BAB III KUALITAS TERJEMAHAN TEKS TERJEMAHAN PIAGAM MADINAH Di dalam dunia penerjemahan, pemakaian bahasa yang baik dan benar dimunculkan pada struktur gramatikal BSa yang serasi dan mengikuti kaidah bahasa BSa. Hal itu sesuai dengan pendapat Alwi dkk (1988: 21) yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat diartikan dengan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan mengikuti kaidah bahasa yang baik dan benar. Adapun Bahasa Sasaran (BSa) pada penelitian ini adalah berupa bahasa Indonesia dalam teks terjemahan PM. Kualitas yang dihasilkan dari susunan gramatikal BSa yang telah disusun penerjemah dapat dilihat dari hasil penilaian responden terhadap teks BSa tersebut. Penilaian kualitas terjemahan teks PM dilakukan oleh enam responden. Informasi dari responden digunakan untuk mendapatkan nilai kualitas terjemahan yang terdiri dari tiga aspek penilaian, yakni pada aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Adapun kriteria pemilihan responden adalah: 1. Responden memiliki pengetahuan mengenai teks PM dan dapat mengidentifikasi serta menganalisis teks tersebut. 2. Responden merupakan pakar bahasa Arab yang dapat mendeskripsikan dan menganalisis dengan baik kosakata Arab, struktur gramatika Arab, dan elemen struktural dalam bahasa Arab. 84
39
Embed
BAB III KUALITAS TERJEMAHAN TEKS TERJEMAHAN … · responden terhadap teks BSa tersebut. ... C. Verifikasi Data dan Laporan Data 9. Verifikasi Data 10. Laporan Data Hasil Analisis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Dari tabel 3.5 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keakuratan
memiliki 30 data terjemahan akurat, 55 data terjemahan kurang akurat, dan 0
data untuk terjemahan tidak akurat. Pada tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa
hasil terjemahan teks PM tidak memiliki terjemahan yang tidak akurat
menurut keenam responden. Hal ini karena makna kata, istilah teknis, frasa,
96
klausa, kalimat pada teks terjemahan PM telah akurat maupun kurang akurat
diterjemahkan oleh penerjemah. Adapun penjelasan mengenai ketiga
parameter tersebut adalah sebagai berikut.
1. Terjemahan Akurat
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian akurat adalah
terjemahan dengan makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat BSu
(bahasa Arab) dialihkan secara akurat ke dalam BSa (bahasa Indonesia) dan
sama sekali tidak terjadi distorsi makna.
Terjemahan akurat teks PM ini berjumlah 30 data (35,29%). Skor
penilaian yang termasuk pada data terjemahan akurat berkisar antara 2,7
hingga 3,0. Kemudian diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada
rentan skor bernilai 3 (tiga). Berikut contoh dari terjemahan akurat menurut
penilaian keenam responden.
(2) BSu:
يصالحونه و ي لبسونه،و إذا دعوا إلى صلح يصالحونه و ي لبسونه، فإن هم Wa idza> du‘u> ila shulchin yusha>lichu>nahu wa yalbisu>nahu, fa innahum yusha>lichu>nahu wa yalbisu>nahu (Hisyam, 2006: 370).
BSa:
Apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat
perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai
dan membuat perjanjian damai (Ahmad, 2014: 23).
Empat responden memberikan penilaian ‘tiga’ dan dua responden
memberikan penilaian ‘dua’ untuk data 2 di atas. Alasan kedua responden
dalam memberikan penilaian ‘dua’ adalah pada (1) tata letak gramatikal
BSa,dan (2) hasil terjemahan yang belum efektif. Berikut penjelasannya.
Pertama, konstruksi atau bentuk gramatikal BSa pada data 2 di atas,
dinilai masih berkonstruksi lisan bukan konstruksi baku sebagaimana
97
seharusnya sebuah piagam diterjemahkan. Adapun yang dimaksud dengan
kontruksi bahasa lisan adalah bahasa dengan kosakata yang tidak baku dari
segi gramatika bahasa Indonesia. Sebagaimana Chaer (2011: 133)
menjelaskan bahwa secara gramatikal, kata-kata baku harus dibentuk menurut
kaidah-kaidah gramatika.
