BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Desain ini menggunakan 2 kelompok subyek, kelompok satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Dari desain ini efek suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan dilakukan pengujian dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Juni–Desember 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran dalam proses pembuatan ekstrak. Perawatan dan perlakuan sampel bertempat di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pemeriksaan histopatologis pada sel epitel lambung tikus putih jantan galur Sprague dawley dilakukan di Balai Veteriner Bandar lampung.
13
Embed
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitiandigilib.unila.ac.id/6680/15/BAB III.pdf · dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan
eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Desain ini
menggunakan 2 kelompok subyek, kelompok satu diberi perlakuan
eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi perlakuan
(kelompok kontrol). Dari desain ini efek suatu perlakuan terhadap variabel
dependen akan dilakukan pengujian dengan cara membandingkan keadaan
variabel dependen pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Juni–Desember 2014, bertempat di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas
Padjadjaran dalam proses pembuatan ekstrak. Perawatan dan perlakuan
sampel bertempat di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Pemeriksaan histopatologis pada sel epitel
lambung tikus putih jantan galur Sprague dawley dilakukan di Balai
Veteriner Bandar lampung.
34
B. Sumber Data
Berdasarkan rancangan penelitian, maka sampel (tikus) dalam penelitian ini
berjumlah 30 ekor dan dibagi dalam lima kelompok yang tidak berpasangan,
yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Kelompok
kontrol mendapat pemberian akuades. Kelompok pertama dikenai perlakuan
pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 500 mg/kgBB, kelompok
kedua dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak
1000 mg/kgBB, kelompok ke-3 dikenai perlakuan pemberian ekstrak daun
sambung nyawa sebanyak 1500 mg/kgBB dan kelompok ke-4 dikenai
perlakuan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 2000
mg/kgBB (Gofur et al., 2009).
1. Besar Sampel
Untuk menghitung jumlah sampel yang akan diuji, dapat menggunakan
rumus federer sebagai berikut:
Dari rumus di atas diketahui perhitungan besaran sampel sebagai
berikut: t = 5, maka didapatkan:
(n-1)(t-1) ≥ 15
(n-1)(5-1) ≥ 15
(n-1)4 ≥ 15
(4n-4) ≥ 15
4n ≥ 19
(n-1)(t-1) ≥ 15
35
n ≥ 19/4
n ≥ 4.75
n ≥ 5
Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa sampel yang digunakan
pada penelitian ini berjumlah 5 ekor per kelompok. Maka jumlah sampel
yang digunakan unutuk percobaan ini adalah sebanyak 25 ekor tikus.
Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan sehingga jumlah
sampel menjadi 6 ekor per kelompok. Jadi jumlah sampel seluruhnya
adalah 30 ekor.
2. Kriteria sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan
(Sprague dawley) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
a. Tikus putih jantan dewasa (Sprague dawley)
b. Umur 8 minggu
c. Berat badan tikus 180 – 200 gram
d. Kesehatan umum baik
Kriteria ekslusi: Tikus sakit
Kriteria drop out: Tikus mati saat penelitian
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas: Ekstrak daun sambung nyawa 500 mg/kgBB, 1000
mg/kgBB, 1500 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB.
36
2. Variabel Tergantung: Gambaran histopatologis lambung tikus putih.
3. Variabel terkendali:
a. Galur tikus: Tikus putih (Sprague dawley)
b. Umur tikus: 8 minggu
c. Jenis kelamin tikus: Jantan
d. Berat badan tikus: 180 - 200 gram
e. Jenis makanan tikus: Pellet broiler-11 dan air
37
D. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional
Variabel Definisi Skala
Dosis ekstrak
etanol 96 %
daun sambung
nyawa
Gambaran
histopatologi
lambung tikus
Dosis efektif tengah ekstrak etanol daun
sambung nyawa adalah 200 mg/KgBB.
Kelompok I (kontrol negatif)=pemberian
aquadest
Kelompok II (perlakuan coba)=pemberian
ekstrak etanol daun sambung nyawa 500
mg/KgBB
Kelompok III (perlakuan coba)=pemberian
ekstrak etanol daun sambung nyawa 1000
mg/KgBB.
Kelompok IV (perlakuan
coba)=pemberian ekstrak etanol daun
sambung nyawa 1500 mg/KgBB
Kelompok V (perlakuan coba)=pemberian
ekstrak etanol daun sambung nyawa 2000
mg/KgBB.
