-
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam rangka menjawab persoalan penelitian yang telah
dikemukakan, maka digunakan metode penelitian kuantitatif.
Penelitian ini
menurut tingkat eksplanasinya termasuk dalam penelitian
kausalitas, karena
penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai
hubungan
kausalitas antar satu atau beberapa variabel dengan satu atau
beberapa
variabel lainnya (Sugiyono, 2013). Berdasarkan model penelitian
yang
dikembangkan ini diharapkan dapat lebih menjelaskan lagi
hubungan
kausalitas antar variabel yang dianalisis, dan sekaligus dapat
membuat
implikasi penelitian yang berguna untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
serta sebagai suatu metode dan teknik bagi pemecahan masalah
yang ada di
lapangan.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk
peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang
serupa yang
menjadi pusat perhatian seorang peneliti, sedangkan sampel
adalah subset
dari populasi (Ferdinand, 2013). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh
pemilik usaha kain tenun yang berada pada tujuh sentra produksi
di
Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
disesuaikan
dengan metode analisis yang digunakan yaitu Structural Equation
Model
(SEM). Dalam metode SEM, jumlah sampel yang dibutuhkan paling
sedikit 5
kali jumlah variabel indikator (Ferdinand, 2014). Adapun jumlah
indikator
dalam penelitian ini sebanyak 15 indikator, sehingga minimal
dibutuhkan 15
x 5 atau 75 sampel. Namun dalam pengujian Chi Square model SEM
sangat
-
36
sensitif dengan jumlah sampel, sehingga sampel penelitian ini
akan
membutuhkan mengacu pada kriteria yang diusulkan oleh Hair et
al.
(2010:637) yaitu dengan teknik Maximum Likelihood Estimation
(MLE).
Jumlah sampel yang baik menurut MLE berkisar antara 100-200
sampel.
Oleh karena itu jumlah sampel yang diharapkan minimal 100 sampel
dan
maksimum 200 sampel.
Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan non-probablity
sampling karena tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap
anggota populasi untuk menjadi sampel (Sugiyono, 2013).
Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Metode
Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel yang
dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti
(Ferdinand, 2013).
Adapun kriteria pemilik usaha kain tenun yang akan dijadikan
sampel
dalam penelitian ini adalah pemilik usaha kain tenun yang
menggunakan
hutang sebagai salah satu sumber pendanaan usaha. Oleh karena
itu, setiap
pemilik usaha kain tenun yang ditemui peneliti, akan ditanyakan
terlebih
dahulu apakah mereka menggunakan hutang dalam menjalankan
usahanya
atau tidak. Jika menggunakan hutang dan bersedia memberikan
informasi
lain yang dibutuhkan peneliti, maka akan dijadikan sampel.
Tetapi bila
pemilik usaha yang ditemui tidak menggunakan hutang dalam
usahanya,
maka akan dilewati. Demikian seterusnya sampai memenuhi jumlah
sampel
minimal.
3.2. Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel yaitu sikap
terhadap
hutang, norma sosial, kontrol perilaku yang dipersepsikan, niat
berhutang,
dan keputusan hutang.
-
37
3.2.1. Sikap terhadap Hutang
Sikap terhadap hutang adalah evaluasi pemilik usaha untuk
mendukung atau tidak mendukung dalam berhutang (Ajzen, 2005).
Ajzen
(2006) menyatakan bahwa sikap individu dapat dinyatakan dalam
dimensi
berpasangan seperti baik-buruk, nyaman-tidak nyaman,
berbahaya-
bermanfaat, dan bernilai-tidak bernilai.
Penelitian ini akan mengadaptasi indikator yang dikembangkan
oleh
Koropp et al. (2013, 2014) yang meneliti sikap pemilik usaha
terhadap
pengambilan keputusan hutang dalam perusahaan keluarga, yang
memiliki
tingkat reliabilitas α=0,95. Indikator yang digunakan
disesuaikan dengan
karakteristik pemilik usaha mikro yaitu a) Menggunakan hutang
merupakan
ide yang baik bagi usaha, b) Menggunakan hutang dapat
menguntungkan
bagi usaha, dan c) Menggunakan hutang merupakan tindakan yang
bijaksana.
3.2.2. Norma Sosial
Norma sosial adalah pengaruh dari lingkungan sosial yang
dipersepsikan oleh individu akan mendukung atau tidak terhadap
suatu
perilaku (Ajzen, 1991; 2005). Dalam konteks berhutang,
lingkungan sosial
dapat berupa pihak-pihak yang memberikan pengaruh bagi pemilik
usaha
yang akan mempengaruhi niat untuk berhutang (Pennings et al.,
2003; Hailu
et al., 2005; Espel et al., 2009). Hailu et a.l (2005) yang
meneliti tentang niat
manajer dan direktur terhadap pendanaan hutang jangka panjang
untuk
ekspansi bisnis mengidentifikasi pihak yang berpengaruh adalah
kolega,
pemegang saham, manajer senior, direktur utama, pasangan, teman,
dan
orangtua. Espel et al. (2009) yang melakukan studi tentang niat
pemilik usaha
kecil dan menengah terhadap pendanaan modal swasta
mengidentifikasi
pihak yang berpengaruh adalah konsultan eksternal, konsultan
internal,
keluarga, dan teman.
-
38
Dalam penelitian ini, pihak-pihak yang mempengaruhi akan
mengacu
pada kedua penelitian di atas, namun disesuaikan dengan
karakteristik
pemilik usaha mikro yang ada di Sumba Timur yaitu a) keluarga
(pasangan,
orangtua, saudara) mendukung penggunaan hutang; b) Banyak
teman
pengusaha menggunakan hutang; c) Teman mendukung penggunaan
hutang;
dan d) pemerintah setempat mendukung penggunaan hutang.
3.2.3. Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah persepsi pemilik
usaha
mikro tentang kemudahan atau kesulitan akses ke pihak
penyedia
dana/kreditur. Hailu et al. (2005) yang meneliti tentang niat
manajer dan
direktur terhadap pendanaan hutang jangka panjang untuk ekspansi
bisnis
menggunakan indikator: kekuatan pengambilan keputusan, manfaat
dan
resiko, struktur jatuh tempo, sikap pemegang saham, struktur
tingkat bunga,
biaya meminjam, tingkat persaingan, kemungkinan bangkrut, dan
komitmen
finansial pemegang saham. Espel et al. (2009) yang melakukan
studi tentang
niat pemilik usaha kecil dan menengah terhadap pendanaan modal
swasta
menggunakan tiga indikator: jaminan terwujudnya niat, kemampuan
untuk
mendapatkan, dan ketersediaan peluang.
Penelitian ini akan mengacu pada indikator dari kedua
penelitian
tersebut, akan tetapi disesuaikan dengan konteks usaha mikro dan
keputusan
hutang. Kontrol perilaku yang dipersepsikan dalam penelitian ini
dikaitkan
dengan persepsi pemilik usaha terhadap hambatan yang dialami
dalam
mengakses permodalan seperti jaminan, besar atau kecilnya
tingkat bunga
yang ditawarkan, dan aksesibilitas ke kreditur. Oleh karena itu,
indikator
yang akan digunakan yaitu a) Kemampuan untuk menyediakan jaminan
yang
diminta kreditur; b) Kemampuan untuk membayar bunga hutang;
c)
Kemampuan melunasi hutang tepat waktu; d) Kemampuan memiliki
modal
-
39
sendiri yang cukup; e) Kemudahan mendapatkan hutang karena
hubungan
baik.
3.2.4. Niat Berhutang
Niat berhutang adalah keadaan sejauh mana pemilik usaha
termotivasi
untuk menggunakan hutang (Ajzen, 2005). Niat dapat dinyatakan
sebagai
keinginan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Dalam
penelitian
tentang niat manajer dan direktur terhadap pendanaan hutang
jangka panjang
untuk ekspansi bisnis, Hailu et al. (2005) menggunakan dua
indikator yaitu
motivasi persetujuan dan motivasi manfaat yang diperoleh.
