9 BAB III LANDASAN TEORI A. Perencanaan Struktur Atap Atap merupakan struktur yang paling atas dari suatu bangunan gedung. Direncanakan struktur atap yang digunakan adalah struktur baja. Alasan penggunaan baja sebagai bahan konstruksi adalah kekuatan yang dimiliki baja sangat tinggi dan penggunaan baja akan memperamping bentuk struktur. a. Perencanaan Gording Gording direncanakan untuk menahan beban-beban yang bekerja di atas atap dan merubah beban-beban merata menjadi beban-beban terpusat. Beban- beban terpusat ini selanjutnya akan ditahan oleh kuda-kuda atap. Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan gording antara lain: 1) Beban mati, terdiri dari bahan penutup atap dan berat gording. 2) Beban hidup, diperhitungkan sebesar P = 100 kg, berada di tengah bentang gording. Selain itu juga diperhitungkan beban hujan. 3) Beban angin, terdiri atas: a) Muka angin/angin tekan. PMI 1970 pasal 4.3 menyebutkan untuk α<65 º koefisien angin diambil sebesar 0,02α – 0,4, dimana α = kemiringan atap. b) Belakang angin/angin hisap. Koefisien angin ditentukan sebesar -0,4. Perhitungan momen dan penguraian beban mengacu pada gambar berikut: a ° qy q qx x y y x Px P Py a ° Gambar 3.1. Penguraian beban pada gording
22
Embed
BAB III LANDASAN TEORI baru - Diponegoro University ...eprints.undip.ac.id/34585/6/2094_chapter_III.pdf · 1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian ... (Tabel 4.2b
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Perencanaan Struktur Atap
Atap merupakan struktur yang paling atas dari suatu bangunan gedung.
Direncanakan struktur atap yang digunakan adalah struktur baja. Alasan
penggunaan baja sebagai bahan konstruksi adalah kekuatan yang dimiliki baja
sangat tinggi dan penggunaan baja akan memperamping bentuk struktur.
a. Perencanaan Gording
Gording direncanakan untuk menahan beban-beban yang bekerja di atas
atap dan merubah beban-beban merata menjadi beban-beban terpusat. Beban-
beban terpusat ini selanjutnya akan ditahan oleh kuda-kuda atap.
Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan gording
antara lain:
1) Beban mati, terdiri dari bahan penutup atap dan berat gording.
2) Beban hidup, diperhitungkan sebesar P = 100 kg, berada di tengah bentang
gording. Selain itu juga diperhitungkan beban hujan.
3) Beban angin, terdiri atas:
a) Muka angin/angin tekan.
PMI 1970 pasal 4.3 menyebutkan untuk α<65º koefisien angin diambil
sebesar 0,02α – 0,4, dimana α = kemiringan atap.
b) Belakang angin/angin hisap.
Koefisien angin ditentukan sebesar -0,4.
Perhitungan momen dan penguraian beban mengacu pada gambar
berikut:
a°
qy
q
qx
xy y
x
Px
PPy
a°
Gambar 3.1. Penguraian beban pada gording
10
Beban merata q diuraikan menjadi:
sin.qqx (3.1)
2
81 lqM xy (3.2)
cos.qq y (3.3)
2
81 lqM yx (3.4)
Beban terpusat P diuraikan menjadi:
sin.PPx (3.5)
lPM xy 41
(3.6)
cos.PPy (3.7)
lPM yx 41
(3.8)
Seluruh momen Mx dan My dikombinasikan untuk mendapat momen total.
Pemeriksaan kekuatan gording:
WyMy
WxMx
(3.9)
Pemeriksaan lendutan gording:
x
x
x
x
EILP
EILq
y34
481
3845
(3.10)
y
y
y
y
EILP
EILq
x34
481
3845
(3.11)
22yxi
(3.12)
L180
1 (PPBBI th 1984 hal 155) (3.13)
b. Perencanaan Kuda-Kuda
Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan kuda-
kuda antara lain:
1) Akibat Beban Tetap
a) Beban atap (BA)
11
b) Beban gording (BG)
c) Beban ikatan angin (BB)= 20% x (BA+BG)
d) Beban hidup (BL), terdiri dari : Beban orang = 100 kg dan Beban hujan
(Bh) diambil yang paling besar
e) Beban kuda-kuda (BK)
f) Berat baut = 20% x BK
g) Beban plafon + penggantung (BP)
h) Beban Plat Buhul = 10% x beban per buhul
2) Akibat Beban Sementara
a. Beban Angin Kiri, terdiri dari angin tekan dan angin hisap
b. Beban Angin Kanan, terdiri dari angin tekan dan angin hisap
Setelah mendapatkan gaya batang kuda-kuda dari SAP 2000, maka
dilakukan pengecekan profil kuda-kuda tersebut :
a) Batang Tarik
0,75Netto
PA
(3.14)
b) Batang Tekan
I’ = 2*I + Ab*2
2a
(3.15)
i’ =
br
IA
(3.16)
200'
Li
(PPBBI 1984 hal 19) (3.17)
0,7
l
Eg (3.18)
sg
(3.19)
1,410,183 11,593
ss
(3.20)
br
PA
(3.21)
12
c. Perencanaan Sambungan Baut
Tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan menurut
PPBBG tahun 1987 pasal 8.2(1) adalah sebagai berikut:
Tegangan geser yang diijinkan:
6,0 (3.22)
Tegangan tarik yang diijinkan:
7,0ta (3.23)
Kombinasi tegangan geser yang diijinkan:
221 56,1 (3.24)
Tegangan tumpu yang diijinkan:
5,1tu untuk as 21 (3.25)
2,1tu untuk dsd 25,1 1 (3.26)
dimana:
s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung
d = diameter baut
= tegangan dasar bahan baut, kecuali untuk tegangan tumpu digunakan
tegangan dasar bahan yang disambung
Selain itu, jarak antar baris baut, jarak antar baut maupun jarak baut ke
tepi ditentukan berdasarkan PPBBG 1987 pasal 8.2(5) sebagai berikut:
2,5d ≤ s ≤ 7d atau 14t (3.27)
1,5d ≤ s1 ≤ 3d atau 6t (3.28)
dimana:
d = diameter baut
s = jarak antar baris baut dan jarak antar sumbu baut
s1 = jarak antara sumbu baut ke tepi plat
B. Perencanaan Pelat
Pelat adalah struktur kaku yang terbuat dari material monolit dengan tinggi
yang kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Pelat merupakan panel-
panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah saja
tergantung sistem strukturnya. Apabila pada struktur pelat perbandingan bentang
13
panjang terhadap lebar < 3, maka akan mengalami lendutan pada kedua arah
sumbu. Beban pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling
panel pelat, dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah. Apabila
panjang pelat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam
menopang pelat akan sama. Sedangkan apabila perbandingan bentang panjang
terhadap bentang pendek > 3, balok yang lebih panjang akan memikul beban yang
lebih besar dari balok yang pendek (penulangan satu arah).
Dimensi bidang pelat Lx dan Ly dapat dilihat pada gambar 3.2 :
Gambar 3.2. Dimensi Bidang Pelat
Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah :
a) Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang.
b) Menentukan tebal pelat.
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 maka tebal pelat ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagai berikut :
h min = 9β36
︶1500
fln︵0.8 y
(3.29)
hmak =36
︶1500fln︵0.8 y (3.30)
hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12 cm, sedang hmin pada pelat atap
ditetapkan sebesar 10 cm.
c) Menghitung beban yang bekerja berupa beban mati dan beban hidup terfaktor.
d) Menghitung momen-momen yang menentukan.
14
Pada pelat yang menahan dua arah dengan terjepit pada keempat sisinya
bekerja empat macam momen yaitu (Tabel 4.2b Perhitungan Beton Bertulang
Seri 4 Hal. 26, W.C Vis & Gideon,1993):
1. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef.Wu.lx2.x (3.31)
2. Momen lapangan arah y (Mly) = koef.Wu.lx2.x (3.32)
3. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef.Wu.lx2.x (3.33)
4. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef.Wu.lx2.x (3.34)
e) Menghitung tulangan pelat
Langkah-langkah perhitungan tulangan :
1. Menetapkan tebal penutup beton.
2. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan
arah y.
3. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
4. Membagi Mu dengan b x d2
2dbMu (3.35)
dengan b = lebar pelat per meter panjang (mm)
d = tinggi efektif (mm)
5. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :