunjukkan bahwa kandungan debu (TSP) berkisar antara 107 µg/Nm3
– 109µg/Nm3 dan masih berada di bawah baku mutu. Walaupun demikian penyusun
mencoba mengkuantifikasikannya dalam skala kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan
tabel 3.4., tabel 3..5., dan tabel 3.6. memperlihatkan bahwa kualitas lingkungan hidup
untuk parameter kadar debu adalah berskala 5 dengan criteria sangat bangus.
j. Timah Hitam (Pb) Partikel-partikel timah hitam (Pb) yang terdapat di udara umumnya berasal dari
kendaraan bermotor dengan bahan bakar petrolium. Hasil pembakaran yang tidak
sempurna menyebabkan partikel timah hitam keluar dari sistim pembakaran kendaraan
bermotor melalui knalpot. Pengaruh cemaran timah hitam di udara apabila terhisap
oleh manusia akan mengakibatkan gangguan jiwa/prilaku, kekurangan darah, muntah,
kejang-kejang, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistim syaraf, gangguan otak,
kelihatan lekas tua, berat badan berkurang, dan dapat menyebabkan kematian. Hasil
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 13
dari pengukuran yang telah dilakukan pada semua lokasi pengukuran menunjukkan
bahwa kandungan timah hitam (Pb) berkisar 0,0 µg/Nm3 menunjukkan bahwa,
kandungan timah hitam masih di bawah batas nilai baku mutu nilai Pb (2 µg/Nm3). Nilai
konsentrasi Pb di udara dikuantifikasikan menjadi setara dengan skala 5 kualitas
lingkungan hidup dan mempunyai kriteria sangat bagus.
k. Ozon (O3) Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai
pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses
fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi
komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang
terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi karena interaksi
antara bahan pencemar primer dengan sinar. Oksidan fotokimia masuk ke dalam tubuh
dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu
oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata. Hasil pengukuran terhadap
nilai Oksidan (O3) berkisar antara 2,5 µg/Nm3 hingga 3,5 µg/Nm3, yang
memperlihatkan hasil secara rata-rata masih di bawah batas baku mutu yang
ditetapkan (235 µg/Nm3). Kuantifikasi kualitas lingkungan hidup menunjukkan besaran
5 skala kualias lingkungan hidup dan mempunyai criteria sangat bagus untuk
parameter oksidan.
3.1.1.3. Hidrologi Areal rencana
pembangunan
jaringan irigasi DI
Komering (Bahuga
Area) merupakan
daerah lahan basah,
dan lahan kering,
sehingga tata
air/hidrologi sangat
dipengaruhi oleh Gambar 3.2. Kondisi Sungai Belitang
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 14
fluktuasi air dari curah
hujan. Sungai yang
mengalir dekat lokasi
kegiatan adalah Sungai
Belitang namun system
hidrologi yang ada
adalah system kanal
atau irigasi yang
bermuara ke Sungai Belitang.
A. Kuantitas air permukaan Secara umum air yang menguap dari permukaan bumi misalnya dari laut, danau,
sungai, rawa ataupun badan-badan air lainnya ke udara akan terkondensasi dan turun
kembali ke bumi dalam bentuk air, butiran es atau salju, disebut presipitasi. Dari
presipitasi tersebut, sebagian menguap lagi dari permukaan bumi atau melalui
tumbuhan. Penguapan dari permukaan bumi disebut evaporasi, dan yang kembali ke
atmosfer lewat tumbuhan disebut transpirasi. Dalam perhitungan neraca air, kedua
bentuk penguapan ini sering digabung dengan istilah evapotranspirasi.
Air yang sampai ke permukaan bumi, sebagian akan meresap ke bawah permukaan
yang disebut infiltrasi, sebagian lagi akan mengalir di permukaan yang disebut air
limpasan (surface run off). Air yang mengalami infiltrasi, ada yang bergerak ke arah
lateral, kadang-kadang muncul lagi ke permukaan berupa mata air yang akhirnya
bergabung dengan air limpasan memasuki badan-badan air permukaan. Sebagian lagi
ada yang bergerak ke arah vertikal, yang akan mengisi badan air tanah (ground
water).
a) Presipitasi Di wilayah tropis, bentuk presipitasi yang paling dominan adalah hujan. Curah hujan
diukur dengan mengukur volume air hujan yang turun berbanding terbalik dengan luas
permukaan, dan dapat diukur secara otomatis dan manual. Dari data pada Tabel 3.1.
curah hujan di wilayah studi rata-rata adalah 220 mm/bulan.
Gambar 3.3. Kondisi Jaringan Irigasi titik BBG 53
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 15
b) Infiltrasi Infiltrasi adalah air hujan yang meresap ke permukaan tanah, yang mungkin akan
muncul lagi di tempat lain menjadi air permukaan, atau meresap lebih dalam berupa air
tanah. Volume air yang berinfiltrasi tergantung dari sifat fisik dan jenis tanah, sifat fisik
permukaan dan lereng/kemiringan permukaan tanah. Tanah yang berpasir mempunyai
tingkat infiltrasi yang besar dibandingkan dengan tanah lempung. Pada dasarnya
infiltrasi terjadi karena adanya celah/rongga udara dalam partikel-partikel tanah.
Pada kegiatan pembangunan jaringan irigasi DI Komering ( Bahuga Area ) perlu
diperhatikan tentang debit air permukaan tanah, yaitu volume air yang masuk ke dalam
tapak proyek yang berasal air Bendung Perjaya.
Debit air tanah dihitung dengan persamaan Darcy sebagai berikut:
Q = K.I.A ( m³/detik) Keterangan: Q = debit air tanah (m³/detik) K = konduktivitas hidrolik (m/detik) I = gradien hidraulik A = luas penampang melintang batuan yang terembesi air (m²) Pada studi hidrogeologi yang dilakukan di wilayah studi untuk mengetahui koefisien
permeabilitas dari lapisan-lapisan batuan di tapak proyek, telah dilakukan uji
permeabilitas dengan metode falling head. Bila curah hujan rata-rata 220 mm per
bulan dan dengan kondisi tanah yang berpasir, dengan laju penetrasi air sebesar 0,025
m per detik maka debit air yang masuk ke dalam lahan seluas satu hektar adalah 55
m3.
c) Air Limpasan (Surface Run Off) Air limpasan adalah air hujan yang bergerak ke arah lateral di permukaan tanah
menuju tempat yang lebih rendah, membentuk badan-badan air seperti rawa, danau
dan sungai yang akhirnya mengalir ke laut. Aliran air limpasan terjadi jika air hujan
yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi seluruhnya ke dalam tanah karena
intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi atau karena pengaruh faktor lain,
seperti kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta kondisi
vegetasi. Air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke
permukaan dan mengalir ke bagian yang lebih rendah termasuk juga dalam air
limpasan. Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah (land use),
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 16
kemiringan, intensitas dan lamanya hujan. Koefisien ini merupakan konstanta yang
menggambarkan tinggi-rendahnya infiltrasi dan penguapan pada daerah tersebut.
Koefisien limpasan untuk beberapa jenis tataguna lahan dengan berbagai kemiringan
secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Mengacu pada Tabel 3.7., dapat diprediksikan adanya perubahan debit air limpasan
apabila dilakukan kegiatan pembangunan jaringan irigasi Darah Irigasi Komering
( bahuga Area ) pada suatu lahan. Untuk memperkirakan debit air limpasan perlu
ditentukan beberapa asumsi agar perhitungan dapat dilakukan. Metode yang dianggap
baik untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak run off = Qp) adalah metode
rasional (US Soil Conversion Service, 1973). Penggunaan rumus tersebut hanya untuk
daerah yang relatif kecil dengan kondisi permukaan relatif homogen, dan secara umum
dianggap dapat diberlakukan untuk daerah tapak proyek yang terbuka seperti halnya
objek studi jaringan irigasi Daerah Irigasi Komering ( Bahuga Area ).
2 3 – 15% Hutan, Perkebunan 0,4 Perumahan 0,5 Tumbuhan yang jarang 0,6 Tanpa tumbuhan, Daerah
penimbunan 0,7
3. > 15 % Hutan 0,6 Perumahan, Kebun 0,7 Tumbuhan yang jarang 0,8 Tanpa tumbuhan, Daerah
tambang 0,9
Sumber : Sistim Penyaliran Tambang ITB, 1999 dan Applied Hydrogeology C.W. Fetter, 1994
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 17
Air limpasan puncak dihitung dengan metode rasional dengan rumus sebagai berikut:
Qp = 0,278 x C x I x A (m³/detik) Keterangan : Qp = debit air limpasan (m³/detik) C = koefisien limpasan A = luas daerah tangkapan air (catchment area) I = intensitas hujan (mm/jam) = 9,08 mm/jam
Dengan asumsi S > 15%, maka untuk daerah hutan nilai C = 0,60 dan daerah rawa
dan atau lahan kering bervegetasi jarang C = 0,80 maka dengan memasukkan ke
dalam persamaan diatas dapat dihitung debit Air Limpasan untuk daerah tangkapan air
atau diluar tapak proyek dan debit Air limpasan di dalam tapak proyek, yaitu :
1) Air Limpasan di luar tapak proyek = 16.612 m³/jam
2) Air Limpasan di dalam tapak proyek berkisar antara = 6.230 m³/jam – 37.376
m³/jam, ditentukan dengan luas areal luas areal.
Gambaran skala kualitas lingkungan untuk longsoran dan erosi dapat dilihat pada
Tabel 3.8..
Tabel 3.8. Skala Kualitas Lingkungan Hidup untuk Longsoran dan Erosi
Kriteria Lingkungan Skala Kualitas Persentase Sangat Buruk 1 81 -100 Buruk 2 61 – 80 Sedang 3 41 – 60 Bagus 4 21 – 40 Sangat Bagus 5 < 20
Sumber : ModifikasiTabel 3.7.
