15 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Landasan Teori 3.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur merupakan suatu urutan yang tersusun yang biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian departemen atau lebih serta disusun untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Menurut Mulyadi (2010:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Di dalam suatu sistem, biasanya terdiri dari beberapa prosedur dimana prosedur- prosedur itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Akibatnya jika terjadi perubahan maka salah satu prosedur akan mempengaruhi prosedur-prosedur lainnya. Menurut Zaki Baridwan (2009:30) prosedur merupakan suatu urutan-urutan pekerjaan kenari (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang sedang terjadi. Sedangkan menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : 1. Prosedur hrus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai situasi tertentu tidak didasarkan atas dugaan-dugaan atau keinginan. 2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki fleksibilitas. Stabilitas adalah ketentuan arah tertentu dengan
43
Embed
BAB III PEMBAHASAN 3.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur ...eprints.undip.ac.id/59171/3/BAB_III.pdf · Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.20 tahun 2007 tentang Ketentuan ... (2011: 17) Pemungutan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Landasan Teori
3.1.1 Pengertian Prosedur
Prosedur merupakan suatu urutan yang tersusun yang biasanya
melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian departemen atau lebih
serta disusun untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap
transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.
Menurut Mulyadi (2010:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan
klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen
atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam
transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Di dalam suatu
sistem, biasanya terdiri dari beberapa prosedur dimana prosedur-
prosedur itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Akibatnya jika
terjadi perubahan maka salah satu prosedur akan mempengaruhi
prosedur-prosedur lainnya.
Menurut Zaki Baridwan (2009:30) prosedur merupakan suatu
urutan-urutan pekerjaan kenari (clerical), biasanya melibatkan beberapa
orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya
perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang
sedang terjadi.
Sedangkan menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur
meliputi :
1. Prosedur hrus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai
situasi tertentu tidak didasarkan atas dugaan-dugaan atau keinginan.
2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki
fleksibilitas. Stabilitas adalah ketentuan arah tertentu dengan
16
perubahan yang dilakukan hanya apabila terjadi perubahan-
perubahan penting dalam fakta-fakta yang mempengaruhi pelaksaan
prosedur. Sedangkan fleksibilitas digunakan untuk mengatasi suatu
keadaan darurat dan penyesuaian kepada suatu kondisi tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat di simpulkan bahwa
prosedur adalah suatu urutan kegiatan yang telah menjadi pola tetap
dalam melaksanakan kegiatan yang melibatkan beberapa orang dalam
suatu departemen atau lebih yang didasarkan pada fakta-fakta dan tidak
ketinggalan jaman.
3.1.2 Pengertian Pajak
Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.20 tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) yang dimaksud
dengan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk pengeluaran umum.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani (2010:4), pajak adalah iuran
masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarkan menurut peraturan-perstursn umum (Undang-
Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
17
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Dari pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat
dipaksakan tanpa mendapatkan kontraprestasi secara langsung, dan
apabila ada masyarakat yang tidak melunasinya maka dikenakan sanksi
oleh negara.
3.1.3 Penghasilan
Secara umum penghasilan adalah tambahan kemmpuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh seseorang dalam kurun waktu tertentu.
Pengertian penghasilan dalam pengenaan pajak sendiri sebenarnya tidak
bisa sesederhana itu. Pengertian penghasilan dalam pengenaan pajak
haruslah pengertian yang memberikan keadilan dan dapat dilaksanakan.
Berdasarkan UU PPh Pasal 4, “Yang menjadi objek pajak
penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dai Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat digunakan untuk
konsumsi maupun menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
3.1.4 Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan biasa
disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan PPh 25 adalah pajak
pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan
hukum lainnya atas penghasilan yang di didapat. Dasar hukum untuk
pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983,
kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai Undang-
18
Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
Di Indonesia, awalnya pajak penghasilan diterapkan pada
perusahaan perkebunan-perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia.
Pajak tersebut dinamakan dengan Pajak Perseroan (PPs). Pajak
Perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan
diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak dikenakan hanya untuk
misalnya perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia,
berangsur-angsur akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk
perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan.
3.1.5 Subjek Pajak
Menurut Siti Resmi (2013:75) subjek pajak penghasilan adalah
segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan
dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan.
Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat
atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Subjek pajak orang pribadi.
2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
3. Subjek pajak badan.
4. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan
tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang
19
perubahaan keempat atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
Gambar 3.1.5
Pengelompokkan Subyek Pajak
Subjek Pajak
DalamNegeri
LuarNegeri
Orang Pribadi
Badan
Warisan
Orang Pribadi bukan BUT
Badan bukan BUT
BUT
20
Menurut Pasal 2 ayat 3 No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan
keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, subjek
pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD);
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah dan pembukuannya diperiksa oleh
aparat pengawasan fungsional negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak
Menurut Pasal 2 ayat 4 UU NO. 36 Tahun 2008 tentang
perubahaan keempat atas UU. No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, subjek pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
21
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia:
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dai 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
3.1.6 Objek Pajak
Menurut Herry Purwono (2010: 89) objek Pajak Penghasilan
adalah penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
22
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 dalam Pasal 1 ayat (7) dan (8)
disebutkan bahwa:
“Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib
Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini.”
3.1.7 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2011: 17) Pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 sistem pemungutan pajak:
a. Official Assesment System
Adalah suatu sitem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
b. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak (WP) secara penuh untuk menentukan dan
menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang sehingga dengan
sistem ini WP harus aktif untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan buka Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnnya pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
23
3.1.8 Tarif Pajak
Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, maka tarif potongan pajak penghasilan
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.8
Tarif Progresif
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 sampai dengan Rp 50.000.000 0%
˃ Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%
˃Rp 250.000.000 samapi dengan Rp 500.000.000 25%
˃Rp 500.000.000 30%
Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih dalam satu tahun.
besarnya PTKP tergantung dari status pekerja (Wajib Pajak). Ada
perbedaan PTKP anatara yang belum kawin, kawin dan belum punya
anak, kawin dan punya anak 1, kawin dan punya anak dua, dan kawin
dan punya 3 anak. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
101/PMK.010/2016, PTKP bagi pekerja yang belum kawin adalah
sebesar Rp 54.000.000.
3.1.9 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan
Setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP. Selain itu NPWP
juga dapat dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal ini
24
berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diharuskan
untuk mencantumkan NPWP yang dimilikinya.
NPWP terdiri atas 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode wajib
pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi.