BAB III METODE PERMUKAAN RESPON 3.1 Pendahuluan Pengkajian pada suatu proses atau sistem sering kali terfokus pada hubungan antara respon dan variabel masukannya (input). Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan respon atau untuk memahami inti dari proses itu sendiri (Jeff Wu,2000:387). Metode permukaan respon yang dikemukakan oleh Box dan Wilson pada tahun 1950, merupakan salah satu alat yang efektif untuk mengkaji hubungan antara respon dan variabel input tersebut (Kleijnen,2008). Metode permukaan respon atau yang sering disingkat RSM (Response Surface Methodology) adalah teknik matematika dan statistika yang berguna untuk memodelkan dan menganalisis data dimana respon yang diteliti dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan untuk mengoptimalkan respon (Montgomery, 2001:427). Hubungan antara respon y dan variabel input x adalah: = , ,.., + dimana: = variabel respon = variabel bebas/ input ( i = 1, 2, 3,...., k ) ϵ = error Karena bentuk fungsi respon yang sebenarnya tidak diketahui, maka harus ada pendekatan atau hampirannya. Perkiraan model didasarkan pada observasi dari proses atau sistem sehingga dapat membentuk model empirisnya. Sehingga
20
Embed
BAB III METODE PERMUKAAN RESPON - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_mat_045661_chapter3.pdf · merepresentasikan garis-garis yang menunjukkan nilai ekspektasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
METODE PERMUKAAN RESPON
3.1 Pendahuluan
Pengkajian pada suatu proses atau sistem sering kali terfokus pada
hubungan antara respon dan variabel masukannya (input). Tujuannya adalah
untuk mengoptimalkan respon atau untuk memahami inti dari proses itu sendiri
(Jeff Wu,2000:387). Metode permukaan respon yang dikemukakan oleh Box dan
Wilson pada tahun 1950, merupakan salah satu alat yang efektif untuk mengkaji
hubungan antara respon dan variabel input tersebut (Kleijnen,2008).
Metode permukaan respon atau yang sering disingkat RSM (Response
Surface Methodology) adalah teknik matematika dan statistika yang berguna
untuk memodelkan dan menganalisis data dimana respon yang diteliti
dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan untuk mengoptimalkan respon
(Montgomery, 2001:427). Hubungan antara respon y dan variabel input x adalah:
� = ����, ��, . . , �� +
dimana: � = variabel respon
�� = variabel bebas/ input ( i = 1, 2, 3,...., k )
ϵϵϵϵ = error
Karena bentuk fungsi respon � yang sebenarnya tidak diketahui, maka harus
ada pendekatan atau hampirannya. Perkiraan model didasarkan pada observasi
dari proses atau sistem sehingga dapat membentuk model empirisnya. Sehingga
29
digunakan analisis regresi sebagai teknik dalam statistika yang berguna untuk
membangun model empiris yang diperlukan dalam RSM.
Jika respon yang diharapkan diasumsikan sebagai
���� = ����, ��, . . , �� = �, maka permukaannya dilukiskan oleh � =����, ��, . . , �� yang disebut permukaan respon. Permukaan respon ini secara
grafik dapat digambarkan dalam ruang berdimensi (k+1), suatu ruang yang sukar
dilukiskan. Untuk k=2 misalnya, jika �1 menyatakan temperature dan �2 pressure
sedangkan � hasil (troughtout) dari proses kimia �1 dan �2, maka secara umum
diperoleh permukaan respon � = ����, ���. Grafiknya dapat dilukiskan dalam
ruang berdimensi tiga seperti pada Gambar 3.1. Permukaan Respon
merepresentasikan �1 dan �2 berada pada sumbu mendatar yang tegaklurus
dengan ekspektasi dari � (���� = �� = �). Sedangkan Peta kontur
merepresentasikan garis-garis yang menunjukkan nilai ekspektasi � dari yang
minimum hingga maksimum.
345.00
347.50
350.00
352.50
355.00 155.00
160.00
165.00
170.00
175.00
89.4
90.925
92.45
93.975
95.5
Thr
ough
t
Temperature Pressure
30
Gambar 3.1 Dimensi-3 Permukaan Respon (atas) dan Peta Kontur (bawah)
Sementara jika variabel bebasnya lebih dari dua, belum dapat
divisualisasikan kecuali jika dimisalkan bahwa nilai variabel input lainnya
konstan. Oleh karena itu, hubungan antara variabel input dan variabel respon
dapat dinyatakan dalam bentuk regresi, dimana dalam RSM biasanya dilibatkan
lebih dari satu variabel input, sehingga dapat dibentuk menjadi model regresi
multiple atau berganda, baik linier maupun nonlinier. Kedua model regresi
berganda tersebut dapat disebut sebagai model regresi polinomial. Model regresi
polinomial yang digunakan bisa berupa model orde I (model regresi linier
berganda) ataupun model orde II (model regresi kuadrat berganda). Jadi,
walaupun terdapat banyak variabel input dalam suatu eksperimen, hubungan
antara variabel respon dan banyak variabel input dapat dilihat dalam bentuk model
polinomial.
3.2 Eksperimen Metode Permukaan Respon
345.00 347.50 350.00 352.50 355.00
155.00
160.00
165.00
170.00
175.00Throught
Temperature
Pre
ssu
re
90.463690.463691.4362
92.4087
92.4087
93.3813
94.3538
94.3538
5
31
Kebanyakan dalam masalah RSM, eksperimen dilakukan dalam dua tahap
yaitu eksperimen orde I dan eksperimen orde II. Eksperimen orde I merupakan
tahap penyaringan faktor (screening), sedangkan eksperimen orde II merupakan
tahap optimasi (Jeff Wu,2000:390).
Pada tahap pertama fungsi permukaan respon berdasar pada Desain
Faktorial, dengan pendekatan model regresi orde I yaitu
∈++= ∑=
k
iii xy
10 ββ (3.1)
Setelah mendapatkan daerah yang menuju optimum, fase kedua dilakukan
melalui pendekatan polinomial dengan derajat yang lebih tinggi misalnya model
regresi orde II yaitu
∈++++=<==
∑∑∑∑ jiijji
kk
iii
k
iii xxxxy
iββββ .
1
2
10 (3.2)
Kemudian dari model orde II ditentukan titik stasioner, karakteristik
permukaan respon dan model optimasinya.
RSM pada prinsipnya adalah tekhnik yang meliputi Analisis Regresi dan
Desain Eksperimen untuk menyelesaikan masalah optimasi. Adapun langkah-
langkah analisa pengolahan datanya dapat dilihat pada diagram alir gambar 3.2
(Box dan Hunter, 1978:536).
32
Gambar 3.2. Diagram Alir Analisis Pengolahan Data dengan RSM
3.2.1 Eksperimen Orde I
Dalam RSM, dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang-ulang pada
desain yang digunakan untuk perpindahan dari eksperimen orde I menuju
eksperimen orde II. Pencarian tersebut dilakukan jika pada eksperimen orde I
terdapat efek lengkungan, selanjutnya eksperimen orde I digantikan oleh
eksperimen orde II (Jeff Wu,2000:392). Dalam tugas akhir ini akan dibahas salah
33
satu metode untuk melakukan pencarian titik optimum agar mendekati kenyataan,
yaitu Metode Lintas Pendakian Tercuram atau yang lebih dikenal dengan Method
of Steepest Ascent. Sebelumnya, terlebih dahulu dilakukan uji kelengkungan atau
Curvature Check untuk mengetahui kapan waktu mengganti eksperimen orde I ke
eksperimen Orde II.
Desain untuk Mengestimasi Model Orde I
Desain Faktorial 2k dan Desain Fraksional faktorial 2k-p adalah desain yang
sesuai untuk mengestimasi model orde I (persamaan (3.1)). Dalam penggunaan
desain ini, diasumsikan bahwa dari k buah faktor diberi kode -1 untuk level
rendah dan +1 untuk level tinggi.
Uji Kelengkungan
Misalnya eksperimen orde I berdasarkan pada Desain Faktorial 2k, uji
kelengkungan dilakukan dengan metode penambahan titik pusat dengan ukuran nf
dan nc dimana ”f” menandakan desain faktorial dan ”c” menandakan titik pusat.