Kondisi rona awal lingkungan hidup atau kondisi eksisting masih dalam skala kualitas
lingkungan hidup pada tingkat sangat bagus atau berskala lima. Penilaian tersebut
didasarkan kepada observasi dan perhitungan yang menunjukkan tidak ada
peningkatan air larian atau bila terjadi peningkatan air larian, masih berada di bawah
20 persen.
d) Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah sejumlah air hujan yang kembali ke udara, baik melalui
penguapan langsung dari permukaan tanah, badan air, dan lewat tumbuh-tumbuhan.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 18
Faktor yang mempengaruhi adalah suhu udara, kelembaban (lengas) udara dan
kecepatan angin. Untuk Iklim tropis dan daerah kepulauan, jumlah evapotranspirasi
sangat kecil dan sering diabaikan dan tidak diperhitungkan.
e) Daerah Tangkapan Air Hujan (Catchment Area) Daerah tangkapan air hujan (catchment area) di daerah penelitian berdasarkan peta
topografi berskala 1 : 50.000 seluas lebih kurang 8.000 Ha. Sungai utama yang ada di
daerah tangkapan air hujan adalah Sungai Belitang.
f) Erosi
Erosi adalah terbawanya partikel/tanah oleh adanya aliran air permukaan (run off) dan
tumbukan hujan (splah erosion) dari daerah yang mempunyai elevasi tinggi ke elevasi
yang lebih rendah. Erosi dapat terjadi karena dua hal, yaitu secara alamiah (geologis)
dan karena kegiatan manusia. Erosi yang terjadi secara alamiah meliputi pembentukan
lapisan tanah dan erosi tanah yang menjaga tanah tersebut berada dalam
keseimbangan, sehingga sesuai untuk berkembang berbagai tumbuhan. Erosi secara
geologis turut memberikan sumbangan pada terbentuknya lapisan tanah dan
penyebaran tanah di permukaan bumi. Proses erosi yang berlangsung dalam kurun
waktu sangat lama dan menghasilkan bentuk topografi yang sekarang, seperti dataran
rendah dan berawa.
Erosi oleh manusia meliputi penghancuran gumpalan tanah, pengolahan tanah yang
tidak benar dan penebangan tumbuhan, sehingga mempercepat hilangnya partikel
organic dan mineral yang dibutuhkan untuk kesuburan tumbuhan. Faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan terjadinya erosi adalah sebagai berikut:
1) Iklim, terutama curah hujan.
2) Sifat fisik tanah seperti struktur, tekstur, kandungan organik, kelembaban dan
kekompakan tanah.
3) Vegetasi permukaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti musim, jenis
tanaman, umur tanaman, dan bagian tumbuhan antara lain akar, daun dan
tumpukannya.
4) Keadaan topografi seperti kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk dan ukuran
Daerah Aliran Sungai (DAS).
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 19
Kegiatan pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi Komering ( Bahuga Area ) pada
umumnya akan mempengaruhi faktor-faktor di atas, terkecuali untuk butir (1), oleh
karena itu kegiatan pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi Komering ( Bahuga
Area ) dapat menimbulkan dampak erosi. Kondisi kualitas lingkungan untuk longsoran
dan erosi dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Skala Kualitas Lingkungan Hidup untuk Longsoran dan Erosi
Sumber: Pengolahan data primer
Kondisi tapak proyek mempunyai kualitas lingkungan hidup pada skala lima dan pada
musim penghujan, kondisi kualitas lingkungan hidup dapat turun menjadi berskala 4.
g) Debit air
Sumber air untuk pengembangan pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi
Komering (Bahuga Area) berasal dari Sungai Komering yang berada di Bendung
Perjaya. Intake dari saluran sekunder dengan debit andalan sebanyak 12 m3 per detik.
Air tersebut mengalir sampai pada titik BBG 53. Titik tersebut adalah titik intake dari
saluran sekunder pengembangan pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi
Komering (Bahuga Area). Di titik intake tersebut, debit air menjadi 8 m3 per detik. Air
tersebut akan didistribusikan ke sawah yang dicetak. Setelah air menggenangi
persawahan penduduk, air tersebut di alirkan melalui saluran drainase ke Sungai
Belitang.
B. Kualitas air permukaan
Hasil analisis laboratorium kualitas air permukaan di sekitar daerah irigasi Bahuga
Area BBWS Sumatera VIII diambil pada Air Irigasi, Sungai Belitang (Bagian Hulu), dan
Sungai Belitang (Bagian Hilir), Hasil analisis laboratorium selanjutnya dibandingkan
dengan baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera
Selatan No. 16 Tahun 2005 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air Sungai.
Kriteria Lingkungan Skala Kualitas Jumlah sedimen ton/ha/tahun Sangat Buruk 1 > 1.000 Buruk 2 250 – 1.000 Sedang 3 50 -250 Bagus 4 20 - 50 Sangat Bagus 5 < 20
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 20
1. Air Sungai dan air kanal atau air saluran sekunder
Sampel air untuk menentukan kualitas air permukaan di daerah studi diambil dari Sungai Belitang dan air kanal. Hasil analisa laboratorium diperlihatkan dalam tabel 3.10..
Tabel 3.10. Hasil Analisis Kualitas Air Permukaan di sekitar Lokasi Kegiatan
No
Parameter
Satuan
Lokasi
Baku Mutu A1 A2 A3
3FISIKA 1. SuhuAir o 25,5 25 25,6 Deviasi # 2. Zat Padat Terlarut (TDS) mg/l 98 138 125 ** 3. Zat padat tersuspensi (TSS) mg/l 35 45,8 42 50
Sumber : Data Primer, 2016 A1= Air Irigasi Bahuga Area (S : 040 04’36,6” E: 104045’16,0”) A2= Sungai Belitang Bagian Hulu (S : 040 02’15,4” E: 104045’21,2”) A3= Sungai Belitang Bagian Hilir(S : 040 02’15,5” E: 104045’23,3”) *) Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 16 Tahun 2005
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 21
Tabel 3.11. Kriteria Kualitas Lingkungan Hidup untu Kualitas Air
Skala Kualitas Lingkungan Hidup NO. PARAMETER UNIT 1 2 3 4 5
FISIKA
1 Suhu °C >41 36-40 31-35 26-30 <25 2 Total Dissolved
Sumber : Modifikasi Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 Tahun 2005 yang dijadikan sebagai standar pembuatan Skala Lingkungan Keterangan skala : 1= sangat buruk; 2=buruk; 3=sedang; 4=bagus; 5=sangat bagus.
Tabel 3.12. Kuantifikasi Kualitas Air
No PARAMETER Klasifikasi A1 A2 A3 FISIKA
1 Suhu skala 4 4 4 2 Total Dissolved Solid skala 5 5 5
Sumber : Data Primer, 2015 *) Permenkes RI No.416/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih AS = Air Sumur Penduduk (Bpk. Irawan) (S : 040 01’ 12,2” E: 1040 49’ 12,1”)
Ulasan kualitas air sumur penduduk dijabarkan dalam paragraf berikut:
1) Karakteristik Fisika
aparameter fisika dalam air tanah (air sumur) meliputi: bau, jumlah zat padat terlarut,
kekeruhan, rasa, suhu dan warna.
a. Bau dan Rasa
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 31
Bau dan rasa dapat muncul secara alamiah akibat adanya dekomposisi bahan organik
di dalam air. Demikian juga senyawa kimia tertentu yang dapat menyebabkan rasa di
dalam air seperti natrium clorida (NaCl) yang menyebabkan air menjadi asin. Keadaan
ini perlu diteliti lebih lanjut sebab dapat menjadi indikasi adanya zat/senyawa
berbahaya. Zat tertentu yang tidak mudah menguap yang larut dalam air dapat
menimbulkan rasa tanpa menimbulkan bau.
Dari hasil pengamatan langsung sumur pada lokasi contoh menunjukkan keadaan
yang normal (tidak berbau dan tidak berasa). Ini sesuai dengan syarat baku mutu yang
telah ditetapkan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.
416/Menkes/PER/IX/1990.
b. Zat Padat Terlarut (TDS) Dari hasil analisis laboratorium terhadap contoh air sumur, seperti terlihat pada Tabel 3.13. menunjukkan hasil analisa zat padat terlarut berada pada kisaran nilai 90 mg/l
dan masih berada jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 1500 mg/L.
c. Zat Padat Tersuspensi (TSS) Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang mengakibatkan pembiasan cahaya ke
dalam air. Kekeruhan membatasi pencahayaan ke dalam air. Sekalipun ada
pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun penyerapan
cahaya ini dipengaruhi juga oleh bentuk dan ukuran partikelnya. Kekeruhan ini terjadi
karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu seperti bahan
organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda lain yang melayang ataupun
terapung sangat halus sekali. Nilai kekeruhan air dikonversikan ke dalam ukuran SiO2
dalam satuan mg/l atau Skala NTU, dan untuk warna dikonversikan ke dalam satuan
Skala TCU. Semakin keruh air semakin tinggi daya hantar listrik dan semakin banyak
pula padatannya. Hasil pengukuran kekeruhan air sumur pada lokasi contoh
menunjukkan nilai kekeruhan pada sumur penduduk berkisar pada angka 20 mg/l
yang berarti masih di bawah baku mutu yang ditetapkan (50 mg/l).
d. Suhu
Dari hasil pengukuran terhadap contoh air sumur di lokasi contoh menunjukkan bahwa
suhu berada pada angka 25 0C dan masih memenuhi baku mutu normal.
2) Karakteristik Kimia
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 32
a. Logam Berat dan Beracun
Logam berat pada umumnya seperti campuran Air Raksa (Hg), Arsen (As), Besi
(Fe), Fluorida (F), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Seng (Zn) dan Timbal
(Pb) dapat berasal dari larutan batu-batuan yang mengandung senyawa mangan dan
besi seperti pyrit, hematit, mangan dan lain-lain. Dari hasil pengukuran contoh air
sumur seperti terlihat pada Tabel 3.13. menunjukkan kandungan logam berat rata-rata
sangat rendah sehingga masih di bawah baku mutu yang ditetapkan.
b. Tingkat Keasaman (pH) Dari hasil pengukuran terhadap contoh air sumur penduduk seperti terlihat bahwa
nilai pH sebesar 6,52 masih memenuhi kisaran baku mutu yang ditetapkan yaitu 6 – 9.
c. Sulfat Dari hasil pengukuran kandungan sulfat pada contoh air sumur menunjukkan bahwa
kandungan sulfat sebesar 1,4 mg/l yang berarti masih jauh di bawah baku mutu yang
ditetapkan (400 mg/l).
d. Chlorida Chlorida banyak dijumpai dalam pabrik industri kaustik soda. Bahan ini berasal dari
proses elektrolisa, penjernihan garam dan lain-lain. Chlorida merupakan zat terlarut
dan tidak menyerap. Sebagai chlor bebas berfungsi disinfektans, tapi dalam bentuk ion
yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan air menjadi asin dan merusak
pipa-pipa instalasi. Hasil analisis kandungan chloride untuk contoh air sumur
menunjukkan bahwa kandungan chlorida dalam air sumur sebesar 2,5 mg/l dan masih
berada di bawah baku mutu lingkungan (600 mg/l).
e. Nitrat dan Nitrit Tinggi rendahnya nitrat dan nitrit dalam air ditentukan oleh senyawa nitrogen dan
oksigen yang diuraikan oleh bakteri. Nitrit dalam jumlah yang besar akan mengikat
oksigen dalam air yang mengakibatkan air kekurangan oksigen, sehingga DO nya
rendah. Dari contoh pengukuran nitrat dan nitrit air sumur, kandungan nitrat (0,024
mg/l) dan nitrit (0,002 mg/l) dalam air sumur pada lokasi contoh masih tergolong
rendah dan di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan sebesar (10 mg/l dan
0,06 mg/l). Secara umum kualitas air sumur penduduk di sekitar lokasi Pembangunan
jaringan irigasi Daerah Irigasi Bahuga Area BBWS Sumatera VIII masih dalam
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 33
keadaan baik karena semua nilai parameter kualitas baik parameter fisika, kimia dan
biologi masih memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.