Kedua, penerjemah dinilai kurang teliti dalam menerjemahkan “دعوا”
du‘u> dan “ فإن هم” fa innahum yang diterjemahkan menjadi “mereka diajak”
dan “mereka tetap bersedia”. Klausa pasif “دعوا” du‘u> dalam kamus Al-
Munawwir (1997: 406) dan Al-Maurid (2006: 363) berasal dari kata “ -دعا
.”da‘a>-yad‘u> yang bermakna “memanggil, mengundang, meminta ”يدعو
Dalam hal ini penerjemah melakukan strategi transposisi dalam
menerjemahkan fi’l majhul (bentuk pasif Arab) “دعوا”du‘u> menjadi bentuk
pasif pula, yaitu dengan mengedepankan objek; “mereka diajak”.
Adapun kata “دعوا” du‘u> dan “ فإن هم” fa innahum memiliki
referen/rujukan pronomina “mereka” yang berbeda. Pronomina “mereka”
yang pertama pada klausa “دعوا” du‘u> merujuk pada “pendukung piagam”
karena data 2 di atas masih memiliki hubungan makna dengan kalimat
sebelumnya, yakni “ فة و أب ره ،و إن اهلل على أت قى ما في هذه الصحي ”wa inna’l-La>ha
‘ala atqa ma> fi hadzihi’sh-shachi>fati wa abarrihi (Hisyam, 2006: 370) yang
artinya “Allah berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang
setia padanya” (Ahmad, 2014: 23).
Adapun pronomina “mereka” yang kedua pada kata “ فإن هم” fa
innahummerujuk pada “pihak lawan” sebagaimana masih berhubungan
dengan kalimat sebelumnya, yakni “ ن هم النصر على من دهم ي ثرب و ،إن ب ي ”wa inna
98
bainahumu’n-nashru’ala man dahama Yatsriba (Hisyam, 2006: 370) yang
artinya “Di kalangan warga Negara sudah terikat janji pertahanan bersama
untuk menentang setiap agresor terhadap kota Yatsrib” (Ahmad, 2014: 23).
Sehingga pronomina kedua “mereka” ini merujuk pada kalimat “ من دهم ي ثرب
man dahama Yatsriba (setiap agresor terhadap kota Yatsrib).
Salah satu responden yang memberikan penilaian kurang akurat atau
‘dua’ memberikan saran terjemahan efektif untuk data 2 di atas, yakni:
“Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak
lawan) memenuhi perdamaian serta menjalankan perjanjian itu, maka
perjanjian itu harus dipatuhi”. Pada saran terjemahan, responden
memberikan penjelasan singkat untuk kedua pronomina, yakni “pendukung
piagam” dan “pihak lawan” sebagai bentuk revisi terjemahan.
Keempat responden lain menilai bahwa data 2 di atas telah akurat
karena pesan BSu tetap tersampaikan dengan baik dan dapat dimengerti.
Selain itu, makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks BSa
pada PM sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSu; sama sekali tidak
terjadi distorsi makna.
Adapun menurut keempat responden tersebut, penggunaan istilah
asing seperti “treaty” tidak mengurangi makna pesan yang ingin disampaikan
penerjemah dalam terjemahannya. Walaupun terdapat dua responden yang
menilai data 2 di atas kurang akurat, namun rerata penilaian adalah ‘tiga’
setelah dilakukan pembulatan skor.
2. Terjemahan Kurang Akurat
99
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian kurang akurat adalah
terjemahan dengan sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa,
kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSa
(bahasa Indonesia). Akan tetapi masih terdapat distorsi makna, terjemahan
makna ganda (taksa), dan ada makna yang dihilangkan yang mengganggu
keutuhan pesan BSu pada teks PM.
Terjemahan kurang akurat pada teks PM ini berjumlah 55 data
(64,71%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan kurang akurat
berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian diterapkan pembulatan skor
sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2 (dua). Berikut contoh
terjemahan kurang akurat menurut penilaian keenam responden.
(3) BSu:
و ل ي قتل مؤمن مؤمنا في كافر،Wa la> yaqtulu mu’minun mu’minan fi ka>firin (Hisyam, 2006: 369).
BSa:
Tidak pula diperkenankan seseorang yang beriman membunuh
seorang beriman yang lainnya lantaran seorang yang tidak
beriman (Ahmad, 2014: 15).
