45 Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang akan peneliti buat ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena yang ada secara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa tanpa ada pengujian hipotesis, tanpa ada pengujian hubungan. Menurut Sugiyono (2008, hlm. 7-8) mentode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistik karena proses penelitian lebih bersifatt seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretarif karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan dilapangan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya- upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur- prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan data (Creswell, 2014, hlm. 4-5). Penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi-asumsi yang sangat berbeda dengan rancangan kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada teori atau hipotesis-hipotesis yang dibangun secara priori (Creswell, 2014, hlm. 293). Menurut Sugiyono (2008, hlm. 9) metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Alasan utama peneliti menggunakan metode kualitatif ini yakni dikarenakan metode kualitatif merupakan metode yang sangat relevan dalam menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian ini. Dengan
31
Embed
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitianrepository.upi.edu/26982/7/S_IKOM_1200310_Chapter3.pdfPara peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
45 Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang akan peneliti buat ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena yang ada
secara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa tanpa ada pengujian
hipotesis, tanpa ada pengujian hubungan. Menurut Sugiyono (2008, hlm.
7-8) mentode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena
popularitasnya belum lama, dinamakan postpositivistik karena
berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga
sebagai metode artistik karena proses penelitian lebih bersifatt seni
(kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretarif karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang
ditemukan dilapangan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-
upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-
prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis
data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema
umum, dan menafsirkan data (Creswell, 2014, hlm. 4-5).
Penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi-asumsi yang sangat
berbeda dengan rancangan kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, tidak
ada teori atau hipotesis-hipotesis yang dibangun secara priori (Creswell,
2014, hlm. 293). Menurut Sugiyono (2008, hlm. 9) metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu
dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi
lebih menekankan pada makna.
Alasan utama peneliti menggunakan metode kualitatif ini yakni
dikarenakan metode kualitatif merupakan metode yang sangat relevan
dalam menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian ini. Dengan
46
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan metode kualitatif diharapkan peneliti dapat memperoleh
berbagai informasi yang jelas serta lengkap dari narasumber secara
langsung. Selain itu dengan metode kualitatif ini peneliti kan terjun
kelapangan langsung untuk melakukan wawancara secara mendalam
kepada tim redaksi dari harian umum Republika terkait foto cover
headline edisi 8 Oktober 2015. Data penelitian bersifat deskriptif
merupakan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata (utamanya kata-
kata partisipan) atau gambar-gambar ketimbang angka-angka (Creswell,
2014, hlm. 293).
Pada penelitian ini peneliti ingin mengkaji dan mendalami makna
foto cover headline pada harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015
dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Semiotika, atau
dalam istilah Barhtes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagai
mana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). Melalui
paradigma semiotika Roland Barthes peneliti berusaha
menginterpretasikan dan memaknai tanda-tanda yang terkandung dalam
foto cover headline pada harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015
secara denotatif, konotatif, dan mitos.
Karakteristik pada penelitian memiliki sejumlah karakter seperti yang
diungkapkan Creswell (2014, hlm. 261-263) sebagai berikut :
1. Lingkungan Alamiah (natural setting).
Pada penelitian kualitatif cenderung mengumpulkan data lapangan di
lokasi di mana para partisipan mengalami isu atau masalah yang akan
diteliti. Pada penelitian ini lingkungan alamiah yang dimaksud yakni
dengan mengumpulkan informasi dengan melalui diskusi bersama
Redaktur foto dan wartawan foto selaku orang yang paling mengetahui
terkait objek yang diteliti.
2. Peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument).
Para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi,
observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Pada
penelitian ini, peneliti akan menjadi satu-satunya instrumen dalam
47
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengumpulkan informasi ini melalui beberapa pengumpulan data dengan
para partisipan.
3. Beragam sumber data (multiple sources of data).
Peneliti akan memilih mengumpulkan data dari beragam sumber, seperti
wawancara, observasi, dan dokumentasi, ketimbang hanya bertumpu pada
satu sumber data saja. Pada penelitian ini, sumber data tersebut akan
diambil melalui observasi, focus group discussion, wawancara, dan studi
dokumentasi.
4. Analisis data induktif (inductive data analysis).
Peneliti membangun pola-pola, kategori-kategori, dan tema-temanya dari
bawah ke atas (induktif), dengan mengolah data ke dalam unit-unit
informasi yang lebih abstrak. Pada penelitian ini, peneliti akan mengolah
data penelitian secara berulang-ulang dengan tema-tema dan database
yang ada hingga peneliti berhasil membangun serangkaian tema yang
utuh.
5. Makna dari partisipan (participants’ meaning).
Peneliti akan fokus pada usaha mempelajari makna yang disampaikan para
partisipan tentang masalah atau isu penelitian, bukan makna yang
disampaikan oleh peneliti atau penulis lain dalam literaturu-literatur
tertentu.
6. Rancangan yang berkembang (emergent design).
Proses penelitian yang dilakukan peneliti berkembang dinamis. Hal ini
berarti bahwa rencana awal penelitian tidak secara ketat dipatuhi oleh
peneliti. Semua tahap dalam proses ini bisa saja berubah setelah peneliti
masuk ke lapangan dan mulai mengumpulkan data.
7. Perspektif teoretis (theoretical lens).
Para peneliti seringkali menggunakan perspektif tertentu dalam penelitian
mereka, seperti konsep kebudayaan, etnografi, perbedaan-perbedaan
gender, ras, dan lain-lain.
8. Bersifat penafsiran (interpretive).
48
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peneliti membuat suatu interpretasi atas apa yang mereka lihat, dengar,
dan pahami. Interpretasi ini bisa saja berbeda dengan latar belakang,
sejarah, konteks, dan pemahaman-pemahaman antara peneliti dengan
pembaca ataupun partisipan.