3.1.1.4. Ruang, Tanah dan Lahan
a) Klasifikasi Tanah
Tanah yang dijumpai di areal rencana lokasi terbentuk dari batuan beku dan bahan
sedimen. Bagian atas terdiri dari batu lempung dan batu lanau dengan sisipan lanau
kuarsa (yang lepas). Bagian atas lebih lunak dibandingkan dengan bagian bawah dan
banyak mengandung tufaan. Pada bagian bawahnya dijumpai konkresi oksida besi
yang berintikan lanau atau pasir kuarsa (yang lepas). Lebih ke atas berupa batu lanau
tufaan yang berwarna putih kecoklatan/kemerahan. Pengaruh dari rerata suhu dan
curah hujan tahunan yang relatif tinggi mempercepat proses hancuran batuan dan
pembebasan (leaching) basa-basa yang terkandung dalam batuan induk tanah.
Sebagai akibat dari proses ini (proses podsolisasi) terbentuk tanah-tanah podsolik
yang mempunyai kesuburan tanah yang rendah akibat pH yang masam dan kejenuhan
Al yang tinggi. Jenis tanah di lokasi berdasarkan Peta Jenis Tanah Soil Taxonomy (Soil
Survey Staff, 1998), tergolong jenis tanah Podsolik dan Podsolik Coklat. Sebagian
besar wilayah (sekitar 80%) terdiri dari jenis tanah podsolik. Hasil analisis kesuburan
tanah dapat dilihat pada Tabel 3.14..
b) Sifat-sifat dan Karakteristik Tanah
Tekstur tanah pada umumnya lempung berliat, sampai lempung liat berpasir.
Konsistensi lekat dan plastis. Kematangan fisik tanah tergantung pada kondisi lamanya
genangan, tetapi pada umumnya di lapisan atas hampir matang sampai matang,
sedangkan di lapisan bawah setengah matang sampai mentah. Sampai kedalaman
120 cm.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 34
Tabel 3.14. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi
Parameter Lokasi Contoh* T1 T2 T3
pH(H2O) 3,87 SM 3,92 SM 3,80 SM pH (KCl) 3,20 SM 3,14 SM 3,18 SM C-Org (%) 2,16 S 1,69R 2,05 S N-tot (%) 0,45 S 0,36 S 0,64 S P-Bray I 2,40 R 4,82 R 4,95 R Kalium (me/100g) 0,37 SR 0,39 SR 0,51 SR Natrium (me/100g) 0,47 S 0,51 S 0,61 S Calsium (me/100g) 0,72 R 0,61 R 0,45 SR Magnesium (me/100g) 0,32 SR 0,39 SR 0,49SR KTK (me/100g) 12,77 R 11,82 R 13,80 R Al-add (me/100g) 1,05R 1,04 R 1,01R H-add (me/100g) 0,64 0,71 0,16 Fraksi Tekstur - Pasir (%) - Debu (%) - Liat (%)
33,93 29,07 37,70
39,60 27,92 32,12
42,73 23,12 31,77
Sumber : Data Primer, 2016 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1983) Keterangan: SR : Sangat Rendah; S : Sedang ; R : Rendah ; SM : Sangat Masam *) T1) Bahuga Area (S : 040 45’ 35,9” E: 1040 45’ 16,4”)
T2) Desa Sumber Sari (S : 040 01’ 13,0” E: 1040 49’ 08,7”) T3) Desa Ulak Buntar (S : 040 02’ 20,5” E: 1040 45’ 24,1”)
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 35
Gambar 3.1. Peta Batas Wilayah Studi Daerah irigasi Komering ( Bahuga Area )
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 36
Gambar 3.2. Peta Lokasi Pengambilan sampel Daerah Irigasi Komering ( Bahuga Area )
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 37
Gambar 3.3. Peta Jenis Tanah di Wilayah Kabupaten OKU Timur
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 38
Gambar 3.4. Peta Topografi Wilayah Kabupaten OKU Timur
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 39
Tabel 3.15. Hasil Analisis Sifat Fisika Tanah di Wilayah Studi
NO PARAMETER T-1 T-2 T-3
1. Permeabilitas (cm/jam) 4,65 3,76 9,31
2. Bobot Isi (g/cm3) 1,09 1,12 1,02
3. Porositas (%) 46,12 43,26 46,15 Kriteria : Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat, 1983. Ket :
T1) Bahuga Area (S : 040 45’ 35,9” E: 1040 45’ 16,4”) T2) Desa Sumber Sari (S : 040 01’ 13,0” E: 1040 49’ 08,7”) T3) Desa Ulak Buntar (S : 040 02’ 20,5” E: 1040 45’ 24,1”)
Dari data pada Tabel di atas, umumnya tanah yang dijumpai di areal rencana
perkebunan terbentuk dari batuan beku dan bahan sedimen. Bagian atas terdiri dari
batu lempung dan batu lanau dengan sisipan lanau kuarsa (yang lepas). Bagian atas
lebih lunak dibandingkan dengan bagian bawah dan banyak mengandung tufaan.
Pada bagian bawahnya dijumpai konkresi oksida besi yang berintikan lanau atau pasir
kuarsa (yang lepas). Lebih ke atas berupa batu lanau tufaan yang berwarna putih
kecoklatan/kemerahan. Pengaruh dari rerata suhu dan curah hujan tahunan yang
relatif tinggi mempercepat proses hancuran batuan dan pembebasan (leaching) basa-
basa yang terkandung dalam batuan induk tanah. Sebagai akibat dari proses ini
(proses podsolisasi) terbentuk tanah-tanah podsolik yang mempunyai kesuburan tanah
yang rendah akibat pH yang masam dan kejenuhan Al yang tinggi.
Pada daerah-daerah tertentu di areal pernah terjadi proses reduksi-oksidasi yang
terhambat dan menyebabakan terbentuknya konkresi besi (plinthit), terutama
dijumpai pada areal dengan lereng yang relatif besar (punggung dan puncak bukit).
Lapisan konkresi ini mempengaruhi kedalaman efektif tanah (soil depth) dari solum
tanah.
Sebagian besar wilayah (sekitar 80%) terdiri dari jenis tanah podsolik. Sisanya di kiri-
kanan sungai merupakan tanah aluvial. Menurut hasil pengamatan lapangan dan hasil
analisis tanah di laboratorium secara komposit Tabel 3.14, tanah di lokasi kegiatan
memiliki tingkat kesuburan alami yang rendah. Untuk peruntukkan lain pertanian
terdapat beberapa faktor yang perlu diperbaiki seperti dominasi liat. Tanah-tanah yang
didominasi oleh liat mempunyai kesarangan yang rendah sehingga menahan sulit
meyerap air yang akan menyebabkan erosi yang tinggi. Secara umum reaksi tanah
tergolong sangat masam, kandungan bahan organik sedang sampai tinggi dan
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 40
kandungan nitrogen total adalah rendah sampai sedang. Ketersediaan P2O5 tergolong
rendah sampai sedang, Kalium tergolong sangat rendah, natrium umumnya sedang,
kalsium adalah sangat rendah sampai rendah dan magnesium tergolong sangat
rendah sampai rendah.Sedangkan kemampuan pertukaran kation umumnya rendah.
3.1.2. Komponen Biota
Komponen biota yang diulas dalam bab 3 meliputi komponen biota darat dan biota air.
3.1.2.1. Biota Darat A. Habitat Semak Belukar Untuk menilai kualitas vegetasi dapat dilihat dari parameter keanekaragaman jenis,
habitus dan pertumbuhannya yang menunjukan kondisi lingkungan darat di suatu
daerah yang berkaitan erat dengan fungsi vegetasi tersebut di dalam ekosistemnya.
Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat menggambarkan stabilitas dari suatu
ekosistim yang mendukung kehidupan satwa liar baik sebagai habitat, tempat
berlindung dan berbiak serta sumber makanannya. Habitus atau perawakan suatu
tumbuhan serta kondisi pertumbuhannya dapat memberikan fungsinya dalam
meningkatkan kualitas lingkungan baik sebagai pelindung, peredam suara dan
estetika. Peningkatan kualitas lingkungan yang diperankan oleh tumbuhan disebabkan
oleh kemampuannya melakukan proses fotosintesis yang dapat menyerap gas buang
(gas CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) yang bermanfaat bagi manusia dan hewan
untuk proses respirasi atau pernafasan. Selain itu vegetasi dapat meredam kebisingan
dan pelindung tanah berdasarkan kondisi pertumbuhannya, habitusnya serta lapisan
dan ketebalan tajuk yang dimiliki oleh suatu jenis tumbuhan. Keanekaragaman jenis
tumbuhan yang tinggi pada suatu lokasi akan mendukung keanekaragaman jenis
satwa liar. Hal ini disebabkan karena masing-masing jenis satwa liar memiliki relung
ekologi (niche) dan kesesuaian pakan alami yang berbeda pada suatu habitat.
Habitat yang terdapat di sekitar lokasi kegiatan pengembangan pembangunan jaringan
irigasi Daerah Irigasi Komering (Bahuga area) di Kecamatan Belitang Mulya dan
Kecamatan Belitang II Kabupaten Ogan Kemering Ulu Timur adalah habitat kebun
karet, sawah dan semak belukar. Berdasarkan survei lapangan terlihat bahwa vegetasi
semak belukar merupakan kebun yang terlantar, hal ini ditandai dengan adanya jenis-
jenis tanaman budidaya dalam habitat tersebut. Selain itu bahwa semak belukar
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 41
tersebut memperlihatkan tanaamaan campuran yang terdiri dari jenis-jenis tanaman
alami dan jenis-jenis tanaman budidaya.
Berdasarkan habitus, tumbuhan yang menyusun komunitas tumbuhan dataran atau
lahan kering dengan topografi bergelombang terdiri atas pohon, perdu dan tumbuhan
bawah. Jenis tumbuhan pohon didominasi oleh seru (Schima wallichii), leban (Vitex
pubescens), saga (Adenanthera pavonina) dan simpur (Dillenia exelsa). Sedangkan
kelompok tumbuhan bawah didominasi oleh rumput pait (Axonompus compressus),
orok-orok (Crotalaria retusa dan Crotalaria mucronata), alang-alang (Imperata
cylindrica) dan rumput teki (Cyperus monocephala). Jenis tumbuhan perdu yang
banyak ditemukan adalah krinyu (Eupatorium odoratum), seduduk (Melastoma
malabatricum) dan kayu duri (Mimosa pigra).
Tumbuhan di semak belukar berdasarkan hasil pengamatan terlihat masih cukup
beragam, sehingga vegetasi alami masih cukup banyak dijumpai baik jenis maupun
kelimpahannya. Jenis tumbuhan kelompak vegetasi semak belukar yang dominan
ditemukan adalah berbagai jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan misalnya, rumput
pait (Axonopus compressus), rumput teki (Cyperus monocephalus dan Cyperus
(Eupatorium odoratum) dan seduduk (Melastoma malabathricum). Selain itu jenis
tumbuhan yang sengaja ditanam oleh penduduk setempat adalah karet (Hevea
brasiliensis). Untuk memperoleh gambaran jumlah jenis tumbuhan yang ada di habitat
semak belukar, tim penyusun melakukan inventarisasi jenis tumbuhan yang ada di
habitat semak belukar. Tabel 3.16 memperlihatkan sejumlah tumbuhan yang ditemukan
di habitat semak belukar.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 42
Tabel 3.16. Tumbuhan Penyusun Semak Belukar di
Sekitar Kegiatan pengembangan pembangunan D. I Komering (Bahuga Area) No Nama Daerah Nama Latin Habitus Taksiran
Kelimpahan 1. Alang-alang Imperata cylindrica Herba ++ 2. Akar sejangat Spatholobus ferrugineus Liana ++ 3. Awar-awar Ficus septica Herba + 4. Akasia daun kriting Acacia auriculiformis Pohon + 5. Akasia daun lebar Acacia mangium Pohon ++ 6. Balik angin Mallotus paniculatus Pohon + 7. Bungur Lagerstroemia speciosa Pohon + 8. Buntut tikus Heliotropium indicum Herba ++ 9. Durian Durio zibethinus Pohon + 10. Duku Lansium domesticum Pohon + 11. Enau Arenga pinnata Pohon + 12. Jambu air Syzygium aqueum Pohon + 13. Jambu biji Psidium guajava Pohon + 14. Jambu pokat Persea americana Pohon + 15. Jati Tectona grandis Pohon + 16. Jengkol Pithecellobium lobatum Pohon + 17. Karet Hevea brasiliensis Pohon +++ 18. Kayu manis Cinnamomum burmanni Pohon + 19. Kempas Koompasia malaccensis Pohon + 20. Kemiri Aleurites moluccana Pohon + 21. Kelapa Cocos nucifera Pohon ++ 22. Krinyu Eupatorium odoratum Perdu ++ 23. Mahang Macaranga triloba Pohon ++ 24. Nangka Artocarpus heterophylla Pohon + 25. Nenas Ananas comosus Herba +++ 26. Paku resam Gleichenia linearis Herba +++ 27. Pisang Musa paradisiaca Rumpun ++ 28. Pinang Areca catechu Pohon + 29. Petai Parkia speciosa Pohon + 30. Pulai Alstonia scholaris Pohon + 31. Saga Adenanthera pavonina Pohon ++ 32. Simpur Dillenia aurea Pohon + 33. Terentang Campnosperma macrophyllum Pohon + 34. Tembesu Fagraea fragrans Pohon +
Sumber : Data primer, 2016. Status konservasi: semua tumbuhan yang terinventarisasi termasuk tumbuhan yang tidak dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa + = 5-10 individu/10ha; ++ = 10-20 individu/10ha dan +++ = >20 individu/10ha
B. Habitat pekarangan Tumbuhan budidaya yang ditemukan di dalam pekarangan masyarakat sekitar lokasi
kegiatan Pengembangan Pembangunan Irigasi Daerah Irigasi Komering (Bahuga
Area) memiliki keanekaragaman tinggi, hal tersebut terlihat dari beranekaragamnya
jenis tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat setempat. Tinggi keanekaragaman
jenis tumbuhan pekarangan disebabkan oleh pola tanam masyarakat yang bervariasi
untuk jenis tumbuhan pekarangan walaupun kerapatan individu setiap jenis tumbuhan
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 43
yang ditanam tergolong sedikit. Pola tanam tumbuhan budidaya yang bervariasi
bertujuan agar pekarangan yang terbatas dapat ditanam dengan jenis tumbuhan yang
banyak sehingga tumbuhan dapat dimanfaatkan sesuai manfaat masing-masing
tumbuhan misalnya tumbuhan penghasil sayuran, penghasil buah, tumbuhan
pelindung dan peningkatan nilai estetika lingkungan (tanaman hias).
Secara umum jenis tumbuhan yang sering ditanam dalam jumlah individu yang
banyak adalah kelapa (Cocos nucifera), pisang (Musa paradisiaca), pinang (Areca
cathecu) dan ubi kayu (Manihot utillisima). Sedangkan jenis tumbuhan lain hanya
ditanam dengan jumlah induvidu yang sedikit.
Tabel 3.17. Tanaman Pekarangan yang Terdapat di Sekitar
Kegiatan Pengembangan Pembangunan Irigasi D.I Komering (Bahuga Area) No Nama Daerah Nama Ilmiah Habitus Taksiran
Kelimpahan 1 Akasia daun keriting Acacia auriculiformis Pohon + 2 Akasia daun lebar Acacia mangium Pohon + 3 Bambu kuning Bambusa vulgaris Pohon + 4 Bambu betung Dendrocalamus asper Pohon + 5 Cempedak Artocarpus champeden Pohon + 6 Duku Lansium domesticum Pohon + 7 Durian Durio zibethinus Pohon + 8 Jambu air Syzygium aqueum Pohon + 9 Jambu biji Psidium guajava Pohon +
10 Jambu bol Eugenia malaccensis Pohon + 11 Jambu apokat Persea Americana Pohon + 12 Jengkol Pithecellobium lobatum Pohon + 13 Jeruk Citrus aurantium Pohon ++ 14 Kakao Theobroma cacao Pohon + 15 Kapuk Ceiba petandra Pohon + 17 Karet Hevea brasiliensis Pohon ++ 18 Kelapa Cocos nucifera Pohon ++ 19 Kembang kertas Bougainvillea spectabilis Perdu + 20 Kopi Coffea robusta Pohon ++ 21 Mangga Mangifera indica Pohon ++ 22 Nangka Artocarpus heterophylla Pohon + 23 Petai Parkia speciosa Pohon + 24 Pinang Areca catechu Pohon + 25 Pisang Musa paradisiaca Rumpun pohon ++ 26 Rambai Baccaurea motleyana Pohon + 27 Rambutan Nephelium lappaceum Pohon + 28 Sirsak Annona muricata Pohon + 29 Sukun Artocarpus communis Pohon + 30 Tangkil Gnetum gnemon Pohon + 31 Ubi kayu Manihot utilissima Perdu ++
Sumber : Data primer, 2016. Status konservasi: semua tumbuhan yang terinventarisasi termasuk tumbuhan yang tidak dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa + = 5-10 individu/10ha; ++ = 10-20 individu/10ha dan +++ = >20 individu/10ha
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 44
C. Kebun Karet Di dalam kebun karet dilakukan analisis vegetasi. Ini untuk memperlihatkan bahwa Nilai
Penting yang diperoleh menunjukkan bahwa kebun karet yang kurang terawatt masih
didominasi penutupan lahan oleh tanaman karet. Dengan menggunakan analisis
vegetasi yang mengarah kepada satuan Nilai Penting, tidak dapat menggambarkan
kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu survey pengamatan langsung dengan
mencacah jenis tumbuhan yang ada dalam satu habitat dapat memberikan gambaran
tentang kualitas lingkungan hidup dengan bantuan tabel yang dikemukakan oleh
Soerjani (1989). Tabel yang dikemukakan berisikan jumlah jenis flora dan fauna yang
dikonversikan menjadi nilai indeks keanekaragaman dan dipadu dengan klasifikasi dan
kuantifikasi kualitas lingkungan hidup. Tabel itu adalah tabel 3.20..
Tabel 3.18. Nilai Penting vegetasi di Kebun Karet tapak proyek D.I Komering (Bahuga Area)
INP ( % ) No. Nama Lokal Species Pohon Pancang Semai
10 Ular daun Trimeresurus albolabris + 11 Ular weling Bungarus sp + 12 Kura-kura Testudo elegans + C. Kelass Aves 13 Perkutut Geopelia striata + 14 Kutilang Pycnonotus aurigaster + 15 Tekukur Streptopelia chinensis ++ 16 Pergam gunung Ducula badia + 17 Perenjak gunung Orthotomus cuculatus ++ 18 Burung gereja Passer montanus +++ 19 Kapinis rumah Apus affinis +++ 20 Pipit rawa Lonchura malacca +++ 21 Rangkok papan Buceros bicornis *) + 22 Rangkok hitam Anthracoceros malayanus *) + 23 Pipit haji Lonchura maja +++ 24 Merbah Pycnonotus plumosus ++ 25 Murai kampung Copsychus saularis + 26 Berugo Gallus gallus + 27 Burung hantu Ketupa ketupu + 28 Murai batu Dendrocitta formosae + 29 Pelatuk Dryocopus javensis + D. Kelas Mammalia 30 Babi hutan Sus scrova ++ 31 Beruang Helarctos malayanus*) + 32 Landak Hystrix brachyuran *) + 33 Monyet Macaca sp + 34 Rusa Cervus unicolor*) + 35 Kera Macaca fascicularis ++ 36 Monyet Presbytis femoralis +++ 37 Beruk Macaca nemestrina + 38 Kalong Pteropus gigantea ++
Keterangan ; + = Sedikit ( i individu/100 ha): ++ = Sedang (10 individu/100ha); +++ = Banyak (lebih dari 20 individu/100ha). Sumber : Data Primer Tim Biologi, 2016.