Pada desain faktorial diberi kode ’–’ untuk level rendah dan ’+’ untuk level
tinggi, sedangkan titik pusat diberi kode ’0’. Misalkan ��� adalah rata-rata sampel
faktorial dan ��� adalah rata-rata sampel pada titik pusat. Selisih dari ��� dan ��� dapat digunakan untuk menguji adanya lengkungan kuadrat. Apabila nilai ��� − ��� kecil, maka titik pusat berada atau dekat pada bidang yang dilewati titik faktorial,
dan pada bidang tersebut tidak terdapat lengkungan kuadrat. Sebaliknya, jika
��� − ��� besar, maka disana terdapat lengkungan kuadrat. Jumlah kuadrat (sum of
square) untuk lengkungan kuadrat dengan dk = 1 adalah (Montgomery, 2001:272)
34
�� = ������������ !��"�� (3.3)
Untuk menguji lengkung kuadrat murni maka nilai ini dibagi dengan nilai
kuadrat tengah (mean of square) eror. Lebih lanjut berdasarkan ANAVA
pengujian tersebut dilakukan dengan menguji hipotesis:
#$: & '((
()� = 0
#�: & '((
()� ≠ 0
Apabila H0 diterima, dapat disimpulkan tidak terdapat lengkungan kuadrat
pada eksperimen sehingga uji kelengkungan tidak signifikan. Ini artinya
eksperimen orde I dapat dilanjutkan dengan metode Steepest Ascent.
Metode Steepest Ascent
Apabila kondisi optimum dari suatu eksperimen adalah nilai maksimum
respon maka metode ini disebut metode Steepest Ascent. Sebaliknya, apabila
kondisi optimum yang diinginkan adalah nilai minimum respon, teknik ini
dinamakan metode Steepest Descent.
Menurut Sudjana (2002:363), dasar kerja dari metode Steepest Ascent
adalah melakukan sebuah eksperimen sederhana pada bagian permukaan respon
yang luasnya sempit, untuk praktisnya bisa dianggap bidang. Kemudian, tentukan
persamaan bidang ini lalu setelah itu eksperimen harus diambil sedemikian rupa
agar bergerak ke arah optimum atau sekitar optimum pada permukaan respon.
Karena eksperimen berikutnya diharapkan bergerak ke arah mendaki paling cepat
menuju titik optimum atau sekitar optimum pada permukaan respon, maka metode
35
ini dinamakan Lintas Pendakian Tercuram atau yang lebih dikenal dengan
Steepest Ascent. Teknik ini tidak menentukan berapa jauh eksperimen berikutnya
dilakukan dari eksperimen awal, namun cukup mengatakan kepada pelaksana arah
mana eksperimen berikutnya harus dilaksanakan.
Efek linier '� pada model regresi orde I (3.1) dapat diestimasi dengan
metode kuadrat terkecil sehingga meminimumkan jumlah kuadrat-kuadrat
kekeliruan ϵ. Model regresi yang telah diestimasi dinyatakan dengan
�, = '-0 + ∑ '-���/�=1 (3.4)
dan permukaan respon orde I, yaitu peta kontur �,, adalah rangkaian garis sejajar
seperti yang dilihat pada gambar 3.3. Arah dari Steepest Ascent adalah arah yang
mana �, naik secara cepat. Arah ini sejajar dengan garis normal pada kontur yang
dinamakan jalur Steepest Ascent (path of Steepest Ascent), dan garis normal ini
memberikan arah untuk melakukan eksperimen berikutnya.
Eksperimen dilakukan sepanjang jalur Steepest Ascent sampai tidak ada lagi
kenaikan yang lebih jauh pada nilai respon yang diobservasi. Jika model orde I
yang baru dianggap cocok, selanjutnya jalur Steepest Ascent yang baru juga
ditentukan, maka prosedur dilanjutkan ke prosedur berikutnya. Hasilnya,
eksperimen tersebut akan sampai pada daerah sekitar optimum.
36
Gambar 3.3 Permukaan respon Orde I dan Jalur Steepest Ascent
Dengan mengasumsikan titik �1 = �2 = ⋯ = �/ = 0 adalah titik asal,
algoritma dalam menentukan koordinat titik pada jalur Steepest Ascent adalah :
(Montgomery, 2001:435)
1. Pilih suatu ukuran langkah dari salah satu variabel proses, katakanlah ∆�2. Variabel yang dipilih adalah variabel yang memiliki koefisien mutlak
regresi terbesar 3'-23. 2. Ukuran langkah dari variabel proses yang lainnya adalah
∆�� = '-�'-2/∆�2 � = 1, 2, … , /; � ≠ 2 3. Ubah ∆�2 dari variabel kode menjadi variabel aktual.
3.2.2 Eksperimen Orde II
Ketika eksperimen orde I telah menunjukkan tidak cukup cocok pada
daerah eksperimen baru, pendekatan model regresi orde II (3.2) mulai dipakai.
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, model orde II yang telah