Pada data 3 di atas, tiga responden memberikan penilaian ‘dua’
sedangkan tiga responden lainnya memberikan penilaian ‘tiga’. Alasan ketiga
responden yang memberikan penilaian ‘dua’ adalah bahwa (1) hasil
terjemahan masih terdapat makna ganda (taksa) sehingga tidak bisa dipahami
secara langsung, dan (2) penggunaan kata sambung “yang” dan kata
“seseorang/seorang” dinilai kurang tepat karena keduanya merupakan
konstruksi bahasa lisan yang dituliskan.
100
Makna ganda (taksa) yang terdapat pada data 3 di atas adalah pada
terjemahan frasa “ في كافر” fi ka>firin yang diterjemahkan menjadi “lantaran
seorang yang tidak beriman”. Kata “lantaran” dalam Kamus Tesaurus
Indonesia (2008: 279) memiliki makna “alasan, pemicu, penyebab”. Di
samping itu, Ramlan (1981: 69) menyatakan bahwa kata “lantaran” lebih
lazim untuk digunakan dalam ragam tidak resmi. Maka pemakaian kata
tersebut menjadikan hasil terjemahan ternilai kurang akurat.
Penerjemah dalam frasa “ في كافر” fi ka>firin menerjemahkan partikel
fi sebagai “lantaran” yang kemudian mengalami makna ganda dalam ”في“
hasil terjemahannya, yaitu memberikan pemahaman berupa “bersebab
seorang kafir itu, seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lain”atau
“bersebab seorang mukmin itu membunuh orang kafir tersebut, maka
seorang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lain”. Padahal apabila kita
merujuk pada pada kalimat sebelumnya telah dijelaskan bahwa seorang
mukmin yang muttaqin harus bersatu menentang setiap kesalahan yang
diperbuat mukmin lain walaupun pada anak mereka sendiri (Hisyam, 2006:
369; Ahmad, 2014: 15). Maka terjemahan yang akurat untuk frasa “ في كافر” fi
ka>firin adalah “bersebab mukmin itu membunuh orang kafir tersebut”.
Penggunaan kata sambung “yang” dan kata “seseorang/seorang” oleh
penerjemah dinilai kurang akurat karena keduanya merupakan konstruksi
bahasa lisan yang dituliskan. Dalam TBBI (1988: 299-300) kata sambung
“yang” merupakan konjungtor subordinatif yang menghubungkan dua klausa
atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Pada
pengelompokan konjungtor subordinatif terdapat anggota yang termasuk
101
dalam kelompok preposisi, yakni pertama kata konjungtor tersebut bertindak
sebagai konjungtor dan kedua sebagai preposisi. Sehingga dapat diikuti
dengan klausa atau kata. Adapun kata sambung “yang” pada data 3 dinilai
kurang akurat karena mengganggu keutuhan pesan BSu. Kata sambung
“yang” tersebut dapat dihilangkan untuk mendapat terjemahan yang lebih
efektif dan akurat, sehingga menjadi “Seorang mukmin tidak boleh
membunuh mukmin lainnya karena ia membunuh orang kafir”.
Adapun kata “seseorang/seorang” yang digunakan penerjemah untuk
menjelaskan kata “ مؤمن” mu’minun dan “ كافر” ka>firun sebagai “seseorang
yang beriman” dan “seorang yang tidak beriman” adalah kurang efektif.
Dalam TBBI (Sugono, 2003: 285-286) penggolongan yang menyatakan
ketunggalan, seperti sebuah, seekor, dan seorang dalam konteks tertentu
dapat dihilangkan tanpa perbedaan arti. Namun memang dalam konteks
tertentu dapat mengubah kalimat. Penggolongan ini bersifat spesifik dan
bukan generik. Maka penggunaan kata “seseorang/seorang” oleh penerjemah
pada data 3 di atas, dapat dihilangkan sehingga kembali pada istilah BSu-nya,
yaitu “ مؤمن” mu’minun menjadi “mukmin” dan “ كافر” ka>firun menjadi “kafir”.
3. Terjemahan Tidak Akurat
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian tidak akurat adalah
sejumlah 0 data atau 0%. Skor penilaian dari keenam responden memiliki
rata-rata dengan pembulatan yang tidak masuk dalam kategori terjemahan
tidak akurat. Adapun makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat pada
teks terjemahan PM telah akurat maupun kurang akurat diterjemahkan oleh
penerjemah teks PM.
102
B. Aspek Keberterimaan
Aspek keberterimaan dalam penelitian ini adalah aspek untuk
mengukur hasil penilaian responden terhadap keberterimaan teks terjemahan
PM berdasarkan istilah teknis, kaidah, tata gramatikal BSa. Sebagaimana
Nababan (2012: 44-45) menjelaskan mengenai aspek kedua dari terjemahan
yang berkualitas adalah terkait dengan masalah keberterimaan teks BSa.
Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah
diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma, dan budaya yang berlaku
dalam BSa ataukah belum.
Dalam pengalihan bahasa kita mengenal adanya pengalihan bahasa
dan budaya yang disesuaikan dengan teks BSa. Pertimbangan konteks situasi
dan budaya menjadikan penerjemah tidak serta merta menerjemahkan suatu
teks akan tetapi mencari kesesuaian antarteks BSu dengan konteks situasi dan
budaya teks BSa, yang dalam penelitian ini adalah bahasa Indonesia.
Sebagaimana Burdah (2004: 13) menjelaskan kata “الصبر” a’sh-shabru (sabar)
sebagai suata kata yang lebih dominan pada ‘aktivitas’ yang timbul dari kata
tersebut. Misalnya sabar dalam berjuang. Sedangkan dalam bahasa Indonesia,
makna dari kata “sabar” lebih bersifat ‘pasif’, seperti sabar menerima
musibah, sabar menerima musibah. Sehingga kata “الصبر” a’sh-shabru lebih
tepat diterjemahkan menjadi “teguh, tegar, atau gigih”.
Keenam responden diberikan parameter kualitatif untuk dapat
mengalokasikan skor nilai pada data yang merujuk pada tiga bagian aspek
keberterimaan, yaitu berterima, kurang berterima, dan tidak berterima.
Dari tabel 3.7 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keberterimaan
memiliki 42 data terjemahan berterima, 43 data terjemahan kurang berterima,
dan 0 data untuk terjemahan tidak berterima. Pada tabel dapat disimpulkan
bahwa hasil terjemahan teks PM tidak memiliki terjemahan yang tidak
berterima menurut keenam responden. Hal ini karena terjemahan teks PM
telah berterima maupun kurang berterima dalam masyarakat BSa berdasarkan
akumulasi dari penilaian keenam responden. Tidak terdapat akumulasi nilai
106
yang merupakan kategori terjemahan tidak berterima. Adapun penjelasan
mengenai ketiga parameter tersebut adalah sebagai berikut.
1. Terjemahan Berterima
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian ‘terjemahan berterima’
adalah terjemahan yang terasa alamiah, istilah teknis yang digunakan lazim
digunakan dan akrab bagi pembaca, dan elemen struktural BSa (frasa, klausa,
dan kalimat) yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Terjemahan dengan kategori berterima ini berjumlah 42 data
(49,41%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan
kategori berterima ini berkisar antara 2,7 hingga 3,0. Kemudian diterapkan
pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 3 (tiga).
Berikut contoh data terjemahan yang berterima menurut penilaian responden.
(5) BSu:
عة ظلم، أو إثم، أو هم، أو اب ت غى دسي و إن ال مؤمنين ال متقين على من ب غى من عدوان، أو فساد ب ين ال مؤمنين،
Wa innal-mu’mini>nal-muttaqi>na ‘ala man bagha minhum, awibtagha dasi>’ata zhulmin, aw itsmin, aw ‘udwa>nin, aw fasa>din bainal-mu’mini>na (Hisyam, 2006: 369).
BSa:
Segenap orang-orang beriman yang bertakwa harus menentang
setiap orang yang berbuat kesalahan, melanggar ketertiban,
penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat
orang-orang yang beriman (Ahmad, 2014: 15).
Lima responden untuk data 5 di atas memberikan penilaian ‘tiga’ yang
artinya kelima responden tersebut sepakat bahwa data 5 di atas sudah
merupakan terjemahan yang alamiah karena istilah teknis yang digunakan
lazim dan akrab bagi pembaca. Akan tetapi, kelima responden memberikan
saran, berupa (1) mengganti kata “segenap” di awal kalimat dengan kata
“semua”, dan (2) menggunakan kosakata serapan bahasa Indonesia untuk kata
107
al-muttaqi>na, yakni “mukmin” dan ”ال متقين “ al-mu’mini>na dan kata ”ال مؤمنين “
“muttaqin”. Lebih lanjut Chaer (2011: 168) dan PUEBI (2016: 58)
menjelaskan mengenai kaidah penulisan unsur kata serapan dalam bahasa
Indonesia terbagi menjadi dua macam, yakni pertama, kosakata serapan yang
sudah menjadi bagian dari sistem kosakata bahasa yang penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (seperti badan,
waktu, atret). Dalam hal ini, penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan
bentuk asalnya. Kedua, kosakata serapan yang ejaannya dibentuk menurut
pedoman penyesuaian ejaan dan belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia (seperti negosiasi, riset, de facto, de jure). Unsur-unsur itu dipakai
dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya
masih mengikuti cara asing.