Sedangkan Espel
et al. (2009) menggunakan empat indikator dengan tingkat
reliabilitas 0,79
yaitu upaya untuk mendapatkan, niat untuk menggunakan,
relevansi, dan
pertimbangan dalam penelitiannya tentang niat pemilik usaha
kecil dan
menengah terhadap pendanaan modal swasta. Koropp et al. (2014)
yang
melakukan penelitian pada perusahaan keluarga menggunakan 3
indikator “ I
intend to”; I will try to”; I will make an effort to”
Mengacu pada indikator yang digunakan oleh Koropp et al.
(2014)
yang disesuaikan dengan konteks keputusan hutang, maka indikator
niat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah a) Bermaksud untuk
menggunakan
hutang; b) Mencoba untuk menggunakan hutang; c) Berupaya
untuk
menggunakan hutang.
3.2.5. Keputusan Hutang
Keputusan pendanaan yang dilakukan pemilik usaha dapat dilihat
dari
intensitas penggunaan (Espel et al., 2009) dan proporsi
penggunaan (Koropp
et al., 2014). Penelitian ini akan mengacu pada konsep Koropp et
al. (2014)
yang disesuaikan dengan konteks keputusan pemilik usaha mikro,
dimana
keputusan hutang yang dimaksud adalah proporsi penggunaan
hutang.
-
40
Proporsi hutang dalam hal ini adalah proporsi jumlah hutang dari
total modal
yang digunakan pemilik usaha dalam menjalankan usahanya.
Secara ringkas definisi operasional, pengukuran, dan
indikator
variabel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Definisi Operasional, Pengukuran, dan Indikator Variabel
Variabel Definisi
Operasional
Pengukuran Indikator
Sikap
terhadap
hutang
Sikap terhadap
hutang adalah
evaluasi pemilik
usaha untuk
mendukung atau
tidak mendukung
dalam berhutang
(Ajzen, 2005)
Variabel sikap
terhadap hutang
diukur dengan
skala interval dan
mengadaptasi
indikator yang
dikembangkan oleh
Koropp et al., 2013;
2014
1. Menggunakan hutang merupakan ide yang
baik bagi usaha,
2. Menggunakan hutang dapat menguntungkan
bagi usaha,
3. Menggunakan hutang merupakan tindakan
yang bijaksana.
Norma
Sosial
Norma sosial
adalah pihak-pihak
yang memberikan
pengaruh bagi
pemilik usaha
(Pennings et al.,
2003; Hailu et al.,
2005; Espel et al.,
2009)
Variabel norma
sosial diukur
dengan interval dan
mengadaptasi
indikator yang
dikembangkan oleh
Hailu et al., 2005;
Ajzen, 2006; Espel
et al., 2009.
1. Keluarga (pasangan, orangtua, saudara)
mendukung
penggunaan hutang;
2. Banyak teman pengusaha
menggunakan hutang;
3. Teman mendukung penggunaan hutang;
4. Pemerintah setempat mendukung
penggunaan hutang.
-
41
(Tabel 3.1. Lanjutan....)
Variabel Definisi
Operasional
Pengukuran Indikator
Kontrol
perilaku yang
dipersepsikan
Kontrol perilaku
yang
dipersepsikan
adalah persepsi
pemilik usaha
mikro tentang
kemudahan atau
kesulitan akses
ke pihak
penyedia
dana/kreditur
Variabel kontrol
perilaku yang
dipersepsikan
diukur dengan
skala interval
dan
mengadaptasi
indikator yang
dikembangkan
oleh Hailu et
al., 2005; Ajzen,
2006; Espel et
al., 2009
1. Kemampuan untuk menyediakan jaminan
yang diminta kreditur;
2. Kemampuan untuk membayar bunga
hutang;
3. Kemampuan melunasi hutang tepat waktu;
4. Kemampuan memiliki modal sendiri yang
cukup;
