BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi beri,plantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut dengan kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada parsinterstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. 3.2 Epidemiologi Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
beri,plantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan
yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk
tumbuh kembang mencapai aterm. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada parsinterstitialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.
3.2 Epidemiologi
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Sebagian besar
wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita
20-30 tahun dengan sosioekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi
gonore dan tuberkulosa yang tinggi. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik
terganggu yang paling banyak terjadi ialah pada tuba (90%). Penelitian
Cunningham,di Amerika melaporkan kehamilan ektopik tergangggu lebih sering
dijumpai pada wanita kulit hitam daripada kulit putih karena prevalensi
peradangan pelvis lebih banyak pada kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik
terganggu yang berulang adalah 1-14,6%. Pada kehamilanektopik ini
merupakan penyebab utama kematian pada trimester pertama, serta
bertanggung jawab atas 9% dari seluruh kematian yang terjadi pada ibu hamil.
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke
endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini, antara lain :
- Faktor tuba
Adanya peradangan pada tuba menyebabkan penyempitan lumen tuba,
saluran tuba yang berkelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tidak
berfungsi dengan baik. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan
endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital
serta adanya tumor disekitar tuba.
- Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka
zigot akan tersendat dalam perjalanannya saat melalui tuba.
- Faktor Ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba kontralateral
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang
sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar
- Faktor hormonal
Pada akseptor pil kb yang hanya mengandung hormon progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila tejadi pembuahan dapt
terjadi kehamilan ektopik.
- Faktor lain
Termasuk pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul
pada endometrium dan endosalping dapat mengakibatkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor
perokok juga dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi
dari kehamilan ektopik, yaitu :
1. Kehamilan Tuba adalah kehamilan ektopik pada bagian dari tuba falopii,
yakni pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), pars
intertisialis (2%).
2. Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni :
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin
3. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh
karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili
korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
4. Kehamilan Abdominal
Kehamilan ini terjadi bila kantong kehamilan berimplantasi diluar uterus,
ovarium dan tuba falopii
5. Kehamilan intraligamenter
Kehamilan ini dapat berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang
pecah. Konseptus yang terjatuh kedalam ruangan ekstra peritoneal ini
apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memberikan
vaskularisasi maka fetus dapar tumbuh dan berkembang. Biasanya
kehamilan ini disebabkan kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
3.5 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan
mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau
dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan
ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang
degenerative.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong
oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah
menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat
terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita.
Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion
dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.
Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
3.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya, antara lain :
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut
mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan
taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per
empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur,
tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum rupture terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam
yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal,
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting dan perdarahan vaginal
e. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami
perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat
gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
f. Perubahan uterus
Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong kesalah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum
latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast
akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10%
pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa
dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
g. Hipovolemi
Perubahan nyata tejkanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penuruna
volume darah.
h. Masa pelvis
Masa pelvik dapat teraba pada 20% pasien. Massa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini
berukuran 5-15cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh daerah masa tersebut dapat
teraba keras.
i. Hematokel Pelvik
Pada kehamilan tuba, kerudakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diikuti oleh perembesan darah secara perlahan kedalam lumen tuba,
kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat
dan bahkan keluhan ringan dapat mereda namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul dengan adanya perlekatan dan
akhirnya membentuk hematokel pelvik.
3.7 Penegakan Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami
abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu
diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi.
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan
tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-
gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga
sensitif.
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan. Kehamilan
ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata
atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-
raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. (Ilmu kebidanan)
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.
Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5
minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia
kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala
sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan
intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk
dari kehamilan ektopik.
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. terganggu, terutama
bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin
baru terlihat setelah 24 jam.1 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan
adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan
kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah
leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human chorionic
gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling
awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum
yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.
Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes
kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.
Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level
β-hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat
darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan
ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri
dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5
minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih
sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.
Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit
visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi
3.8 Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya
terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap
dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif)
yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi
atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui
vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan
perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun
salpingoooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat
kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba.
Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam
divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter.
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan
ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan
perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali
mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.
3.9 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih