79 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pendahuluan Metodologi penelitian yang disajikan dalam bab ini, menjelaskan kegiatan- kegiatan yang dilakukan dalam penelitian, bentuk penelitian, dan kerangka pikir penelitian yang dilakukan untuk memudahkan jalannya pelaksanaan penelitian. Penelitian yang dilakukan dapat digolongkan dalam dua bagian sebagai berikut. Pertama, dengan melakukan survey perencanaan jaringan irigasi yang mengacu pada bangunan pengukur, pengatur, pengukur dan pengatur, pengontrol, terjun dan bangunan peredam energi dalam jaringan irigasi. Kedua, dengan mengembangkan dan menerapkan program sistem pakar (expert system) dalam perencanaan jaringan irigasi yang mengacu pada bangunan pengukur, pengukur dan pengatur, pengontrol, terjun dan bangunan peredam energi dalam jaringan irigasi. Bentuk ke dua bagian penelitian yang disebutkan di atas untuk lebih menjelaskan lagi akan dibahas secara mendetail pada bagian dari bab ini, yaitu pada bagian kerangka berpikir penelitian. III.2 Kerangka Berpikir Penelitian Kerangka berpikir penelitian memberikan gambaran secara skematis yang terdiri atas beberapa tahapan dengan masing-masing bagian sebagai berikut : Tahapan pertama meliputi Indetifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik permasalahan yang lebih fokus. Kemudian dilanjutkan dengan studi area yang dilakukan bersama-sama dengan pengembangan model. Dan diteruskan secara berturut-turut pengujian model, penerapan model. Berdasarkan bagan berpikir penelitian ini, maka Penelitian ini dibagi dalam 4 (empat) bagian utama, yaitu : Pengumpulan dan Pengolahan Data, Pengembangan Model, Pengujian Model dan Penerapan Model. Bagan alir kerangka berpikir penelitian dapat di lihat pada gambar III.1
35
Embed
Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pendahuluandigilib.itb.ac.id/files/disk1/628/jbptitbpp-gdl-junusbotmi-31398-5... · Bab III Metodologi Penelitian ... (sharing) data, fungsi-fungsi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
79
Bab III Metodologi Penelitian
III.1 Pendahuluan
Metodologi penelitian yang disajikan dalam bab ini, menjelaskan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dalam penelitian, bentuk penelitian, dan kerangka pikir
penelitian yang dilakukan untuk memudahkan jalannya pelaksanaan penelitian.
Penelitian yang dilakukan dapat digolongkan dalam dua bagian sebagai berikut.
Pertama, dengan melakukan survey perencanaan jaringan irigasi yang mengacu
pada bangunan pengukur, pengatur, pengukur dan pengatur, pengontrol, terjun
dan bangunan peredam energi dalam jaringan irigasi.
Kedua, dengan mengembangkan dan menerapkan program sistem pakar (expert
system) dalam perencanaan jaringan irigasi yang mengacu pada bangunan
pengukur, pengukur dan pengatur, pengontrol, terjun dan bangunan peredam
energi dalam jaringan irigasi. Bentuk ke dua bagian penelitian yang disebutkan di
atas untuk lebih menjelaskan lagi akan dibahas secara mendetail pada bagian dari
bab ini, yaitu pada bagian kerangka berpikir penelitian.
III.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka berpikir penelitian memberikan gambaran secara skematis yang terdiri
atas beberapa tahapan dengan masing-masing bagian sebagai berikut : Tahapan
pertama meliputi Indetifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik
permasalahan yang lebih fokus. Kemudian dilanjutkan dengan studi area yang
dilakukan bersama-sama dengan pengembangan model. Dan diteruskan secara
berturut-turut pengujian model, penerapan model. Berdasarkan bagan berpikir
penelitian ini, maka Penelitian ini dibagi dalam 4 (empat) bagian utama, yaitu :
Pengumpulan dan Pengolahan Data, Pengembangan Model, Pengujian Model dan
Penerapan Model. Bagan alir kerangka berpikir penelitian dapat di lihat pada
gambar III.1
80
Gambar III.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Pengumpulan data bertujuan untuk menyiapkan data yang digunakan sebagai
masukan data model yang dikembangkan, juga dipakai untuk indetifikasi daerah
studi dan mengetahui diskrepsi daerah studi. Pengumpulan data meliputi :
pengumpulan data baik spasial maupun non-spasial, digitasi peta yang didapat
dalam bentuk peta analog, konvesi format dan editing peta digital, key-in data
non-spasil dan persiapan untuk data masukan model. Bagian ini termasuk juga
pekerjaan pengolahan data DEM dan rasterisasi atau pembuatan data grid serta
analisis spasial, untuk mendapatkan parameter atau propertas jaringan irigasi
seperti arah aliran, kemiringan lahan, penyiapan data basis Pengetahuan,
81
penyiapan basis data bangunan, penetapan rule-based dalam mesin inferensi dan
lainnya yang digunakan dalam model sistem pakar jaringan irigasi.
Bagian Pengembangan Model, meliputi : penentuan format data masukan model,
penyusunan basis pengetahun dan rule-based secara dinamis dan interaktif,
penyusunan format masukan GIS dalam sistem pakar, penentuan lokasi daerah
irigasi. Pembuatan skema jaringan irigasi yang terintegrasi dengan GIS, penentuan
pembangkitan arah aliran dalam jaringan irigasi, pemilihan bangunan
berddasarkan basis pengetahuan dan basis data dengan penerapan rule-based di
setiap bangunan, penentuan jenis pinru, jumlah pintu, bukaan pintu dan penentuan
jenis bangunan terjun dan peredam energi.
Bagian Pengujian Model. Bagian ini melakukan koreksi-koreksi kesalahan yang
mungkin terjadi, kalibrasi parameter jaringan irigasi dan verifikasi untuk studi
kasus irigasi Cileuleuy dengan model. Dalam koreksi kesalahan dilakukan
eliminasi kesalahan, setidaknya dilakukan pengurangan kesalahan. Kesalahan-
kesalahan yang mungkin terjadi diinventaris, misalnya kesalahan yang terjadi
karena adanya rasterisasi dapat berpengaruh pada batas luasan daerah irigasi dan
juga berpengaruh pada panjang dan lintasan jaringan irigasi sintetik yang
terbentuk. Kesalahan dapat jugan terjadi karena interpolasi dan ketelitian data,
misalnya kemiringan yang didapatkan dari turunan Data Ketinggian Digital
(DEM) pada lahan pertanian dengan penanganan lahan tertentu.
III.3 Desain Sistem Pakar
Pengembangan sistem pakar yang akan dibangun merupakan pengembangan
berdasarkan GRID. Peubah pengembangan sistem pakar irigasi direpresentasikan
dalam grid-grid bujur sangkar. Peubah yang digunakan sebagai masukan
pengembangan sistem pakar irigasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu peubah
statik dan peubah dinamik. Peubah statik dianggap tidak berubah terhadap waktu
yang meliputi kemiringan tanah, sedangkan peubah dinamik dianggap berubah
terhadap waktu yaitu basis pengetahuan dan basis data. Peubah basis pengetahuan
82
dan basis data dapat dinyatakan dalam waktu sistem perencanaan, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar III.2.
Peta TopografiBreak LineSpot Height
Peta Penggunaan LahanPeta Karakteristik TanahPeta Jalan, Jembatan,
Pemukinan, Sungai, Rawa,Dan Peta Jalan Kereta Api
Rule Base
Basis PengetahuanBasis Data
Aktif atau TidaknyaTombol Perancangan
Skema Jaringan
Penetuan Jenis Pintu,Jumlah Pintu,Bukaan Pintu
Slope dan Arah Aliran
Hasil Akhir Daerah IrigasiDan Verifikasi Langan
PengolahanDEM
Mesin inferensiPemilihan Bangunan
AnalisisSpasial
Mesin Inferensi
Statik Semi Dinamik Dinamik
Data
PengolahanData
ModelSimulasi
ParameterSistem
PerhitunganNumerik
Hasil danVisualisasi
Gambar III.2 Rancangan model dan peubah pengembangan sistem pakar irigasi
dan aliran data sampai penyajian informasi atau hasil
III.4 Konsep Dasar Integrasi
Konsep dasar integrasi pengembangan sistem pakar dan GIS yang akan
dikembangkan adalah bangunan-bangunan utama dalam irigasi teknis.
Pengembangan sistem pakar merupakan simplikasi proses irigasi dengan
penekanan pada fungsi dan dinamika dengan unsur dasarnya adalah bangunan.
Sedangkan GIS adalah suatu sistem yang mampu menangkap, memanipulasi,
memproses dan menayangkan data keruangan, dengan penekanan pada
83
penyebaran dan hubungan keruangan, dengan unsur dasarnya adalah obyek
keruangan.
Tingkat integrasi dan perangkat lunak yang digunakan, ditentukan dan dipilih
secara flesibel dengan mengacu pada prinsip kebutuhan pengembangan sistem
pakar jaringan irigasi dan ketersediaan GIS (Gambar III.3). Dalam
pengembangan sistem pakar, dibutuhkan data, basis pengetahuan, domain dan
hasil. Sedangkan GIS menyediakan data, analisis (menangkap, memanipulasi,
memproses dan menayangkan) dan perangkat lunak keruangan.
Gambar III.3. Konsep Integrasi Model Sistem Pakar – GIS
Pengembangan sistem pakar dan GIS dibuat dalam satu kesatuan perangkat lunak,
sehingga antara keduanya menjadi tidak terpisahkan (Gambar III.4). Sistem ini
dikelompokan dalam tiga subsistem, yaitu pengolaan data basis pengetahuan,
basis data dan rule base, dan pengolaan GIS kedalam sistem pakar, dan model
rancangan interaktif dan tayangan. Dimana diantara tiga sub sistem ini dapat
saling bertukar (sharing) data, fungsi-fungsi dan prosedur-prosedur.
84
Gambar III.4. Model Sistem Pakar Jaringan Irigasi
Kedalaman integrasi (Gambar III.5), memungkinkan adanya sharing data, fungsi-
fungsi dan prosedur-prosedur antara GIS dan pengembangan sistem pakar.
Fungsi dan prosedur hidro-spasial artinya dalam suatu fungsi atau suatu prosedur
dapat saling tukar data spaial atau data irigasi dan dalam fungsi atau prosedur
tersebut dapat digunakan fungsi atau prosedur GIS atau model.
Data, fungsi dan prosedur, baik GIS, model ataupun hidro-spasial dapat
digunakan atau dijalankan dalam suatu proses pengembangan sistem pakar irigasi,
sehingga hasil pengembagan sistem pakar irigasi baik itu pemukiman, jalan lain,
jalan utama, sungai dapat disajikan secara dinamik dalam lapis-lapis peta.
85
Gambar III.5. Kedalaman Integrasi sampai pada
pertukaran data, fungsi dan prosedur.
III.5 Perangkat Lunak yang Digunakan
Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan, analisis dan simulasi
menggunakan perangkat lunak paket berbasis GIS atau membangun sendiri
dengan kode program komputer yang dapat mengoperasikan modul yang berbasis
GIS juga. Untuk keperluan digitasi, konversi, pengolahan peta dan ekstraksi
parameter irigasi digunakan Arc-Info, Arc-View dan Auto-Cad. Sedangkan
dalam penggabungan beberapa parameter irigasi seperti misalnya, ukuran grid,
kemiringan, arah aliran, penyebaran bangunan, petak sawah dan penarikan saluran
dalam suatu data yang siap digunakan dalam proses pengembangan sistem pakar
jaringan irigasi digunakan perangkat lunak yang dibangun sendiri dengan nama
SPJI-ITB (Sistem Pakar Jaringan Irigasi). Demikian juga dengan perangkat lunak
yang digunakan untuk perhitungan numerik dan simulasi penyebaran bangunan ,
86
petak sawah, penarikan saluran dan akumulasi arah aliran dalam skema jaringan
irigasi digunakan juga perangkat lunak yang dibangun sendiri dengan
menggunakan kode program komputer Visual Basic 6.0 yang dapat
mengoperasikan Modul Map Object. Sketsa proses pengolahan peta, analisis dan
proses simulasi dan penggunaan perangkat lunak dijelaskan pada Gambar III.4.
AnalisisSpasial
Merger Ekstraksi
Vektor - Raster
Model GIS
Dijitasi
Merger
Data
SlopeA.Alir
Land Use
InspraStruktur
PetaAnalog
Arc Info, ArcView,Auto Cad
Basis Data dan Basis Pengetahuan Bangunan
Irigasi
Model Sistem Pakar JaringanIrigasi Berbasis Spatial
Sistem PakarJaringan Irigasi – ITB
(Visual Basic–MapObject)
Keterangan :
Gambar III.4. Perangkat lunak yang digunakan dalam
pengolahan data dan integrasi model-SIG
III.6 Tayangan Dinamik
Studi aspek dinamik entitas spasial atau propertasnya menjadi makin penting
sebagai pemodelan perubahan secara spasial dan temporel dalam kejadian sumber
daya air menjadi lebih vital untuk tujuan-tujuan manajemen.
Seperti telah disinggung di atas, program komputer yang digunakan dalam
pengembangan fungsi-fungsi dan prosedur-prosedur (subroutines) GIS adalah
MapObjects Versi 2.1 Evaluasi Editioan dari ESRI, yang dapat di-down load
lewat internet. MapObjects ini dapat dijalankan melalui Visual Basic 6.0 sebagai
salah satu komponennya. Komponen ini dapat menyediakan obyek peta yang
didalamnya terdiri dari lapis-lapis tayangan seperti pada Gambar III.5
87
Gambar III.6. Lapis-lapis tayangan dan kontrol obyek peta pada MapObjects.
88
III.7 Pengumpulan Data
III.7.1 Pemilihan lokasi studi
Dalam perencanaan suatu jaringan irigasi perlu adanya keterangan mengenai
kesuburan tanah, potensi air yang ada, keadaan ekonomi penduduk, jumlah tenaga
kerja, dan lain-lain. Penting pula dalam perencanaan adalah peta topografi, karena
dengan peta ini dapat di tentukan letak bendungan, batas-batas daerah yang akan
diairi, jalan, sungai, saluran-saluran pengangkut, jalan-jalan umum, tinggi tanah
pertaniaan, tanggul-tanggul yang telah ada, dan sumber-sumber air, serta batas
daerah aliran sungai.
Peta topografi yang di pakai adalah dengan skala 1 : 250000 dengan interval
kontur 50 m sebagai survei pendahuluan. Peta-peta detail serta batas lokasi di
pakai peta dengan skala 1 : 5000. Lokasi dipilih pada Daerah Kabupaten Subang
yang terletak pada posisi geograpinya dibagian Utara Propinsi Jawa Barat, pada
kordinat antara 107” 31’ – 107” 54’ Bujur Timur dan 6” 11’ – 6” 40’ Lintang
Selatan, dengan Luas Wilayah 205.176 ha atau 2.051 km2 atau 4.64 % dari luas
Propinsi Jawa Barat, merupakan data Pemerintah Kabupaten Subang Badan
Perencanaan Daearah tahun 2002.
Bagian daerah yang akan diairi meliputi daerah pertanian yang luasnya 5549 ha,
termasuk daerah yang cukup subur dan cocok untuk tanaman padi dan palawija.
Air yang tersedia di Kabupaten Subang pada jaringan irigasi Cileuleuy cukup
baik dan tidak membahayakan bagi tanaman, serta sanggup mengairi daerah
irigasi, baik dimusim hujan maupun musim kemarau. Disamping itu mata
pencarian pokok penduduk setempat mayoritas petani. Pada daerah perencanaan
jaringan irigasi ini terdapat pada ketinggian + 90 meter dari permukaan laut (dpl),
dengan kemiringan medan 1 % - 2 % dan juga merupakan keinginan masyarakat
sebagai pemilik lahan. Dengan kondisi tersebut di atas, maka daerah tersebut di
atas cukup baik untuk di tempatkan suatu jaringan irigasi teknis agar dapat
meningkatkan hasil produksi padi dan juga dapat di tanam sepanjang musim.
89
III.7.2 Peta Kabupaten Subang
Gambar III.2. Peta Kabupaten subang (P.D. Kabupaten Subang, 2002).
III.7.3 Bentuk Data Hidrologi Untuk Irigasi
Bentuk data hidrologi untuk irigasi yang dikaji dalam bagian ini, meliputi bagian
data hidrologi yang berhubungan dengan irigasi. Dalam data hidrologi ini,
menyangkut bentuk data yang diperlukan untuk perhitungan evapotranspirasi,
meliputi data temparatur, kelembaban, radiasi sinar matahari. kecepatan angin,
dan penguapan. Data tersebut di sini di dapat dari data harian, selanjutnya
besarnya kondisi evapotranspirasi digunakan untuk menghitung kebutuhan air
tanaman yang didasarkan pada data bulanan.
90
Dari data klimatologi ini terdapat data yang tidak dapat dipergunakan secara
langsung sebagai input data untuk perhitungan, tetapi harus digolongkan terlebih
dahulu menurut tingkatan yang secara umum dipakai untuk penggolongan data
klimatologi yang berpedoman pada Food and Agriculture Organization (F.A.O)
Irrigation and Drainage Paper 24.
Data klimatologi yang diperlukan untuk perhitungan besarnya evapotranspirasi,
meliputi data temperatur, kelembaban, radiasi sinar matahari, dan kecepatan
angin. Data yang tersedia disini adalah data harian, kemudian diolah menjadi data
bulanan, selanjutnya besar kondisi evapotranspirasi di dasarkan pada data
bulanan. Dari data klimatologi ini terdapat data yang tidak dapat dipergunakan
secara langsung sebagai input untuk data perhitungan, tetapi harus di golongkan
terlebih dahulu menurut tingkatan.yang secara umum dipakai untuk penggolongan
data klimatologi.
III.7.3.1 Data Temperatur
Kondisi temperatur yang telah diperoleh maka secara umum dapat digolongkan
menjadi tiga katagori :
- panas (hot) bila T mean > 30o C
- sedang (medium) bila T mean 15o C sampai 30o C
- dingin (cold) bila T mean < 1o C
III.7.3.2 Data Kelembaban Relatif Minimum (RH min)
Kelembaban relatif minimum adalah angka kelembaban yang paling rendah yang
pernah terjadi. Kelembaban relatif minimum dipakai untuk perhitungan kondisi
evapotranspirasi dengan metode Blaney criddle dalam hal ini digolongkan
menjadi tiga kategori :
- rendah (low) bila RH min < 20 %
- sedang (medium) bila RH min 20 % sampai 50 %
- tinggi (high) bila RH min > 50 %
91
III.7.3.3 Data Kelembaban Relatif Rata-rata (RH mean)
kelembaban relatif rata-rata dipakai untuk perhitungan kondisi evapotranspirasi
dengan metode Penman, metode Radiasi dan metode Pan Evaporasi.
Untuk metode radiasi maka kelembaban relatif rata-rata dipakai untuk perhitungan
radiasi evapotranpirasi :
- rendah (low) bila RH mean < 40 %
- rendah sampai sedang (low sampai medium) bila RH mean 45 %
sampai 55 %
- sedang sampai tinggi ( medium sampai high) bila RH mean 55 %
sampai 70 %
- tinggi (high) bila RH mean > 70 %
Untuk metode Pan Evaporasi, maka kelembaban relatif rata-rata digolongkan
menjadi tiga kategori :
- rendah (low) bila RH mean < 40 %
- sedang (medium) bila RH mean 40 % samapai 70 %
- tinggi (high) bila RH mean > 70 %
III.7.3.4 Data Kecepatan Angin
Secara umum kondisi mengenai kecepatan angin dapat digolongkan menjadi
empat kategori :
- lemah (high) bila kecepatannya < 2 m/dt atau < 175 km/hari
- sedang (moderate) bila kecepatannya 2 m/dt sampai dengan 5 m/dt
atau 175 km/hari sampai dengan 425 km/hari
- kuat (strong) bila kecepatannya > 5 m/dt samai dengan 8 m/dt atau
425 km/hari sampai dengan 700 km/hari
- sangat kuat (very strong) bila kecepatannya > 8 m/dt atau 700
km/hari
92
III.7.3.5 Data Radiasi Sinar Matahari
Untuk perhitungan kondisi evapotranpirasi dengan metode Blaney Criddle, maka
perbandingan antara lama penyinaran matahari yang terjadi (n) dengan lama
penyinaran maksimum (N) dalam sehari digolongkan menjadi tiga kategori :
- rendah (low) bila n/N < 0,6
- sedang (medium) bila n/N 0,6 sampai 0,8
- tinggi (high) bila n/N > 0,8
- bila n/N antara 0,6 sampai 0,8 berarti 40 % dalam sehari diliputi
oleh mendung.
III.7.3.6 Data Curah Hujan
Kondisi curah hujan yang ada hanya dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
periode waktu yang berlaku bagi musim hujan maupun musim kemarau. Kondisi
curah hujan yang ada digolongkan dalam lima kategori berdasarkan hubungan
antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan sebagai berikut :
- hujan sangat lemah > 0,02 mm/min
- hujan lemah 0,02 sampai 0,05 mm/min
- hujan normal 0.05 sampai 0.25 mm/min
- hujan deras 0,25 sampai 1,00 mm/min
- hujan sangat deras > 1,00 mm/min
III.8 Bentuk Data Perencanaan Bangunan Irigasi
Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan irigasi terdiri dari :
- data debit untuk petak sawah yang melewati saluran pembawa primer
- data debit untuk petak sawah yang melewati saluran pembawa sekunder
- data debit untuk petak sawah yang melewati saluran pembawa tersier
- kemiringan dasar saluran
- kecepatan aliran di dalam saluran
93
III.9 Pengolahan Data Perencanaan
Pada daerah pembuatan rencana jaringan irigasi, maka diperlukan data-data pokok
sebagai berikut :
a. Petak-petak sawah dari daerah irigasi yang bersangkutan lengkap dengan
garis tinggi serta tata guna tanah atau tata guna lahan, batas-batas desa,
saluran-saluran, dan bangunan yang telah ada, dan sebagainya.
Keadaan daerah Skala Interval contour
Daerah datar 1 : 5000 0.25 m – 0.5 m (kemiringan 1 %)
Daerah bergelombang 1 : 2000 0.5 m (kemiringan 1 % - 2 %)
Daerah pegunungan 1 : 2000 1 m (kemiringan 2 %)
b. Angka kebutuhan air(water manegement) bagi tanaman padi di daerah
irigasi yang bersangkutan.
c. Kondisi medan pada daerah irigasi Cileuleuy Kabupaten Subang tidak
terlalu miring dan bergelombang.
d. Air yang digunakan untuk mengairi sawah tidak mengandung lumpur dan
tidak berbahaya terhadap tanaman.
e. Keadaan air pada jaringan utama pada musim kemarau dapat terpenuhi
sesuai dengan debit andalan.
Jelas dalam hal ini selain data-data pokok tersebut di atas, ada pula beberapa
data-data lain yang dapat membantu dalam pembuatan perencanaan jaringan
irigasi, seperti data-data pemilikan tanah dan lain-lain.
Untuk pembuatan perencanaan jaringan irigasi diperlukan adanya peta situasi
dengan skala 1 : 5000. Ada pula beberapa perencanaan menetapkan skala lain
yaitu : 1 : 2000 atau 1 : 2500, tetapi berdasarkan pengalaman skala 1 : 5000
sudah cukup memadai, meskipun demikian peta situasi skala 1 : 2000 atau 1 :
2500 sangat dikehendaki, tetapi dalam hal-hal tertentu peta situasi dengan
skala yang lebih kecil dapat pula dipakai, namun tergantung keperluan dan
tingkat ketelitian pekerjaan yang akan dilaksanakan. Peta situasi yang ideal
untuk pembuatan disain jaringan irigasi adalah foto udara yang dilengkapi
dengan garis-garis kontur. Dari hasil pemotretan udara sesuai dengan daerah
94
setempat yang memberikan gambaran dengan tepat bentuk petak sawah,
sesuai dengan peta situasi sehingga memudahkan di dalam menarik trase
saluran yang di rencanakan, untuk daerah irigasi yang telah ada petak
sawahnya sebaiknya digambarkan juga garis-garis petak (pematang).
Untuk memudahkan penggambaran batas petak sawah tersebut sebaiknya
diadakan foto udara dan disusun sedemikian rupa sehingga tersusun menjadi
foto mozaic.
Dengan demikian kita mudah menarik garis trase saluran yang memotong
petak sawah dapat dihindari. Pada daerah yang belum ada petak-petak
sawahnya trase saluran irigasi dapat ditarik sesuai dengan topografi yang ada,
dengan melalui pada daerah tempat yang tinggi sehingga dapat mengairi
tempat-tempat yang lebih rendah. Titik tetap yang ada diperlukan sebagai
dasar dari pada pengukuran trase saluran irigasi. Ketelitian pengukuran sangat
diperlukan, karena sangat menentukan mengalirnya air sampai ke sawah
dengan mengairi setinggi air yang dikehendaki (tinggi genangan 10 cm – 15
cm).
Angka kebutuhan air bagi daerah irigasi yang bersangkutan diperlukan untuk
menghitung kebutuhan air bagi masing-masing petak sawah guna menentukan
dimensi saluran dan bangunan-bangunannya. Angka tersebut di dapat dari
hasil-hasil percobaan lapangan berdasarkan kondisi alamiah yang merupakan
perbandingan debit relatif terhadap luas area palawija atau juga disebut angka
pastian yang dipakai untuk perencanaan jaringan irigasi tersebut.
95
III.10 Peta Situasi Lokasi Studi
Gambar III.3 Peta situasi lokasi studi (P.D. Kabupaten Subang, 2002).
III.11 Persamaan Numerik Untuk Angka Kebutuhan Air.
Untuk merencanakan suatu daerah irigasi perlu diketahui dahulu besarnya
kebutuhan air terhadap masing-masing jenis tanaman yang akan ditanam dan
sekaligus menentukan ukuran bangunan-bangunan air yang harus dibuat. Yang
dimaksud dengan kebutuhan air disini adalah kebutuhan air akibat
evapotranspirasi. Dalam perhitungan evapotranspirasi ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya, antara lain :
96
- suhu udara
- kelembaban tanah
- sinar matahari
Karena banyak faktor yang mempengaruhi lajunya evapotranspirasi, maka untuk
menghitung laju evapotranspirasi tidak dapat diperkirakan dengan teliti dan sulit.
Berdasarkan kriteria analisa hidrologi, maka kita dapat menghitung kondisi
evapotranspirasi acuan (ETo) pada daerah irigasi yang direncanakan pada daerah
sekitar aliran sungai Cileuleuy di daerah Kabupaten Subang Jawa Barat dengan
mempergunakan data-data pada 4 (empat) stasion klimatologi selama 10 tahun
pengamatan. Stasion-stasion tersebut adalah :
a. Stasion Subang
b. Stasion Pagaden
c. Stasion Ciseuti
d. Stasion Dangdeur
Perhitungan ETo terhadap salah satu stasion klimatologi dengan metode Penman.
1. Metoda Penman.
Stasion klimatologi Subang
Lokasi : 6o 30’ LS dan 107o 45’ BT
Tinggi medan : + 90 m
Eto = c [W Rn + (1 - W) 0.27 (1 + 0.01 U2) (ea - ed)] (3.1)
T mean = 25 oC
RH mean = 85 %
RH min = 83.5 %
U = 18 km/jam
Uday/Unight = 2 (diasumsikan sesuai dengan kondisi daerah setempat
kecepatan angin siang malam hari).
n = 6.2 jam/hari
T mean = 25 oC
ea = 31.7 mbar (tabel III.1)
97
ed = ea * RH mean / 100
= 31.7 * 85 / 100
= 26.9 mbar. (tabel III.3)
f (u) = 0.27 ( 1 + U / 100 )
= 0.27 ( 1 + 18 / 100)
= 0.32 (tabel III.2)
Ra = 15.8 mm/hari (tabel III.4)
N = 12.4 jam/hari (tabel III.5)
Rs = ( 0.25 + 0.50 n/N ) * Ra
= ( 0.25 + 0.50 * 0.5 ) * 15.8
= 7.9 mm/hari
Rnl = f( T ) * f( ed ) * f( n/N ) (tabel III.6; III.7; III.8)
= ( 15.65 ) * ( 0.1153 ) * ( 0.55 )
= 0.992
Rns = ( 1 – 0.25 ) * Rs
= ( 1 – 0.25 ) * 7.9
= 5.93 mm/hari
Rn = Rns – Rnl
= 5.93 – 0.992
= 4.933 mm/hari
W = 0.74 (tabel III.9)
c = 1.056 (tabel III.10)
Eto = 4.256 mm/hari
Dimana :
c (Penman) = faktor penyesuaian untuk mengimbangi pengaruh kondisi cuaca
sehari semalam.
ed = tekanan uap air rata-rata aktual (mbar).
ETo = evapotranspirasi acuan (mm/hari).
f(u) = fungsi dari angin.
n = rata-rata penyinaran mata hari (jam/hari).
98
N = lamanya penyinaran matahari maksimum (jam/hari).
Ra = radiasi tambahan pada bumi (mm/hari).
RHmean = kelembaban relatif rata-rata ( % ).
RHmin = kelembaban relatif minimum ( % ).
Rn = radiasi netto (mm/hari).
Rnl = radiasi gelombang panjang netto.
Rns = radiasi gelombang pendek netto.
Tmean = temperatur rata-rata ( o C ).
U = kecepatan angin (km/jam).
Uday = kecepatan angin pada siang hari (km/jam).
Unight = kecepatan angin pada malam hari (km/jam).
W = faktor hubungan antara temperatur dengan ketinggian medan.
Perencanaan suatu daerah pengairan yang baru, maka kebutuhan air dihitung
berdasarakan kondisi daerah setempat dengan melihat akan data-data klimatologi
setempat. Jumlah air yang secara potensial dibutuhkan untuk evapotranspirasi
dengan metoda Penman untuk perhitungan ETo selama 10 (sepuluh) tahun pada 4
(empat) stasion terhadap masing-masing bulan sesuai dengan hasil perhitungan.
Dari perhitungan dengan metoda yang dipakai, maka disini diperoleh nilai ETo
yang dipakai untuk menghitung kebutuhan air dengan mengacu pada metoda
Penman yang merupakan suatu metoda yang tepat dalam menghitung ETo
berdasarkan data-data klimatologi yang lengkap.
99
Tabel III.1. Saturation Vapour Pressure (ea) in mbar as Function of Mean Air Temperature (T) in oC Temperature oC 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ea mbar 6.1 6.6 7.1 7.6 8.1 8.7 9.3 10.0 10.7 11.5 12.3 13.1 14.0