36 Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Dalam penelitian ini kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut: O X O --------------------- O O (Borg dan Gall, 1989: 690) Keterangan: O = Pretes dan postes ------- = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara acak X = Perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional. Selain itu tujuan lainnya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan soft skill siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dan materi pembelajaran matematika yang sama. Materi dalam penelitian ini adalah Kubus dan Balok. Kedua kelas dibandingkan dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, sedangkan
20
Embed
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitianrepository.upi.edu/2049/6/T_MTK_1102586_Chapter3.pdf · kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
36
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok
kontrol non-ekivalen. Dalam penelitian ini kelas eksperimen maupun kelas
kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa
adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain
penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:
O X O
---------------------
O O (Borg dan Gall, 1989: 690)
Keterangan:
O = Pretes dan postes
------- = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara acak
X = Perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis siswa yang mendapat model pembelajaran
Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan konvensional. Selain itu tujuan lainnya dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan soft skill siswa yang
mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual
dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.
Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang
homogen dan materi pembelajaran matematika yang sama. Materi dalam
penelitian ini adalah Kubus dan Balok. Kedua kelas dibandingkan dengan
memberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan
model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, sedangkan
37
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pada kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional. Langkah-
langkah dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan sekolah tempat penelitian, yaitu SMP BPI Bandung.
2. Setelah sekolah ditentukan, selanjutnya dipilih dua kelas yang kemampuannya
homogen, yaitu kelas VIII C dan VIII D yang kemudian disebut kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen atau kelas
kontrol dilakukan dengan cara undian.
3. Menentukan materi pelajaran, yaitu Kubus dan Balok.
4. Mengadakan pretes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui
kemampuan awal siswa tentang materi Kubus dan Balok.
5. Melaksanakan pembelajaran materi Kubus dan Balok pada kelas eksperimen
dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual,
dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional selama 6
pertemuan (12 jam pelajaran).
6. Memberikan postes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui
kemampuan akhir siswa tentang materi Kubus dan Balok.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung.
Peneliti akan melakukan penelitian pada dua kelas, satu kelas sebagai kelas
eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas
yang mendapatkan perlakuan pendekatan kontekstual disertai model pembelajaran
Mood CURDER. Kelas kontrol adalah kelas yang mendapatkan perlakuan
pembelajaran matematika dengan konvensional.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Sampel yang diambil
sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung yang
mempunyai karakteristik dan kemampuan homogen, yaitu kelas VIII C dan kelas
VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pengambilan kelas VIII sebagai sampel dengan pertimbangan:
38
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal
ini kelas yang dipilih kelas VIII karena siswa kelas VIII sudah terbiasa dengan
pembelajaran di tingkat SMP dan diharapkan dapat lebih mandiri
dibandingkan siswa kelas VII. Siswa kelas VIII dianggap lebih cocok untuk
menjadi sampel dalam penelitian ini karena dalam waktu 1 tahun ke depan
siswa tersebut harus mempersiapkan diri secara akademik dan mental untuk
menghadapi ujian nasional.
2. Terdapat beberapa materi yang diperkirakan cocok diterapkan dengan model
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual untuk
mengetahui kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill
siswa.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat.
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab,
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Mood
CURDER dengan pendekatan kontekstual.
2. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, dalam
penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis serta soft skill.
D. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen yang terbagi menjadi
dua jenis, yaitu instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes antara lain tes
komunikasi matematis siswa dan tes kemampuan penalaran matematis siswa.
Sedangkan, instrumen non-tes, antara lain lembar observasi, dan angket untuk
mengetahui soft skill siswa.
1. Soal Pretes dan Postes
a. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
39
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal komunikasi
matematis. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi
matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual mengenai materi Kubus dan
Balok.
