49 BAB III PEMBAHASAN 3.1. Tinjauan Perusahaan 3.1.1. Sejarah Perusahaan Pada tahun 1974 sampai dengan bulan Maret 1979 di nilai barang ekspor indonesia yang ditahan atau ditolak FDA berjumlah US $ 38.841.762,00 ( Tiga puluh delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh dua US $) atau rata-rata tiap Tahun berjumlah U$ 6.738.154,00 ( Enam juta tujuh ratus tiga puluh delapan ribu seratus lima puluh empat US$ ). Hal ini ternyata sangat merugikan nama baik pengusaha Eksportir pada Khususnya dan nama Indonesia pada umumnya. Sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di gariskan, maka Departemen perdagangan dan Koperasi ( DEPDAGKOP ) telah melaksanakan Standarisai barang yang diperdagangan berdasarkan suatu urutan periortas yang meliputi antara lain barang yang sering mengalami “claim” , baarng yang telah diatur tata niaganya dan memberi kesempatan kerja serta menjangkut hajat hidup orang banyak. Sampai tahun 1979 telah disusun sebanyak 99 standar komiditi dan telah disahkan oleh Mentri Perdagangan dan koperasi dengan surat keputusan Nomor: 266/Kp/X/ 76 tanggal 26 Oktober 1976 dan surat keputusan Nomor: 555/Kp/IX/79 tanggal 6 September 1979. Peyusutan danpenerapan standar barang tidak akan berguna bila tidak diakui oleh pengawasan mutu yang terus-menerus dan pada saat itu
17
Embed
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Tinjauan Perusahaan 3.1.1 ......Sistem koneksi internet yang digunakan oleh modem yang terdapat pada Balai Sertifikasi menggunakan ADSL dengan ISP (Internet
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
49
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tinjauan Perusahaan
3.1.1. Sejarah Perusahaan
Pada tahun 1974 sampai dengan bulan Maret 1979 di nilai barang ekspor
indonesia yang ditahan atau ditolak FDA berjumlah US $ 38.841.762,00 ( Tiga puluh
delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh dua US $) atau rata-rata
tiap Tahun berjumlah U$ 6.738.154,00 ( Enam juta tujuh ratus tiga puluh delapan
ribu seratus lima puluh empat US$ ). Hal ini ternyata sangat merugikan nama baik
pengusaha Eksportir pada Khususnya dan nama Indonesia pada umumnya.
Sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di gariskan, maka Departemen
perdagangan dan Koperasi ( DEPDAGKOP ) telah melaksanakan Standarisai barang
yang diperdagangan berdasarkan suatu urutan periortas yang meliputi antara lain
barang yang sering mengalami “claim” , baarng yang telah diatur tata niaganya dan
memberi kesempatan kerja serta menjangkut hajat hidup orang banyak.
Sampai tahun 1979 telah disusun sebanyak 99 standar komiditi dan telah
disahkan oleh Mentri Perdagangan dan koperasi dengan surat keputusan Nomor:
266/Kp/X/ 76 tanggal 26 Oktober 1976 dan surat keputusan Nomor: 555/Kp/IX/79
tanggal 6 September 1979. Peyusutan danpenerapan standar barang tidak akan
berguna bila tidak diakui oleh pengawasan mutu yang terus-menerus dan pada saat itu
50
peningkatan mutu barang dengan penetapan standar yang dilengkapai dengan
pengawasan mutu baru di laksanakan terhadap komiditi kerat.
Bila sebelum tahun 1968 sebagai ekspsor karet masih dalam bentuk karet atau
mutu rendah, maka dalam tahun 1969 sebanyak 0,97% dari seluruh ekspor karet
indonesia adalah berbentuk karet remah ( Standard Indonesia Rubber/SIR ). Jumlah
ini meningkatdengan cepat, menjadi 46,87% dan menjadi 65,70% pada tahun 1978.
Sistem Pengawasan mutu SIR melalui laboratorium standar, laboratorium kontrol,
laboratorium komersial dan laboratorium pabrik ternyata secara berangsur-angsur
telah memperbaiki mutu SIR.
Pada tahun 1972 telah selesai dibangun sebanyak 7 laboratorium komersial SIR yang
berkedudukan di Padang, Pekan baru, Jamni, Palembang, Tanjungkarang, Pontianak,
dan Banjarbaru.
Dengan berhasilnya penerapan sistem pengawasan mutu tehadap SIR, maka
pemerintah merasa perlu untuk mengembangkan sistem ini terhadap komoditi ekspor
lain.Sehubungan dengan itu, tugas lab. Komersial SIR di peluas untuk melakukan
pengawas mutu terhadap komoditi ekspor lainnya yang terdapat pada daerah
bersangkutan, sehingga nama laboratorium menjadi Balai Pengawasan Mutu Barang.
Untuk menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka penerapan sistem
pengawasan mutu untuk komoditi ekspor lainnya, maka telah di pelajari kemampuan
berbagai lab. Pengujian dan pengawas mutu yang ada oleh suatu tim dari Departemen
Kimia ITB dengan kesimpulan sebagai berikut :
51
1. Bahwa aktifitas pengujian dan pengawasan mutu telah di lakukan bersama-
sama dengan kegiatan penelitian , baik untuk keperluan sendiri maupun
sebagai pelayan pada masyarakat.
2. Belum terlihat adanya kerjasama antara laboratorium-laboratorium pengujian
dan pengawasan mutu yang satu dengan yang lainnya.
3. Metode pengujian dan pengawasan mutu belum seragam, masing – masing
laboratorium berusaha untuk menonjolkan metode sendiri-sendiri, hal ini
menyebabkan hasil pengujian tidak seragam.
4. Tiap laboratorium mengadakan “cross checking” yang berarti masing-masing
laboratorium masih berjalan sendiri-sendiri.
Jadi jelas, bahwa pada saat itu suatu laboratorium seringkali melakukan
kegiatan penelitian bersama dengan kegiatan pengawsan mutu. Hal ini dapat
menyebabkan salah satu dari padanya menjadi terbengkalai yaitu bila pengawasan
mutu di laksanakan secara sungguh-sungguh , maka kegiatan penelitian akan
terabaikan , atau sebaliknya.
Oleh karena itu sebaiknya kegiatan penelitian dan pengawasan mutu di lakukan
secara terpisah oleh laboratorium yang berbeda. Apabila keadaan seperti di atas di
biarkan berlarut-larut di khawatirkan akan menyebabkan kurangnya kepercayaan
pengusaha atau eksportir kepada lab. Pengujian dan juga kepercayaan pembeli atau
konsumen di luar negeri. Menyadari akan hal tersebut maka Departemen
Perdagangan dan Koperasi mulai melaksanakan dan memperbaiki sistem pengawasan
mutu barang di Indonesia. Salah satu cara yang di tempuh ialah dengan mendirikan
52
suatu sistem yang terdiri dari laboratorium standar, laboratorium kontrol dan
laboratorium pengujian, yang akhirnya pada tanggal 6 November 1979 Pusat
Pengendalian Mutu Barang di resmikan oleh Menteri Barang di resmikan oleh
Menteri Perdagangan dan Koperasi.
Visi Dit. PMB ialah Sebagai institusi Pengawasan Mutu Barang yang
Profesional dan berterima secara nasional maupun internasional.
Sedangkan Misi Dit. PMB adalah :
a. Menjadi organisasi yang terpercaya, independen, tertelusur, tidak
berpihak, transparan, dan kompeten dalam bidang pengawasan mutu
barang.
b. Menerapkan prinsip berkelanjutan dalam pelayanan.
c. Diakui dan berterima secara nasional maupun internasional.
Menjadi bagian dari sistem jejaring kerja lembaga penilaian kesesuaian secara
nasional dan internasional.
53
3.1.2. Struktur Organisasi dan Fungsi
Sumber: Dit. PMB Balai Sertifikasi
Gambar 3.1. Struktur Dit. PMB Balai Sertifikasi
Berikut penjelasan dari struktur organisasi diatas:
1. Kepala seksi pengembangan jasa
Tugas melakukan pengembangan pelayanan jasa, evaluasi dan jaminan mutu
serta pemasaran jasa sertifikasi.
2. Kepala seksi pelayaanan teknis
Mempunyai tugas melakukan pemberian pelayanan teknis di bidang sertifikasi,