Status konservasi: *) dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 47
Tabel 3.20. Kriteria kualias lingkungan hidup dan indeks keanekaragaman flora dan fauna
SKALA KUALITAS Ling. Hidup
KRITERIA Ling. Hidup Flora Fauna INDEKS
KEANEKARAGAMAN
1 Sangat Buruk 1-5 species 1-2 sp. <0,75 2 Buruk 6-10 species 3-5 sp. 0,75-1,50 3 Sedang 11-20 species 6-10 sp. 1,51-2,25 4 Bagus 21-30 species 11-15 sp 2,26-3 5 Sangat Bagus >30 >15 sp. >3
Sumber : Soerjani, 1989 Keterangan : 1 = sangat buruk ; 2 = buruk ; 3 = sedang ; 4 = bagus ; 5 = sangat bagus
Dengan memadukan tabel 3.16.; tabel 3.17 dan tabel 3.20; maka diperoleh bahwa
habitat semak-belukar dan kebun karet dan pekarangan mempunyai nilai indeks
keanekaragaman sebesar lebih dari 3 dan nilai kualitas lingkungan hidup sebesar 5
atau mempunyai katagori sangat bagus. Begitu pula bila tabel 3.19 dipadukan dengan
tabel 3.20. diperoleh bahwa fauan yang ada di sekitar tapak proyek mempunyai nilai
keanekaragaman lebih besar dari angka 3 dan nilai kualitas lingkungan hidup berskala
5 dengan kriteria sangat bagus.
3.1.2.2. Biota Akuatik
Berdasarkan sifat dan keberadaannya dalam habitat akuatik maka biota perairan
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok umum, yaitu plankton, benthos, dan
nekton. Komunitas biotik baik plankton, benthos dan nekton dapat dijadikan sebagai
indikator kualitas badan perairan atau sering disebut sebagai indikator ekologis untuk
badan air. Perubahan komunitas biotik tersebut merupakan indikator perubahan
ekosistem perairan (akuatik). Ketiga kelompok organisme tersebut saling terkait dalam
menopang rantai dan jaring makanan dalam ekosistem perairan seperti sungai, kolam
dan danau di alam. Sementara sungai yang ada di sekitar lokasi mempunyai fungsi
ganda bagi masyarakat sekitarnya, baik itu untuk mengairi persawahan tanaman padi,
kolam perikanan maupun untuk pemanfaatan air bagi kepentingan rumah tangga.
A. Plankton
Komunitas plankton secara garis besar dibedakan atas 2 (dua) kelompok, yaitu
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton yang bersifat produsen
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 48
karena bersifat autotrof, oleh kemampuannya mensintesis bahan makanan anorganik
seperti air, karbon dioksida yang terlarut dalam air dengan adanya radiasi matahari
serta bantuan khlorofil dalam selnya berkemampuan membentuk bahan makanan
organik. Bahan organik yang dihasilkan oleh fitoplankton tersebut selain berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksinya juga berguna untuk sumber
makanan organik bagi kehidupan lainnya dalam ekosistem perairan.
Sedangkan kelompok zooplankton adalah plankton yang bersifat hewani artinya yang
hanya dapat hidup dengan memanfaatkan atau memakan bahan organik berupa
organisme lain termasuk fitoplankton. Oleh sebab itu kelompok fitoplankton dan
zooplankton adalah berinteraksi (saling tergantung) dalam ekosistem perairan. Dalam
hal ini zooplankton memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber energinya, sedangkan
zooplankton berguna menekan pertumbuhan fitoplankton agar kelimpahan populasinya
di dalam badan air terjaga secara seimbang, sehingga tidak terjadi blooming populasi.
Namun bila oleh sesuatu hal bila terjadi pencemaran organik sehingga material
tertentu melimpah dalam badan air, maka pertumbuhan fitoplankton menjadi sangat
pesat dan tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya oleh zooplankton. Pada kondisi seperti
itu, bahan organik dalam badan air berlebihan dalam bentuk biomassa fitoplankton,
sehingga pada saat tertentu akan mati bersama-sama seluruh organisme yang ada
dalam badan air dan menimbulkan pencemaran organik yang sangat bersar. Kondisi
ini dikenal dengan eutrofikasi dalam badan air. Kelimpahan dan keanekaragaman
komunitas plankton disajikan pada Tabel 3.21..
Berdasarkan hasil analisis populasi plankton, indeks keanekaragaman komunitas
plankton di kanal dan Sungai Belitang ternyata menunjukkan nilai 1,3; berarti populasi
plankton di perairan tersebut pada kondisi yang. Ini terlihat dari hasil analisis yang
dilakukan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.21..
Selain menggunakan analisa keanekaragaman, plankton dianalisa juga dengan
menggunakan analisa indeks saprobik (Dresscher and Mark, 1978). Dengan indeks
saprobik, dapat menunjukkan kualitas suatu perairan. Tabel 3.22. menunjukkan skala
tingkat pencemaran suatu perairan berdasarkan nilai indeks saphrobiks.
Dari hasil perhitungan nilai indeks saphrobiks menunjukkan bahwa air kanal dan
Sungai Belitang telah mengalami pencemaran ringan dengan kriteria bagus atau
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 49
mempunyai kualitas lingkungan hidup pada skala 4. Jenis pencemarnya adalah bahan
organic.
Tabel 3.21.
Keanekaragaman Plankton di Saluran Sekunder dan Sungai Belitang
No. Taxon\Lokasi P1 P2 P3
(ind/liter) (ind/liter) (ind/liter) I PHYTOPLANKTON A. Cyanophyceae: 1. Anabaenopsis sp. 40 20 15 B. Chlorophyceae: 1. Spirogyra sp. 5 5 C. Desmidiaceae: 1. Cosmarium sp 4 D. Diatomae (Bacillariophyceae): 1. Amphoira sp 4 2. Bacillaria sp 25 15 3. Cycloella sp. 16 4. Nitzschia sp. 4 40 32 E Euglenophyta 1. Phacus sp 10 5 II ZOOPLANKTON 1. Cathypna sp. 4 Jumlah 72 100 72 1 Populasi komunitas plankton / liter 72 100 72 2 Populasi fitoplankton per liter 68 100 72 3 Populasi zooplankton per liter 4 0 0 4 Keanekaan spesies plankton 6 5 5 5 Keanekaan spesies fitoplankton 5 5 5 6 Keanekaan spesies zooplankton 1 0 0 7 Indeks keanekarag. Shannon index
(H) 1.303 1.415 1.384
8 Indeks saphrobiks (X) 0.778 1.000 1.000 Sumber : Data Primer Tim Biologi, 2016.
Keterangan: P1 = Air Irigasi Bahuga Area (S : 040 04’36,6” E: 104045’16,0”) P2 = Sungai Belitang Bagian Hulu (S : 040 02’15,4” E: 104045’21,2”) P3 = Sungai Belitang Bagian Hilir(S : 040 02’15,5” E: 104045’23,3”)
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 50
Tabel 3.22. Skala Kualitas lingkungan hidup untuk indeks saprobiks dan kualitas air SKALA KUALITAS
LINGKUNGAN HIDUP INDEKS
SAPHROBIKS KRITERIA KUALITAS AIR
5 4 3 2 1
> 3,0 2,9 s/d 0,25 0,24 s/d - 1 - 1 s/d -2,9
< -3,0
Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang
Tercemar Tercemar Berat
Sumber : Modifikasi tabel saprobik indeks Dresscher dan Mark, 1976 Keterangan : 1 = sangat buruk ; 2 = buruk ; 3 = sedang ; 4 = bagus ; 5 = sangat bagus
B. Benthos
Organisme benthos adalah penghuni bagian dasar suatu perairan. Keberadaan
benthos dalam substrat atau lumpur atau pada batu-batu dalam badan air sangat erat
dengan kondisi makanan organik yang hanyut oleh arus air dan kondisi oksigen yang
cukup untuk kehidupannya. Komunitas benthos sebagai organisme penghuni bagian
dasar sungai perairan memainkan suatu peran penting dalam menjaga kestabilan
ekosistem perairan antara lain dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang
terbawa arus air yang terjadi di dasar badan sungai baik pada anak sungai maupun
pada sungai utamanya. Lokasi untuk pengambilan sampel benthos sama letaknya
dengan lokasi pengambilan sampel plankton. Selengkapnya data komunitas benthos
pada substrat dari perairan studi disajikan pada Tabel 3.23..
Indeks keanekaragaman benthos mempunyai nilai dibawah angka 2. Hal ini
memperlihatkan bahwa populasi benthos di perairan daerah studi masih belum stabil.
Kualitas lingkungan yang ada mempunyai skala sebesar angka 3 dan berarti perairan
daerah studi mempunyai kriteria sedang. .
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 51
Tabel 3.23. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Komunitas Benthos
Jumlah Jenis 7 6 5 Total Kelimpahan (Individu/Liter) 18 22 13 Indeks Keanekaragaman Shannon (H’) 1,84 1,46 1,56
Sumber : Data Primer Tim Biologi, 2016. Keterangan:
P1 = Air Irigasi Bahuga Area (S : 040 04’36,6” E: 104045’16,0”) P2 = Sungai Belitang Bagian Hulu (S : 040 02’15,4” E: 104045’21,2”) P3 = Sungai Belitang Bagian Hilir(S : 040 02’15,5” E: 104045’23,3”)
C. Nekton
Nekton adalah organisme akuatik yang berukuran besar, sehingga mampu mengikuti
dan melawan arus air untuk melaksanakan aktivitasnya. Komunitas nekton meliputi
semua jenis-jenis ikan yang ada di dalam badan air seperti di sungai dan anak sungai.
Pengamatan jenis nekton, terutama jenis-jenis ikan dilakukan pada lokasi pengambilan
sampel plankton dan benthos. Selain pengamatan juga dilakukan wawancara terhadap
penduduk yang mencari ikan dengan menggunakan alat tangkap ikan. Data
selengkapnya jenis-jenis nekton yang mungkin terdapat di wilayah studi disajikan pada
Tabel 3.24.. Jenis ikan yang masih banyak ditemukan adalah ikan seluang, ikan kepiat
dan ikan sebarau. Jenis ikan yang ditemukan dalam jumlah yang sedang adalah lele
sungai, sepat, betok, langli dan piluk.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 52
Tabel 3.24. Keanekaragaman Nekton Pada Perairan Pada Lokasi Studi
No. Nama lokal Nama ilmiah Taksiran Populasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Seluang Gabus Lele sungai Toman Betok Sepat siam Sepat mata merah Lais Kepiat Lampam Langli Lumbut Nilam Sebarau Belida *) Piluk Sihitam Tilan Tiluk
Sumber: Data Primer, 2016. +++ banyak; ++ sedang; + sedikit; - jarang
Status konservasi: *) dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Dari Tabel 3.24 memperlihatkan bahwa paling sedikit terdapat sebanyak 19
spesies jenis nekton (ikan) dalam wilayah studi, Dari jenis yang diidentifikasi tersebut,
paling tidak ada 1 spesies ikan yang dilindungi undang-undang karena kelimpahannya
di hampir semua perairan sungai-sungai di alam adalah dalam kategori jarang..
Dengan demikian, penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan
seperti memutas atau meracun badan air sungai tidak diperkenankan atau dilarang.
Oleh sebab itu perlu kerjasama BBWS Sumatera VIII dengan pemerintah setempat
(Desa dan Kecamatan) untuk menjaga lingkungan perairan sungai-sungai di wilayah
studi.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 53
3.1.3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
3.1.3.1. Gambaran Umum Daerah Studi Tapak proyek (rencana kegiatan) Pengembangan Pembangunan irigasi Daerah Irigasi
Komering (Bahuga Area) secara administratif terletak di Desa Tegal Besar dan Desa
Sumber Sari Kecamatan Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kecamatan Belitang
Mulya, Kabupaten OKU Timur, Propinsi Sumatera Selatan. Dalam bagian ini akan
dikemukakan gambaran kondisi sosial kependudukan, sosial ekonomi, dan sosial
budaya serta kesehatan masyarakat.
Batas wilayah Kecamatan Belitang II Kab. OKU Timur adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kec. Semendawai Timur (OKU Timur)
Sebelah Selatan : Kec. Belitang III (OKU Timur)
Sebelah Timur : Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
Sebelah Barat : Kec. Belitang Mulya (OKU Timur)
Kecamatan Belitang II memiliki luas wilayah sekitar 163,74 km2 atau 16.374 ha dan
secara administrasi terdiri atas 27 desa, 98 dusun serta 253 RT dengan Ibukota Kec.
berlokasi di Desa Sumber Jaya. Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari menjadi
tapak proyek lokasi Pembangunan jaringan irigasi D.I Bahuga Area BBWS Sumatera
VIII di Kecamatan Belitang II.
Sedangkan batas wilayah Kecamatan Belitang Mulya Kab. OKU Timur adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kec. Belitang II (OKU Timur)
Sebelah Selatan : Kec. Belitang Madang Raya (OKU Timur)
Sebelah Timur : Kec. Belitang III (OKU Timur)
Sebelah Barat : Kec. Semendawai Suku III (OKU Timur)
Kecamatan Belitang Mulya memiliki luas wilayah sekitar 54,41 km2 atau 5.441 ha dan
secara administrasi terdiri atas 12 desa, 40 dusun serta 105 RT dengan Ibukota Kec.
berlokasi di Desa Petanggan. Desa Ulak Buntar menjadi tapak proyek lokasi
Pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga Area BBWS Sumatera VIII di Kecamatan
Belitang Mulya.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 54
3.1.3.2. Kewilayahan dan Demografi A. Jumlah Penduduk Berdasarkan data monografi desa dan kecamatan wilayah studi yaitu Desa Tegal
Besar dan Desa Sumber Sari Kecamatan Belitang II serta Desa Ulak Buntar
Kecamatan Belitang Mulya dapat diketahui jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
seperti tertera pada Tabel. 3.25.
Tabel. 3.25. Jumlah Dusun, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
di Desa Tegal Besar, Desa Sumber Sari, Desa Ulak Buntar, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya, OKU Timur, 2014
Desa / Kecamatan Luas Wilayah Desa Dusun
Jumlah Penduduk
(jiwa) Jumlah
Keluarga Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Tegal Besar 5,33 km2 - 3 1.350 362 253 Sumber Sari 10,47 km2 - 5 1.592 420 152 Kec. Belitang II 163,74 km2 27 98 41.846 11.105 256 Ulak Buntar 18,00 km2 - 5 2.463 605 137 Kec. Belitang Mulya 54,41 km2 12 40 20.905 5.098 384
Sumber : BPS, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya Dalam Angka, 2015
Dikaitkan dengan luas wilayah yaitu seluas 163,74 km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 41.846 jiwa, maka kepadatan penduduk di Kec. Belitang II adalah sebesar 256
jiwa/km2. (kepadatan tinggi). Sedangkan untuk wilayah Desa Tegal Sari yang memiliki
luas wilayah yaitu seluas 5,33 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 1.350 jiwa, maka
kepadatan penduduk di Desa Tegal Sari adalah sebesar 253 jiwa/km2 (kepadatan
tinggi).
Untuk wilayah Desa Sumber Sari yang memiliki luas wilayah yaitu seluas 10,47 km2
dengan jumlah penduduk sebesar 1.592 jiwa, maka kepadatan penduduk di Desa
Sumber Sari adalah sebesar 152 jiwa/km2 (kepadatan tinggi).
Sementara untuk Kecamatan Belitang Mulya yang memiliki luas wilayah seluas 54,41
km2 dengan jumlah penduduk sebesar 20.905 jiwa, maka kepadatan penduduk di Kec.
Belitang Mulya adalah sebesar 384 jiwa/km2. (kepadatan tinggi).
Sedangkan untuk wilayah Desa Ulak Buntar yang memiliki luas wilayah yaitu seluas
18,00 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 2.463 jiwa, maka kepadatan penduduk di
Desa Ulak Buntar adalah sebesar 137 jiwa/km2 (kepadatan tinggi).
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 55
Berikut pada Tabel 3.26. disajikan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Seks
Ratio di Desa Tegal Besar, Desa Sumber Sari, Desa Ulak Buntar, Kec. Belitang II dan
Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur tahun 2014.
Tabel 3.26. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
di Desa Tegal Besar, Desa Sumber Sari, Desa Ulak Buntar, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya, OKU Timur, 2014
Desa / Kecamatan Jumlah Penduduk Seks Ratio Laki-Laki Perempuan Jumlah Tegal Besar 672 678 1.350 99,12 Sumber Sari 802 790 1.592 101,52 Kec. Belitang II 21.329 20.517 41.846 103,96 Ulak Buntar 1.250 1.213 2.463 103,08 Kec. Belitang Mulya 10.547 10.358 20.905 101,85
Sumber : BPS, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya Dalam Angka, 2015
Pada tahun 2014, jumlah penduduk di Kec. Belitang II tercatat sebanyak 41.846 jiwa
dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21.329 jiwa dan penduduk
perempuan sebanyak 20.517 jiwa yang tersebar di 27 desa dan 98 dusun.
Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio) untuk Kecamatan Belitang II adalah
sebesar 104 yang berarti dari 100 orang penduduk perempuan terdapat sekitar 104
orang penduduk laki-laki.
Sedangkan jumlah penduduk di Kec. Belitang Mulya tercatat sebanyak 20.905 jiwa
dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 10.547 jiwa dan penduduk
perempuan sebanyak 10.358 jiwa yang tersebar di 12 desa dan 40 dusun.
Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio) untuk Kecamatan Belitang Mulya adalah
sebesar 102 yang berarti dari 100 orang penduduk perempuan terdapat sekitar 102
orang penduduk laki-laki.
Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari yang menjadi tapak proyek lokasi
Pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga Area BBWS Sumatera VIII memiliki jumlah
penduduk masing-masing sebanyak 1.350 jiwa (dengan rincian 672 jiwa penduduk
laki-laki dan 678 jiwa penduduk perempuan) dan 1.592 jiwa (dengan rincian 802 jiwa
penduduk laki-laki dan 790 jiwa penduduk perempuan). Selanjutnya Desa Ulak Buntar
memiliki jumlah penduduk masing-masing sebanyak 2.463 jiwa (dengan rincian 1.250
jiwa penduduk laki-laki dan 1,213 jiwa penduduk perempuan)
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 56
Berdasarkan rasio jenis kelamin, maka Desa Tegal Besar dan desa Sumber Sari
memiliki rasio jenis kelamin (sex ratio) masing-masing sebesar 99,12 (dominan
penduduk perempuan) dan 101,52 yang berarti di wilayah tersebut masih dominan
jumlah penduduk laki-laki. Sedangkan untuk desa Ulak Buntar memiliki rasio jenis
kelamin sebesar 103, yang berarti penduduknya dominan berjenis kelamin laki-laki.
B. Angkatan Kerja Pengertian angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas dalam status
kerja atau sementara tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan dan penduduk
yang berumur di bawah 55 tahun. Sedangkan penduduk yang berumur di bawah 15
tahun dan di atas 55 tahun tidak termasuk angkatan kerja. Dalam studi ini, sesuai
dengan data yang tersedia, yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah penduduk
yang berumur 15 tahun sampai 55 tahun. Gambaran jumlah penduduk berdasarkan
komposisi umur penduduk di Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.27. dan Tabel 3.28. berikut.
Tabel 3.27. Struktur Umur Penduduk Kec. Belitang II, 2014
Sumber : BPS, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya Dalam Angka, 2015 3.1.3.3. Sosial Budaya A. Interaksi Sosial Pola hubungan interaksi antar penduduk dapat dipelajari melalui frekuensi kerjasama
penduduk baik kepada anggota keluarga maupun dengan tetangga. Bentuk kerjasama
penduduk dengan anggota keluarga dan penduduk dengan masyarakat antara lain
dalam hal berladang, berkebun, penjualan hasil produksi, pembuatan rumah,
selamatan atau sedekahan dan dalam menghadapi musibah serta gotong royong
dalam kegiatan sosial lainnya maupun dalam hal pembangunan sarana sosial maupun
keagamaan.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 63
Dapat disimpulkan bahwa ikatan kekerabatan masyarakat baik dengan anggota
keluarga maupun dengan masyarakat lainnya masih cukup tinggi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan sebagian besar penduduk desa di wilayah studi tidak mempunyai
konflik dengan anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya.
Sistem kekerabatan dan ikatan sosial yang tinggi antar penduduk desa dengan
anggota keluarga dan masyarakat lain tidak menimbulkan persaingan atau konflik.
Kondisi demikian ditunjang oleh asal atau etnis sebagian besar warga di desa wilayah
studi Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec. Belitang II serta Desa Ulak Buntar
Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur yang mayoritas adalah penduduk lokal dari Kab.
OKU Timur.
Pola kepemimpinan kelompok, didasarkan pada pola kepemimpinan formal (kepala
desa) dan informal (pemuka masyarakat, pemuka agama dan pemangku adat) yang
dibayangi oleh status ataupun peran yang dituakan dalam keluarga, kerabat dan
keluarga besar, serta berkembang pula pola ketokohan seseorang diluar kelompok
primernya. Pada umumnya ketokohan yang tertinggi adalah tokoh formal (kepala
desa), dilanjutkan dengan tokoh-tokoh informal lainnya seperti pemangku adat,
pemuka agama, pemuka masyarakat serta tokoh informal lainnya.
Walaupun penokohan terhadap tokoh formal cukup tinggi di kalangan penduduk desa
dalam wilayah studi, namun alasanya sendiri ternyata beragam. Alasan penokohan
berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki oleh tokoh tersebut, seperti penokohan
terhadap pemuka agama didasari atas wawasan mereka dalam bidang agama.
Pemuka agama menjadi penting karena penduduk desa dalam wilayah studi masih
berorientasi pada agama Islam dan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya untuk
menjalani kehidupan sehari-hari.
Penyebaran informasi dan komunikasi kepada masyarakat desa selain secara formal
melalui perangkat desa juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama,
tokoh adat karena interaksi masyarakat desa masih sangat kuat dipengaruhi oleh
berbagai aturan yang bersumber dari adat istiadat. Pada hal-hal tertentu, tokoh adat
sangat dominan dalam suatu pengambilan keputusan, dimana penyelesaian suatu
masalah diupayakan dengan mengedepankan penyelesaian secara adat.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 64
B. Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial merupakan tatanan sosial dalam
kehidupan masyarakat yang di dalamnya terkandung hubungan timbal balik antara
status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur yang menunjuk pada
suatu keteraturan perilaku sehingga dapat membentuk sebagai masyarakat.
Pranata sosial yang ada di desa wilayah studi terdiri dari lembaga formal dan non
formal. Lembaga formal yang ada adalah lembaga yang sudah diatur pemerintah untuk
membantu kelancaran pembangunan desa, antara lain BPD, PKK.
Lembaga non formal terbentuk secara turun temurun berdasarkan keadaan adat
istiadat dan agama yang dianut penduduk desa. Aktivitas lembaga non formal hanya
terbatas pada kegiatan adat dan keagamaan. Bentuk kegiatan yang umum dilakukan
meliputi kegiatan gotong royong untuk memelihara kebersihan, usaha tani dan
kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti membangun rumah, perkawinan,
khitanan, kelahiran anak dan kematian. Kegiatan yang bersifat non formal terutama
yang berkaitan dengan agama dan adat istiadat dipimpin oleh ketua adat atau tokoh
agama.
Organisasi sosial kemasyarakatan yang masyarakatnya terlibat dalam kegiatan
organisasi tersebut menggambarkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap
kehidupan bersama cukup baik. Mereka menyadari manfaat organisasi sosial
kemasyarakatan yang mereka ikuti akan memberikan solusi baik yang menyangkut
kepentingan bersama maupun kepentingan pribadi, sebagai contoh, mereka terlibat
dalam kelompok tani dengan harapan mereka dapat memecahkan masalah-masalah
pertanian yang ada dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Mereka terlibat dalam kelompok pengajian dengan harapan dapat menambah
pengetahuan agama dan meningkatkan kemampuan untuk beribadah. Mereka yang
terlibat dalam koperasi dan arisan mengharapkan organisasi tersebut dapat
membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang keuangan (financial).
Secara keseluruhan dapat disimpulkan masyarakat di desa dalam wilayah studi
menyadari akan pentingnya organisasi kemasyarakatan. Tingkat kesadaran ini
berdampak positif dalam pemberdayaan masyarakat.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 65
C. Adat Istiadat dan Pola Kebiasaan Yang Berlaku
Dalam kehidupan bermasyarakat warga desa memiliki adat kebiasaan yang secara
turun temurun masih berlaku. Adat kebiasaan yang masih berlaku di desa wilayah studi
masih sangat banyak, antara lain berupa upacara desa (sedekah dusun), hal-hal yang
ditabukan (pantangan) dalam kehidupan sehari-hari, tepung tawar serta upacara adat
apabila hal-hal yang ditabukan tersebut dilanggar.
Selain adat kebiasaan, yang masih berlaku adalah kepercayaan masyarakat terhadap
puyang atau nenek moyang serta tempat keramat. Masyarakat masih mempercayai
kekuatan dan kesaktian dari sang puyang tersebut. Adat kebiasaan berupa upacara
desa antaralain dilakukan pada saat akan membuka lahan pertanian, panen hasil
pertanian, perayaan keagamaan serta adanya pelanggaran terhadap hal-hal yang
ditabukan (misalnya warga berbuat zina).
Penduduk Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec. Belitang II serta Desa Ulak
Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur di wilayah studi masih memegang kuat
tradisi dan nilai-nilai budaya. Tetapi adat kebiasaan penduduk cukup akomodatif
terhadap pendatang baru dan aktivitas baru, sepanjang aktivitas tersebut tidak
menimbulkan terhadap gangguan keseimbangan kehidupan yang ada, misalnya
kerugian material, rasa malu dan sejauh tetap menghargai adat istiadat yang masih
berlaku.
Adat istiadat tersebut antara lain dalam hal perkawinan, pembuatan rumah,
menghadapi musibah, maupun dalam menerima tamu atau orang luar terutama tamu
kehormatan, yang biasanya disambut dengan acara tarian. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hubungan masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sangat
erat. Hal ini dibuktikan dengan saling membantu pada waktu salah satu penduduk
melakukan perkawinan, berladang, berkebun, pembuatan rumah, berdagang, dan
menghadapi musibah. Mereka juga dapat membuka diri dalam menerima orang luar
atau tamu.
Sebagian besar penduduk di wilayah studi merupakan penduduk asli (penduduk lokal
dari wilayah Kecamatan Belitang II dan Kecamatan Belitang Mulya), hanya sekitar 10
% penduduk di wilayah studi adalah pendatang dari desa lainnya di sekitar Kec.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 66
Belitang II serta Kec. Belitang Mulya dan Kab. OKU Timur. Kehidupan sehari-hari
masyarakat yang berbeda suku tersebut dapat saling berdampingan secara harmonis.
Pola kebiasaan yang berlaku di masyarakat banyak dipengaruhi ajaran agama Islam.
Sifat keterbukaan penduduk desa dalam wilayah studi terhadap kehadiran pendatang
telah menghasilkan akulturasi antar budaya. Proses akulturasi ini berjalan lancar
selama kehadiran pendatang tidak menyalahi budaya yang masih berlaku.
Pola preperensi atau orientasi yang terpolakan, merupakan suatu bentuk dari ikatan
kelompok dimana individu secara sadar atau tidak sadar mengacu kepada individu lain
dalam upaya menyelesaikan masalah pribadinya. Pengacuan ini membentuk tingkah
laku dalam persoalan tertentu. Dalam studi ini pola preferensi yang diambil adalah
kepada siapakah penduduk minta bantuan dalam masalah perekonomian. Dari
pertanyaan ini diharapkan terdapat suatu pola yang dapat menggambarkan kondisi
ikatan kelompok.
Pada umumnya penduduk desa dalam wilayah studi mempunyai pola preferensi dan
orientasi minta bantuan dalam persoalan perekonomian. Orientasi penduduk terbesar
dalam meminta bantuan adalah pada toke karet, maupun pemilik usaha lainnya,
setelah itu kepada tetangga, saudara dan kepada orang tua.
Orientasi penduduk tidak hanya pada saudara atau tetangga, namun juga kepada
orang lain dan kepada lembaga-lembaga perekonomian seperti koperasi. Ada juga
yang mempunyai pola preferensi dengan menjual barang milik sendiri. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa ikatan kelompok masyarakat Desa Tegal Besar dan Desa Sumber
Sari Kec. Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur
masih cukup kuat.
Secara umum wilayah Kec. Belitang II serta Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur yang
menjadi daerah studi ini masih dapat dijangkau melalui jalan darat dan melalui jalur
sungai. Mobilisasi penduduk Kec. Belitang II serta Kec. Belitang Mulya cenderung
berbelanja atau menjual hasil pertanian ke Kab. OKU Timur atau ke Kota Martapura
atau KTM Belitang sebagai kawasan perdagangan.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dipungkiri bahwa konflik sering muncul dan
terjadi. Konflik tersebut dapat saja terjadi antara warga dengan warga, atau warga
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 67
dengan kelompok tertentu, misalnya dengan perusahaan, ataupun warga dengan
masyarakat pendatang.
Masalah kamtibmas merupakan salah satu masalah sosial yang seringkali muncul,
dimana yang menjadi pemicu utama adalah masalah ekonomi sehubungan dengan
sumber mata pencaharian. Demikian juga konflik yang berasal dari pelanggaran
terhadap norma atau adat istiadat yang berlaku di desa seperti perkelahian antar
warga dan sebagainya.
Dari informasi responden, baik di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec.
Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur, masalah
kamtibmas yang ada masih pada batas toleransi dan biasanya dapat diatasi pada
tingkat desa serta kepolisian setempat. Peranan perangkat desa dan tokoh
masyarakat dalam penyelesaian berbagai konflik masih sangat dominan. Masalah
kamtibmas yang seringkali terjadi adalah perkelahian serta pencurian hasil
perkebunan.
3.1.3.4. Prasarana dan Sarana Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec.
Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur rata-rata
sudah berpendidikan SMP dan SMA. Cukup baiknya tingkat pendidikan penduduk
tersebut disebabkan sarana dan prasarana pendidikan yang sudah merata. Hal ini
karena desa-desa tersebut letaknya tidak terlalu jauh dengan kecamatan maupun
dengan kota kabupaten, sehingga memungkinkan penduduk desa tersebut dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP maupun SLTA. Bahkan ada beberapa
penduduk yang juga sudah melanjutkan ke jenjang akademi maupun Perguruan
Tinggi.
Di wilayah Kec. Belitang II terdapat fasilitas pendidikan di beberapa jenjang
pendidikan. Untuk tingkat pendidikan dasar, pada tahun 2014 terdapat 21 SDN dengan
236 orang guru dan menampung sebanyak 4.058 orang murid, belum ada SD Swasta.
Untuk tingkat pendidikan SLTP, terdapat 1 SLTP Negeri dengan 29 orang guru dan
675 orang murid serta 1 unit SMP Swasta dengan 14 orang guru dan 37 orang murid.
Sedangkan untuk tingkat SLTA terdapat 1 SMU Negeri dengan 25 orang guru dan 509
orang murid, 1 unit SMU Swasta dengan 18 orang guru dan 74 orang murid.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 68
Di wilayah Kec. Belitang Mulya terdapat fasilitas pendidikan di beberapa jenjang
pendidikan. Untuk tingkat pendidikan dasar, pada tahun 2014 terdapat 16 SDN dengan
180 orang guru dan menampung sebanyak 2.078 orang murid, belum ada SD Swasta.
Untuk tingkat pendidikan SLTP, terdapat 3 SLTP Negeri dengan 138 orang guru dan
1.578 orang murid, belum ada SMP Swasta. Sedangkan untuk tingkat SLTA baik SMU
Negeri maupun SMU Swasta belum ada sekolah.
Jumlah sarana pendidikan di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec. Belitang II
hanya terdapat SD Negeri, sedangkan untuk wilayah Desa Ulak Buntar Kec. Belitang
Mulya selain SD Negeri juga terdapat SMP Negeri. Secara rinci jumlah sekolah di 3
desa tersebut tergambar pada Tabel 3.37. dan Tabel 3. 38. berikut :
Tabel 3.37. Jumlah Sarana Pendidikan SD - SLTA
di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari serta Kec. Belitang II, 2014 Tingkat Pendidikan Jumlah
Sekolah Jumlah Murid
Jumlah Guru Desa Tegal Besar
SD Negeri 1 221 10 SD Swasta - - - SMP Negeri - - - SMP Swasta - - - SMA Negeri - - - SMA Swasta - - -
Desa Sumber Sari Jumlah Sekolah
Jumlah Murid
Jumlah Guru
SD Negeri 2 203 15 SD Swasta - - - SMP Negeri - - - SMP Swasta - - - SMA Negeri - - - SMA Swasta - - -
Kec. Belitang II Jumlah Sekolah
Jumlah Murid
Jumlah Guru
SD Negeri 21 4.058 236 SD Swasta - - - SMP Negeri 1 675 29 SMP Swasta 1 37 14 SMU Negeri 1 509 25 SMU Swasta 1 74 18 SMK Negeri - - - SMK Swasta - - -
Sumber : BPS, Kec. Belitang II Dalam Angka, 2015
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 69
Tabel 3.38. Jumlah Sarana Pendidikan SD - SLTA
di Desa Ulak Buntar dan Kec. Belitang Mulya, OKU Timur, 2014 Tingkat Pendidikan Jumlah
Sekolah Jumlah Murid
Jumlah Guru Desa Ulak Buntar
SD Negeri 1 285 13 SD Swasta - - - SMP Negeri 1 292 30 SMP Swasta - - - SMA Negeri - - - SMA Swasta - - -
Kec. Belitang Mulya Jumlah Sekolah
Jumlah Murid
Jumlah Guru
SD Negeri 16 2.078 180 SD Swasta - - - SMP Negeri 3 1.578 138 SMP Swasta - - - SMU Negeri - - - SMU Swasta - - - SMK Negeri - - - SMK Swasta - - -
Sumber : BPS, Kec. Belitang Mulya Dalam Angka, 2015 3.1.3.5. Sarana Ibadah Hampir semua masyarakat di wilayah studi adalah pemeluk agama Islam, maka
asarana ibadah berupa masjid. Langgar ataupun surau hampir ditemui di setiap
desa/dusun bahkan lebih dari satu sara ibadah. Sarana ibadah di Desa Tegal Besar
dan Desa Sumber Sari Kec. Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya
Kab. OKU Timur antara lain terdapat masjid, langgar, surau. Kondisi ini dapat
disimpulkan bahwa penduduk di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec.
Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur tersebut lebih
dominan penduduk yang beragama Islam.
Tabel 3.39. Sarana Ibadah
di Desa Tegal Besar, Desa Sumber Sari, Desa Ulak Buntar, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya, OKU Timur, 2014
Wilayah Masjid Langgar / Surau Gereja Kelenteng /
Vihara Pura
Desa Tegal Besar 1 2 0 0 5 Desa Sumber Sari 3 7 0 0 0 Kec. Belitang II 54 92 13 2 17 Desa Ulak Buntar 5 1 2 1 - Kec. Belitang Mulya 26 51 3 1 - Sumber : BPS, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya Dalam Angka, 2015
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 70
Kegiatan keagamaan yang dilakukan secara rutin adalah kegiatan pengajian baik
kaum ibu maupun kaum bapak yang dilaksanakan di mesjid-mesjid. Sementara
pengajian anak-anak dilakukan pada malam hari sesudah shalat maghrib. Selain
pengajian tersebut, kegiatan keagamaan dilakukan acara perayaan hari-hari besar
Islam seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj dan Nulul Qur’an dengan menghadirkan
penceramah agama.
3.1.3.6. Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Hidup Lingkungan alam sekitar tempat mereka tinggal merupakan lahan dan areal yang
biasanya digunakan untuk mempertahankan hidup (lingkungan sosial) melalui usaha-
usaha bertani, mencari ikan dan beternak (lingkungan binaan). Penduduk lokal
berpandangan bahwa alam sekitarnya merupakan tempat yang digunakan untuk
berladang secara turun temurun. Dengan anggapan bahwa lahan tersebut dikelola
demi kelangsungan hidup, masyarakat menyadari dan perduli terhadap masalah
konservasi tanah serta menyatakan bahwa jika kondisi lahan rusak, maka pendapatan
dari alam pun akan menurun atau produksi hasil alam akan berkurang.
Pandangan terhadap satwa liar yang dilindungi, baik dari golongan aves maupun
mamalia, hampir seluruh masyarakat belum / tidak mengetahui jenis-jenisnya serta
sanksi yang dikenakan bila melakukan penangkapan satwa-satwa tersebut. Bila secara
kebetulan mendapati satwa di hutan dan diperkirakan mudah ditangkap, maka hasil
tangkapan, dagingnya dijual (dari jenis babi hutan, kijang atau hewan lainnya).
Sementara jenis-jenis aves, bila tertangkap akan dipelihara atau diperjual belikan.
Dengan adanya kegiatan pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi Bahuga Area
yang dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII serta adanya masyarakat pendatang di
daerah ini, akan merubah persepsi masyarakat setempat terhadap lingkungan alam
sekitar ke arah yang lebih baik, sehingga kemungkinan kerusakan alam akan dapat
diminimalisir. Hal ini memerlukan komitmen semua pihak dan bagi pihak pemrakarsa
harus memberikan pengarahan kepada para pekerjanya untuk tidak memelihara dan
berburu satwa liar yang dilindungi.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 71
3.1.3.7. Persepsi Masyarakat Persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu proyek dapat positif dan dapat pula
negatif. Namun kadarnya sangat tergantung pada sejauh mana aktivitas proyek
tersebut terkait dengan kepentingan masyarakat sekitarnya. Karena itu persepsi dan
sikap masyarakat sangat ditentukan oleh faktor empiris yang dialami masyarakat atau
karena konsepsi masyarakat terhadap proyek yang mereka ketahui.
Pada umumnya hampir seluruh masyarakat di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber
Sari Kec. Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur
tersebut mengetahui rencana kegiatan pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga area
BBWS Sumatera VIII, artinya masyarakat sudah memperoleh informasi baik melalui
sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan, aparat desa setempat maupun informasi
dari mulut ke mulut sesama warga masyarakat.
Dari tanggapan penduduk diperoleh informasi bahwa penduduk menyetujui rencana
kegiatan pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga area BBWS Sumatera VIII tersebut
di desa mereka, namun demikian perlu dipertimbangkan adanya kekhawatiran
penduduk terhadap kegiatan pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga area yang
dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII akan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Pada umumnya harapan masyarakat dari rencana kegiatan pembangunan jaringan
irigasi DI Bahuga area yang dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII, antara lain adalah
adanya lapangan kerja baru, peningkatan penghasilan masyarakat, daerah yang lebih
terbuka serta lancarnya arus transportasi ke desa-desa lainnya.
Respon masyarakat di sekitar areal rencana pembangunan jaringan irigasi Daerah
Irigasi Bahuga area yang dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII adalah positif. Dari hasil
wawancara dengan masyarakat di Desa Tegal Besar dan Desa Sumber Sari Kec.
Belitang II serta Desa Ulak Buntar Kec. Belitang Mulya Kab. OKU Timur diperoleh
gambaran berikut :
a) Warga mengharapkan pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga Area yang
dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII dapat membuat daerah mereka cepat
berkembang.
b) Warga mengharapkan akan adanya lapangan kerja yang dapat menyerap
tenaga kerja lokal serta dapat dijadikan mitra usaha.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 72
c) Warga mengharapkan akan terjadi interaksi positif antara warga dengan pihak
pelaksana proyek.
d) Warga mengharapkan dapat berusaha (berdagang) untuk memenuhi
keperluan pekerja proyek.
e) Warga berharap aktivitas pembangunan jaringan irigasi DI Bahuga area yang
dilakukan oleh BBWS Sumatera VIII berdampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di sektor informal
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat 3.1.4.1. Kondisi Kesehatan Masyarakat Kesehatan masyarakat merupakan upaya-upaya untuk mengatasi masalah sanitasi/
memutuskan mata rantai terjadinya penularan penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan dengan cara memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan akibat
adanya suatu kegiatan industri. Upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian
faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit.
Kesehatan masyarakat dilakukan dengan tujuan untuk mencegah timbulnya penyakit
(preventif), meningkatkan kesehatan masyarakat dengan melakukan kegiatan
penyuluhan pada masyarakat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit (promotif) dan memperpanjang umur harapan hidup pada masyarakat. Upaya
pengendalian faktor lingkungan dilakukan dengan cara melihat data 10 penyakit
terbanyak, data sarana kesehatan, data tenaga kesehatan yang ada di wilayah
setempat. Sehingga dengan demikian perubahan penyakit yang diakibatkan oleh
adanya suatu kegiatan industri dapat diminimalisir dengan baik.
3.1.4.2. Data Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal di pusat kesehatan
masyarakat (Puskesmas). Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di wilayah Kec.
Belitang II berjumlah 109 orang dengan rincian sebagai berikut 1 orang dokter umum,
bidan sebanyak 53 orang dan dukun bayi sebanyak 54 orang.
Review AMDAL Pembangunan D.I.Komering ( Bahuga Area ) di Kabupaten Oku Timur
I
BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL III - 73
Sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di wilayah Kec. Belitang Mulya
berjumlah 31 orang dengan rincian sebagai berikut 5 orang dokter umum, bidan
sebanyak 25 orang dan tenaga medis lainnya 1 orang.
Tabel 3.40. Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat
di Desa Tegal Besar, Desa Sumber Sari, Desa Ulak Buntar, Kec. Belitang II dan Kec. Belitang Mulya, OKU Timur, 2014