Gambaran kerusakan lambung tikus dilihat
dengan melakukan pengamatan sediaan
histopatologi menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 40x pada 10 lapang
pandang, kerusakan lambung ditandai dengan
adanya deskuamasi, erosi epitel mukosa, dan
ulserasi epitel lambung. Kerusakan tiap
lapangan pandang dinilai berdasarkan skor
Barthel Manja
0. Tidak ada perubahan patologis
1. Kongesti pembuluh darah
2. Inflamasi
3. Degenerasi sel epitel (Astri et al.,
2012).
Ordinal
Numerik
38
E. Bahan dan alat penelitian
1. Bahan – bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:
1. Tikus putih jantan galur Sprague dawley
2. Ekstrak daun sambung nyawa (500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB,
1500 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB)
3. Pakan standar mencit
4. Aquadest
5. Bahan untuk pembuatan preparat histopatologi
2. Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Kandang mencit dan perlengkapannya
2. Sonde lambung
3. Seperangkat alat bedah minor untuk pengambilan organ tikus
4. Alat untuk pembuatan preparat histopatologi
5. Mikroskop
F. Jalannya Penelitian
1. Metode Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambung nyawa
Daun sambung nyawa dibersihkan dengan air mengalir dan setelahnya
ditiriskan. Kemudian dijemur dengan ditutupi kain berwarna gelap
untuk menghindari kontak langsung dengan matahari. Setelah
didapatkan daun yang kering, kemudian daun dibuat serbuk dan diayak
hingga diperoleh serbuk daun sambung nyawa. Sebanyak 500 gram
39
serbuk diekstrak dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol
96% sebanyak 1,5 L. Pengadukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada pagi dan sore hari, setelah 3 x 24 jam dilakukan penyaringan.
Ampas proses tersebut kembali dimaserasi dengan pelarut etanol 96%
sebanyak 1,5 L. Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan kemudian diendapkan, lalu disaring untuk
selanjutnya diuapkan dengan pengurangan tekanan menggunakan
rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Gofur et al., 2009).
2. Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Daun Sambung nyawa.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Gofur et al. (2009), yang
menyatakan bahwa dosis 350 dan 700 mg/kgBB telah terbukti efektif
dalam menghambat pertumbuhan sel kanker maka dosis yang akan
digunakan pada penelitian diambil dari pertengahan dosis efektif yaitu
500mg/KgBB. Dosis untuk kelompok perlakuan kedua yang akan
digunakan yaitu 500mg/kgBB kemudian dosis kelompok perlakuan
ketiga hasil pengalian 2x dari dosis kedua, yaitu 1000 mg/kgBB,
sedangkan dosis kelompok perlakuan keempat adalah hasil pengalian
1,5x dari dosis kedua yaitu 1500 mg/kgBB, dan dosis kelompok
perlakuan kelima merupakan hasil pengalian 4x dosis kedua yaitu 2000
mg/kgBB (Gofur et al., 2009).
a. Dosis untuk tiap tikus kelompok II
500 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 100 mg
b. Dosis untuk tiap tikus kelompok III
40
1000 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 200 mg
c. Dosis untuk tiap tikus kelompok IV
1500 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 300 mg
d. Dosis untuk tiap tikus kelompok V
2000 mg/KgBB x 0,2 Kg(berat tikus) = 400 mg
Volume ekstrak etanol daun sambung nyawa diberikan secara peroral
sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan kepada
tikus mengingat bahwa volume maksimum dari lambung tikus adalah 3
sampai 5 ml. Apabila pemberian ekstrak melebihi volume maksimum
lambung tikus maka akan menyebabkan dilatasi lambung tikus akut
yang kemudian akan menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan,
2006). Ekstrak etanol daum sambung nyawa akan disuspensikan dalam
aquades dengan suspensi agent CMC Na 0,5% kedalam mortir (Gofur
et al., 2009).
Larutan aquades yang perlu ditambahkan adalah sebanyak 200 ml,
maka ekstrak yang perlu ditambahkan adalah sebesar:
a. Untuk dosis 100 mg tiap 1 ml pada kelompok II
=
x = 20.000 mg
x = 20 gr
maka ekstrak yang perlu ditambahkan dalam 200 ml aquades
adalah 20 gr
b. Untuk dosis 200 mg tiap 1 ml pada kelompok III
41
=
X= 40.000 mg
X = 40 gr
maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades
adalah sebanyak 40 gr.
c. Untuk dosis 300 mg tiap 1 ml (kelompok IV)
=
X= 60.000 mg
X = 60 gr
maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades
adalah 60 gr.
d. Untuk dosis 400 mg tiap 1 ml (kelompok V)
=
X= 80.000 mg
X = 80 gr
maka ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades
adalah 80 gr.
3. Pengamatan
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 6 ekor setiap
kelompoknya. Kelompok perlakuan pertama hanya diberi aquadest.
Kelompok perlakuan kedua dilakukan pemberian ekstrak daun
sambung nyawa sebanyak 500 mg/kgBB, kelompok perlakuan ketiga
42
dilakukan pemberian ekstrak daun sambung nyawa sebanyak 1000
mg/kgBB, kelompok perlakuan keempat dilakukan pemberian ekstrak
daun sambung nyawa sebanyak 1500 mg/kgBB, dan kelompok
perlakuan kelima diberi ekstrak sambung nyawa 2000 mg/kgBB.
Pemberian ekstrak pada kelompok perlakuan satu sampai dengan
empat adalah 3 kali dalam seminggu. Perlakuan tersebut dilakukan
selama 2 minggu. Pada hari keempat belas, semua hewan percobaan
dieliminasi dengan anastesi menggunakan chloroform. Selanjutnya
diproses dengan metode baku histologi, setelah itu dilakukan
pemeriksaan mikroskopis sesudah dilakukan pembuatan preparat
sesuai prosedur. Setiap mencit dibuat preparat lambung dan tiap
preparat dibaca dalam 5 lapangan pandang yaitu keempat sudut dan
bagian tengah preparat dengan perbesaran 100x dan 400x dengan
batasan jumlah sel 20 sel tiap lapang pandang. Sasaran yang dibaca
adalah perubahan struktur histologis mukosa yang mengalami erosi
pada lambung mencit karena sel epitel lambung peka terhadap
keadaan lingkungan pada lumen lambung.
G. Analisis data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut
1. Analisis Deskriptif
2. Uji Shapiro-Wilk, uji ini untuk mengetahui apakah data sudah
terdistribusi secara normal atau belum. Uji ini dilakukan apabila jumlah
sampel <50. Apabila data belum terdistribusi secara normal, maka perlu
ditranformasikan terlebih dahulu.
43
3. Uji varians dengan Levene’s test. Uji ini bertujuan untuk menguji
apakah dua atau lebih kelompok data mempunyai varian data yang
sama atau tidak.
4. Uji Efek Perlakuan
Apabila data memenuhi syarat (terdistribusi normal dan varian data
sama) maka, digunakan uji statistik parametrik yaitu One Way Anova.
Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal atau varians
tetap tidak sama, maka alternatifnya dipilih uji Kruskal-Wallis.
Jika pada uji One Way Anova menghasilkan nilai p<0,05, maka dilanjutkan
dengan melakukan analisis Least Significant Difference – test (LSD) Post
Hoc Test untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara
bermakna. Apabila menggunakan uji Kruskal-Wallis dan menghasilkan
nilai p <0,05, maka lanjutkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney
Test untuk melihat kelompok yang berbeda secara bermakna.
44
Gambar 7. Rancangan Penelitian.
Populasi
Sampel
Random
Alokasi
Kelompok
I kontrol
6 ekor
tikus putih
Perlakuan
pada
kelompok I
kontrol
diberikan
akuades 1
ml
Selama 2
minggu
kelompok II
perlakuan
6 ekor tikus
putih
Perlakuan
pada
kelompok
II (ekstrak
daun
sambung
nyawa 500
mg/kgBB)
selama 2
minggu
kelompok
III
perlakuan 6
ekor tikus
putih
Perlakuan
pada
kelompok III
(ekstrak
daun
sambung
nyawa 1000
mg/kgBB)
selama 2
minggu
kelompok
IV
perlakuan
6 ekor
tikus putih
Perlakuan
pada
kelompok
IV (ekstrak
daun
sambung
nyawa
1500
mg/kgBB)
selama 2
minggu
kelompok
V perlakuan
6 ekor tikus
putih
Perlakuan
pada
kelompok
V (ekstrak
daun
sambung
nyawa
2000
mg/kgBB)
selama 2
minggu
Fase Adaptasi 4-7 hari
Pada hari ke-14 mencit di terminasi dan kemudian dibuat preparat
histopatologis organ lambung
Analisis hasil
45
H. Etika Penelitian
Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Peneletian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan perinsip 3R dalam
protokol, yaitu:
1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan
sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengamatan terdahulu
maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak
dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan
jaringan.
2. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian
sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal.
3. Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara
manusiawi memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan,
serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin
kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian (Ridwan, 2013).