5. Kemudahan mendapatkan hutang
karena hubungan baik
Niat
berhutang
Niat berhutang
adalah keadaan
sejauh mana
pemilik usaha
termotivasi untuk
menggunakan
hutang
Variabel niat
berhutang
diukur dengan
skala interval
dan
mengadaptasi
indikator yang
dikembangkan
oleh Koropp et
al., 2014
1. Bermaksud untuk menggunakan hutang;
2. Mencoba untuk menggunakan hutang;
3. Berupaya untuk menggunakan hutang.
Keputusan
Hutang
Keputusan
hutang yang
dimaksud adalah
proporsi
penggunaan
hutang (Koropp
et al., 2014)
Keputusan
hutang diukur
dengan skala
rasio. Proporsi
hutang dalam
hal ini adalah
proporsi jumlah
hutang dari total
modal yang
digunakan
pemilik usaha
dalam
menjalankan
usahanya
Sumber: Dari berbagai literatur
-
42
Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel-variabel di
atas,
kecuali variabel keputusan hutang, akan mengacu pada skala yang
diusulkan
Ajzen (2006) dan digunakan oleh Espel et al. (2009) serta Koropp
et al.
(2014) yaitu skala Likert 7-poin. Rentang skala yang digunakan
yakni dari
poin 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan poin 7 (sangat
setuju).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang
diambil langsung oleh peneliti. Teknik pengumpulan data primer
dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu wawancara (interview),
kuesioner, observasi
(Supramono et al., 2010). Penelitian ini akan menggunakan
teknik
penyebaran kuesioner secara langsung kepada responden
(personally
administrated questionnaraires) karena sampel yang ditentukan
dapat
dijangkau secara personal dan mudah ditemui. Kuesioner yang
digunakan
sebagai instrumen pengumpulan data, berisikan item
pernyataan-pernyataan
yang dikembangkan untuk mengukur variabel-variabel yang
diteliti
(terlampir).
Teknik penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara
menggunakan
enumerator-enumerator yang berasal dari kecamatan tempat usaha
kain
tenun. Alasan menggunakan enumerator dari masyarakat sekitar
usaha kain
tenun karena banyak pemilik usaha kain tenun yang kurang dapat
berbahasa
Indonesia dengan baik, sehingga perlu penjelasan khusus dalam
bahasa
Sumba Timur tentang isi kuesioner. Enumerator sebelumnya
diberi
penjelasan mengenai tujuan penelitian dan isi pertanyaan serta
pernyataan
dalam kuesioner.
Penyebaran kuesioner oleh enumerator dilakukan pada bulan
April
sampai dengan Juni 2015 kepada responden. Responden yang
dimaksud
adalah pemilik usaha kain tenun yang tersebar pada tujuh
kecamatan dalam
Kabupaten Sumba Timur yang merupakan daerah sentra produksi kain
tenun
-
43
sesuai data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Sumba
Timur. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kota Waingapu,
Kambera,
Kanatang, Pandawai, Rindi, Umalulu dan Pahungalodu. Hambatan
utama
dalam penyebaran kuesioner seperti yang disampaikan para
enumerator
adalah lamanya waktu yang dibutuhkan pemilik usaha dalam mengisi
satu
kuesioner karena kendala bahasa. Dalam keadaan tertentu, karena
alasan
kendala bahasa tersebut, responden tidak dapat secara personal
mengisi setiap
pertanyaan pada kuesioner. Hal tersebut diatasi dengan
enumerator
membantu mengisi setiap pertanyaan/pernyataan sesuai persepsi
responden.
Kendala bahasa tersebut membawa konsekuensi waktu penelitian
lapangan
yang lebih lama. Berdasarkan kesediaan pengusaha kain tenun
berpartisipasi
selama proses penelitian lapangan, diperoleh 177 responden.
