-
43
BAB III
PENERAPAN KEADILAN SEBAGAI NILAI DASAR DALAM KEHIDUPAN
KELUARGA KRISTIANI
Dalam penulisan bab ini, penulis hendak menjabarkan gambaran
umum lokasi
penelitian di jemaat GPIB Immanuel Semarang sebagai tempat
penulis melakukan proses
pengambilan data, dan juga penulis hendak memaparkan hasil dari
apa yang sudah di
dapat dalam penelitian, yakni tentang penerapan nilai keadilan
sebagai nilai dasar dalam
kehidupan keluarga Kristiani.
3. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3. 1. 1. Keadaan Geografis Kota Semarang
Kota Semarang merupakan Ibukota propinsi Jawa Tengah yang
terletak di bagian
Utara Jawa Tengah.Posisi geografi Kota Semarang terletak di
pantai Utara Jawa Tengah,
tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º,
35' Bujur Timur. Kota
Semarang merupakan kota yang cukup besar dengan jumlah penduduk
1.433.699 jiwa,
dan kepadatan penduduk 3.744 jiwa/km2. Kota Semarang dapat
dikatakan sebagai pusat
pemerintahan, perdagangan, kegiatan industri, transportasi,
pendidikan, pariwisata dan
lingkungan pemukiman.Kota ini terletak sekitar 466 km sebelah
Timur Jakarta, atau 312
km sebelah Barat Surabaya, atau 624 km sebalah Barat Daya
Banjarmasin (via udara).
Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor pembangunan Jawa
Tengah dan
merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai
Utara, koridor Selatan ke
arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta
yang dikenal dengan
http://id.wikipedia.org/wiki/Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/Surabaya
-
44
koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten
Demak/Grobogan dan Barat
menuju Kabupaten Kendal.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat
berperan,
terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat
(jalur kereta api dan jalan)
serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul
transport Regional Jawa
Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang
tak kalah pentingnya
adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung
sebagai pusat wilayah
nasional bagian tengah.
Kota Semarang memiliki batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal
- Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak
- Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten
Semarang
- Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa
Kota Semarang yang memiliki slogan sebagai Kota ATLAS (Aman,
Tertib,
Lancar, Asri dan Sehat) di mana Kota ini terdiri atas daerah
dataran rendah dan dataran
tinggi.Daerah dataran rendah di Kota Semarang tidaklah terlalu
luas, yakni sekitar 4
kilometer dari garis pantai, dataran rendah ini dikenal dengan
sebutan kota bawah.
Namun kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir di sejumlah
tempat, banjir ini
disebabkan oleh luapan air laut (air rob atau air pasang) dan
juga jika hujan turun dengan
lebat. Oleh sebab itu masyarakat kota Semarang pun mau tidak mau
harus menerima
bahwa banjir merupakan masalah utama yang selalu dihadapi di
kota Semarang.
Sedangkan di sebelah Selatan merupakan dataran tinggi, yang
dikenal dengan
sebutan kota atas, di antaranya meliputi Kecamatan Candi, Mijen,
Gunungpati,
-
45
Tembalang dan Banyumanik. Pusat pertumbuhan di kota atas
merupakan pusat aktivitas
dan aglomerasi penduduk yang pada akhirnya muncul menjadi kota
kecil baru, seperti
halnya di Semarang bagian atas di mana perkembangan sangat
mencolok di daerah
Banyumanik sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk yang
pada akhirnya
menjadikan daerah ini cukup padat. Fasilitas umum dan sosial
yang mendukung aktivitas
penduduk dalam bekerja maupun sebagai tempat tinggal juga
telah
terpenuhi.Banyumanik saat ini menjadi pusat pertumbuhan baru di
Semarang bagian atas,
dikarenakan munculnya aglomerasi perumahan di daerah
ini.Dahulunya Banyumanik
hanya merupakan daerah sepi dan hanya sebagai tempat tinggal
penduduk Semarang
yang bekerja di Semarang bawah (hanya sebagai dormitory
town).Namun saat ini daerah
ini menjadi pusat aktivitas dan pertumbuhan baru di Kota
Semarang, dengan dukungan
infrastruktur jalan dan aksessibilitas yang terjangkau.Fasilitas
perdagangan dan
perumahan baru banyak bermunculan di daerah ini, dan juga
fasilitas pendidikan baik
negeri maupun swasta. Cepatnya pertumbuhan di daerah ini
dikarenakan kondisi lahan di
Semarang bawah sering terkena bencana rob atau banjir.1
Gambar 3. 1. Peta Jawa Tengah
1http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Semarang, diakses hari Kamis,
20 September 2011, pukul 17.36 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Semarang
-
46
3. 1. 2. Demografi
Meski berada di pulau Jawa, Kota Semarang tidak memiliki wajah
homogenitas
yang sangat kental.Memang secara demografi mayoritas penduduknya
ber-etnis Jawa,
tetapi terdapat sejumlah suku dari berbagai wilayah di
Indonesia. Varian ini menunjukkan
wajah demografi kota Semarang yang cukup heterogen.
Hetoreginatas tersebut adalah
konsekuensi dari dijadikannya Semarang sebagai salah satu pusat
perdagangan dan
industri pada zaman kolonial Belanda.
Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2006 (data terbaru dari
BPS)
sebesar 1.434.025 jiwa.Dengan jumlah tersebut Kota Semarang
termasuk 5 besar
Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa
Tengah.Jumlah
penduduk pada tahun 2006 tersebut terdiri dari 711.761 penduduk
laki-laki dan 722.264
penduduk perempuan. Kecamatan yang paling padat penduduknya
adalah Kecamatan
Semarang Selatan sebesar 14.470 orang per km2, sedangkan yang
paling kecil adalah
Kecamatan Mijen sebesar 786 orang per km2. Jumlah usia produktif
cukup besar,
mencapai 69.30% dari jumlah penduduk. Ini menunjukkan potensi
tenaga kerja dan segi
kuantitas amat besar, sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi
mereka yang tertarik
menanamkan investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi.Belum
lagi penduduk dari
daerah hinterlandnya.
Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk tersebut
tersebar pada
pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani,
pengusaha; pedagang, angkutan
dan selebihnya pensiunan. Dari aspek pendidikan dapat kita
lihat, bahwa rata-rata anak
usia sekolah di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas
wajar sembilan tahun,
bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih
ada sebagian yang
-
47
tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat
bahwa sejak tahun
2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dari 3 buta (buta
aksara, buta angka dan buta
pengetahuan dasar).
Dengan komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup
mendukung
perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan kualitas
penduduk yang selalu
mendapat prioritas utama didalam upaya peningkatan
kesejahteraan.Tingkat kepadatan
penduduk memang belum merata. Penduduk lebih tersentral di pusat
kota. Pertumbuhan
penduduk rata-rata 1,43%/tahun. Ini berarti laju pertumbuhan
penduduk dapat ditekan,
setidaknya terkendali dan kesejahteraan umum segera
terealisasi.Sebuah komunitas
Pecinan dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda hanya beberapa
ratus meter dari
GPIB Immanuel Semarang. Demikian juga komunitas Arab yang
ditempatkan di sekitar
wilayah pelabuhan.Selain Cina dan Arab, terdapat
kelompok-kelompok Maluku,
Minahasa, Timor, dan Batak yang dijadikan sebagai
pegawai-pegawai pemerintah
kolonial Belanda.Empat kelompok yang terakhir inilah yang
menjadi tulang punggung
GPIB Immanuel Semarang.2
3. 1. 3. Gambaran Umum Jemaat GPIB Immanuel, Semarang
Salah satu daya tarik Kota Semarang adalah kawasan Kota Lama.
Sebuah
kawasan yang letaknya tidak jauh dari jantung Kota Semarang,
yang merupakan
peninggalan atau warisan pemerintahan Kolonial Belanda,
keberadaannya dahulu sebagai
pusat kegiatan perdagangan, sekaligus merupakan pusat kegiatan
City Center dari Kota
Semarang. Kota Lama yang cukup luas ini terletak tidak jauh dari
pasar Johar, yakni
pasar tradisional terbesar di Kota Semarang. Kawasan Kota Lama
didirikan dengan
2 Arsip Laporan Vikariat Jemaat Immanuel Semarang tahun
2008.
-
48
bangunan yang memiliki arsitektur Kolonial yang spesifik, yang
kaya akan urban heritage
bisa dijadikan sebagai salah satu aset wisata budaya. Gereja
Blenduk adalah salah satu
bangunan kuno yang berdiri megah di antara bangunan arsitektur
kolonial lainnya,
bahkan sering dijuluki sebagai Tetengger atau Land Mark dari
Kota Lama.Tidak salah
lagi jikalau Gereja Blenduk mempunyai daya tarik baik dari segi
sejarah maupun dari
segi arsitektur bangunan yang unik dan anggun. Gereja Blenduk,
atau lebih di kenal
dengan sebutan GPIB Immanuel adalah gereja yang dibangun pada
tahun 1753 oleh
pemerintah Kolonial Belanda (sudah berusia 250 tahun). Hingga
saat ini Gereja Blenduk
sudah mengalami perubahan bentuk beberapa kali.Pada awalnya
gereja yang dibangun
tahun 1753 ini berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang
sesuai dengan
arsitektur Jawa, yaitu atap tajuk.Pada tahun 1787 rumah panggung
tersebut mengalami
perombakan total.Tujuh tahun berikutnya tepat pada tahun 1794,
diadakan perubahan
kembali berdasarkan bentuk dan ukurannya. Selanjutnya pada tahun
1894-1895, gereja
ini direnovasi oleh HPA De Wilde dan W. Westmaas dengan
pembaharuan bentuk,
namun tidak mengubah desain secara keseluruhan sehingga dijumpai
Gereja Blenduk
seperti bentuknya yang sekarang ini, yaitu dengan dua buah
menara jam Lonceng dan
atap kubah. Saat ini gedung Gereja Blenduk berfungsi sebagai
rumah ibadah jemaat
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) “Immanuel”
Semarang.
Dari segi arsitektur, Gereja Blenduk dibangun dua setengah abad
yang lalu,
desainnya yang bergaya Pseudo Barouque, gaya arsitektur Eropa
dari abad 17-19 M
justru tampil kontras, bentuknya pun lebih menonjol dibandingkan
bangunan bersejarah
disekitarnya. Lokasi bangunan ini berada di Jalan Letjend
Suprapto No. 32 Kota Lama
Semarang dan bernama Gereja GPIB jemaat Immanuel.Bangunan Gereja
Blenduk
memiliki keistimewaan yang unik, yaitu memiliki denah Octagonal
(segi delapan
-
49
beraturan) dengan ruang induk terletak di pusat, sehingga dapat
dikatakan bangunan
memusat dengan model atap berbentuk kubah atau blenduk.Luas
bangunan gereja sekitar
400 meter persegi, bangunan gereja terdiri dari bangunan induk
dan empat sayap
bangunan.Ruang gereja terdiri dari ruang jemaat sebagai ruangan
utama dan ruang
konsistori.Atap bangunan yang berbentuk kubah ini serupa dengan
kubah bangunan di
Eropa pada abad ke 17-18 Masehi, mempunyai desain unik seperti
kubah St. Paul’s karya
Sir Christopher Wren (1675-1710 AD).Bentuk kubah seperti cembung
kebawah inilah
yang pada saat ini menjadi sangat populer, kemudian menjadi
sebutan “Blenduk”.
Beberapa bagian bangunan memiliki arsitektur yang khas dan hanya
terdapat satu, karena
dibuat secara spesifik khusus pada masanya, sehingga dapat
dikatakan sebagai prasasti
antara lain:
- Tangga melingkar, sebuah tangga yang digunakan untuk menuju
bagian tempat
alat-alat musik. Tangga yang terbuat dari besi tempa berukir,
pada anak tangga
terdapat tulisan dalam Bahasa Belanda yang berbunyi “Plettriji
Den Haag”.
Kemungkinan besar adalah label merk dari perusahaan pembuatnya,
sayang pada
label ini tidak tercantum tahun pembuatannya.
- Mimbar Gereja Blenduk memiliki keistimewaan konstruksi yang
langka. Mimbar
ini berposisi mengambang dari lantai, dan hanya disangga oleh
tiang penyangga
yang berbentuk segi delapan beraturan (Octagonal) berfungsi
sebagai penyangga
tunggal mimbar tersebut.
- Orgel, sebuah alat musik dengan bentuk yang sangat indah yang
memiliki asal
suara berasal dari resonansi pipa-pipa oleh pompa udara, dibuat
oleh P.
Farwangler dan Hummer, merupakan orgel yang sangat antik, dan
keberadaannya
-
50
hanya terdapat dua di Indonesia, salah satunya terdapat di
Gereja GPIB Immanuel
Gambir, Jakarta.
- Lonceng Gereja, sebanyak tiga buah yang memiliki tiga ukuran
berbeda (dua
diantaranya hilang), pada tubuh lonceng terdapat logo perusahaan
bertuliskan
J.W. Stiegler-Semarang Anno 1703.
- Interior berupa mebel asli yang saat ini masih dipertahankan
bentuk dan kondisi
fisiknya. Seperangkat karya peninggalan masa lampau yang sangat
indah, antara
lain: lampu gantung pada langit-langit kubah, bangku Jemaat dan
Majelis yang
berbahan dari kayu jati, kaca jendela mosaik dengan desain
ornamen kuno.3
Kini gereja tua ini merupakan bagian dari GPIB (Gereja Protestan
di Indonesia
Bagian Barat) dan juga salah satu dari empat gereja GPIB yang
terdapat di kota
Semarang (GPIB Efatha, GPIB Sion, GPIB Filadelfia, GPIB
Immanuel). Sebagai sebuah
bangunan tua, Gereja Blenduk sangat membutuhkan upaya
pelestarian yang sungguh-
sungguh. Disadari bahwa upaya pelestarian membutuhkan dana yang
tidak sedikit, oleh
karena itu untuk mewujudkan pelestarian ini tentu sangat
memerlukan kepedulian dari
berbagai pihak.
Gambar 3. 2. Gereja Blenduk pada Era Kolonial
3 Data lampiran pembinaan Majelis Jemaat periode 2012-2017.
-
51
Luas wilayah pelayanan GPIB Immanuel Semarang kurang lebih 354
Km2.
Wilayah jemaat induk sebesar 251 Km2 sementara Pos Pelayanan dan
Kesaksian (Pos
Pelkes) Dempelrejo, 103 Km2. Wilayah Jemaat induk terbentar dari
Genuk di wilayah
Timur, Mangkang di Barat, sedangkan di wilayah Selatan
berbatasan dengan GPIB Effata
di daerah Candi, wilayah Utara langsung berbatasan dengan Pantai
Utara Jawa.
Daerah yang cukup luas ini terbagi dalam empat (4) Sektor
pelayanan (lihat Peta)
dan satu Pos Pelkes.Masing-masing Sektor dilayani oleh 4-11
Penatua/Diaken.Sedangkan
Pos Pelkes Dempelrejo dilayani oleh 4 Penatua/Diaken.
Tabel 3. 1. Peta Wilayah Pelayanan GPIB Immanuel Semarang
Pendudukan Kota Semarang adalah pendudukan kota yang jenis
pekerjaannya
sangat variatif. Mulai dari pegawai negeri sampai pengemudi
becak.Hal ini tergambar
pula dalam “wajah” anggota jemaat GPIB Immanuel yang
varian.Meskipun dimasukan
dalam kategori jemaat besar, GPIB Immanuel Semarang bukan
merupakan gereja yang
GPIB
Immanuel
Semarang Sektor
Pelayanan II Sektor
Pelayanan
III Sektor
Pelayanan 1
I
Sektor
Pelayanan
IV
-
52
0
50
100
150
200
250
300
350
1st Qtr
SD
SMP
SMA
SMK
S1
S2
besar secara kuantitas. Jumlah Kepala Keluarga hanya 237 KK.
Total jiwa, baik yang
dewasa maupun anak-akan adalah 718 jiwa.
No Sektor Kepala Keluarga
1. Sektor Pelayanan I 63 KK
2. Sektor Pelayanan II 39 KK
3. Sektor Pelayanan III 63 KK
4. Sektor Pelayanan IV 51 KK
5. Pospelkes Dempelrejo 21 KK
Total 237 KK
Tabel 3. 2. Jumlah Kepala Keluarga Per-Sektor
Sebagai jemaat di wilayah kota tua, anggota jemaat GPIB Immanuel
didominasi
oleh orang tua atau keluarga di atas 50 tahun. Sebagai
konsekuensi pegembangan,
keluarga-keluarga muda lebih memilih membangun rumah di wilayah
Selatan yang jarak
tempuhnya antara 30-45 menit dari GPIB Immanuel Semarang.
Tabel 3.3. Tingkat Pendidikan Warga Jemaat
Salah satu hal yang menarik adalah hampir 40% keluarga GPIB
Immanuel
Semarang adalah hasil konversi ke dalam Kekristenan karena
perkawinan.Beberapa di
-
53
antara mereka terpilih sebagai Majelis Jemaat, bahkan Pelaksana
Harian Majelis Jemaat
(PHMJ).
Struktur organisasi GPIB Immanuel Semarang periode 2007-2012
adalah sebagai
berikut :
Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Parlindungan Lumban Gaol, S. Th
Ketua I : Pnt. Korlina Nainggolan, SE
Ketua II : Pnt. Drs. Bharoto, M. Si
Ketua III : Pnt. Anthony Masihoroe
Ketua IV : Dkn. Ny. Melly Herawati
Sekretaris : Dkn. Ny. Endang S. I. Busasa
Sekretaris I : Pnt. Dra. Ch. Jetty Sukardja-Sijoen
Bendahara : Dkn. Ny. Kartini Manorek, SE
Bendahara I : Dkn. Martha Inneke Sipasulta, SE
3. 1. 4. Sistem Kepemimpinan Jemaat
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) menganut
sistem Presbiterial
Sinodal. Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB No 1 Pasal 10 dan
sesuai dengan
Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel
Semarang Nomor 1 Pasal
6, Pimpinan Jemaat sepenuhnya berada ditangan Majelis Jemaat.
Kepemimpinan bersifat
kolektif, pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyawarah
untuk
mufakat.Kepemimpinan bersifat melayani bukan untuk dilayani.
-
54
Adapun sistem kepemimpinan di GPIB Jemaat Immanuel Semarang
dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Majelis Jemaat
Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Tahun 1996 Pasal 8,
dan
Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor
3 pasal 1, Majelis
Jemaat adalah pemimpin dan pembina jemaat yang mempunyai
tanggung jawab yang
penting dalam kehidupan berjemaat. Atau dengan kata lain Majelis
Jemaat adalah
pimpinan GPIB di tingkat jemaat. Majelis Jemaat terdiri atas
para pendeta yang
ditempatkan oleh Majelis Sinode di jemaat, dan para penatua dan
diaken yang dipilih
oleh warga sidi jemaat menurut Peraturan Pemilihan Penatua dan
Diaken serta ditetapkan
oleh Majelis Sinode. Jumlah anggota Majelis Jemaat ditentukan
oleh Majelis Jemaat
menurut kebutuhan jemaat sesuai dengan Peraturan Pemilihan
Penatua dan Diaken. Masa
tugas anggota Majelis Jemaat ditetapkan selama 5 (lima) tahun
dan dapat dipilih kembali.
Majelis Jemaat diwakili oleh Ketua Majelis Jemaat dan Sekretaris
Majelis Jemaat.
2. Pelaksana Harian Majelis Jemaat
Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 12 dan
Peraturan
Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 4 pasal 1,
Pengurus Harian
Majelis Jemaat disingkat PHMJ adalah wadah Majelis Jemaat yang
bertugas mengelola
kegiatan Majelis Jemaat sehari-hari dibidang Persekutuan,
Pelayanan dan Kesaksian.
PHMJ bertanggung jawab kepada Sidang Majelis Jemaat, PHMJ
bertanggung jawab
dalam semua kegiatan kedalam dan jeluar jemaat.PHMJ dipilih dari
dan oleh anggota
Majelis Jemaat melalui Sidang Majelis Jemaat, kecuali Ketua
Majelis Jemaat yang adalah
pendeta yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.PHMJ terdiri dari
sekurang-kurangnya
-
55
seorang Ketua, seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara.Ketua
Majelis Jemaat adalah
Ketua PHMJ. Pelaksana Harian Majelis Jemaat terdiri dari :
- Ketua : Seorang Pendeta/ Ketua Majelis Jemaat, membidangi
ImanAjaran Ibadah (IAI), Gereja dan Masyarakat (GERMAS),
dan Umum.
- Ketua Bidang I : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken,
membidangi
Pelayanan Kesaksian dan Lingkungan Hidup.
- Ketua Bidang II : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken,
membidangi
Organisasi dan Komunikasi (ORKOM), Penelitian dan
Pengembangan (LITBANG), Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Insani (PPSDI), dan Pendidikan.
- Ketua Bidang III : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken,
membidangi Bidang
Pelayanan Kategorial (BPK).
- Ketua Bidang IV : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi Daya dan
Dana.
- Sekretaris I : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi distribusi
informasi dan
admintrasi serta pengintegrasian kesekretariatan lainnya.
- Sekretaris II : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi
pengarsipan dan
kesekretariatan lainnya.
- Bendahara I : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi pengelolaan
anggaran
dan keuangan.
-
56
- Bendahara II : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi
perbendaharaan dan
pembukuan.
3. Sidang Majelis Jemaat
Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 15 dan
Peraturan
Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 2, Sidang
Majelis Jemaat
adalah pertemuan dan persekutuan anggota Majelis Jemaat untuk
membicarakan,
membahas dan memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan
pelayanan dan kebutuhan
jemaat dalam terang firman Allah. Sidang Majelis Jemaat diadakan
sekali setiap triwulan
dan wajib dihadiri setiap anggota Majelis Jemaat.Sidang Istimewa
Majelis jemaat dapat
diadakan sewaktu-waktu bila dianggap perlu dan wajib dihadiri
setiap anggota Majelis
Jemaat.Undangan dan lampiran materi Sidang Majelis Jemaat
disampaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) hari sebelum Sidang Majelis Jemaat. Peserta
Sidang Majelis Jemaat
adalah :
a. Pendeta / Ketua Majelis Jemaat
b. Penatua dan Diaken
Dalam pembahasan hal-hal tertentu, Pelaksana Harian Majelis
Jemaat dapat
mengundang pengurus BPMJ, anggota BPPJ, para pendeta pelayanan
umum yang
berdomisili di wilayah GPIB Jemaat Immanuel, dan undangan
lainnya yang dianggap
perlu untuk menghadiri Sidang Majelis Jemaat dan kehadirannya
adalah sebagai peninjau
/ undangan khusus.
-
57
4. Badan-badan Pembantu Majelis Jemaat
Berdasarkan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 16, dan
Peraturan
Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 5 Pasal 1,
Badan Pembantu
Majelis Jemaat disingkat BPMJ, dalam penyelenggaraan pelayanan
terhadap Jemaat dan
demi tercapainya pelayanan secara menyeluruh dan merata, maka
Majelis Jemaat dibantu
oleh Badan-badan Pembantu Majelis Jemaat. Tugas dan tanggung
jawab BPMJ adalah
membantu Majelis Jemaat dalam memikirkan penjabaran
kebijaksanaan dan perencanaan
kegiatan menurut bidangnya meliputi:
Bidang Pelayanan Kategorial (BPK)
- Komisi-Komisi
- Panitia-Panitia
- Yayasan-Yayasan
Yang disebut sebagai perangkat BPMJ sesuai dengan Peraturan
Pokok Majelis
Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 5 adalah:
Bidang Pelayanan Kategorial :
- Pelayanan Anak (PA)
- Pelayanan Teruna (PT)
- Gerakan Pemuda (GP)
- Persekutuan Kaum Perempuan (PKP)
- Persekutuan Kaum Bapak (PKB)
Komisi:
- Komisi Pelayanan dan Kesaksian
- Komisi Diakonia
-
58
- Komisi Paduan Suara dan Musik Gerejawi
- Komisi Pembinaan dan Pendidikan
- Komisi Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan
- Komisi Dana dan Daya mencakup Urusan Pembangunan, Urusan
Pendanaan dan
Urusan Rumah Tangga
- Komisi Persekutuan Doa
Panitia
Adalah Badan yang membantu Majelis Jemaat GPIB Immanuel
untuk
melaksanakan kegiatan jemaat.Panitia-panitia dibentuk sesuai
dengan kebutuhan dan
dalam batas-batas kegiatan pelayanan tertentu.
Dalam penatalayanan yang dilakukan di GPIB Jemaat Immanuel,
semua bentuk
pelayanan dilaksanakan sesuai dengan sistem kepemimpinan yang
berlaku.Dengan sistem
kepemimpinan yang ada GPIB Jemaat Immanuel telah mampu
melaksanakan pelayanan
dan kesaksian di tengah-tengah di jemaat dengan baik. Selain
Majelis Jemaat, Pelaksana
Harian Majelis Jemaat, Sidang Majelis Jemaat, dan Badan
Pelaksana Majelis jemaat
sebagai suatu kepemimpinan struktural di GPIB Jemaat Immanuel,
ada pula komponen-
komponen lain yang menjadi alat kelengkapan organisasi untuk
menunjang pelayanan
jemaat yaitu :
5. Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat
Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 18, dan
Peraturan
Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 7 Pasal 1,
Badan Pemeriksa
Perbendaharaan Jemaat disingkat BPPJ adalah suatu badan otonom
yang bertanggung
jawab kepada sidang Majelis jemaat dan berdomisili ditempat
kedudukan Majelis Jemaat
-
59
GPIB Immanuel Semarang. Anggota Badan Pemeriksa Perbendaharaan
Jemaat dipilih
dari antara warga sidi jemaat yang terdaftar, dengan persyaratan
yang sama dengan
pemilihan anggota Majelis Jemaat.
6.Pegawai/Karyawan Kantor Majelis Jemaat GPIB Immanuel
Semarang
Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 19, dan
Peraturan
Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 8 Pasal
1,
Pegawai/Karyawan adalah tenaga yang bekerja didalam lingkungan
Kantor Majelis
Jemaat setelah melalui proses penerimaan pegawai yang berlaku
sesuai Tata Gereja
GPIB. Pegawai/karyawan kantor Majelis Jemaat GPIB Immanuel
Semarang terdiri dari:
Pegawai Tetap : yang diangkat dengan Surat Keputusan Majelis
Jemaat
GPIB Immanuel Semarang.
Pegawai Tidak Tetap : yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat
berdasarkan
Perjanjian Kerja untuk masa tugas tertentu.
Gambar 3. 3. Eksterior Gereja Blenduk Pada Saat Ini
-
60
Gambar 3. 4. Interior Bangunan Gereja Blenduk
Gambar 3. 5. Mimbar Dalam Gereja Blenduk
Komentar Peneliti: Gambar 3. 3 di atas merupakan bangunan
Gereja
Blenduk yang berdiri pada saat ini di Jalan Letjend Suprapto No.
32 Kota
Lama Semarang, bangunan ini sudah beberapa kali mengalami
renovasi
baik itu tembok warna gedung yang dahulu berwarna krem
sekarang
diubah menjadi putih, menara jam bagian kanan gambar, kanopi
gereja
juga beberapa tempat yang ada disekitarnya. Gambar 3. 4.
Merupakan
gambar foto untuk bagian dalam dari bangunan gereja Blenduk.
Sisi
bangunan yang indah dan klasik dapat dilihat pada gambar foto
ini. Selain
-
61
itu juga nampak mimbar gereja yang tepat berada di arah depan,
dan
disamping kanan mimbar merupakan tempat majelis bertugas pada
hari
Minggu, sedangkan disamping kiri mimbar dilihat dari foto
merupakan
tempat untuk paduan suara, baik paduan suara jemaat, PKB, PKP,
Sektor,
Gerakan Pemuda, Persekutuan Taruna, Persekutuan Anak, maupun
paduan
suara tamu dari gereja lain. Bagian kanan atas dapat dilihat
orgel yakni
sebuah alat musik dengan bentuk indah yang memiliki asal suara
berasal
dari resonansi pipa-pipa oleh pompa udara, ini merupakan orgel
yang
sangat antik, dan keberadaannya hanya terdapat dua di Indonesia,
salah
satunya terdapat di Gereja GPIB Immanuel Gambir,
Jakarta.Namun
sayang orgel yang terdapat di GPIB Immanuel Semarang, sudah
tidak
berfungsi lagi.
3. 2. Persepsi Keluarga Kristen di Jemaat GPIB Immanuel,
Semarang Tentang Nilai
Keadilan
3. 2. 1. Pentingnya Peran Orang Tua Memberi Contoh Dalam
Penerapan
Nilai Keadilan
Dalam kehidupan berjemaattidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
merupakan
komponen utama yang terdapat didalamnya. Sebagai unsur penting
dalam kehidupan
berjemaat, keluarga Kristen di sini merupakan tempat utama dalam
pembentukan karakter
pribadi seseorang yang dimulai sejak usia dini. Dalam kehidupan
keluarga terdapat satu
bentuk peran dan fungsi yang tentu harus dilakukan oleh suatu
keluarga.Tugas dan
tanggung jawab yang dipegang oleh orang tua inilah yang menjadi
dasar dalam
kehidupan keluarga. Dari orang tualah diwariskan segala ilmu,
nilai hidup, keterampilan,
dan kecerdasan yang diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat
bertumbuh menjadi
orang dewasa yang takut akan Tuhan. Sebagai pemberian Tuhan yang
tidak ternilai
harganya keluarga Kristenlah yang memegang peranan penting dalam
pendidikan agama
Kristen, bahkan lebih penting pula dari segala jalan lain yang
dipakai gereja untuk
pendidikan itu. Pendidikan agama merupakan satu hal yang menjadi
dasar dalam
-
62
kehidupan saat ini, oleh karena itu pokok-pokok besar dari
kepercayaan Kristen
sebaiknya mulai dipelajari dan dikenal justru di dalam
lingkungan keluarga Kristen.
Mendidik dalam arti mengajarkan kepada anak-anak untuk dapat
hidup sebagaimana
orang Kristen merupakan hal pokok dan penting untuk dilakukan
dalam kehidupan
keluarga, dengan sendirinya hal ini akan dialami oleh anak-anak
dalam hubungan rumah
tangga.Hal ini disamakan karena manusia merupakan suatu makhluk
yang senantiasa
belajar dari hal-hal baru disekitarnya, maka disitulah
pendidikan itu ada. Ada berbagai
cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan
mengajar anak-anak dalam
kehidupan keluarga, namun jauh dari pada segala teori-teori yang
ada dalam dunia
pendidikan dapat dilihat bahwa peran orang tualah yang paling
penting dalam
memberikan teladan ditengah kehidupan keluarga dan merupakan
suatu hal yang tidak
dapat diduakan. Ini terjadi karena setiap tutur kata, tindakan,
perbuatan yang ditunjukan
oleh orang tua merupakan satu bentuk gambaran yang pada akhirnya
akan menjadi
teladan dan contoh bagi anak-anak mereka. Apa yang sudah mereka
lakukan, apa yang
sudah mereka perbuat terlebih apa yang sudah mereka tunjukkan
itulah yang akan
menentukan seorang anak untuk dapat menjadikan orang tuanya
sebagai contoh dalam
kehidupannya kelak. Hal ini merupakan satu bentuk proses
sosialisasi yang tidak
disengaja dilakukan dalam kehidupan keluarga, oleh karena ini
terjadi dengan sendirinya
tanpa disadari oleh orang tua maupun anak.
Berdasarkan hasil pengamatan partisipatif yang sudah dilakukan
oleh penulis
ketika turun langsung dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB
Immanuel, Semarang.
Maka diperoleh beberapa informasi menarik yang membawa pada
suatu pemahaman,
bahwa apa yang sudah diperbuat dan dilakukan oleh orang tua itu
dapat menjadi teladan
-
63
dan contoh bagi anak-anak mereka dalam kehidupan keluarga.
Seperti halnya nilai-nilai
Kristiani, terlebih khusus nilai keadilan yang terdapat dalam
kehidupan keluarga.Teladan
yang sudah diberikan oleh orang tua inilah pada akhirnya membawa
pemahaman baru
dalam kehidupan keluarga, terlebih dalam diri anak-anak ketika
melihat dan mencontoh
sikap, perilaku, dan tutur kata yang sudah ditunjukkan oleh
orang tua mereka. Bagaimana
cara agar nilai keadilan sebagai nilai dasar dalam keluarga ini
diwujudnyatakan dan
diterapkan dalam kehidupan keluarga mereka,di sini cara untuk
dapat menerapkan nilai
keadilan dalam keluarga adalah melalui contoh yang diperlihatkan
oleh orang tua kepada
anak-anaknya, ataupun terhadap sesama anggota keluarga.
Dalam hasil wawancara menurut pendapat salah satu orang tuayaitu
saudara CT,
ia mengemukakan bahwa:
“Dalam keluarga pengertian-pengertian yang sudah diberikan,
komunikasi antar
anggota keluarga, bagaimana mengajarkannya di sini melalui
contoh diri kita
sendiri sebagai orang tua kepada anak-anak.”4
Begitu pula halnya dengan saudari MIS sebagai seorang anak yang
menuturkan
demikian:
“Menurut saya tanggung jawab sebagai orang tua sangat penting,
dan semuanya
berasal dari orang tua, orang tua tetap sebagai patokan. Yang
jelas orang tua
memegang peranan penting dalam menerapkan nilai-nilai keadilan,
kembali lagi
dalam hubungan keluarga. Bagaimana orang tua dapat memberikan
contoh,
karena apa yang aku lihat, aku rasakan, yang aku lakukan ya itu
dari orang tua,
buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Seperti itu menurut
saya.”5
4Hasil Wawancara dengan saudara CT (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 07/09/12, pukul 15.10-15-55
WIB. 5 Hasil Wawancara dengan saudari MIS (Majelis Jemaat GPIB
Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul
15.10-15-55 WIB.