Adapun kosakata serapan untuk kata “ ال مؤمنين” al-mu’mini>na dan kata
al-muttaqi>na merupakan kosakata serapan yang ejaannya dibentuk ”ال متقين “
menurut pedoman penyesuaian ejaan bahasa Indonesia. Sehingga pemakaian
kosakata serapan berupa “mukmin” (KBBI, 2008: 979) dan “muttaqin” akan
lebih efektif dan berterima karena pemakaian kedua istilah tersebut tidak
asing bagi masyarakat BSa.
Satu responden lainnya memberikan penilaian ‘dua’ untuk data 5 di
atas. Alasan responden tersebut adalah hasil terjemahan yang kurang efektif.
Kemudian responden memberikan tawaran terjemahan yang efektif berupa
“Seluruh kaum mukminin yang bertakwa harus menentang setiap orang yang
mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, atau berniat jahat, atau
108
melakukan permusuhan, atau membuat kerusakan di antara kaum
mukminin”.
2. Terjemahan Kurang Berterima
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian ‘terjemahan kurang
berterima’ adalah terjemahan yang sudah terasa alamiah, namun ada sedikit
masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan
gramatikal.
Terjemahan dengan kategori kurang berterima ini berjumlah 43 data
(50,59%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan
kategori kurang berterima ini berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian
diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2
(dua). Berikut contoh data terjemahan yang kurang berterima menurut
penilaian keenam responden.
(6) BSu:
فإنه ل ي وتغ إل ن فسه، و أهل ب يته،م إل من ظلم و أث Illa man zhalama wa atsima fa innahu la> yu>tigha illa nafsahu wa ahlu baitihi (Hisyam, 2006: 369).
BSa:
Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang
menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya
(Ahmad, 2014: 19).
Pada data 6 di atas, empat responden memberikan penilaian ‘dua’ dan
dua responden lainnya memberikan penilaian ‘tiga’. Data 6 mengalami
pembulatan dari rata-rata nilai 2,3 menjadi masuk pada kategori 2. Sehingga
data 6 di atas termasuk terjemahan yang kurang berterima.
109
Adapun alasan dari empat responden yang memberikan penilaian
‘dua’ adalah terjemahan yang kurang efektif karena pola kontruksi yang
tersusun adalah kontruksi bahasa lisan bukan bahasa tulis.
Penerjemah telah melakukan strategi semantis-analisis komponensial
dalam menerjemahkan kata “ ظلم” zhalama, “ أثم” atsima, dan “ ن فسه” nafsuhu.
Penerjemah mendeskripsikan ketiga kata tersebut menjadi “ada yang
mengacau, berbuat kejahatan, orang yang bersangkutan”.
Dalam kamus Tesaurus (2008: 560) kata “ ظلم” zhalama telah diserap
ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “zalim, aniaya, lalim”. Responden
menyarankan untuk menggunakan kata serapan bahasa Indonesia, yakni
“zalim”. Hal itu karena menerjemahkan kata “ ظلم” zhalama dengan “ada yang
mengacau” kurang berterima di masyarakat BSa dan sudah memiliki kata
serapan dalam bahasa Indonesia.
Kata “ أثم” atsima dalam kamus Al-Munawwir (1997: 8) memiliki
makna “berbuat dosa/kesalahan, kejahatan”. Responden dalam hal ini sepakat
dengan terjemahan “berbuat kejahatan” dari penerjemah. Namun perlu
diringkas menjadi bentuk nominanya saja, yaitu kata “jahat”. Hal itu karena
terdapat dua kata verba dalam satu kalimat pada data 6 di atas. Maka
terjemahan dari “ إل من ظلم و أثم” illa man zhalama wa atsima menjadi
“kecuali bagi yang berbuat zalim dan jahat”.
Adapun kata “ ن فس” nafsun dalam kamus Al-Munawwir (1997: 1446)
memiliki makna “jiwa, diri sendiri”. Maka arti harfiah bentuk frasa “ن فسه”
nafsuhu pada data 6 di atas adalah “dirinya sendiri”. Responden berpendapat
bahwa terjemahan berupa “orang yang bersangkutan” merupakan terjemahan
110
deskriptif yang kurang efisien. Penerjemah mengelaborasi terjemahan harfiah
“diri sendiri” pada data 6. Hal ini menyebabkan pesan kurang dapat
tersampaikan karena pemakaian istilah teknis yang kurang berterima.
Sehingga terjemahan yang baik untuk kalimat “ ه، و أهل ب يته إل ن فس ” illa nafsuhu
wa ahlu baitihi adalah “kecuali diri dan keluarganya”.
Pola kontruksi gramatikal yang terdapat pada terjemahan data 6 di atas
memiliki kontruksi bahasa lisan. Hal itu dapat dilihat pada tambahan
konjungsi “yang” dengan pengulangan sebanyak 3 kali pada kalimat.
Penambahan konjungsi “yang” tersebut membuat kalimat sukar untuk
dipahami dalam sekali baca. Sehingga usulan responden terhadap terjemahan
pada data 6 di atas adalah “kecuali bagi yang berbuat zalim dan jahat, maka
hanya akan menimpakan kerugian bagi diri dan keluarganya”.
3. Terjemahan Tidak Berterima
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian tidak berterima adalah
sejumlah 0 data atau 0%. Skor penilaian dari keenam responden memiliki
rata-rata dengan pembulatan yang tidak masuk dalam kategori terjemahan
tidak berterima. Tidak terdapat akumulasi nilai yang merupakan kategori
terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan, atau istilah
teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca,
atau elemen struktural BSa (frasa, klausa, dan kalimat) yang digunakan tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.Sehingga dapat disimpulkan
bahwa aspek keberterimaan teks terjemahan PM telah berterima maupun
kurang berterima berdasarkan akumulasi dari penilaian enam responden.
C. Aspek Keterbacaan
111
Aspek keterbacaan dalam teks terjemahan PM merupakan
representatif dari terjemahan yang sudah dapat dipahami pesan BSu di dalam
BSa oleh masyarakat pembaca BSa. Aspek keterbacaan ini pun mengukur
tingkat pemahaman pembaca –dalam hal ini diwakilkan enam responden–
dengan membaca teks terjemahan PM yang dihasilkan penerjemah.
Nababan (2012: 45) menjelaskan pada mulanya istilah keterbacaan
hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian istilah keterbacaan itu
dikaitkan pula dalam bidang penerjemahan karena konteks penerjemahan
yang tidak lepas dari sifat membaca. Istilah keterbacaan itu pada dasarnya
tidak hanya menyangkut keterbacaan pesan teks BSu, tetapi juga keterbacaan
pesan teks BSa.
Keenam responden diberikan parameter kualitatif untuk dapat
mengalokasikan skor nilai pada data yang merujuk pada tiga bagian aspek
keterbacaan, yaitu terbaca tinggi, terbaca sedang, dan terbaca rendah. Berikut
Dari tabel 3.9 di atas, penilaian hasil terjemahan aspek keterbacaan
memiliki 57 data terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi, 28 data
terjemahan tingkat keterbacaan sedang, dan 0 data untuk terjemahan tingkat
keterbacaan rendah. Pada tabel dapat disimpulkan bahwa terjemahan teks
terjemahan PMtidak memiliki terjemahan dengan tingkat keterbacaan rendah
menurut keenam responden. Hal ini karena terjemahan teks PM telah ‘terbaca
tinggi’ maupun ‘terbaca sedang’ oleh masyarakat BSa berdasarkan akumulasi
dari penilaian keenam responden. Tidak terdapat akumulasi nilai yang
merupakan kategori terjemahan ‘terbaca rendah’. Adapun penjelasan
mengenai ketiga parameter tersebut adalah sebagai berikut.
1. Terjemahan Keterbacaan Tinggi
Terjemahan PM yang memiliki penilaian dengan tingkat keterbacaan
tinggi adalah terjemahan dengan kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat
BSa yang sudah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
Terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi ini berjumlah 57 data
(67,06%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan
kategori ‘terbaca tinggi’ ini berkisar antara 2,7 hingga 3,0. Kemudian
diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 3
114
(tiga). Berikut contoh data terjemahan ‘terbaca tinggi’ menurut penilaian
keenam responden.
(8) BSu:
ن هم، ل يسالم مؤمن دون مؤمن في قتال في سبيل اهلل، إل على سواء و عدل ب ي La> yusa>limu mu’minun du>na mu’minin fi qita>lin fi sabi>li’l-La>hi illa ‘ala sawa>’in wa ‘adlin bainahum (Hisyam, 2006: 369).
BSa:
Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman
membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya
dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar
persamaan dan adil di antara mereka (Ahmad, 2014: 16).
Rata-rata penilaian data 8 di atas adalah ‘tiga’ tanpa pembulatan,
artinya bahwa keenam responden telah memberikan penilaian ‘tiga’ secara
bersamaan. Responden menilai bahwa terjemahan data 8di atas memiliki
tingkat keterbacaan tinggi karena teks terjemahan dapat dipahami dengan
mudah oleh responden yang mana merupakan pembaca teks tersebut. Akan
tetapi responden memberikan saran mengenai terjemahan yang lebih efektif
untuk data 8 di atas.
Penerjemah dalam data 8 menerjemahkan frasa “ ن هم ”على سواء و عدل ب ي
‘ala sawa>’in wa ‘adlin bainahum menjadi “atas dasar persamaan dan adil di
antara mereka”. Dua nomina “ سواء” sawa>’un dan “ ل عد ” adlun mengalami
terjemahan yang tidak paralel karena pemakaian afiks/imbuhan yang tidak
berdampingan. Nomina “ سواء” sawa>’un dalam kamus Al-Maurid (2006: 487)
memiliki arti “sama, mirip, serupa”. Sedangkan “ عدل” adlun dalam kamus Al-
Munawwir (1977: 905) memiliki arti “keadilan, kejujuran”. Namun
penerjemah hanya menambahkan afiks prefiks-sufiks berupa per-an pada
nomina “sama” menjadi “persamaan” dan tidak menambahkan afiks pada
nomina “adil”. Afiksasi dalam penurunan nomina sebagaimana yang
115
dijelaskan oleh Alwi dkk dalam TBBI (2003: 222) terdiri dari tiga prefiks dan
satu sufiks yang dipakai dalam menurunkan nomina, yakni ke-, per-, dan
peng- serta sufiks -an. Karena prefiks dan sufiks dapat bergabung maka
seluruhnya ada tujuh macam.
Adapun pada data 8 di atas, nomina “ سواء” sawa>’un dan “ عدل” adlun
adalah dua nomina yang saling berhubungan maknanya, sehingga responden
menyarankan untuk diterjemahkan menjadi “kesamaan dan keadilan”. Yaitu
menambahkan afiks ke-an pada nomina “sama” dan “adil”.Keduanya
mengalami penambahan afiks prefiks-sufiks yang sama, yakni ke-an.
Saran kedua adalah mengenai terjemahan nomina “ مؤمن” mu’minun
yang diterjemahkan menjadi “segolongan orang-orang yang beriman”.
Terjemahan ini menggunakan strategi penerjemahan semantis-perluasan
dalam memperluas nomina “ مؤمن” mu’minun. Terjemahan seperti ini menurut
responden dinilai kurang efektif karena dalam masyarakat BSa terdapat istilah
yang sudah baku akibat serapan dari bahasa asing (red: bahasa Arab). Nomina
mu’minun dalam kamus KBBI (2008: 979) memiliki arti “orang yang ”مؤمن “
beriman dan percaya kepada Allah”. Sedangkan dalam kamus Tesaurus
Indonesia (2008: 330) memiliki persamaan makna dengan “muslim, mukmin,
mukminat, orang islam”. Sehingga terjemahan efektif yang ditawarkan oleh
responden adalah mengganti terjemahan “segolongan orang-orang yang
beriman” menjadi “seorang mukmin” karena nomina “ ؤمن م ” mu’minun
menunjukkan nomina tunggal.
Saran ketiga adalah mengenai penambahan semantis dalam
terjemahan “ ل يسالم مؤمن دون مؤمن” la> yusa>limu mu’minun du>na mu’minin
116
yang diterjemahkan menjadi “Tidak diperkenankan segolongan orang-orang
yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya”.
Dalam terjemahan ini, penerjemah menggunakan strategi semantis-
penambahan untuk menyampaikan pesan dari BSu. Namun responden
memberikan pendapat bahwa ini merupakan hasil terjemahan yang kurang
efisien karena kontruksi bahasa lisan yang masih terasa dikala penerjemah
menggunakan kata “sertanya” dan “lainnya” pada hasil terjemahannya
tersebut. Maka responden menyarankan untuk mengganti terjemahan tersebut
menjadi “seorang mukmin tidak boleh membuat perjanjian damai tanpa ikut
serta mukmin yang lain”.
2. Terjemahan Keterbacaan Sedang
Terjemahan teks PM yang memiliki penilaian dengan tingkat
keterbacaan sedang adalah terjemahan yang secara umum dapat dipahami
oleh pembaca BSa, namun ada bagian tertentu pada teks yang harus dibaca
lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan teks PM tersebut.
Terjemahan dengan tingkat keterbacaan sedang ini berjumlah 28 data
(32,94%). Skor penilaian yang termasuk pada data terjemahan dengan
kategori ‘terbaca sedang’ ini berkisar antara 1,8 hingga 2,5. Kemudian
diterapkan pembulatan skor sehingga data masuk pada rentan skor bernilai 2
(dua). Berikut contoh data terjemahan ‘terbaca sedang’ menurut penilaian
keenam responden.
(9) BSu:
و إنه ل تجار حرمة إل بإذن أهلها،Wa innahu la> tuja>ru churmatun illa bi idzni ahliha> (Hisyam, 2006: 370).
BSa:
117
Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketentraman
atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan
izin suaminya (Ahmad, 2014: 22).
Rerata penilaian pada data 9 di atas adalah ‘dua’ tanpa ada
pembulatan skor. Akan tetapi tidak semua responden memberikan penilaian
yang sama. Keenam responden terbagi menjadi tiga kelompok dalam
memberikan penilaian ‘satu’, ‘dua’, dan ‘tiga’. Adapun dua responden
pertama yang memberikan penilaian ‘tiga’ memberikan alasan bahwadata 9di
atas sudah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca BSa.
Dua responden selanjutnya yang memberikan penilaian ‘dua’
menyatakan bahwa data 9 di atas pada umumnya telah memiliki terjemahan
yang dapat dipahami oleh pembaca. Akan tetapi terdapat bagian tertentu yang
harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. Hal itu karena
penerjemah melakukan (1) pemilihan makna leksikal BSa yang kurang tepat,
dan (2) menyusunsusunan gramatikal BSa yang belum sesuai dengan Ejaan
Bahasa Indonesia.
Alasan pertama adalah pemilihan leksikal yang kurang tepat. Pertama,
pada kata “ حرمة” churmatun yang diterjemahkan menjadi “tetangga wanita”
kemudian diberikan tambahan informasi berupa “ketentraman atau
kehormatannya”. Penerjemah dalam kata hal ini telah melakukan strategi
semantis-analisis komponensial, yakni mendeskripsikan kata “ حرمة”
churmatun dengan menggunakan dua atau lebih komponen leksikal kata
tersebut. Di dalam kamus Al-Munawwir (1977: 256) kata “ حرمة” churmatun
berasal dari “ يحرم -حرم ” charama-yachrumu yang bermakna dasar
“mencegah”. Kamus ini memberikan tawaran arti dari kata “ حرمة” churmatun
berupa “Hak-hak Allah/ الحرمة al-churmatu, jaminan/ ذمة dzimmatun,
118
kesucian/ القداسة al-quda>satu, kehormatan/ ما ل يحل انتهاكه ma> la> yachillu
intiha>kuhu, dan wanita/ ال مرأة al-mar‘atu”. Adapun dalam kamus Al-Maurid
(2006: 291) kata “ حرمة” churmatun memiliki arti “kesucian, sesuatu yang
tidak dapat dilanggar”. Responden memberikan saran untuk menerjemahkan
kata “ حرمة” churmatun menjadi bermakna “ ذمة” dzimmatun yaitu “jaminan”
tanpa perlu diberikan deskripsi tambahan dari makna leksikalnya.
Katakedua adalah kata verba “ تجار” tuja>ruyang memiliki asal kata