9. Pandangan menyeluruh (holistic account).
Para peneliti berusaha mendapat gambaran kompleks dari suatu masalah
yang atau isu yang diteliti. Peneliti dalam penelitian ini dapat membuat
suatu model visual dari berbagai aspek mengenai proses utama pada
penelitian ini. Model ini yang akan membantu membangun gambaran
holistik.
B. Semiotika Roland Barthes
Seperti yang sudah dipaparkan di atas Penelitian ini menggunakan
analisis semiotika Roland Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai pemikir
strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi
Saussurean, pemikiran Barthes mengenai semiotika merupakan
penyempurnaan semiologi Sausure yang berhenti pada penandaan dalam
tataran denotatif. Berikut terdapat peta tanda Roland Barthes (dalam
Sobur, 2003, hlm. 69).
Tabel 3. 1. Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes,
1. Signifer
(penanda)
1. Signifer
(petanda)
3. Denotative Sign (tanda denotatif)
4. Conotative Signifier
(penanda Konotatif)
5. Conotative Signified
(Petanda Konotatif)
6. Conotative Sign (Tanda Konotatif)
49
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tanda konotatif tidak sekedar memiliki mkakna tambahan namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Kemudian di katakan oleh Fiske (dalam Sobur, 2001, hlm. 127-128) Fokus
penelitian Barthes lebih tertuju kepda gagasan tentang signifikansi dua
tahap (two order signification) seperti pada gambar berikut :
Gambar 3. 1. Signifikasi dua tahap Barthes
Pada gambar diatas signifikasni pertama merupakan hubungan antara
signifier (penanda) dan signifiel (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap
realita eksternal.
1. Denotasi
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi
dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang
dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi
biasanya dimengerti sebaagi makna harfiah, makna yang
sesungguhnya. Proses signifikansi yang secara tradisional disebut
sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa
dengan arti sesuai dengan apa yang terucap. Selain itu Fiske (dalam
Sobur, 2001, hlm.128) mengungkapkan bahwa denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan
konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
50
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi
merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua. Kerangka teori Bathes (dalam Sobur,
2003, hlm. 71) konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode.
Maka dalam fotografi makna denotasi merupakan apa yang
ditangkap audiens secara kasat mata dari foto yang diamatinya.
Hanya sebatas itu saja, jika lebih dari ini maka sudah berpindah
pada tataran yang berbeda yakni tataran makna konotasi.
2. Konotasi
Telah dipaparkan sebelumnya konotasi merupakan proses
penyelusupan makna kedua, hal tersebut juga terkandung dalam
pesan yang berbentuk visual khususnya fotografi. Roland Barthes
(1977, hlm. 20) mengungkapkan “Connotation, the imposition of
second meaning on the photographic message proper, is realized at
the different levels of the production of the photograph (choice,
technical treatment, framing, lay-out) and represents, finally, a
coding of the photographic analogue”. Maksudnya konotasi dalam
fotografi dapat terbangun dengan proses produksi foto mulai dari
pemilihan, teknis pengambilan gambar, framing, dan juga layout.
Pada sebuah karya fotografi Roland Barthes (1977, hlm. 21-
25) menyebutkan prosedur-prosedrur yang dapat membangkitkan
makna konotasi dalam sebuah foto :
a. Trick effects (olah digital)
A photograph given wide circulation in the American press in
1951 is reputed to have cost Senator Millard Tydings his seat;
it showed the Senator in conversation with the Communist
leader Earl Browder. In fact, the photograph had been faked,
created by the artificial bringing together of the two faces. The
51
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
methodological interest of trick effects is that they intervene
without warning in the plane of denotation; they utilize the
special credibility of the photograph - this, as was seen, being
simply its exceptional power of denotation - in order to pass
off as merely denoted a message which is in reality heavily
connoted; in no other treatment does connotation assume so
completely the 'objective' mask of denotation. Dapat
disimpulkan bahwa olah digital yang berlebihan menimbulkan
makna konotasi yang sangat tinggi terhadap sebuah foto.
b. Pose (pose)
Consider a press photograph of President Kennedy widely
distributed at the time of the 1960 election: a half-length
profile shot, eyes looking upwards, hands joined together.
Here it is the- very pose of the subject which prepares the
reading of the signifieds of connotation: youthfulness,
spirituality, purity. The photograph clearly only signifies
because of the existence of a store of stereotyped attitudes
which form ready-made elements of signification (eyes raised
heavenwards, hands clasped). Maka dapat disimpulkan bahwa
pose sebuah objek foto memiliki pengaruh dalam pemaknaan
konotasi. Dalam hal ini peran seorang wartawan foto sangat
penting dalam memilih pose (posisi, ekspresi, gaya) saat
pengambilan sebuah gambar.
c. Object (objek)
Special importance must be accorded to what could be called
the posing of objects, where the meaning comes from the
objects photographed (either because these objects have, if the
photographer had the time, been artificially arranged in front
of the camera or because the person responsible for lay-out
chooses a photograph of this or that object). Dapat di simpulkan
bahwa pemilihan objek dalam sebuah frame foto terdapat makna
konotasi dilamnya.
52
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
d. Photogenia (teknik fotografi)
In photogenia the connoted message is the image itself,
'embellished' (which is to say in general sublimated) by
techniques of lighting, exposure and printing. An inventory
needs to be made of these techniques, but only insofar as each
of them has a corresponding signified of connotation
sufficiently constant to allow its incorporation in a cultural
lexicon of technical 'effects' (as for instance the 'blurring of
movement' or 'flowingness' launched by Dr Steinert and his
team to signify space-time). Maksudnya adalah teknik fotografi
mempengaruhi adanya pemaknaan konotasi. teknik fotografi
tersebut meliputi pemilihan lensa, shot size, sudut pandang,