-
64
Gambar 3. 6. Saudari MIS berpendapat orang tua sebagai contoh
dalam keluarga
Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas dapat dilihat
saudari IMS sedang
memberi penjelasan tentang pentingnya peran orang tua memberikan
contoh
dalam penerapan nilai keadilan.
Mengenai penerapan nilai keadilan dan pentingnya pendidikan
dalam kehidupan
keluarga, saudari KS sebagai orang tua, mengatakan:
“Keadilan sebagai satu bentuk keseimbangan yang ada dalam
kehidupan keluarga
diterapkan melalui teladan yang diberikan orangtua, doa sebagai
suatu usaha
dalam menerapkan keadilan, juga pengertian dan kepekaan dalam
pribadi masing-
masing anggota keluarga terlebih dalam hal mengkomunikasikan
keadilan
tersebut.”6
Menanggapi penerapan keadilan dalam kehidupan keluarga, saudari
IMS sebagai
orang tua mengungkapkan:
6 Hasil Wawancara dengan saudari KS (Majelis Jemaat GPIB
Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 20.30-
21.20 WIB.
-
65
“Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga harus diterapkan dengan
tanggung
jawab mendidik sebagai bentuk terimakasih dan ucapan syukur
kepada Tuhan
terlebih ketika menerapkan nilai keadilan di dalam hubungan
keluarga.”7
Ada pun saudara WP sebagai orang tua yang mengatakan:
“Pendidikan dalam
keluarga tentu sangat penting karena didalamnya terdapat belajar
mengajar baik melalui
tingkah laku, perkataan, sikap, tindakan.”8
Lain hal dengan yang diutarakan oleh saudari IMS dan saudara WP,
saudari ACH
sebagai orang tua berpendapat lain dalam hal ini, ia
mengatakan:
“Pendidikan dalam keluarga sangat penting agar anak-anak dapat
hidup dengan
baik, sebagai dasar dari keluarga, dan ini sebagai tugas penting
yang harus
diperhatikan oleh orang tua dengan interaksi dan komunikasi
didalamnya.”9
Menanggapi pertanyaan mengenai pemahaman dan penerapan
pendidikan dalam
mewujudnyatakan nilai keadilan saudari MS sebagai seorang anak
mengutarakan dengan
memberi suatu contoh:
“Menurut saya pendidikan dalam keluarga sangat penting, soalnya
ini merupakan
proses awal kita belajar akan segala sesuatu hal. Contohnya
kalau orang tua kita
tingkah lakunya tidak baik, itulah yang pada akhirnya akan
dicontoh oleh kita
sebagai anak-anak kelak. Orang tuaku saja sudah berbuat tidak
baik, jadi ya buat
apa aku harus berbuat baik atau pun orang tua dalam keluarga
yang sering
berkelahi, ini kan satu bentuk contoh yang diperlihatkan, di
mana saya sebagai
anak-anak ya belajar, meniru apa yang sudah orang tua saya
tunjukan.”10
Pengertian-pengertian yang sudah diberikan oleh orang tua di
sini merupakan
suatu bentuk proses pendidikan dalam memberi pengajaran kepada
anak-anak melalui
7 Hasil Wawancara dengan saudari IMS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 15/09/12, pukul 13.30-14.05
WIB. 8 Hasil Wawancara dengan saudara WP (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15
WIB. 9 Hasil Wawancara dengan saudara ACH (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 07/09/12, pukul 14.10-14.50
WIB. 10
Hasil Wawancara dengan saudari MS (jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45
WIB.
-
66
contoh yang sudah ditunjukan dalam diri mereka. Hal ini
merupakan salah satu ungkapan
yang menjadi informasi penting bagi penulis dalam memperoleh
suatu pemahaman
tentang bagaimana nilai keadilan diterapkan dalam kehidupan
keluarga. Dari apa yang
sudah dicontohkan inilah seseorang dalam lingkup keluarga mampu
melihat juga meniru
apa yang menjadi teladan bagi diri mereka, khususnya pribadi
anak-anak dalam melihat
orang tua mereka. Suatu penerapan berupa contoh dan teladan
inilah yang disadari dan
dilakukan dalam kehidupan keluarga oleh para orang tua pada
umumnya di lingkup
Jemaat Immanuel, Semarang.Mulai dari kehidupan keluarga semua
itu diprioritaskan agar
pada nantinya ketika menghadapi kehidupan yang lebih luas baik
dalam jemaat, dalam
pekerjaan, dalam masyarakat, itulah yang akan menjadi bekal bagi
anak-anak dalam
kehidupan mereka. Pendidikan sebagai satu hal yang melekat dalam
kehidupan keluarga
tentunya harus mendapatkan perhatian selain contoh dan teladan
yang sudah diberikan
oleh orang tua dalam menerapkan nilai keadilan, oleh karena
pendidikan merupakan
bentuk pengajaran yang dilakukan dalam kehidupan keluarga. Tidak
hanya kepada anak-
anak melainkan orang tua juga belajar dari apa yang dijumpai
dalam kehidupan keluarga
tersebut. Bertolak dari ringkasan wawancara di atas, penulis
mencoba melakukan analisa
terhadap teori pendidikan yang dipaparkan oleh Cremin yang
mengemukakan bahwa:
“Pendidikan sebagai usaha yang sadar dimana terdapat
kesengajaan, sistematis
dan berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau
memperoleh baik
pengetahuan, sikap, nilai, keterampilan atau kepekaan, maupun
hasil apa pun dari
usaha tersebut.”
Beranjak dari pendapat Cremin, Whitehead berpendapat bahwa:
-
67
“Pendidikan sebagai bimbingan kepada individu menuju pemahaman
dari seni
kehidupan yakni, pencapaian paling lengkap dari berbagai
aktifitas yang
menyatakan potensi dari makhluk hidup berhadapan dengan
lingkungan aktual.”11
Penulis sependapat dengan teori di atas oleh sebab apa yang
menjadi tujuan dalam
pendidikan, itu juga merupakan dasar dalam pelaksanaan
pendidikan agama Kristen
dalam keluarga Kristiani sebagai persekutuan Kristen dan
komunitas Kristen.
Berdasarkan analisa yang sudah dilakukan oleh penulis, dapat
dipahami bahwa
pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan keluarga yang
di dalamnya anak-
anak maupun pribadi dalam keluarga tersebut memperoleh
pengetahuan, pemahaman,
sikap, nilai dari kehidupan yang sudah diwariskan untuk
pembentukan kepribadian dan
karakter terlebih menjadi bekal dalam kehidupan di masa
mendatang. Dari sinilah penulis
memperoleh suatu pemahaman berdasarkan analisa hasil wawancara
dan teori yang
memperkuat bahwa, nilai keadilan yang ada dalam kehidupan
keluarga Kristen
diterapkan melalui pendidikan yang sudah diterima dalam diri
seseorang, juga melalui
contoh dan teladan yang ditunjukan oleh orang tua dengan
mensosialisasikannya dalam
kehidupan keluarga terlebih kepada anak-anak mereka yang
dilakukan secara sadar dan
disengaja. Sama halnya dengan ungkapan Suharti:
“Orang tua dalam sebuah keluarga haruslah memiliki keutamaan
dalam hak dan
kewajiban untuk mendidik anak-anak. Arti kata mendidik adalah
membantu
dengan sengaja dari pertumbuhan anak dalam mencapai
kedewasaan.”12
Kedewasaan yang dimaksudkan di sini adalah kedewasaan baik
jasmani maupun
rohani dalam keluarga tersebut sebagai persekutuan Kristiani
yang beriman.
11
Dalam Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info
Media, 2007), hal 16. 12
R. I. Suharti C. Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Kristen,
(Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1990),
hal 5.
-
68
Selain hal di atas penulis juga berpendapat bahwa dalam
menerapkan nilai
keadilan di kehidupan keluarga, juga dibutuhkan satu bentuk
proses penyesuaian diri di
dalamnya. Bertolak dari teori proses sosialisasi dalam
pendidikan agama Kristen yang
dipaparkan oleh Groome, penulis di sini mencoba melakukan
analisa dalam karakteristik
cara menerapkan nilai keadilan, di mana orang tua melalui contoh
dalam dirinya berusaha
untuk menerapkannya dalam kehidupan keluarga. Hal inilah yang
juga dikemukakan oleh
Groome, sosialisasi sebagai proses dalam membentuk identitas
manusia dalamnya harus
mendapatkan perhatian yang utama dan proses ini harus terjadi
secara sadar dan
sengaja.13
Penulis setuju dengan proses sosialisasi sebagai suatu proses
dalam menerapkan
nilai keadilan. Menurut penulis, contoh yang sudah diberikan
oleh orang tua merupakan
satu bentuk usaha secara sadar dan disengaja untuk dapat
menerapkan nilai keadilan
dalam kehidupan keluarga. Usaha secara sadar dan sistematis
inilah yang pada akhirnya
akan membuahkan hasil, di mana anak-anak belajar melalui contoh
yang sudah diberikan
dan kemudian mereka memahami juga melakukannya dalam kehidupan
mereka.
Keluarga Kristen yang sadar akan tugas dan tanggung jawab
mendidik tentu akan
melakukannya dalam kehidupan keluarga mereka, oleh karena
pendidikan di sini menjadi
suatu hal yang penting dalam kehidupan keluarga. Oleh sebab itu
orang tua mempunyai
tugas penting yang seharusnya dapat membimbing anak-anak mereka
dengan baik. Orang
tua sebagai pendidik dalam keluarga tentu juga ikut belajar dan
mengembangkan diri
melalui pengalaman yang sudah dimiliki. Peran orang tua sebagai
pendidik utama dalam
keluarga ini hendaknya dilaksanakan sebagai tanggung jawab
kepada Tuhan. Menurut
13
Dalam N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000), hal 186-189.
-
69
penulis, dengan motivasi seperti ini orang tua seharusnya dapat
menjalankan peran
seutuhnya sebagai pendidik dan peserta didik, terutama ketika
menerapkan nilai keadilan
dalam contoh yang sudah diperlihatkan.
Gambar 3. 7. Ibadah Persekutuan Anak yang dilakukan di ruang
Pastori
Komentar Peneliti: Gambar ini merupakan bentuk Persekutuan Anak
yang
dilakukan di Rumah Pastori gereja pada hari Minggu 07 September
2012. Dalam
gambar foto di atas dapat dilihat beberapa ibu dan bapak ikut
menemani anak-
anak mereka dalam ibadah Persekutuan Anak. Namun penulis
berpendapat lain
dalam hal ini, penulis lebih melihat bahwa peran pendampingan
yang dilakukan
orang tua di sini sangatlah kurang maksimal, ini dikarenakan
para orang tua yang
terkadang hanya duduk-duduk saja ataupun sibuk bermain handphone
maupun
berbicara dengan orang tua yang lain dari pada lebih mengarahkan
anak-anak
mereka dalam ibadah. Akibatnya anak-anak pun ada yang ngobrol
sendiri dengan
-
70
temannya, bahkan ada yang berlarian bersama temannya di saat
ibadah
Persekutuan Anak berlangsung. Penulis juga melihat bahwa
kurangnya jumlah
guru pengajar, ketrampilan yang di miliki dan persiapan yang
mereka lakukan
sebelum mengajar di Persekutuan Anak. Guru-guru pengajar dalam
hal ini banyak
didominasi oleh anggota gerakan pemuda yang ikut serta dalam
ibadah
persekutuan anak setiap hari Minggu pukul 09.00 WIB-selesai.
3.2. 2. Keadilan Sebagai Nilai Yang Sudah Dilakukan Namun
Belum
Maksimal
Keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan keluarga Kristen
rupanya perlu
mendapat perhatian lebih agar dalam hubungan keluarga, terlebih
antara relasi sesama
anggota keluarga senantiasa merasakan adanya keseimbangan antara
satu dengan
lainnya.Keseimbangan di sini dalam artian agar dalam keluarga
tersebut selalu dijumpai
satu bentuk sifat adil di dalamnya.Sebagai konsep yang menunjuk
pada suatu relasi, relasi
yang mencakup keseluruhan hidup antara Allah, manusia dan
seluruh ciptaan-Nya.Relasi
di sini bukan saja secara tehnis-mekanis, tetapi relasi juga
sebagai nilai, makna yang
harus dihargai, dihormati dan diakui.14
Dari relasi inilah orang dapat mengetahui dan
mengenal bahwa ada nilai yang substansial dan patut dihargai
karena memberi
pemaknaan pada kehidupan. Selain relasi, keadilan juga
berhubungan erat dengan tingkah
laku yang dapat diterima dalam sebuah keluarga, yang menjamin
rasa percaya satu sama
lain dan tidak dapat dinilai dengan materi tetapi dengan hati
nurani manusia.15
Sangat
14
Al. Andang L. Binawan, Keadilan sosial Upaya Mencari Makna
Kesejahteraan Bersama di Indonesia,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), hal 237. 15
Ibid hal 237.
-
71
jelas dipahami bahwa keadilan merupakansatu bentuk kehidupan
bersama yang seimbang
dalam kepelbagaian antara satu dengan yang lain.
Dalam hasil wawancara menurut pendapat salah satu anggota jemaat
yakni
saudari MSS sebagai orang tua, yang menuturkan: “Menurut saya
keadilan
merupakansuatu sikap yang tidak membeda-bedakan atau dalamnya
tidak ada satu bentuk
pilih kasih.”16
Begitu pula dengan pendapat saudara CT sebagai orang tua yang
mengatakan:
“Bagi saya keadilan sebagai bentuk sifat tidak pilih kasih,
semuanya harus sama dan
harus seimbang.”17
Lain hal dengan pendapat yang sudah diungkapkan oleh saudari MSS
dan saudara
CT sebagai orang tua. Saudari MS sebagai seorang anak
mengutarakan dengan
memberikan contoh bahwa:
“Keadilan di sini harus sama rata dari apa yang diperoleh dan
harus sesuai dengan
porsi dan kebutuhan masing-masing, sebagai contoh yang ada dalam
keluarga
“kalau mama bawa makanan dari luar untuk dimakan bersama-sama
dirumah, di
sini mama selalu membagi rata makanan itu, jadi ya tidak ada
yang dapat banyak
dan tidak ada yang sedikit porsinya.Jadi adil di sini harus sama
rata sesuai dengan
porsi masing-masing dan ini pun sudah diterapkan dalam keluarga
mulai dari
contoh yang diberikan oleh orang tua, karena mereka kan orang
yang paling dekat
dengan kita.”18
Gambar 3. 8. Wawancara saudari MS dan MPS dalam hubungan kakak
beradik
16
Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB. 17
Hasil Wawancara dengan saudari CT (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 07/09/12, pukul 15.10-
15.55WIB. 18
Hasil Wawancara dengan saudari MS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45
WIB.
-
72
Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudari MS dan
saudara MPS
merupakan kakak beradik dalam satu keluarga di Jemaat Immanuel,
Semarang.
keduanya memberi penjelasan tentang pentingnya peran orang tua
memberikan
contoh dalam penerapan nilai keadilan yang harus sama rata dari
apa yang
diperoleh dan harus sesuai dengan porsi dan kebutuhan
masing-masing pribadi.
Demikianlah dapat dimengerti bahwa dalam kehidupan suatu
keluarga harus
terdapat keseimbangan maupun relasi yang harmonis di dalamnya
agar setiap pribadi
anggota keluarga turut merasakan kesamaan sesuai dengan hak yang
dimilikinya, begitu
pula dalam hubungan antar anggota keluarga sebagai persekutuan
yang dikuduskan oleh
cinta kasih Kristus.Apabila hal ini sudah ada dan terdapat dalam
kehidupan keluarga,
maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut sudah menjalankan
fungsi-fungsi yang
terdapat dalam kehidupan keluarga dengan baik.Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa
tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai guru utama dalam
mengajar dan mendidik di
sini merupakan suatu hal yang sering kali tidak disadari dengan
baik oleh para orang
tua.Dapat dilihat bahwa, masih banyak kehidupan keluarga Kristen
yang ada pada saat ini
kurang menunjukan diri mereka sebagai pribadi Kristen yang
senantiasa melakukan
ajaran Kristiani dalam kehidupannya.Keadilan sebagai salah satu
nilai yang terdapat
dalam kehidupan manusia merupakan nilai yang mungkin kurang
mendapatkan perhatian
-
73
yang lebih dilingkup keluarga. Keadilan sebagai satu bentuk
kehidupan bersama dalam
kepelbagaian antara satu dengan yang lain di lingkup keluarga
tentu harus dapat
dilakukan secara seimbang oleh sebab hal ini merupakan prinsip
dasar yang berasal dari
Allah, di mana keadilan dapat dipahami sebagai cara Allah berada
dan bertindak.
Keadilan ilahi yang berasal dari Allah menyuguhkan kita
cita-cita untuk dapat melakukan
sesuatu yang lebih, dengan kata lain keadilan ilahi adalah
keadilan yang tanpa takaran,
yakni keadilan yang berkemurahan hati dan keadilan yang
berlimpah dan dianugerahkan
Allah sebagai sesuatu yang harus dilakukan.
Pada proses pengumpulan data berdasar hasil pengamatan
partisipatif yang sudah
dilakukan penulis ketika turun langsung dalam proses penelitian
di GPIB Jemaat
Immanuel Semarang, maka diperoleh beberapa informasi menarik
yang membawa suatu
pemahaman bahwa keadilan di sini sebagai nilai yang sudah
dilakukan dalam kehidupan
keluarga Kristen di Jemaat Immanuel. Namun dari apa yang sudah
mereka lakukan dan
terapkan dalam kehidupan keluarga rupanya belum dilakukan
sepenuhnya dengan
maksimal. Ini dapat dimengerti, bahwa nilai keadilan dalam
kehidupan keluarga
merupakan nilai yang kadangkala kurang mendapatkan perhatian
lebih dalam hubungan
keluarga di mana jemaat berpendapat keadilan dalam keluarga
sebagai sifat yang tidak
pilih kasih terhadap anak-anak, tidak ada saling membeda-bedakan
antara satu dengan
yang lain, melainkan harus sama dan seimbang dalam perlakuannya.
Apabila berbicara
tentang keadilan dalam keluarga pastilah sedapat dan sebisa
mungkin hal ini
diwujudnyatakan, namun keadilan di sini juga harus melihat
bagaimana porsi dan
kebutuhan yang diberikan dalam kehidupan keluarga.Seperti yang
dituturkan oleh saudari
E sebagai orang tua, menurutnya:
-
74
“Keadilan itu sudah dilakukan dalam kehidupan keluarga, tapi di
sini porsi
seseorang itu berbeda-beda.bukan berarti kalau keadilan itu
harus sama terus tidak
begitu juga. Tidak ada yang merasa dirugikan atau dilebihkan,
melainkan keadilan
di sini tetap diterapkan dengan pengertian tadi, agar antara
hubungan keluarga
merasa saling diperhatikan.Kembali lagi kepada porsi atau
kebutuhannya masing-
masing dan juga pengertian yang diberikan di sini sangatlah
penting”.19
Berdasarkan pemahaman seperti ini, jelas bahwa nilai keadilan
dalam keluarga
tentu harus diterapkan.Tetapi juga perlu melihat berbagai aspek
di dalamnya dan
mempertimbangkannya sesuai dengan porsi dan kebutuhan yang
diberikan agar dalam
hubungan anggota keluarga tidak terkesan pilih kasih atau berat
sebelah, melainkan
semuanya adil dan sesuai dengan porsinya masing-masing.Bagaimana
caranya agar
antara anak-anak maupun orang tua tidak ada perasaan iri,
cemburu, atau sifat lebih
dipentingkan.
Seperti yang dituturkan oleh saudara FO sebagai orang tua,
menurutnya:
“Keadilan itu sudah diterapkan dalam kehidupan keluarga, namun
kadang-kadang
tidak 100% (seratus persen) hal ini diterapkan, kita kan juga
harus melihat
kemampuan, situasi, kondisi, dan yang penting kita harus melihat
keadaan yang
ada pada saat itu.”20
Keadilan yang bersifat relatif sebagai suatu nilai yang sudah
dilakukan, walaupun
belum sepenuhnya diterapkandalam kehidupan jemaat Immanuel
Semarang tentu juga
harus mempertimbangkannya dengan pengertian, pengarahan dan
contoh yang sudah
diberikan oleh orang tua untuk dapat mengatur dan
mengkoordinasikan segala sesuatu
yang dibutuhkan sesuai dengan situasi, keadaan dan kemampuan
yang diberikan dengan
baik agar tidak terkesan lebih berpihak kepada satu hal.
19
Hasil Wawancara dengan saudari E (Majelis Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 14/09/12, pukul 14.00-
14.25 WIB. 20
Hasil Wawancara dengan saudara FO (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 07/09/2012, pukul 14.10-
14.50 WIB.
-
75
Dalam hasil wawancara menurut pendapat saudaraPL sebagai seorang
pendeta
sekaligus orang tua, ia mengemukakan bahwa:
“Keadilan sebagai kebenaran yang berasal dari Tuhan yang
dalamnya
harusterdapat keseimbangan baik dalam perlakuan, perhatian,
pekerjaaan,
keluarga dan gereja.Dapat dikatakan Keadilan bersifat relatif,
oleh sebabnya
memberlakukan keadilan harus tepat sesuai dengan waktu dan akal
budi yang
sudah Tuhan berikan.”21
Demikian halnya yang juga diungkapkan oleh saudari RG sebagai
orang tua yang
mengutarakan: “Keadilan diterapkan melalui pengarahan yang
diberikan oleh orang tua
dengan penuh tanggung jawab juga dalam doa.”22
Berdasarkan hasil wawancara yang sudah diperoleh dapat diringkas
bahwa, satu
bentuk pengertian dan pengarahan yang diberikan oleh orang tua
merupakan
tugastanggung jawabuntuk dapat memberlakukan keadilan dalam
kehidupan
keluarga,walaupun hal ini belum diperhatikan dan diterapkan
sepenuhnya. Akan tetapi
keadilan di sini selalu diusahakan dan sudah dilakukan agar
sedapat mungkin hadir
ditengah kehidupan keluarga, baik kesesama anggota keluarga
maupun ketika ada dalam
kehidupan yang lebih luas.Berdasar ringkasan wawancara diatas,
penulis di sini mencoba
melakukan analisa terhadap teori Keadilan menurut Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru,
di mana keadilan menurut Perjanjian Lama merupakan perwujudan
dari Allah sendiri
melalui perbuatan kasih dan tindakan penyelamatan terhadap
mereka yang miskin, lemah,
tertindas dan menderita. Dapat dipahami bahwa Allah dalam cinta
dan belas kasihnya
yang telah menyelamatkan semua orang tanpa terkecuali melalui
Tuhan Yesus Kristus
yang melebihi arti umum keadilan dalam pemahaman sehari-hari
(memberi orang apa
21
Hasil Wawancara dengan saudara PL (Ketua Majelis Jemaat GPIB
Immanuel Semarang), 16/09/2012,
pukul 19.00-20.45 WIB. 22
Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/2012, pukul 18.30-
19.00 WIB.
-
76
yang menjadi haknya, menghukum orang setimpal dengan
kesalahannya). Sedangkan
dalam Perjanjian Baru “Keadilan Allah”Dikaiosune,23
itu adalah “Kuasa Allah yang
menyelamatkan”. Berdasarkan hal ini, kebenaran Allah dapat
dipahami sebagai keadilan
yang membenarkan semua orang berdosa.24
Dari analisa hasil wawancara yang sudah
dilakukan, penulis hendak memperkuat hasil wawancara dengan
teori keadilan yang
dipaparkan menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan
membawa suatu
pemahaman bahwa keadilan sebagai kebenaran Allah yang
membenarkan semua orang
berdosa juga sebagai kuasa Allah yang menyelamatkan hanya
diwujudkan oleh Allah
sendiri dan ini harus diterapkan dalam kehidupan keluarga sesuai
dengan waktu dan akal
budi yang sudah Tuhan karuniakan, agar keadilan seluruhnya tetap
dirasakan dan
dimaksimalkan penerapannya dalam kehidupan keluarga.
3. 2. 3. Penerapan Keadilan Dalam Keluarga PerluDikelola
Keluarga Kristen yang dapat dipahami sebagai bentuk dari gereja
kecil atau gereja
rumah tangga memiliki pengertian bahwa keluarga sebagai
persekutuan kecil dalam
ikatan rumah tangga harus mampu memperlihatkan satu bentuk
kehidupan yang saling
mengembangkan, memelihara dan mencintai dalam hubungan antar
anggota
keluarga.Oleh sebab itu, anggapan keluarga sebagai gereja mini
atau gereja rumah tangga
di sini pun mendapatkan respon positif dari pemahaman jemaat
Immanuel. Jemaat
sependapat akan hal ini karena mereka menganggap bahwa keluarga
Kristen seharusnya
mampu mencerminkan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Kristiani
di mana Allah
selalu bertindak dalam perbuatan kasih setia-Nya.
23
LAI menerjemahkan Dikaiosune itu dengan “kebenaran”. 24
Lihat Roma 3:21-31;4:5.
-
77
Seperti yang dituturkan dalam hasil wawancara oleh saudari RG
sebagai orang
tua:
“Menurut saya didalam keluarga, persekutuan antara suami,
isteri, dan anak-anak
itu suatu wujud persekutuan kecil di mana keluarga itu disebut
gereja mini, dan
setiap orang yang dalam hal ini keluarga dan anggota keluarga
melakukan
persekutuan, dalam artian persekutuan kecil yang dilakukan oleh
keluarga selain
daripada persekutuan yang ada dalam gereja.”25
Anggapan Jemaat yang memandang keluarga sebagai gereja mini atau
gereja
rumah tangga yang dalamnya terdapat persekutuan kecil antara
setiap anggota keluarga
tentu harus memiliki hubungan kasih di dalamnya. Merespon hal
ini pun, setiap jemaat
memiliki pemahaman yang beragam pula. Seperti yang diutarakan
oleh saudari SS
sebagai orang tua, yang mengutarakan:
“Kalau menurut saya anggapan ini benar, karena di dalam keluarga
ada
persekutuan kecil, yang di dalamnya kita bersama-sama berdoa,
kita bersama-
sama bersekutu dalam ibadah kecil, kita juga sudah diberi buku
tuntunan
renungan harian, jadi bisa digunakan sebagai makanan rohani
sehari-hari dalam
keluarga dalam persekutuan kecil antara orang tua dan anak. Jadi
memang benar
kalau keluarga itu sebagai gereja kecil.”26
Adapun yang dikemukakan oleh saudara R sebagai seorang anak
mengemukakan
pendapatnya bahwa: “Keluarga Kristen merupakan persekutuan yang
mampu hidup
sejalan pada firman Tuhan sebagai bagian dari gereja.”27
25
Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB. 26
Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB. 27
Hasil Wawancara dengan saudari R (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB.
-
78
Lain daripada pemahaman di atas saudari ISM sebagai orang tua
yang
berpendapat bahwa:
“Keluarga sebagai cerminan dari gereja kecil istilahnya seperti
wadah yang telah
disatukan Tuhan, dua orang yang sudah disatukan Tuhan, di mana
keluarga
merupakan tempat untuk berkomunikasi, pertamanya berkomunikasi
dengan
Tuhan, dapat dikatakan sebagai tempat untuk menyalurkan segala
sesuatu dengan
apa yang telah disatukan Tuhan, didalamnya terdapat ayah, ibu
anak.”28
Demikian halnya yang diutarakan AH sebagai seorang anak dalam
hasil
wawancara yang berpendapat bahwa:
“Kalau menurut saya memang benar ada pemahaman bahwa keluarga
itu sebagai
gereja mini. Tetapi saya beranggapan selain gereja mini keluarga
itu menurut saya
ibaratnya seperti tubuh yang terdiri dari anggota tubuh yang
lain, tangan, kaki,
mata, hidung, mulut, semuanya harus bekerja bersama-sama.
Apabila tidak ada
kerja sama mungkin dapat dikatakan keluarga tersebut tidak akan
harmonis dalam
kehidupan berkeluarga dan tidak bisa dikatakan sebagai
keluarga.”29
Gambar 3. 10. Saudari AH mengibaratkan keluarga sebagai kesatuan
tubuh
manusia
Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudari AH
mengutarakan
pemahaman keluarga sebagai gereja kecil ibaratnya tubuh yang
terdiri dari tangan,
kaki, kepala, mata, telinga, hidung yang dapat bekerja sama,
sama halnya dalam
28
Hasil Wawancara dengan saudari ISM (Jemaat GPIB Immanuel,
Semarang), 08/09/12, pukul 08/09/12,
pukul 18.30-19.00 WIB. 29
Hasil Wawancara dengan saudari AH (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 26/10/12, pukul 19.20-19.33
WIB.
-
79
penerapan nilai keadilan di keluarga membutuhkan satu bentuk
kerjasama untuk
mewujudnyatakannya.
Begitu pula dengan saudari MSS sebagai orang tua yang
menuturkan:
“Keluarga Kristen seharusnya terdapat persekutuan didalamnya
yang saling
melengkapi satusama lain, saling menguatkan. Jadi harus ada
hubungan yang erat,
terlebih selalu mengandalkan Tuhan dalam kehidupan keluarga.
Peran serta orang
tua di sini tetap sangat penting, bagaimana orang tua peduli
terhadap pertumbuhan
anak-anak, itu semua sangat penting, begitu juga saat dalam
keluarga, agarpada
nantinya anak-anakakan lebih mengenal Tuhan sebagai keluarga
Kristen yang
baik dan takut akan Tuhan.”30
Dari wawancara yang sudah dilakukan, maka dapat diringkas bahwa
keluarga
sebagai bagian dari gereja yang dalamnya terdapat ayah, ibu dan
anak di mana keluarga
digambarkan sebagai gereja mini, gereja kecil ataupun suatu
wadah yang dapat
diibaratkan seperti tubuh yang terdiri dari organ-organ tubuh
lainnya dan dalamnya
terdapat hubungan persekutuan antara ayah, ibu, anak-anak, baik
ketika bersama-sama
beribadah dan bersama-sama berdoa sebagai bentuk persekutuan
kecil dalam kehidupan
rumah tangga.
Berdasar pada ringkasan wawancara di atas penulis mencoba
melakukan analisa
terhadap teori gereja yang dipaparkan oleh Bonhoeffer, di mana
ia mendefinisikan:
“Gereja sebagai bentuk persekutuan antar pribadi, yakni
persekutuan yang
dibangun oleh kasih agape dengan menekankan wujud relasi
aku-engkau bukan
lagi hubungan yang bersifat menuntut tetapi memberi.”31
Penulis setuju akan hal ini, jadi hubungan yang terdapat dalam
kehidupan
keluarga Kristen sebagai bentuk dari gereja kecil di sini
merupakan hubungan kasih antar
pribadi anggota keluarga yang senantiasa memberi, baik itu
waktu, perhatian, cinta, kasih
30
Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB. 31
Dalam Yusak B. Setyawan, Hand-outs Eklesiologi Fakultas Teologi
UKSW.
-
80
sayang dan lain sebagainya. Kata “gereja”yang menurut kata
Yunani Kyriake Oikia, yang
berarti “keluarga Allah”, dapat dipahami bahwa gereja
digambarkan sebagai keluarga
Allah yang memiliki segi umum dalam dimensi kesatuan,
persekutuan, cinta kasih dan
komunitas dalam kehidupan keluarga.32
Adapun ikatan antara gereja dan keluarga Kristen
dengan membentuk keluarga sebagai gereja rumah tangga. Dalam
gereja rumah tangga,
hendaknya orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi
pewarta iman pertama
bagi anak-anaknya. Berdasarkan pada hal inilah yang kemudian
membawa satu
pemahaman bahwa dalam kehidupan keluarga Kristiani sebagai
bentuk persekutuan kecil
dalamnya terdapat nilai-nilai Kristen yangharus diterapkan dan
diwujudnyatakan dalam
kehidupan keluarga. Dalam pembahasan ini penulis akan mencoba
menjabarkan tentang
bagaimana nilai keadilan sebagai salah satu nilai Kristiani yang
perlu dikelola dengan
baik dalam kehidupan keluarga. Nilai keadilan yang sangat
relatif di siniharus
mendapatkan satu bentuk perhatian dalam keluarga, khususnya
peranan orang tua dalam
mendidik anak-anak, memberikan contoh, dan mengajarkannya kepada
anak-anak. Dalam
kehidupan keluarga Kristen pada saat ini terkadang seseorang
tidak mampu untuk
membagi waktu dengan baik dalam dirinya.Ini juga dapat dilihat
dalam hubungan antar
anggota keluarga di mana masalah utama yang seringkali muncul
dalam kehidupan
keluarga adalah masalah ruang dan waktu. Terkadang orang tua
yang masih sibuk dengan
pekerjaannya atau dengan urusan yang lain, sehingga keluarganya
menjadi kurang
diperhatikan, ataupun sebaliknya. Ada juga yang lebih
mengutamakan keluarga dan
pekerjaan, namun pada akhirnya tidak memperhatikan kehidupan
berjemaat (di gereja),
begitu juga sebaliknya.Hal-hal seperti inilah yang sangat
disayangkan apabila terjadi
32
Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius,
2001), hal 207.
-
81
dalam kehidupan keluarga Kristen, karena seseorang dalam
keluarga belum mampu
mengatur dan mengelola antara pekerjaan, keluarga, dan waktu
untuk Tuhan dengan baik.
Sama halnya dengan nilai keadilan yang dimaksudkan oleh penulis
di sini juga
memiliki gambarannya seperti yang terdapat di atas. Bagaimana
cara agar nilai keadilan
ini dapat diterapkan dan diberlakukan terlebih dalam hubungan
relasi antara sesama
anggota keluarga agar semuanya mampu diatur dengan baik dan
maksimal (seimbang).
Tentu sangat dibutuhkan perhatian dan kesadaran diri yang tinggi
untuk mengelola
keadilan dalam kehidupan keluarga.Peran yang dipegang oleh orang
tua merupakan suatu
hal yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun. Bagaimana harus
bertindak, dan
berperilaku secara adil dan tidak berat sebelah tentu harus
dapat diatur sedemikian rupa
baiknya. Sangatlah dibutuhkan pengelolaan yang baik agar dalam
kehidupan keluarga di
sini dapat dijumpai suatu keseimbangan, dalam artian tidak berat
sebelah. Karena jika
terjadi ketidakseimbangan maka dapat dikatakan dalam kehidupan
keluarga Kristen,
terlebih dalam menerapkan nilai keadilan akan dijumpai perasaan
iri hati, cemburu, pilih
kasih, oleh karena apa yang didapatkannya tidak sesuai dengan
kenyataan yang terjadi.
Seperti yang diungkapkan dalam wawancara oleh saudariESI sebagai
orang tua,
menurutnya:
“Keadilan di sini jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial,
jangan
membeda-bedakan dalam perlakuan. Tidak hanya adil dalam
perkataan saja,
tetapi dalam perlakuan juga harus ditampakkan.”33
33
Hasil Wawancara dengan saudari ESI, (Majelis Jemaat GPIB
Immanuel Semarang), 14/09/12, pukul
14.00-14.25 WIB.
-
82
Inilah yang diperoleh penulis ketika melakukan wawancara dengan
beberapa
keluarga Kristen di jemaat Immanuel mengenai nilai keadilan yang
diterapkan dan yang
harus diatur dengan baik.
Demikian halnya dalam hasil wawancara yang diutarakansaudariKN
sebagai
orang tua, ia berpendapat bahwa:
“Keadilan di sini tetap saya lakukan dalam kehidupan keluarga,
jadi di sini saya
selalu mengkonfirmasikannya dahulu kepada anak-anak, baik kepada
kakaknya
atau pun kepada adiknya, maupun kepada suami. Dalam artian di
sini saya sebisa
mungkin memberikan pengertian dan harus menerangkannya kepada
anak-anak
saya agar keadilan di sini tetap ada dalam keluarga.Paling tidak
komunikasi di sini
selalu ada dalam keluarga, bagaimana kita mengkomunikasikannya
kepada anak-
anak, dan suami dalam kehidupan keluarga, sebagai keluarga
Kristus.”34
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan partisipatif yang
sudah dilakukan
oleh penulis, maka diperoleh informasi menarik tentang bagaimana
cara di dalam
mengelola dan menerapkan keadilan dalam kehidupan keluarga
diperlukan satu bentuk
komunikasi. Bagaimana setiap anggota keluarga dapat saling
berkomunikasi satu sama
lain didalamnya agar memperoleh hasil yang maksimal, atau dalam
artian tidak
merugikan pihak lain. Bersamaan dengan ringkasan wawancara
diatas penulis hendak
melakukan analisa berdasar pada teori sosialisasi yang
dipaparkan oleh Zande yang
mengatakan:
“Sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui mana kita
mengenal cara
berpikir, berperasaan dan berperilaku sehingga dapat berperan
efektif pada suatu
kelompok dalam masyarakat.”35
Penulis sependapat akan hal ini di mana komunikasi sebagai satu
bentuk proses
interaksi sosial inilah yang merupakan suatu cara di dalam
kehidupan keluarga untuk
34
Hasil Wawancara dengan saudari KN, (Majelis Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul
20.30-21.20 WIB. 35
Dalam T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal
30.
-
83
menerapkan nilai keadilan yang masih perlu untuk dikelola dengan
baik agar dalam
hubungan anggota keluarga merasakan adanya kesamaan dan keutuhan
sebagai
persekutuan kecil yang sudah dikuduskan Allah. Sosialisasi
merupakan proses yang
dialami oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang
kehidupannya, di mana interaksi
merupakan kunci bagi berlangsungnya proses sosialisasi. Oleh
sebab itu diperlukan agen
sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu tersebut yang
mentransmisikan nilai-nilai
atau norma-norma tertentu baik secara langsung maupun tidak
langsung.Disinilah peran
utama orang tua dari keluarga untuk dapat membentuk kepribadian
anak dalam dunia
yang lebih luas.Dalam kehidupan keluarga perlu juga
memperhatikan bahwa konflik yang
terjadi dalam suatu keluarga merupakan suatu hal yang dapat
membawa pengaruh positif
maupun negatif didalamnya, oleh karena itu konflik yang terdapat
dalam kehidupan
keluarga merupakan suatu akibat yang wajar dan alamiah dari
terjadinya
interaksi.Berdasarkan hal inilah penulis beranggapan;“diperlukan
juga suatu pendekatan
untuk memahami keluarga”. Pendekatan konflik sebagai salah satu
pendekatan untuk
memahami suatu keluarga mengasumsikan bahwa manajemen konflik,
penghindaran dan
penyelesaian konflik adalah proses yang normal dan berkelanjutan
dalam sistem
keluarga, karena setiap anggota keluarga menyandang atau
menduduki kedudukan dan
status yang berbeda, hal mana merupakan konsekuensi dari jenis
kelamin dan umur yang
berbeda, maka keluarga itu mewujudkan suatu sistem yang
hirarkis. Ini menghasilkan
suatu sistem yang tidak sama, ketidaksamaan yang melekat pada
sistem keluarga inilah
yang merupakan dasar dari konflik.
Berdasarkan hal ini, penulis berangkat dari pemahaman Groome
yang
mengemukakan pendapatnya bahwa:
-
84
“Sosialisasi Kristen sangatlah penting dalam membentuk identitas
manusia
Kristen, hanya melalui identitas Kristen itulah iman Kristen
dimungkinkan
bertumbuh.Selain itu Groome juga memandang hubungan dialektis
persekutuan
Kristen dengan konteks sosial, dan hubungan dialektis
persekutuan dengan
anggota-anggotanya harus diberi perhatian yang utama.”36
Menurut penulis, hubungan dialektis itu harus diusahakan secara
sengaja dan
tidak boleh dibiarkan berlangsung sendiri, ini berarti dituntut
kesadaran dan kegiatan
kritis dari persekutuan. Dari analisa hasil wawancara yang sudah
dilakukan, penulis
hendak memperkuat hasil wawancara dengan teori sosialisasi yang
diungkapkan oleh
Groome dengan memberikan suatu pemahaman bahwa keadilan dalam
kehidupan
keluarga Kristen masih harus dikelola kembali dengan baik di
mana interaksi dan
komunikasi dalam kehidupan keluarga perlu mendapatkan sorotan
utama dalam
menerapkan nilai keadilan. Interaksi dan komunikasi dalam
kehidupan keluarga sangatlah
dibutuhkan untuk dapat memahami satu sama lain.Hubungan
dialektis dalam persekutuan
keluarga haruslah mendapat perhatian agar didalamnya dijumpai
satu bentuk keluarga
sebagai bagian dari gereja dengan menekankan hubungan horisontal
dan vertikal bersama
Tuhan Yesus Kristus dan ke sesama anggota keluarga.
Gambar 3. 11. Wawancara Focus Group Discusion dengan beberapa
anggota
Persekutuan Kaum Bapak
36
Dalam N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000), hal 186-189.
-
85
Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas dapat dilihat bahwa
beberapa
anggota Persekutuan Kaum Bapak mengutarakan pendapat mereka
mengenai nilai
keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga mereka, namun
dari apa yang
sudah mereka katakan tidak sepenuhnya keadilan itu diterapkan,
karena dalam
penerepannya juga harus memperhatikan berbagai macam hal yang
perlu
dipertimbangkan dengan baik agar keadilan tetap dirasakan. Dari
gambar di atas
pun dapat dilihat bahwa situasi yang ada pada saat itu bukanlah
situasi wawancara
yang dilakukan dengan formal, namun situasi yang santai di mana
ada beberapa
yang mengutarakan pendapatnya sambil menghisap rokok atau pun
semabari
menikmati secakir teh.
3. 2. 4. Nilai Keadilan Dalam Keluarga Adalah Prinsip Hakiki
Keluarga Kristen sebagai suatu bentuk persekutuan kecil dalam
kehidupan jemaat
tentunya sangat perlu memperhatikan nilai-nilai kehidupan yang
harus dipelajari, terlebih
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai persekutuan yang
telah dikuduskan oleh
Tuhan Yesus Kristus, setiap keluarga Kristen yang ada pada era
globalisasi saat ini perlu
untuk menyadari akan adanya tugas dan tanggung jawab sepenuhnya
sebagai keluarga
Allah. Namun seringkali hal ini jarang ditampakkan dalam
kehidupan keluarga Kristen
yang ada pada saat ini. Kurangnya kesadaran dalam diri seseorang
sebagai pribadi
Kristen yang seharusnya hidup sesuai dengan apa yang sudah Tuhan
ajarkan dan
-
86
perintahkan, sehingga banyak dijumpai orang-orang Kristen yang
memiliki kerenggangan
relasi dalam hubungan sesama anggota keluarga, begitu pula
relasinya dengan Tuhan. Ini
disebabkan oleh sifat manusia yang cenderung mementingkan
hal-hal duniawi daripada
mementingkan apa yang harus diperbuat dan dilakukan sebagai
pribadi Kristen yang
takut akan Tuhan. Ada begitu banyak nilai-nilai kehidupan yang
belum dapat dipahami
dan dilakukan oleh seseorang pada jaman sekarang.Padahal ini
merupakan kewajiban
yang tidak boleh diremehkan begitu saja. Dapat kita lihat dalam
kesadaran akan nilai-
nilai Kristiani yang ada dalam kehidupan keluarga ternyata masih
sangat kurang
diperhatikan dengan baik. Nilai-nilai seperti keutuhan,
keadilan, kedamaian,
kebahagiaan, kesempurnaan, kebebasan sebagaimana yang terdapat
dalam Kerajaan
Allah inilah yang seharusnya mampu dihadirkan ditengah kehidupan
keluarga Kristen
pada saat ini, agar dalam keluarga selalu dijumpai sukacita oleh
karena anugerah Allah
dalam diri manusia. Oleh sebab itu setiap keluarga
Kristenhendaknya mempunyai tugas
perutusan untuk menjaga, menyatakan dan menyampaikan cinta kasih
sebagai
pencerminan hidup dari partisipasi nyata dalam kasih Allah
kepada sesama manusia dan
kasih Kristus kepada gereja.37
Keluarga yang didasarkan dan dijiwai oleh cinta kasih,
merupakan persekutuan antar pribadi anggota keluarga. Disinilah
cinta kasih orang tua
sebagai unsur paling mendasar yang akan terpenuhi dalam tugas
mendidik itu bila
menggenapi dan menyempurnakan pelayanannyapada kehidupan
keluarga. Selain sebagai
sumber cinta kasih orang tua juga merupakan asas penjiwa dan
merupakan kaidah atau
norma yang mengilhami dan membimbing seluruh kegiatan konkret
pendidikan, ini
merupakan suatu hal yang paling berharga. Seperti halnya yang
diungkapkan dalam hasil
wawancara oleh saudari SP sebagai orang tua yang menuturkan:
“Keluarga sebagai
37
A. Widyamartaya, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern,
(Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal 40.
-
87
persekutuan kecil yang didalamnya terdapat bapak, ibu dan anak
yang hidup berkumpul
bersama dalam satu rumah.”38
Demikian juga pendapat yang diutarakan oleh saudari LLW sebagai
orang tua,
yang mengutarakan: “Keluarga yang didalamnya terdapat bapak,
ibu, dan anak harus
terdapat hubungan timbal balik.”39
Berbeda dengan saudari SP dan LLW, MS sebagai
seorang anak berpendapat bahwa:
“Keluarga itu kalau menurut saya pribadi, adalah tempat kita
belajar tentang
segala hal, belajar untuk mengenal pribadi masing-masing yang
didalamnya
terdapat kakak, adik, papah, mamah. Jadi keluarga tempat kita
mengenal
karakter.Kalau dari sisi rohani ya tempat di mana kita mengenal
persekutuan di
mana orang tua sebagai contoh dalam keluarga.orang tua dalam
keluarga selalu
mengajarkan dan memperkenalkan kita kepada hal-hal yang ada
disekitar kita.”40
Keluarga yang di dalamnya terdapat bapak, ibu, dan anak dalam
satu hubungan
rumah tangga inilah yang seharusnya terdapat persekutuan antar
pribadi anggota keluarga
yang di dalamnya telah dikuduskan oleh cinta kasih Allah.
Keluarga sebagai suatu
persekutuan yang telah diikat dalam hubungan pernikahan, seperti
yang dituturkan dalam
wawancara oleh saudari RG sebagai orang tua yang menuturkan:
“Keluarga itu sekumpulan individu yang telah dipersatukan, di
mana hubungan
pria dan wanita yang sudah disatukan dalam satu
persekutuan.Keluarga sebagai
dua individu yang sudah disahkan dalam catatan sipil, seperti
halnya persekutuan
yang disatukan dengan Kristus.”41
38
Hasil Wawancara dengan saudari SP, (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15
WIB. 39
Hasil Wawancara dengan saudari LLW, (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 15/09/12, pukul 16.15-
16.35 WIB. 40
Hasil Wawancara dengan saudara MS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45
WIB. 41
Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00
WIB.
-
88
Lain halnya dengan pendapat di atas, adapun saudara FRS sebagai
seorang anak
yang berpendapat bahwa: “Dalam keluarga, seharusnya kita mampu
memahami satu
sama lain disaat suka maupun duka.”42
Gambar 3. 12. Wawancara terhadap saudara FRS yang
mengungkapkan
keadilan diperoleh melalui pengajaran maupun pengalaman yang
ada
Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudara FRS
mengungkapkan
bahwa keadilan dalam keluarga sudah ada dan diperoleh dari
pengajaran orang tua
ataupun dari pengalaman-pengalaman yang ada kita bisa belajar
agar keadilan
dalam keluarga bisa dijaga. Terlebih dalam komunikasi dan adanya
sifat saling
mengalah.Namun dari wawancara tersebut penulis melihat bahwa FRS
sangat
kaku di dalam mengutarakan pendapatnya.
Penulis dalam hal ini lebih memusatkan perhatiannya pada nilai
keadilan sebagai
nilai dasar dalam kehidupan keluarga, namun juga tetap
memperhatikan nilai-nilai
kehidupan dalam ajaran Kristen yang lain sebagai nilai-nilai
yang turut berpengaruh
dalam kehidupan keluarga. Keadilan sebagai nilai dan konsep
dasar dalam kehidupan
keluarga tentu memiliki peranan yang sangat penting. Apabila
keadilan di sini tidak
diwujudnyatakan dalam kehidupan keluarga maka dapat dikatakan
keluarga tersebut
42
Hasil Wawancara dengan saudara FRS (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 27/10/12, pukul 19.40-19.55
WIB.
-
89
belum sadar akan rasa keadilan sejati antar sesama anggota
keluarga, dan tidak dipungkiri
juga bahwa ketidakseimbangan pun pasti akan dijumpai dalam
kehidupan keluarga
tersebut. Inilah yang sangat disayangkan apabila dalam keluarga
timbul rasa iri, cemburu,
dengki oleh karena satu pribadi dalam keluarga merasakan sifat
tidak adil, baik itu yang
dapat dilihat dalam relasi, perhatian, waktu maupun porsinya.
Oleh sebab itu, penulis
berpendapat bahwa keadilan sebagai hal yang mungkin biasa-biasa
saja, akan menjadi
luar biasa apabila dalam prakteknya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan dan dapat
dikatakan juga bisa menghancurkan hubungan dalam kehidupan
keluarga tersebut.
Setelah penulis melakukan pengamatan parsitipatif begitu pula
dalam hasil wawancara
kepada beberapa individu dalam kehidupan keluarga Kristen di
Jemaat GPIB Immanuel,
Semarang, maka penulis memperoleh informasi menarik yang membawa
pada suatu
pemahaman bahwa keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan
keluarga seharusnya
sedapat mungkin dan sebisa mungkin diterapkan dalam kehidupan
keluarga.
Demikian halnya dengan hasil wawancara yang diutarakan oleh
saudara FO
sebagai orang tua yang mengutarakan: “Keadilan dalam keluarga
tentunya sedapat
mungkin pasti kita lakukan, mana yang adil dan sama rata, agar
tidak ada yang dirugikan
atau merasa diduakan.”43
Adapun saudari SP sebagai orang tua yang mengatakan: “Keadilan
dalam
keluarga yakni keadilan dalam hal perhatian, waktu, pekerjaan
semuanya harus seimbang
dan sedapat mungkin ditampakkan dalam keluarga.”44
43
Hasil Wawancara dengan saudara FO (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 07/09/12, pukul 14.10-14.50
WIB. 44
Hasil Wawancara dengan saudari SP (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15
WIB.
-
90
Lain halnya dengan saudari RG sebagai orang tua yang
mengatakan:
“Keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan keluarga, terlebih
dalam hubungan
sesama anggota keluarga. agar terdapat hubungan yang selaras dan
seimbang.
Dengan tetap berpegang pada firman Tuhan dalam
menerapkannya.”45
Dari wawancara yang sudah dilakukan maka dapat diringkas bahwa,
keluarga
sebagai kelompok kecil dalam masyarakat yang telah dipersatukan
dan disahkan oleh
catatan sipil dalam satu perkawinan dan kemudian menjadi satu
keluarga yang memiliki
ikatan darah dan juga telah dipersatukan Tuhan dalam pemberkatan
nikah harus mampu
saling memahami dan mengerti akan setiap karakter dalam diri
anggota keluarga agar
dapat mengenal dan mengerti pribadi satu sama lain. Berdasarkan
hal ini penulis
melakukan analisa terhadap teori keluarga yang juga dipaparkan
oleh
Tjandrarini:“Keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri atas
dua orang atau lebih
yang memiliki ikatan darah, perkawinan atau adopsi.”46
Selain Tjandrarini, Freud juga
berpendapat: “Keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan
pria dan
wanita.”Anggapan ini pun tidak jauh berbeda seperti yang
diungkapkan oleh Bogardus
bahwa:
“Keluarga adalah kelompok terkecil yang biasanya terdiri dari
seorang ayah
dengan seorang ibu serta satu atau lebih anak-anak yang olehnya
ada
keseimbangan, keselarasan kasih sayang dan tanggung jawab serta
anak menjadi
orang yang berkepribadian dan berkecenderungan untuk
bermasyarakat.”47
Berdasarkan hasil wawancara dan analisa yang dilakukan oleh
penulis, maka
dapat dipahami keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup
yang timbul akibat
45
Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel
Semarang), 08/09/2012, pukul 18.30-
19.00 WIB. 46
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga:
Widya Sari Press, 2004), hal 7.
47http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses
pada
11-07-2012, 10.43 WIB.
http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses%20pada%2011-07-2012http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses%20pada%2011-07-2012
-
91
adanya perkawinan (suami-isteri), sehingga atas dasar ikatan
cinta kasih suami isteri itu
muncul relasi antara orang tua dan anak-anaknya yang merupakan
ikatan darah.Ikatan
perkawinan dalam keluarga merupakan persekutuan yang indah.Oleh
karena itu Rasul
Paulus memberikan makna Teologis yang mendalam dengan
menggambarkan
persekutuan antara Kristus dengan jemaat-Nya, seperti halnya
relasi antara mempelai
laki-laki dan wanita, suatu rahasia besar.48
Sama halnya dengan keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan
keluarga
Kristiani, walaupun sebagai suatu hal yang terkadang sulit untuk
dihadirkan ditengah
keluarga, namun dengan adanya usaha dan kesadaran diri hal ini
sedapat mungkin harus
diperlihatkan dan diwujudnyatakan. Melalui pemahaman inilah
penulis melakukan
analisa untuk memperkuat hasil wawancara terhadap pendapat yang
diungkapkan oleh
Sutarno:
“Untuk itu keadilan sedapat mungkin ditanamkan dan dihidupkan
dalam keluarga,
agar setiap keluarga Kristen benar-benar memahami arti keadilan
yang diterapkan
atau di praktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.”49
Penulis sependapat akan hal ini, oleh karena keadilan sebagai
nilai dasar dalam
kehidupan keluarga sangat membawa pengaruh besar di dalamnya.
Apabila tidak terdapat
keadilan dalam kehidupan keluarga, maka dapat dibayangkan
hubungan dalam keluarga
akan dijumpai suatu kerenggangan dan kurangnya keharmonisan
antar pribadi anggota
keluarga. Adapun teori sosialiasi yang dikaitkan oleh penulis
dalam menerapkan nilai
keadilan di keluarga sebagaimana yang diungkapkan oleh Groome,
yakni: “Hubungan
48
Walter Trobisch, I Married You (terj. Hadiwinoto dan
Susiloradeyo, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973),
hal 156. 49
Sutarno, Di Dalam Dunia Tetapi Tidak Dari Dunia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), hal 166.
-
92
dialektis persekutuan Kristen dengan konteks sosial, dan
hubungan dialektis persekutuan
dengan anggota-anggotanya harus diberi perhatian yang
utama.”50
Hubungan dialektis dalam kehidupan keluarga itu harus diusahakan
secara
sengaja dan tidak boleh dibiarkan berlangsung sendiri, ini
berarti dituntut kesadaran dan
kegiatan kritis dari persekutuan keluarga. Keluarga Kristen yang
di dalamnya terdapat
komunikasi, interaksi dan hubungan dialektis sesama anggota
keluarga tentu akan dapat
menerapkan nilai keadilan dan mewujudkannya sebagai satu bentuk
nilai hakiki dalam
kehidupan keluarga. Berdasar pada hal inilah yang menjadi
pemahaman dari penulis
bahwa kehidupan keluarga Kristen di Jemaat Immanuel, Semarang
tentunya harus dan
sudah mempunyai satu bentuk hubungan yang harmonis di dalamnya.
Tentang bagaimana
caranya, dengan menerapakan nilai-nilai yang sudah ditetapkan
oleh Allah sendiri. Begitu
juga dalam hal menerapkan nilai keadilan sebagai prinsip dasar
dalam kehidupan
keluarga Kristen, ini sebabnya dibutuhkan satu bentuk kesadaran
akan rasa keadilan yang
tinggi dalam diri setiap pribadi anggota keluarga. Terlebih
peranan yang dipegang orang
tua dalam tugas mendidik anak-anak mulai dari usia dini, agar
mereka terbiasa untuk
menerapkan nilai keadilan dan nilai-nilai Kristiani lainnya
dalam kehidupan di masa
mendatang. Apabila keluarga Kristen mampu menghadirkan makna
keadilan dalam
hubungan rumah tangga, maka dapat dikatakan keluarga tersebut
telah menjalankan
fungsi sebagai garam dan terang, sehingga setiap anggota
keluarga maupun mereka yang