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Menulis Menggambar Ekspresi
Matematika
0 Tidak ada jawaban Gambar yang
diberikan
menunjukkan
bahwa tidak
memahami konsep
Gambar tersebut
tidak berarti apa-
apa
1 Hanya sedikit dari penjelasan
konsep, ide atau situasi dari
suatu gambar, yang diberikan
dengan kata-kata sendiri dalam
bentuk penulisan kalimat
secara matematis yang benar
Hanya sedikit dari
gambar, diagram,
atau tabel yang
benar
Hanya sedikit dari
model matematika
yang benar
2 Penjelasan konsep, ide atau
situasi dari suatu gambar, yang
diberikan dengan kata-kata
sendiri dalam bentuk penulisan
kalimat secara matematis
masuk akal namun hanya
sebagian yang benar
Melukiskan
diagram,
gambar, atau tabel
namun kurang
lengkap dan benar
Membuat model
Matematika
dengan benar,
namun salah
mendapatkan
solusi
3 Penjelasan konsep, ide atau
situasi dari suatu gambar, yang
diberikan dengan kata-kata
sendiri dalam bentuk penulisan
kalimat matematika masuk
akal dan benar, meskipun tidak
tersusun secara logis atau
terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan
diagram,
gambar, atau tabel
secara lengkap
dan benar
Membuat model
matematika
dengan benar,
kemudian
melakukan
perhitungan atau
mendapatkan
solusi secara benar
dan lengkap
4 Penjelasan konsep, ide atau
40
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
situasi dari suatu gambar yang
diberikan dengan kata-kata
dalam bentuk penulisan
kalimat secara matematik
masuk akal dan jelas, serta
tersusun secara logis
Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)
b. Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal penalaran. Soal ini
digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa setelah
mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok.
Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran matematis yang akan
digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Skor Indikator
0 Tidak menjawab pertanyaan/menjawab tidak sesuai dengan
pertanyaan/tidak ada yang benar.
1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-
argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar.
2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-
argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar.
3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan
dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan
menarik kesimpulan logis, dijawab dengan lengkap dan benar.
Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut terlebih dahulu
diujicobakan pada sekolah lain. Uji coba instrumen ini dilakukan kepada siswa-
siswa yang sudah mempelajari materi Kubus dan Balok. Uji coba instrumen
dilakukan pada siswa kelas IX SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 Maret 2013.
Setelah dianalisis data hasil uji coba diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada soal
41
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sukar, oleh karena itu instrumen diperbaiki kemudian dikonsultasikan dengan
ahlinya. Setelah disetujui ahlinya, instrumen diuji coba lagi untuk yang kedua
kalinya pada siswa yang sama saat uji coba pertama pada tanggal 9 Maret 2013.
Data yang diperoleh dari uji coba instrumen tersebut dianalisis untuk
mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran instrumen
tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Seluruh perhitungan
dengan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran B.
Selengkapnya proses penganalisisan data hasil uji coba instrumen meliputi hal
berikut ini:
1) Analisis Validitas Soal
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut
mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003). Oleh
karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi
itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut
valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu
(Suherman, 2003).
a. Validitas isi dan validitas muka
Instrumen tes komunikasi dan penalaran dikonsultasikan kepada ahlinya
untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka, yaitu berkenaan dengan
ketepatan alat ukur pada materi yang diujikan, kesesuaian antara indikator dan
butir soal,serta kejelasan bahasa atau gambar dalam soal.
b. Validitas empirik
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini perlu dilakukan uji
validitas. Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang
dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
butir soal tersebut (Sudijono, 2007). Perhitungan validitas butir soal dilakukan
dengan program Anates Versi 4.0.7.
Interpretasi yang lebih rinci mengenai perhitungan tersebut dibagi ke dalam
kategori-kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
42
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Klasifikasi Koefisien Validitas (Suherman 2003)
Koefisien Validitas Interpretasi
Sangat tinggi
Tinggi (baik)
Sedang (cukup)
Rendah (kurang)
Sangat rendah
Tidak valid
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji validitas untuk
tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan
dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.4
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,860 Tinggi Sangat Signifikan
2 0,848 Tinggi Sangat Signifikan
3 0,763 Tinggi Sangat Signifikan
4 0,801 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,773 Tinggi Sangat Signifikan
6 0,726 Tinggi Sangat Signifikan
Tabel 3.5
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,845 Tinggi Sangat Signifikan
2 0,732 Tinggi Sangat Signifikan
3 0,827 Tinggi Sangat Signifikan
4 0,733 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,656 Sedang Signifikan
6 0,658 Sedang Signifikan
Tabel 3.4 dan 3.5 di atas menunjukkan bahwa enam butir soal kemampuan
komunikasi dan empat butir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas
tinggi. Hal ini berarti semua soal tersebut mempunyai validitas yang baik dan
untuk kriteria signifikansi dari korelasinya semua soal sangat signifikan.
43
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan untuk dua butir terakhir soal kemampuan penalaran mempunyai
validitas sedang dan berarti kedua soal tersebut mempunyai validitas yang sedang
dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya kedua soal tersebut signifikan.
2) Analisis Reliabilitas Soal
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu
alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran
itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukuran yang diberikan pada
subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang berbeda, waktu yang
berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh perilaku,
situasi, dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang
reliabel (Suherman, 2003).
Peneliti menggunakan program Anates Versi 4.0.7 untuk menghitung
koefisien reliabilitas seperti pada perhitungan validitas butir soal. Tingkat
reliabilitas dari soal uji coba didasarkan pada klasifikasi Guilford (Suherman,
2003), yaitu sebagai berikut
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi
0,90 ≤ < 1,00 Sangat tinggi
0,70 ≤ < 0,90 Tinggi
0,40 ≤ < 0,70 Sedang (cukup)
0,20 ≤ < 0,40 Rendah
< 0,20 Sangat rendah
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji reliabilitas
untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.7
Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi dan
Penalaran Matematis
Kemampuan Koefisien Reliabilitas Interpretasi
Komunikasi 0,92 Sangat Tinggi
Penalaran 0,86 Tinggi
44
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa reliabiltas tes kemampuan komunikasi
termasuk dalam kategori sangat tinggi dan untuk tes kemampuan penalaran
termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kedua instrumen ini reliabel
untuk digunakan sebagai alat ukur.
3) Analisis Indeks Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar. Bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran suatu butir soal
disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003). Koefisien indeks kesukaran
untuk setiap butir soal dihitung dengan menggunakan program Anates
Versi 4.0.7. Indeks kesukaran yang paling banyak digunakan, diklasifikasikan
sebagai berikut (Suherman, 2003)
Tabel 3.8
Klasifikasi koefisien indeks kesukaran
Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
0,70 ≤ IK< 1,00 Soal mudah
0,30 ≤ IK< 0,70 Soal sedang
0,00 <IK< 0,30 Soal sukar
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji tingkat
kesukaran untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Komunikasi
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,36 Sedang
2 0,36 Sedang
3 0,53 Sedang
4 0,58 Sedang
5 0,65 Sedang
45
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6 0,18 Sukar
Tabel 3.10
Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Penalaran
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,32 Sedang
2 0,42 Sedang
3 0,38 Sedang
4 0,50 Sedang
5 0,62 Sedang
6 0,19 Sukar
Tabel 3.9 dan 3.10 menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi
dan penalaran matematis butir pertama sampai dengan butir kelima
termasuk dalam kategori soal dengan tingkat kesukaran yang sedang,
sedangkan pada butir keenam untuk masing-masing tes termasuk dalam kategori
soal yang sukar.
4) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang
pandai atau berkemampuan rendah (Suherman, 2003). Daya pembeda
masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan progam Anates Versi
4.0.7. Adapun kriteria pengklasifikasian yang banyak digunakan sebagai
ketentuan penafsiran koefisien daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai
berikut (Suherman, 2003)
Tabel 3.11
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda
Koefisien Daya Pembeda Interpretasi
Sangat baik
Baik
Cukup
Jelek
Sangat jelek
46
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji daya pembeda
untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.12
Daya Pembeda Tes kemampuan Komunikasi
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,44 Baik
2 0,44 Baik
3 0,52 Baik
4 0,39 Cukup
5 0,43 Baik
6 0,36 Cukup
Tabel 3.13
Daya Pembeda Tes kemampuan Penalaran
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,39 Cukup
2 0,48 Baik
3 0,39 Cukup
4 0,32 Cukup
5 0,39 Cukup
6 0,30 Cukup
Tabel 3.12 terlihat bahwa pada butir soal kesatu, kedua, ketiga dan kelima
termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal
keempat dan keenam termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup
baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan
antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.
Tabel 3.13 terlihat bahwa pada butir soal kedua termasuk kategori soal
dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal lainnya termasuk
kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen
tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa
yang kurang pandai.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi berupa daftar isian yang diisi oleh observer selama
pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Lembar observasi ini digunakan
untuk mengamati secara langsung aktivitas dari pembelajaran dengan model
47
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan
oleh guru dan siswa sehingga diketahui gambaran umum dari pembelajaran yang
terjadi. Tujuan dari diadakannya lembar observasi ini adalah untuk memberikan
refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi
lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Observer dalam penelitian ini adalah
guru matematika SMP BPI Bandung. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru
disajikan dalam Lampiran B.
3. Angket Soft Skill
Angket soft skill pada penelitian ini akan diberikan pada siswa untuk diisi,
dan diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran baik di kelas eksperimen
maupun di kelas kontrol. Angket pada penelitian ini terdiri dari
peryataan-pernyataan yang kemudian akan dinilai oleh siswa pernyataan mana
yang sesuai dengan kata hati siswa untuk mengetahui soft skillnya. Angket yang
digunakan untuk mengukur soft skill adalah angket skala sikap Likert. Jawaban
dari pernyataan angket skala likert ada lima, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk menghindari
kecenderungan siswa memilih netral karena tidak berani memihak, maka poin
netral dihilangkan, sehingga angket yang digunakan empat skala yaitu setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Angket soft skill ini terdiri dari 30 butir pernyataan, secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran B. Sebelum digunakan dalam penelitian ini, angket tersebut
diuji coba keterbacaan oleh 5 siswa kelas VIII SMP KP 2 Baleendah pada tanggal
6 maret 2013.
E. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika
dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual
yang akan digunakan di kelas eksperimen. Sedangkan bahan ajar yang digunakan
di kelas kontrol adalah bahan ajar dengan pembelajaran konvensional. Bahan ajar
48
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu
kurikulum yang sedang berlaku di lapangan.
Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen akan dibuat sesuai dengan
model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang isinya
memuat materi Kubus dan Balok. Bahan ajar yang disusun diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill
siswa. Dalam menyusun bahan ajar, peneliti menyesuaikan bahan ajar dengan
LKK yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan ahli. RPP dan
LKK dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran A.
F. Prosedur Penelitian
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:
Identifikasi Masalah
Penyusunan Bahan Ajar
Penyusunan Instrumen
Uji Coba Instrumen
49
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1
Prosedur Penelitian
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini merupakan data mentah yang
perlu dilakukan pengolahan data sehingga data tersebut menjadi bermakna. Data
tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat memberikan gambaran tentang
permasalahan yang diteliti, maka data tersebut harus diolah terlebih dahulu
sehingga memberikan arah untuk menganalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh
kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap data-data tersebut
untuk menguji hipotesis penelitian.
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistik
terhadap hasil data pretes dan peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran
matematis siswa (indeks gain) serta data angket soft skill dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Menguji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian
Analisis Validasi, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Pelaksanaan Penelitian
Tes Awal
Kelompok Eksperimen dengan Model
Pembelajaran Mood CURDER dengan
Pendekatan Kontekstual
Kelompok Kontrol dengan
Pembelajaran Konvensional
Tes Akhir dan Angket
Pemberian:
- Angket
- Observasi
Wawancara
Analisis Data
Kesimpulan
50
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan
uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan data tidak berdistribusi
normal maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji normalitas dilakukan terhadap
skor pretes dan gain dari dua kelompok siswa (kelas eksperimen dan kontrol). Uji
normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0.
b. Menguji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila kedua
kelompok data (sampel) tersebut berasal dari populasi-populasi dengan varians
yang sama dinamakan populasi homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan uji
Levene’s test dengan bantuan program SPSS versi 16.0.
c. Uji Beda Dua Kelompok
Jika data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen digunakan
statistik uji-t (Independent-samples t test). Tetapi, jika data yang dianalisis tidak
berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji-t
dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0.
d. Analisis Data Indeks Gain
Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka
dilakukan analisis terhadap hasil pretes dan postes. Analisis dilakukan dengan
menggunakan rumus gain ternormalisasi rata-rata (average normalized gain) oleh
Meltzer (2002) yang diformulasikan sebagai berikut.
⟨ ⟩
Indeks gain tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria yang
diungkapkan oleh Hake (Meltzer, 2002) dalam Tabel 3.14.
Tabel 3.14
Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Indeks Gain Interpretasi
Tinggi
Sedang
51
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rendah
Urutan cara pengolahan data pretes dan gain ternormalisasi disajikan di
bawah ini.
Gambar 3.2
Bagan Prosedur Analisis Data
e. Analisis Data Angket Soft Skill
Data hasil angket soft skill diberikan poin untuk setiap pernyataan, yaitu 1
(STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS) untuk pernyataan positif, sebaliknya akan diberi skor
1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS) untuk pernyataan negatif. Telah dikatakan
sebelumnya bahwa angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah
Analisis Data Pretes dan Gain Ternormalisasi
Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov
Data tidak berdistribusi normal Data berdistribusi normal
Uji Non-Parametrik
Mann-Whitney
Uji Homogenitas Varians
dari Dua Kelompok
dengan Levene’s test
Homogen Tidak homogen
Uji-t’ Uji-t
52
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
angket skala sikap Likert dengan data yang dihasilkan berupa data dengan skala
ordinal. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase jawaban.
f = Frekuensi jawaban.
n = Banyaknya responden.
Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori
persentase berdasarkan Hendro (Yulianti, 2009).
Tabel 3.15
Klasifikasi Gain Data Angket Soft Skill
Presentasi Jawaban Interpretasi
Seluruhnya
Hampir seluruhnya
Sebagian besar
Setengahnya
Hampir setengahnya
Sebagian kecil
Tak seorang pun
Untuk pengujian hipotesisnya, karena data hasil angket soft skill adalah data
dengan skala ordinal maka dilakukan uji Mann-Whitney, dan untuk
pengklasifikasian tinggi dan rendahnya soft skill siswa, rentang skor dihitung
dengan menetapkan lebar interval menggunakan rumus sebagai berikut (Azwar,
2008):
Keterangan:
Skor tertinggi : jumlah pernyataan x skor tertinggi
Skor terendah : jumlah pernyataan x skor terendah
Jumlah kategori : jumlah kategori jawaban
Tinggi rendahnya hasil penilaian soft skill dikategorikan sebagai tinggi,
sedang dan rendah. Oleh karena pernyataan berjumlah 30, jumlah pilihan jawaban
53
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4, maka skor tertinggi 4x30=120 dan skor terendah 1x30=30. Lebar interval
dihitung sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peneliti mengkategorikan soft skill
rendah, sedang dan tinggi dengan rentang skor masing-masing: 30-59, 60-89,
90-120.
f. Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil
pengamatan selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Hasil akhir dari
pengolahan data ini merupakan persentase tiap aspek aktivitas berdasarkan
kecerdasan yang merupakan hasil pengamatan seluruh pertemuan. Persentase pada
suatu aktivitas dihitung dengan:
Keterangan:
P = Persentase (%) aktivitas guru atau siswa.
Q = Skor total pengamatan aktivitas seluruh pertemuan.
R = Skor maksimum setiap aspek aktivitas dari seluruh pertemuan, yaitu 24.
H. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan peneliti adalah:
a. Diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis, yaitu melakukan
kajian literatur terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dan
pendekatan kontekstual serta pembahasan mengenai
kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta
soft skill siswa. Hasil dari kajian ini berbentuk proposal
penelitian.
54
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Seminar Proposal di Sekolah Pascasarjana UPI, dilanjutkan dengan
perbaikan proposal penelitian.
c. Pembuatan bahan ajar dan instrumen penelitian yang terdiri dari soal
tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa, angket
soft skill, dan lembar observasi.
d. Melakukan uji coba soal tes di SMP KP 2 Baleendah Bandung.
e. Permohonan izin penelitian kepada Rektor melalui Direktur Sekolah
Pascasarjana UPI dan permohonan izin penelitian kepada
Kepala SMP BPI 1 Bandung.
f. Setelah disetujui dan diterima oleh Kepala Sekolah yang
bersangkutan, penulis langsung terjun ke lapangan melaksanakan
penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pertama setelah persiapan penelitian memadai, dilanjutkan dengan
pemilihan dua kelas sampel penelitian dari empat kelas yang ada dan terpilih
yaitu kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen dan VIII-D sebagai kelas kontrol.
Tahap kedua yaitu pelaksanaan pretes untuk soal tes kemampuan komunikasi
dan penalaran matematis.
Pada penelitian ini, peneliti sendiri yang berperan sebagai guru yang
memberikan materi pelajaran pada kedua kelas tersebut. Selama pelaksanaan
pembelajaran, kedua kelas mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal
materi pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam pelajaran yang diberikan.
Pelaksanaan pembelajaran dengan model Mood CURDER dan pendekatan
kontekstual dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, dimana satu kali
pertemuan sama dengan 2 jam pelajaran, dan 1 jam pelajaran sama dengan 40
menit. Selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 siswa, dan dalam kelompok kecil
tersebut dibagi lagi menjadi 2 pasangan.
Pada setiap pembelajaran yang berlangsung di kelas eksperimen dilakukan
observasi terhadap kegiatan guru dan siswa yang dilakukan oleh guru
55
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
matematika di sekolah tersebut. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan postes pada
kedua kelas tersebut. Setelah postes dilakukan, siswa diminta untuk mengisi