3.4. Teknik Analisis Data
Salah satu teknik analisis data yang dapat digunakan untuk
menguji
hubungan kausalitas adalah Structural Equation Modeling-SEM
(Ferdinand,
2013). Menurut Hair et al. (2010), SEM merupakan model statistik
yang
dapat menjelaskan hubungan yang kompleks diantara
variabel-variabel. SEM
juga memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang
relatif
“rumit” secara simultan, seperti hubungan antara satu atau
beberapa variabel
dependen dengan satu atau beberapa variabel independen
(Ferdinand, 2014).
Dalam model penelitian yang telah dirumuskan pada bab dua,
terdapat beberapa variabel yang merupakan variabel independen,
tetapi juga
sebagai variabel dependen (variabel niat berhutang). Selain itu
variabel niat
berhutang merupakan variabel yang memediasi pengaruh faktor
sikap
terhadap hutang, norma sosial, dan kontrol perilaku yang
dipersepsikan
terhadap keputusan hutang. Oleh karena itu, pengujian model dan
hipotesis
yang telah dirumuskan dalam penelitian ini akan menggunakan
teknik SEM.
-
44
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan
pengujian
model dan hipotesis dengan menggunakan SEM (Ferdinand, 2014;
Ghozali,
2014), yaitu:
1. Mengembangkan model teoritis: mengacu pada pencarian atau
pengembangan model (telah dilakukan pada bab II).
2. Mengembangkan diagram alur: dilakukan untuk melihat
hubungan
kausalitas yang ingin diuji. Diagram alur dalam penelitian ini
dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.1
Diagram Alur Model Penelitian Empirik
Diagram alur di atas menunjukkan tiga variabel eksogen (sikap
terhadap
hutang, norma sosial dan kontrol perilaku yang dipersepsikan)
dan dua
variabel endogen (niat berhutang dan keputusan hutang).
Variabel
keputusan hutang merupakan observed variable karena diukur
-
45
berdasarkan proporsi penggunaan hutang. Sedangkan empat
variabel
lainnya merupakan unobserved variable yang diukur dengan
seperangkat
pertanyaan berdasarkan indikator yang telah ditentukan.
3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan: konversi
spesifikasi model
ke dalam rangkaian persamaan struktural dan persamaan
spesifikasi
model pengukuran.
Tabel 3.2
Spesifikasi Model Pengukuran dan Persamaan Struktural
Variabel Eksogen Variabel Endogen STH1=λSPH1Sikap Terhadap
Hutang + e1 STH2=λSPH2Sikap Terhadap Hutang + e2 STH3=λSPH3Sikap
Terhadap Hutang + e3 NS1=λNS1Norma Sosial + e4 NS2=λNS2Norma Sosial
+ e5 NS3=λNS3Norma Sosial + e6 NS4=λNS4Norma Sosial + e7
KPD1=λPKD1Kontrol perilaku yang dipersepsikan + e8
KPD2=λPKD2Kontrol perilaku yang dipersepsikan + e9
KPD3=λPKD3Kontrolperilaku yang dipersepsikan+ e10
KPD4=λPKD4Kontrolperilaku yang dipersepsikan+ e11
KPD5=λPKD5Kontrolperilaku yang dipersepsikan+ e12
NB1=λMMH1Niat berhutang + e13 NB2=λMMH2Niat berhutang + e14
NB3=λMMH1Niat berhutang + e15
Model Struktural Niat Berhutang = β1Sikap Terhadap Hutang +
β2Norma Sosial + β3Kontrol perilaku yang dipersepsikan + z1
Keputusan Hutang = β4Niat Berhutang + z2 Keputusan Hutang =
β5Kontrol perilaku yang dipersepsikan + z2
4. Memilih matriks input dan estimasi model. Pada tahap ini,
matriks
kovarian dipilih karena memiliki keunggulan dalam menyajikan
perbandingan yang valid antara populasi atau sampel yang
berbeda.
Teknik estimasi yang digunakan adalah teknik Maximum
Likelihood
Estimation (MLE).
5. Menilai problem identifikasi: menanggulangi hasil estimasi
yang unik
dengan memberikan banyak konstrain pada model yang
dianalisis.
6. Evaluasi kinerja Goodness-of-Fit (GOF), yang dilakukan
dengan
menguji asumsi-asumsi SEM yaitu:
-
46
a. asumsi kecukupan sampel. Sampel minimum yang harus dipenuhi
100
dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk
setiap
estimated parameter.
b. asumsi normalitas. Normalitas diuji dengan menggunakan
nilai
statistik z value dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran
data. Pada
output program AMOS disebut critical ratio atau c.r. Nilai
kritis
berdasarkan tingkat signifikansi 1% (dua sisi) sebesar ± 2,58.
Uji
normalitas dilakukan secara univariat dan multivariat.
c. asumsi outlier. Outlier adalah observasi yang muncul dengan
nilai-
nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yang
muncul
karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan
terlihat
sangat jauh berbeda dari observasi lainnya. Evaluasi terhadap
asumsi
outlier univariat dilakukan dengan mengkonversi nilai data
penelitian
ke dalam standard score (z-score), dengan syarat nilai z-score
tidak
lebih besar dari ± 3,00. Sedangkan evaluasi asumsi
multivariate
outlier dilakukan dengan melihat jarak Mahalanobis
(Mahalanobis
distance) dengan batas nilai derajat bebas (degree of freedom)
dari
jumlah variabel yang diteliti pada tingkat p < 0,001.
Selanjutnya, dilakukan evaluasi atas kinerja GOF. Dalam
analisis
SEM, tidak ada alat uji statistik yang tunggal untuk menguji
hipotesis
mengenai model. Berbagai indeks kesesuaian digunakan untuk
mengukur derajat kesesuaian antara model dan data yang
disajikan. Hair
et al. (2010) mengelompokkan GOF ke dalam tiga kelompok,
yakni
absolute fit measures, incremental fit measures, dan parsimony
fit
measure. Ketiga kelompok GOF tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
a. Absolute fit measure adalah pengukuran langsung dari
bagaimana
baiknya model yang dispesifikasi oleh peneliti menghasilkan
observed data yang menyediakan penilaian yang lebih mendasar
-
47
bagaimana baiknya suatu teori cocok dengan data sampel.
Indeks
yang masuk dalam kelompok ini adalah:
(1) The Minimum Sample Discrepancy Function (CMIN/DF)
merupakan ukuran yang diperoleh dari nilai chi square dibagi
dengan degree of freedom. Indeks ini adalah indeks
kesesuaian
parsimonious yang mengukur hubungan goodness of fit model
dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan
untuk mencapai tingkat kesesuaian. Nilai yang
direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model
adalah CMIN/DF < 2,0 atau 3,0.
(2) Chi square (χ2) Statistic. Model yang diuji dapat
disimpulkan
sebagai model yang baik, jika nilai χ2 rendah. Semakin kecil
nilai χ2 dapat disimpulkan bahwa semakin baik model
tersebut,
karena dalam uji beda chi square, nilai χ2=0 berarti tidak
ada
perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan antara
model yang diuji dengan saturated model. Chi square bersifat
sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan,
oleh
karena itu χ2 perlu dilengkapi dengan alat uji lainnya.
(3) Goodness of Fit Index (GFI). Indeks ini mencerminkan
tingkat
kesesuaian model yang dihitung dari residual kuadrad dari
model yang diprediksi dibandingkan dengan data yang
sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 mengisyaratkan model
yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.
(4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan
pengembangan dari GFI, yang telah disesuaikan dengan rasio
dari degree of freedom model yang diajukan dengan degree of
freedom dari null model (model konstruk tunggal dengan semua
indikator pengukuran konstruk). Nilai yang direkomendasikan
adalah AGFI > 0,90.
-
48
(5) Root Means Square Residual (RMSR) and Standardized Root
Mean Residual (SRMR). RMSR merupakan rata-rata dari
residual antara individual observed dan kovarian dan varians
yang diestimasi. Sedangkan SRMR merupakan nilai statistik
alternatif yang didasarkan pada nilai RMSR yang
distandardisasi, yang lebih berguna untuk membandingkan fit
lintas model. Nilai RMSR dan SRMR yang rendah
menunjukkan kecocokan yang lebih baik.
(6) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah
indeks yang digunakan untuk mengukur kesesuaian model
menggantikan chi square statistic dalam jumlah sampel yang
besar. Nilai RMSEA < 0,08 mengindikasikan indeks yang
baik
untuk menerima kesesuaian model.
b. Incremental Fit Indices adalah indeks yang menilai
bagaimana
baiknya suatu model yang dispesifikasi cocok secara relatif
dengan
beberapa alternatif baseline model. Implikasinya adalah bahwa
tidak
ada data reduction yang dapat memperbaiki model karena data
tidak
berisi multi-item factors, sehingga, kelompok indeks ini
mencerminkan perbaikan dalam kesesuaian dengan spesifikasi
dari
hubungan multi-item constructs. Indeks yang termasuk dalam
incremental fit indices adalah:
(1) Normed Fit Index (NFI) adalah indeks kesesuaian
incremental
yang diperoleh dari rasio perbedaan dalam nilai χ2 untuk
model
yang disesuaikan dan null model dibagi dengan nilai χ2 untuk
null model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah
NFI
> 0,90.
(2) Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian
incremental, yang membandingkan model yang diuji dengan null
model. Indeks ini sangat baik untuk mengukur tingkat
-
49
penerimaan model, karena seperti CMIN/DF, nilainya tidak
dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai indeks ini berada pada
rentang dari 0 sampai dengan 1 dan nilai yang mendekati 1
mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik.
Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95.
(3) Trucker Lewis Index (TLI) adalah indeks kesesuaian
incremental
yang membandingkan model yang diuji dengan null model.
Indeks kesesuaian ini kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel.
Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah TLI > 0,90.
(4) Relative Noncentrality Index (RNI) adalah indeks yang
membandingkan observed fit yang dihasilkan dari pengujian
model yang dispesifikasi pada null model. Nilai RNI yang
diharapkan adalah RNI > 0,90.
c. Parsimony Fit Indices dirancang secara khusus untuk
menyediakan
informasi tentang model mana yang terbaik di antara
model-model
yang diperbandingkan. Secara konseptual, indeks sama dengan
istilah
adjusted R2, dalam pengertian bahwa ini model fit dihubungkan
pada
kompleksitas model. Untuk mengukur kompleksitas model
digunakan
parsimony ratio (PR). Indeks yang dikategorikan dalam parsimony
fit
indices adalah:
(1) Parsimony Good-of-Fit Index (PGFI). Indeks ini
menyesuaikan
GFI menggunakan PR. Secara teoritikal, nilai PGFI berkisar
antara 0 dan 1.
(2) Parsimony Normed Fit Index (PNFI). Indeks ini
menyesuaikan
NFI dengan menggandakannya dengan PR. Nilai PNFI yang
relatif tinggi menunjukkan fit yang secara relatif lebih
baik.
-
50
Secara ringkas indeks-indeks terpilih yang digunakan untuk
menguji
kelayakan model dalam penelitian ini tersaji dalam tabel
berikut:
Tabel 3.3
Indeks Kesesuaian Model
Goodness of fit Index Cut-off value
Chi square Diharapkan kecil
Probability ≥ 0,05
RMSEA ≤ 0,08
GFI ≥ 0,90
AGFI ≥ 0,90
CMIN/DF ≤ 2,00
TLI ≥ 0,95
CFI ≥ 0,95 Sumber: Hair et al., 2010; Ferdinand, 2014; Ghozali,
2014
7. Interpretasi dan Modifikasi Model
Modifikasi model dapat dilakukan pada model-model yang tidak
memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Salah satu alat
untuk
menilai ketepatan sebuah model yang telah dispesifikasi adalah
melalui
indeks modifikasi (modification index). Indeks modifikasi
memberikan
gambaran mengenai mengecilnya nilai chi-square atau
pengurangan
nilai bila sebuah koefisien diestimasi (Ferdinand, 2014).