Master Plan Kawasan Industri Takalar
BAB 3 Kebijakan dan Gambaran Umum3.1 Kebijakan Pusat
3.1.1 Kebijakan Struktur Ruang Nasional dan Provinsi untuk
Kabupaten Takalar
Kebijakan struktur ruang wilayah nasional yang berlaku untuk
Kabupaten Takalar adalah pada RTRW Kabupaten Takalar Tahun
2010-2030 adalah:
1. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Metropolitan
Mamminasata : kawasan perkotaan di Takalar;
2. Jalan Nasional : Jaringan jalan nasional kolektor primer
meliputi Jalan Lintas Selatan dan Timur Sulawesi Selatan: Makassar
Sungguminasa Takalar - Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai
Watampone Sengkang Tarumpakkae.
3.1.2 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia, diberikan gambaran mengenai rencana pengembangan
wilayah wilayah di Indonesia. Takalar berada pada lingkup koridor
Sulawesi.Tema Pembangunan adalah pusat produksi dan pengolahan
hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan
nasional. Terdiri dari 6 pusat kegiatan ekonomi meliputi:
Makasar;
Kendari;
Mamuju;
Palu;
Gorontalo;
Manado.
Dengan kegiatan ekonomi utama adalah : Pertanian Pangan (Padi,
jagung, kedelai dan ubi kayu); Kakao; Perikanan; Nikel; Minyak dan
gas bumi (Migas). Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas
bumi potensial untuk dapat dikembangkan menjadi mesin pertumbuhan
di koridor ini.
Gambar 3.1 Rencana Pengembangan Koridor Sulawesi dalam MP3EI
Koridor Sulawesi diharapan menjadi garis depan ekonomi nasional
terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi
Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial
dengan kegiatankegiatan unggulannya. Meskipun demikian, secara umum
terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di koridor Ekonomi
Sulawesi, yaitu :
1. Rendahnya nilai PDRB per kapita di Sulawesi dibandingkan
dengan pulau lain di Indonesia;
2. Kegiatan ekonoi utama pertanian, sebagai kontributor PDRB
terbesar (30%), tumbuh dengan lambat, padahal kegiatan ekonomi
utama tersebut menyerap sekitar 50% tenaga kerja;
3. Investasi di Sulawesi berasal dari dalam dan luar negeri
relatif tertinggal dibandingkan daerah lain;
4. Infrastruktur perekonomian dan sosial seperti jalan, listrik,
air, dan kesehatan kurnag tersedia dan belum memadai.
3.1.3 Kebijakan RTR Pulau Sulawesi
3.1.3.1 TujuanTujuan dari RTR Pulau Sulawesi adalah:
Mencapai keseimbangan pemanfaatan ruang makro antara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya, antara kawasan perkotaan dan
perdesaan, antar wilayah dan antar sektor, dalam satu ekosistem
pulau dan perairannya;
Meningkatkan kesatuan pengembangan kegiatan ekonomi, sosial dan
pengembangan prasarana wilayah pada kawasan perkotaan dan perdesaan
dengan memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan;
Menjamin efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan
lintas provinsi;
Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya
bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan
pembangunan.
Fungsi RTR Pulau Sulawesi adalah memberikan dasar pencapaian
keterpaduan, keserasian dan keterkaitan spasial antar wilayah dan
antar sektor di dalam suatu kesatuan pulau dalam rangka optimasi
pemanfaatan ruang.
3.1.3.2 Struktur Ruang Wilayah Pulau Sulawesi
Struktur ruang wilayah Pulau Sulawesi disusun berdasarkan arahan
pola pengelolaan sistem pusat permukiman dan arahan pola
pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah yang meliputi arahan
pola pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi, sistem
jaringan prasarana energi, sistem jaringan prasarana sumber daya
air, dan sistem jaringan prasarana perkotaan.
Pola pengelolaan sistem pusat permukiman di Pulau Sulawesi
diarahkan pada terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai
dengan RTRWN. Hirarki perkotaan meliputi Kota PKN, PKW, dan PKL
sebagai satu kesatuan sistem.
Tabel 3.1 Arahan Sistem Pusat Permukiman di Provinsi Sulawesi
Selatan Menurut RTR Pulau Sulawesi
PKNPKWPKL
Kota Metropolitan Makasar - Sungguminasa Maros TakalarLuwu,
Parepare, Pangkajene, Barru, Palopo, Watampone, JenepontoMasamba,
Makale, Rantepao, Wotu, Malili, Soroako, Sinjai, Benteng,
Bulukumba, Bantaeng, Sengkang, Watansoppeng, Pinrang, Sidenreng
Rappang, Enrekang.
Sumber: RTR Pulau Sulawesi
3.1.4 Kebijakan RTRW Sulawesi Selatan
3.1.4.1 Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Hirarki sistem perkotaan ditentukan dengan menetapkan pusat
kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal.
Daerah Perkotaan di wilayah Sulsel mempunyai beberapa fungsi baik
fungsi utama maupun pendukung. Pusat kegiatan perkotaan dalam
hirarki dan lingkup pelayanannya, berupa Pusat Kegiatan Nasional
(PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang lingkup pelayanannya
provinsi, maupun Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang lingkup
pelayanannya kabupaten di wilayah Provinsi Sulsel.
Berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional sistem
perkotaan di wilayah Sulawesi Selatan ditentukan sebagai
berikut:
1. Pusat Kegiatan NasionalMetropolitan Mamminasata yang terdiri
dari Kota Makassar, Kota Maros, Kota Sungguminasa dan Kota Takalar
ditetapkan sebagai PKN dan relatif terletak di pantai barat Sulsel.
Mamminasata berfungsi sebagai pusat jasa pelayanan perbankan yang
cakupan pelayanannya berskala nasional; pusat pengolahan dan atau
pengumpul barang secara nasional khususnya KTI, menjadi simpul
transportasi udara maupun laut skup pelayanan nasional, pusat jasa
publik lainnya seperti pendidikan tinggi dan kesehatan yang skup
pelayanannya nasional khususnya KTI, berdaya dorong pertumbuhan
wilayah sekitarnya, dan menjadi pintu gerbang internasional
terutama jalur udara dan laut.2. Pusat Kegiatan Wilayah.
Kota-kota yang ditetapkan sebagai sebagai PKW adalah Kota Palopo
dan, Watampone yang terletak di pantai Timur Sulsel, kemudian
Parepare, Barru, Pangkajene yang terletak di pantai Barat Sulsel,
serta Jeneponto dan Bulukumba yang terletak di pantai Selatan.
Selain dari pada itu, oleh pemerintah melalui Deputi Menko
Perekonomian Bidang Koordinator Industri dan Perdagangan
(S268/D.IV.M.EKON/12/2007), menetapkan Kabupaten Selayar sebagai
pusat distribusi kebutuhan bahan pokok KTI. Oleh karena itu RTRWP
Sulsel mengarahkan Selayar dikembangkan menjadi PKW, yang pada
jangka panjang dimungkinkan berkembang menjadi PKN.
3. Pusat Kegiatan Lokal
Ibukota-ibukota kabupaten yang tidak termasuk sebagai PKW atau
dalam PKN Mamminasata menjadi PKL yang berfungsi sebagai pusat
pengolahan dan atau pengumpulan barang yang melayani kabupaten dan
beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai simpul transportasi
yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga,
sebagai jasa pemerintahan kabupaten; serta sebagai pusat pelayanan
publik lainnya untuk kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten
tetangga. PKL di wilayah Sulsel adalah Malili, Masamba, Rantepao,
Makale, Enrekang, Pangkajene, Sengkang, Soppeng, Sinjai,
Sungguminasa, dan Bantaeng.
4. Sub Pusat Kegiatan Lokal.
Sub pusat kegiatan lokal dan atau yang lebih mikro lagi dapat
terletak pada ibukota kecamatan atau di desa-desa sebagai
pusat-pusat agrobisnis dan agroindustri tempat tumbuh berkembangnya
komunitas dengan jatidiri nilai kearifan lokal dan secara ekonomis
dapat mempunyai ciri produk komoditas unggulan masing-masing.
Sub-sub pusat kegiatan yang berupa wilayah mikro ini diarahkan
menjadi desa mandiri pangan dan energi.
Berbagai pusat-pusat kegiatan tersebut diarahkan mempunyai
interkoneksi yang sinergis dengan sifat simbiosis mutualistis
dengan dukungan prasarana wilayah baik berupa jalan dan jembatan,
pelabuhan, bandara, terminal dan setasiun kerata api, jaringan
listrik, jaringan irigasi, jaringan air bersih, jaringan informasi
dan telekomunikasi. Selain daripada itu fasilitas sosial seperti
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ibadah,
fasilitas rekreasi dan olahraga, pasar dan sebagainya yang
mendukung keadilan dan kualitas pelayanan publik dan pemerataan
kesejahteraan yang proporsional sehingga kualitas hidup dan
berpenghidupan di semua tempat baik metropolitan, kota sedang, kota
kecil maupun desa relatif sama.
Pada hakekatnya secara umum sistem perkotaan direncanakan
sinergis dengan sistem perdesaan terutama dengan sentra produksi
komoditas lokalnya tempat berkembangnya komunitas-komunitas lokal
yang mempunyai kualitas jati diri dan kemandirian yang tumbuh
berkembang dalam tatanan yang semakin kondusif.
Sub-sub PKL di Sulsel adalah (Mandai, Marusu, Pucak, Paotere) di
Kabupaten Maros; (Untia dan Paotere) di Makassar; (Patalassang,
Samata-Bontomarannu, Malino) di Kabupaten Gowa, (Galesong,
Polongbangkeng Utara, Mangarabombang) di Kabupaten Takalar;
(Segeri, Labbakkang, Bungoro) di Kabupaten Pangkep; (Pabiringa,
Bungeng, dan Allu) di Kabupaten Jeneponto; (Pamatata, Kajuadi, dan
Bonerate) di Selayar; Bontobahari di Kabupaten Bulukumba; (Bikeru
dan Manipi) di Kabupaten Sinjai; (Bojo Kajuara, Kadai, Pompanua dan
Leppangeng) di Bone; (Cabenge dan Batubatu) di Kabupaten Soppeng;
Siwa di Kabupaten Wajo; (Bua, Bupon, Walenrang, Larompong, Lamasi,
Illambatu, dan Ponrang) di Kabupaten Luwu; (Latuppa, Bambalu, Wara
Timur) di Palopo; (KeteKesu, Palawa, Sesean, Rantetayo, Makulla,
Saddan, dan Rindingallo) di Kabupaten Tana Toraja; (Sabbang,
Baebunta, Bone-bone, Seko, Rampi dan Limbong) di Kabupaten Luwu
Utara; (Sorowako dan Wotu) di Kabupaten Luwu Timur, (PekkaE, Bojo,
Awerange, Ralla, dan Palanro) di Kabupaten Barru; (Lapadde dan
LumpuE) di Parepare; (Rappang, Tanru Tedong, Amparita, Watan Bulu,
Ponranae, Alakuang, dan Massepe) di Kabupaten Sidrap; (Bilajeng,
Baraka, Cakke, dan Maroangin) di Kabupaten Enrekang; dan (Suppa,
Kajuanging, Ujung Lero, Malimpung dan Marabombang) di Kabupaten
Pinrang.
Lihat Peta Arahan Rencana Struktur Ruang Provinsi Tahun
2008-2027.
Peta 3.1 Rencana Struktur Ruang Provinsi Sulawesi Selatan
3.1.4.2 Rencana Pola Ruang
Rencana Pola Ruang wilayah Provinsi Sulsel meliputi rencana
kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempunyai nilai strategis
provinsi dan atau lintas kabupaten dan atau kota. Kebijakan
pengembangan pola ruang ditujukan untuk mewujudkan pola penggunaan
ruang yang seimbang antara daya lindung kawasan lindung dengan
kapasitas produksi dan pemanfaatan kawasan budidaya secara asri dan
lestari. Kawasan lindung yang baik yang bersifat: (i) preservasi
berupa hutan lindung baik di daerah ketinggian pedalaman yang
merupakan daerah hulu (upstream) Daerah Aliran Sungai (DAS), maupun
hutan lindung Mangrove di pantai, serta kawasan perlindungan laut
di tempat aglomerasi terumbu karang; (ii) konservasi berupa hutan
suaka alam, taman nasional, taman margasatwa. Selain daripada itu
dalam untuk kepentingan pelestarian warisan sejarah dan budaya
dapat ditetapkan suatu kawasan konservasi seperti cagar budaya
bangunan buatan manusia yang ditetapkan sebagai benda
purbakala.
Dalam kawasan budi daya juga diusahakan sebisa mungkin
menumbuhkembangkan dan melestarikan kawasan lindung setempat baik
ruang darat, laut maupun udara untuk menjaga keasrian dan
kelestarian ragam hayati, yang juga merupakan mata rantai sistem
ekologi wilayah, seperti ruang terbuka hijau, baik berupa hutan
kota, jalur hijau di sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan
danau, sempadan jalan luar kota dan atau sempadan jalan bebas
hambatan. Dalam skala lingkungan mikro terutama di daerah perdesaan
diarahkan tumbuh berkembangnya tatanan desa mandiri pangan dan
energi yang didukung alam yang asri dan lestari. Pola pemanfaatan
daerah perkotaan diarahkan juga dapat terwujud tatanan lingkungan
yang swatata dalam memproduksi dan mengolah daya penentralisiran
limbah. Lihat Peta Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Peta 3.2 Rencana Pola Ruang Sulawesi Selatan
3.1.5 Tinjauan RTRW Mamminasata. Tujuan Pengembangan
Metropolitan Mamminasata
Menetapkan target bersama dan gambaran umum untuk masa depan
Mamminasata (2020) demi kepentingan seluruh masyarakat dan
pihak-pihak terkait di Mamminasata;
Menciptakan sebuah wilayah metropolitan yang dinamis dan
harmonis yang sejalan dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan
amenitas di seluruh wilayah Mamminasata;
Meningkatkan taraf hidup penduduk Mamminasata, yang menjamin
tersedianya kesempatan kerja dan pelayanan sosial yang memadai,
menggiatkan kegiatan perekonomian dan mengurangi tingkat resiko;
dan
Berfungsi sebagai model bagi pengembangan masa depan untuk
wilayah metropolitan di Indonesia.
Di samping keempat tujuan di atas, ditetapkan pula sebuah
semboyan untuk RTRW Mamminasata, yaitu: Metropolitan Mamminasata
yang Bersih, Kreatif dan Terkoordinasi. Bersih (Clean), Kreatif
(Creative) dan Terkoordinasi (Coordinated) (yang disingkat CCC atau
3C) akan menjadi sebuah gambaran umum yang dipegang oleh semua
pihak terkait. RTRW Mamminasata juga akan dirumuskan dan
diimplementasikan dengan mengikuti dan mewujudkan semboyan Kawasan
Metropolitan yang Kreatif, Bersih dan Terkoordinasi.
Dalam pengembangannya ada beberapa strategi pengembangan tata
ruang yang perlu dilakukan, yaitu:
Mamminasata sebagai Pusat Logistik dan Perdagangan di Kawasan
Timur Indonesia
Mamminasata sebagai Pelopor Seluruh Pembangunan di Sulawesi
Pengurangan Zat Pencemar dan Beban Lingkungan
Pengurangan Zat Pencemar dan Beban Lingkungan
Peningkatan Nilai Tambah Lokal
Penyediaan Layanan yang Berorientasi Kebutuhan
Pendekatan Partisipatoris dalam Rencana Tata Ruang dan
Implementasinya
Kemungkinan Penerapan Rencana Tata Ruang
Peta 3.3 Rencana Struktur Ruang Mamminasata
3.2 Kebijakan Daerah
3.2.1 Visi Misi
Visi Pemerintahan Kabupaten Takalar 2013-2017 adalah Takalar
Terdepan dalam Pelayanan Menuju Masyarakat Sejahtera, Berkeadilan,
Beriman dan Bertakwa.
1. Terdepan dalam Pelayanan.Memiliki pengertian sebagai se buah
pemerintahan yang mampu memberi jaminan pelayanan yang memuaskan
kepada masyarakat.2. Masyarakat Sejahtera.Kesejahteraan masyarakat
yang dimaksud adalah mereka merasa aman, nyaman, sehat, bebas dari
rasa tertekan dan terpenuhi kebutuhan dasar masyarakat.3.
Berkeadilan.Mengandung pengertian bahwa pelayanan yang memuaskan
dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa
membeda-bedakan.4. Beriman dan Bertaqwa.Dimaksudkan untuk
memberikan pegangan bahwa landasan pembangunan senantiasa
berdasarkan nilai-nilai agama, moral dan etika.Untuk mewujudkan
Visi tersebut, maka pemerintahan akan melaksanakan lima Misi
yaitu:1.Meningkatkan kualitas sumber daya manusia,2.Mewujudkan
pemerintahan yang bersih,3.Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah,4.Meningkatkan kesejahteraan rakyat,5.Meningkatkan
penghayatan nilai keagamaan.Untuk menjaga konsistensi visi dan misi
terutama di dalam menjabarkannya ke dalam kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan daerah selama lima tahun ke depan, maka harus
dibingkai dengan nilai-nilai budaya lokal yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat Takalar.3.2.2 RPJMD Kabupaten Takalar
2008-2013
Perkembangan ekonomi di Kabupaten Takalar dari Tahun ke Tahun
menunjukan arah positif. Membaiknya kondisi perekonomian Kabupaten
Takalar terutama didorong oleh sektor-sektor ekonomi yang memiliki
andil cukup besar bagi perekonomian daerah. Sektor pertanian
memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Tahun 2006, yaitu 54,71%
dari seluruh konstruksi ekonomi daerah. Sektor tersebut dianggap
mampu mnyerap banyak tenaga kerja dan menggerakkan perkembangan
sektor-sektor yang lain.
Kabupaten Takalar sesuai potensinya yang ditunjang oleh empat
kecamatan daerah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 73 km,
ditetapkan sebagai pusat pengembangan agribisnis perikanan dan
rumput laut. Tahun 2006 jumlah rumah tangga perikanan sekitar 5,707
dan petani rumput laut sekitar 3.343 rumah tangga. Pada Tahun 2006
produksi rumput laut mencapai 9.721 ton dengan luas areal sekitar
3.025 sehingga Kabupaten Takalar memiliki potensi sumber daya laut
terutama ikan terbang dan rumput laut.Produksi pertanian Kabupaten
Takalar meliputi tanaman padi-palawija, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kehutanan. Produksi tanaman padi palawija yang
memperlihatkan tren yang menaik selama periode 2002 hingga 2006
adalah tanaman jagung, sedangkan tanaman selain itu memperlihat
tren yang lebih berfluktuatif.
Tanaman padi dan palawija
Produksi tanaman padi selama 2002-2006 memperlihatkan keadaan
yang fluktuatif. Menurunnya produksi tanaman padi berkaitan dengan
menurunnya luas panen, namun produksi perhektar ha relatif stabil.
Pada Tahun 2002 produksi padi perhektar 4,71 ton menjadi 4,58 ton
pada Tahun 2006. Tanaman jagung memperlihatkan produksi yang
meningkat selama Tahun 2002-2006 dikarenakan bertambahnya luas
panen tanaman jagung, dengan produksi perkektarnya rata-rata
sebesar 3,33 ton. Tanaman perkebunan
Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Takalar yang terbesar
adalah tanaman tebu dan kelapa, sedangkan tanaman perkebunan selain
kedua jenis tanaman di atas mempunyai produksi yang relatif kecil.
Besarnya produksi tanaman tebu berkaitan dengan adanya Pabrik Gula
di Kabupaten Takalar.
Peternakan
Produksi Peternakan subsektor ini tidak begitu menonjol bila
dibandingkan dengan subsektor lainnya didalam sektor pertanian.
Produksi ternak besar dan kecil pada Tahun 2002-2006 memperlihatkan
adanya fluktuasi. Jenis ternak yang mengalami kecenderungan menurun
adalah ternak kambing dan itik.
Terdapat beberapa program dan kegiatan indikatif pembangunan
daerah Kabupaten Takalar. Program dalam bidang pertanian adalah
Revitalisasi bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan
dan Peningkatan daya saing produk unggulan daerah.
Kebijakan yang dipakai pada pelaksanaan prioritas ini adalah
:
Peningkatan kemampuan petani dan nelayan serta penguatan lembaga
pendukungnya;
Pengamanan ketahanan pangan;
Peningkatan akses petani dan nelayan kepada sumber daya
produktif seperti teknologi, informasi pemasaran, pengolahan dan
permodalan;
Perbaikan iklim usaha dalam rangka meningkatkan diversifikasi
usaha dan memperluas kesempatan berusaha;
Peningkatan kemampuan manajemen dan kompetensi kewirausahaan di
kalangan pelaku usaha bidang pertanian dan perikanan;
Mendorong peningkatan standar mutu komoditas, penataan dan
pengembangan industri pengolahan produk pertanian dan perikanan
untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah;
Peningkatan efisiensi sistem distribusi, koleksi dan jaringan
pemasaran produk untuk perluasan pemasaran, dan
Peningkatan pemanfaatan sumber daya perikanan dan optimasi
pemanfaatan hutan alam, pengembangan hutan tanaman serta hasil
hutan non kayu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap
menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kebijakan yang dipakai pada pelaksanaan prioritas peningkatan
daya saing produk unggulan daerah adalah:
Menjaga proses produksi dan pasca produksi yang mengacu pada
standar produk berkualitas di pasaran;
Memenuhi kebutuhan lokal kabupaten;
Memiliki potensi ekspor.
Kedua prioritas pembangunan di atas menyangkut bidang pertanian
dan kelautan. Bidang Pertanian mempunyai program indikatif sebagai
berikut. Program pemberdayaan penyuluh pertanian/perkebunan
lapangan
Program pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/perkebunan
Program peningkatan pemasaran hasil produksi
pertanian/perkebunan
Program peningkatan pemasaran hasil produksi peternakan
Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan
Program peningkatan penerapan teknologi peternakan
Program peningkatan produksi hasil peternakan
Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan3.2.3 RTRW
Kabupaten Takalar
3.2.3.1 Rencana Sistem Perkotaan
Secara garis besar rencana sistem perkotaan wilayah Kabupaten
Takalar dirumuskan berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu :
Tujuan dasar penataan ruang adalah agar tercipta sistem ruang
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Bila dijabarkan
lebih lanjut pengertian produktif dan bekerlanjutan dalam konteks
struktur ruang dimaknai sebagai suatu sistem dan hubungan
fungsional antar pusat perkotaan yang efektif, efisien, mendorong
peningkatan potensi masing-masing pusat (kawasan) secara
berkelanjutan dengan tetap menjaga keseimbangan alam.
Kondisi objektif hirarki pusat-pusat permukiman eksisting dan
RUTR Kabupaten Takalar tahun 2006, kebijakan penataan ruang
nasional dan provinsi yang menempatkan kawasan perkotaan
Pattalasang Takalar (PKN dan PKL).
Salah satu peranan rencana penataan ruang adalah untuk
menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah (kecamatan) dan
sekaligus mengantisipasi pertumbuhan pembangunan yang
terkonsentrasi pada pusat kota (ibukota kabupaten) atau pada
kawasan tertentu saja. Hal ini juga berkenaan dengan penciptaan
sistem pusat-pusat kota yang berjenjang sehingga terbangun suatu
sistem perkotaan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu,
terdapat pusat-pusat permukiman yang perlu didorong pertumbuhannya
dan ada pula yang hanya cukup dikendalikan sesuai potensinya,
bahkan mungkin dibatasi.
Untuk sistem pusat perkotaan Kabupaten Takalar, pusat-pusat
perkotaan yang perlu didorong atapun dikendalikan pertumbuhannya
adalah :
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) : adalah Galesong (kawasan
perkotaan Galesong kota sekitarnya), Polombangkeng Utara (kawasan
perkotaan Palleko sekitarnya) dan Mangarabombang (kawasan perkotaan
Mangadu sekitarnya) dengan kegiatan utama untuk masing-masing PPK
adalah :
Galesong Kota: pusat pendidikan maritim, kawasan industri
Takalar, perikanan laut, pertanian lahan kering dan basah,
perdagangan dan jasa serta maritime;
Palleko: pusat pengembangan kegiatan pertanian dan perkebunan,
pusat koleksi dan distribusi pertanian hortikultura;
Mangudu: pusat pengembangan industri rakyat hasil-hasil
pertanian dan perikanan, jasa kepariwisataan.
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL): Cilallang, Bulukunyi,
Sanrobone, Bontolebang, Bontokassi yang berfungsi sebagai pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar
desa.
Untuk mendukung kebijakan dan komitmen Pemerintah Kabupaten
Takalar sebagai kabupaten konservasi dan mitigasi bencana, maka
wilayah pesisir pantai Barat (terutama Mappakasunggu dan
Mangarabombang) perlu dikendalikan peruntukannya karena terkait
abrasi pantai dan cagar alam laut. Sedangkan di bagian Timur Utara
(Polombangkeng Utara dan Polombangkeng Selatan) perkembangannnya
dikendalikan sedemikian rupa sehingga mampu mendukung fungsi dan
kelestarian hutan produksi dan Taman Buru dan Suaka Margasatwa
Komara.
Pembangunan jaringan jalan juga dibatasi sedemikian rupa tanpa
mengurangi aksesibilitas antar pusat-pusat permukiman demi menjaga
kualitas dan kelestarian keberlanjutan pertanian tanaman pangan
lahan basah dan kering.
Untuk mendukung kegiatan pariwisata, mitigasi bencana,
mobilisasi hasil produksi laut, pertanian, perkebunan dan kehutanan
serta komoditas unggulan lainnya perlu dilakukan percepatan
pembangunan prasarana transportasi darat dan laut.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka rencana sistem perkotaan
di wilayah Kabupaten Takalar adalah sebagaimana yang terlihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 3.2 Rencana Sistem Perkotaan Kabupaten Takalar Tahun
2030
NoIbukota Kecamatan / KabupatenHirarki FungsiFungsi Utama
1.Pattalasang/PATTALASANGPPN/PKL2. Kawasan perkotaan
Metropolitan Mamminasata
3. Pusat pemerintahan kabupaten
4. Pusat pelayanan sosial dan ekonomi
2.Galesong Kota/GALESONGPPK5. Pendidikan & penelitian
maritime
6. Pelabuhan dan pergudangan laut
7. Perikanan dan hasil-hasil laut
8. Perdagangan dan jasa kawasan
3.Palleko/POLOMBANGKENG UTARAPPK9. Agropolitan Malolo
10. Wisata Alam Taman Buru dan SM
11. Perkebunan dan kehutanan
12. Peternakan
4.Mangadu/MANGARABOMBANGPPK13. Wisata budaya Maudu Lompoa
14. Koleksi & distribusi hortikultura
15. Industry kecil rakyat
16. Kawasan KTM Bahari Punaga
5.Cilallang/MAPPAKKASUNGGUPPL17. Pusat pengembangan industry
rakyat
18. Hasil-hasil pertanian dan perikanan, Ekonowisata Pulau
Tanakeke
6.Bulukunyi/POLOBANGKENG SELATANPPL19. Perikanan dan hasil-hasil
laut
20. Holtikultura dan perkebunan
21. Peternakan
7.Sanrobone/SANROBONEPPL22. Perikanan dan hasil-hasil laut
23. Perdagangan dan jasa
24. Penunjang kegiatan perikanan
8.Bontolebang/GALESONG UTARAPPL25. Kawasan industry Takalar
26. Kawasan PPI Beba
9.Bontokassi/GALESONG SELATANPPL27. Perikanan dan hasil-hasil
laut
28. Pertanian tanaman pangan
29. Penunjang kegiatan perikanan
Sumber: RTRW Kabupaten Takalar 2010-2030
Peta 3.4 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Takalar3.2.3.2 Rencana
Pola Ruang Kabupaten Takalar
Dengan memperhatikan ketentuan penyusunan pola ruang, kebijakan
pola ruang nasional dan provinsi, kebijakan pembangunan daerah,
kondisi objektif wilayah, daya tampung dan kebutuhan ruang untuk
masa mendatang, maka dapat dirumuskan rencana pola ruang untuk
Kabupaten Takalar sebagaimana diuraikan di bawah ini :
1. Rencana Pola Kawasan Lindung
Kawasan Hutan Lindung
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor : 890/KPTSII/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah
Provinsi Sulsel, luas Hutan Lindung di Kabupaten Takalar adalah
2.368 Ha yang berada di Kecamatan Polombangkeng Selatan dan
Kecamatan Mangarabombang.
Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan
Bawahannya
Hutan Lindung dan kawasan dengan kelas lereng di atas 40%
merupakan kawasan resapan air yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya. Kawasan dengan kelerengan di atas 40% di luar
dua kawasan berada di Kecamatan Polombangkeng Utara.
Fakta lapangan menggambarkan bahwa sebagian kawasan ini berada
dalam kondisi dengan bukaan vegetasi yang cukup luas dengan tanaman
kopi, kakao, jambu mete. Hasil superimpose peta kelas lereng di
atas 40% dengan peta rawan longsor menunjukkan bahwa sebagian dari
kawasan terebut dapat menimbulkan bahaya longsor.
Kawasan Perlindungan Setempat
Kabupaten Takalar merupakan wilayah aliran sungai (WAS)
Jeneberang dengan luas 9.624 Km2. Sungai Pappa (Sungai Pamukkulu)
Kabupaten Takalar sebagai salah satu sungai yang masuk WAS
Jenebarang. Artinya sebagian besar kebutuhan air baku. Selain itu
daerah irigasi yang perlu dipertahankan sebagai sumber pasokan air
persawahan dan air baku adalah DI Kampili/Bissua (kewenangan pusat)
dengan luas pelayanan mencapai 9.743 ha dan DI Pamukkulu seluas
5.204 ha; DI Jenemarung (kewenangan Provinsi Sulsel) dengan luas
pelayanan mencapai 1.052 ha.
Mengacu pada ketetapan sempadan yang sudah ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 bahwa lebar sempadan adalah
sebagai berikut:
Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria :
Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah
darat;
Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria :
Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter
dari tepi sungai;
Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh)
meter dari tepi sungai.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kawasan lindung setempat
meliputi :
Sempadan pantai (100 meter) sepanjang 74 Km diukur dari
Kecamatan Galesong Utara hingga Kecamatan Mangarabombang.
Sempadan sungai, terutama sungai-sungai besar (Sungai Pappa dan
Sungai Gamanti) selebar 50-100 meter.
Sempadan mata air
Ruang terbuka hijau kota terutama pada pusat-pusat permukiman
atau ibukota kecamatan.
Kawasan Suaka Alam
Kawasan suaka alam meliputi suaka alam, pelestarian alam dan
cagar budaya. Di Kabupaten Takalar terdapat dua kawasan lindung
nasional berupa suaka alam, yaitu Suaka Alam Margasatwa dan Taman
Buru Ko,mara (5.862,21 ha) berdasarkan SK Menhut
No.147/KPTS-Menhut/1987 tanggal 19 Februari 1987.
Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Rawan Bencana Longsor; Tanah longsor adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
atau material yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Tanah
longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah
yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan
nendatan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya gravitasi dan
rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan
(instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan
cara penggalian atau penimbunan.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung
pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi,
curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng
tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor
alami dan manusia. Kondisi alam yang menjadi faktor utama
terjadinya longsor antara lain :
Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan
lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi,
stratigrafi dan gunung api.
Iklim : curah hujan yang tinggi.
Keadaan topografi : lereng yang curam (25%-40% dan >
40%).
Keadaan tata air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi
massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah
kritis.
Gejala umum terjadinya tanah longsor :
Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah
tebing;
Biasanya terjadi setelah hujan;
Munculnya mata air baru secara tiba-tiba;
Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Kecamatan di wilayah ini yang memungkinkan terjadi bencana
longsor berdasarkan kriteria di atas adalah Kecamatan Polombangkeng
Utara dan Polombangkeng Selatan.
Kawasan Rawan Banjir; Secara alamiah, pada umumnya banjir
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan di atas normal,
sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak
sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung
banjir buatan tidak mampu menampung akumulasi air hujan sehingga
meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air berkurang
akibat sedimentasi, maupun penyempitan sungai akibat fenomena alam
dan manusia. Secara umum pada sebuah sistem aliran sungai yang
memiliki tingkat kemiringan (gradien) sungai yang relatif tinggi
(lebih dari 30%) apabila di bagian hulunya terjadi hujan yang cukup
lebat, maka potensi terjadinya banjir bandang relatif tinggi.
Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikatakan
sebagai faktor bakat atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah
salah satu faktor pemicu.
Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment
area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena
debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem pengaliran air menjadi
tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu
terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya.
Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi
atas meningkatnya debit banjir.
Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan
sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi
hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan
menjadi aliran permukaan yang langsung masuk kedalam sistem
pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan
banjir. Perilaku manusia yang menimbulkan bencana banjir
diantaranya kegiatanproyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan
dan jembatan, perkebunan skala besar yang tidak direncanakan dengan
baik telah menyebabkan terjadinya banjir. Akibatnya, beberapa DAS
di Kabupaten Takalar kondisinya semakin kritis, sehingga di musim
hujan sering menimbulkan banjir dan kekeringan di musim kemarau.
Kendati demikian luasan kawasan banjir di Kabupaten Takalar
tidaklah terlalu besar.
Penyebab utama dari banjir pada kawasan tersebut adalah karena
kerusakan kawasan tangkapan air, sehingga terjadi surface run off
(limpasan) yang tinggi sehingga badan sungai tidak mampu menampung
limpasan dan menggenang pada wilayah cekungan/datar. Meskipun
demikian untuk kawasan banjir di Pattalasang sekitarnya dan
Polobangkeng Selatan sekitarnya juga disebabkan karena daerah
cekungan yang cukup luas, sehingga pada saat musim hujan juga
terjadi genangan (banjir) yang luas.
Kawasan Rawan Bencana Tsunami; Terkait erat dengan kejadian
gempabumi, maka di wilayah Kabupaten Takalar juga berpotensi
terjadi tsunami apabila gempa diikuti oleh perpindahan material di
bawah laut akibat longsoran ataupun akibat goncangan (shaking)
gempa sendiri.
Klasifikasi zona rawan bencana tsunami :
Zona Kerawanan tinggi, wilayah dengan jarak garis pantai 50 m,
sepanjang pantai dengan ketinggian kontur kurang dari 10 m dpl.
Zona Kerawanan menengah yaitu daerah sepanjang pantai dengan
kontur ketinggian 10 15 m dpl, dengan kemiringan lereng cukup
terjal.
Zona kerawanan rendah yaitu wilayah sepanjang pantai dengan
ketinggian 15 30m dpl, dengan morfologi curam dan relief tinggi
atau berbukit, dan daerah ini dapat dimanfaatkan untuk evakuasi dan
lokasi pengungsian.
Sebagian besar kawasan rawan bencana tsunami tersebar di semua
wilayah pesisir psisir Kabupaten Takalar (RTRW Provinsi Sulsel,
2009). Hampir semua desa yang berada di kawasan pesisir potensial
terkena bencana tsunami, terutama desa tepi pantai mulai dari
Kecamatan Galesong Utara, Galesong, Galesong Selatan, Sanrobone,
Mappakasunggu dan Kecamatan Mangarabombang. Dua kecamatan terakhir
setiap tahun mengalami abrasi pantai.
2. Rencana Pola Kawasan Budidaya
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Kabupaten Takalar mempunyai HPT seluas 2.961,1 Ha yang saat ini
tidak seluruhnya produktif dan sebagian mengalami kerusakan. Oleh
karena itu direncanakan dilakukan pemulihan dan pemanfaatan HPT
melalui program hutan tanaman yaitu Hutan Tanaman Rakyat yang
dikembangkan di Kecamatan Polombangkeng Utara.
Kawasan Pertanian
Pertanian Lahan Basah; Data luas potensi lahan daerah irigasi
pertanian padi sawah berdasarkan kewenangan Kabupaten Takalar
adalah 2.852 Ha atau 5,03 persen dari luas wilayah kabupaten (PSDA
Provinsi Sulsel, Oktober 2008) dengan jumlah DI sebanyak 11 (DI
Jenetallasa seluas 481 ha, DI Jenemaeja seluas 400 ha, DI
Batangtanaya seluas 370 ha, DI Batanglappo seluas 325 ha, DI
Bontorea seluas 266 ha, DI Baruhaya seluas 214 ha, DI Lembang Loe
seluas 200 ha, DI Palilangi seluas 200 ha, DI Kampong Bugisi seluas
190 ha, DI Katonokang seluas 161, DI Ngai-Ngai seluas 45 ha).
Sedangkan potensi lahan irigasi yang merupakan kewenangan pusat
seluas 15.962 ha dengan DI sebanyak 2 (DI Jeneberang/Kampili dan DI
Pamukkulu). Kemudian kewenangan provinsi seluas 1.052 ha dengan
jumlah DI sebanyak 1 (DI Jenemarung). Namun tidak semua daerah
irigasi berada dalam kondisi yang baik, sehingga tidak seluruhnya
produktif.
Sedangkan bila mengacu pada data BPS (Kabupaten Takalar Dalam
Angka 2009) luas kawasan pertanian padi sawah di wilayah ini adalah
23.674,00 ha dan padi ladang 562.31 ha atau total luas 24.236,31 ha
dengan total produksi 133.544,99 ton (rata-rata produksi 5,5
ton/ha).
Dengan asumsi bahwa setiap keluarga mengkonsumsi beras 139,5
Kg/KK/tahun dan konversi produksi padi (gabah kering) ke beras
adalah 63,2% (Anjak, Litbang Deptan, 2006), maka kebutuhan lahan
untuk padi sawah di Kabupaten Takalar bagi 326.571 penduduk (65.314
KK) pada tahun 2030 adalah 50.112 Ha (9.111,33 ton). Dengan
demikian luas lahan pertanian sawah yang ada belum memadai sehingga
ke depan perlu dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan
persawahan, menghindari alih fungsi lahan tersebut dan melakukan
impor beras.
Pertanian Lahan Kering; secara eksisting jenis tanaman pertanian
lahan kering yang dibudidayakan di Kabupaten Takalar adalah selain
jenis tanaman perkebunan (kapok, kapas, kelapa, kopi, kemiri, jambu
mete, kelapa hibrida, kakao dan Jambu Mete merupakan jenis tanaman
perkebunan yang terluas arealnya 1.790 ha atau 32,25 persen), juga
dapat berupa tanaman musiman seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang kedelai, kacang hijau dan kacang tanah.
Jenis pertanian lahan kering ini dikembangkan pada lahan yang
bersesuaian, baik berdasarkan peta kesesuaian lahan maupun fakta
lapangan seluas 29.815,95 ha. Kegiatan ini diarahkan untuk
diintensifkan di Kecamatan Polombangkeng Utara, Polombangkeng
Selatan, Pattalasang, Mangarabombang. Sedangkan kecamatan lain
relatif kurang sesuai.
Pertanian Hortikultura; ciri khas dari pertanian hortikultura
ini adalah tanaman lahan kering yang bernilai ekonomi tinggi,
seperti sayur-sayuran. Komoditas pertanian hortikultura yang
terdapat di Kabupaten Takalar adalah kembang kol, kentang, kubis,
wortel, labu siam, bawang daun, sawi, buncis dan cabe. Sebagian
besar jenis komoditas ini dikembangkan di di Kecamatan
Polombangkeng Utara, Polombangkeng Selatan, Pattalasang,
Mangarabombang. Mengingat karakteristik wilayah dan penduduk serta
kesesuaian lahan yang ada, maka ke empat kawasan ini diarahkan
sebagai kawasan pengembangan pertanian hortkultura dengan pusat
pengembangan di Polombangkeng Utara. Kawasan Perkebunan
Sektor perkebunan merupakan salah satu kegiatan usaha yang
dikembangkan oleh masyarakat, dan memberikan konstribusi yang
relatif besar terhadap PDRB di Kabupaten Takalar. Luas areal tanam
pada tahun 2008 untuk tanaman perkebunan, tercatat seluas 5.555,71
Ha, dengan jumlah produksi kurang lebih 44.118,65 Ton. Jumlah
produksi yang memberikan kontribusi cukup besar dan mengalami
pertumbuhan yang terus meningkat adalah komoditi tebu dan kelapa.
Data tahun 2007 tercatat jumlah produksi untuk tanaman tebu
mencapai 41.341 Ton dan kelapa sekitar 2.249 Ton.
Sebanyak 10 jenis tanaman perkebunan diuji kesesuaian lahannya
pada wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Takalar. Dari ke 10
jenis tersebut, hanya ada lima jenis yang mempunyai kesesuaian
tumbuh pada sistem lahan yang luasnya relatif sempit. Kelima jenis
tersebut adalah karet, coklat, cengkeh, gula dan tembakau. Tanaman
perkebunan karet dan coklat sesuai pada sistem lahan kipas aluvial
vulkanik melereng landai (KNJ) dan dataran sedimen tufa pada daerah
kering (BDG) dengan luas areal sebesar 9.300,28 ha, cengkeh dan
tembakau sesuai pada sistem lahan dataran sedimen tufa pada daerah
kering (BDG) dengan luas areal sebesar 8.483,32 ha, sedangkan gula
sesuai pada sistem lahan kipas aluvial vulkanik melereng landai
(KNJ) dan kipas alluvial vulkanik melereng landai pada daerah
kering (TBO) dengan luas areal sebesar 1.578,45 ha. Wilayah
Kecamatan Polombangkeng Utara merupakan kawasan yang sesuai untuk
pengembangan tanaman perkebunan ini dan sebagian di Kecamatan
Polombangkeng Selatan pada bagian Utara.
Kawasan Peternakan
Jenis ternak yang dikembangkan di Kabupaten Takalar digolongkan
atas ternak besar dan kecil serta ternak unggas. Ternak besar dan
kecil terdiri dari sapi, kerbau, kuda dan kambing, sedangkan ternak
unggas terdiri atas ayam kampung, ayam ras (petelur), dan itik.
Usaha peternakan yang dikembangkan di Kabupaten Takalar mengalami
pertumbuhan yang cukup baik. Selama periode lima tahun terjadi pada
ternak sapi, kuda dan kambing. Dari jumlah populasi ternak yang
dikembangkan, terlihat bahwa ternak sapi merupakan populasi
terbesar dan trennya terus meningkat yaitu 27.604 ekor (50,32%),
kemudian disusul oleh ternak kambing sebanyak 20.638 ekor
(39,36%).
Sebaran lokasi pengembangan ternak yang diusahakan oleh
masyarakat untuk ternak sapi lebih besar populasinya di Kecamatan
Polombangkeng Utara yaitu sekitar 21.187 ekor, kemudian disusul
oleh kecamatan Polombangkeng Selatan dengan jumlah populasi
sebanyak 11.631 ekor. Sedangkan ternak kambing lebih dominan
diusahakan di Kecamatan Mangarabombang dan Polombangkeng Utara.
Jenis ternak kuda dan kerbau memperlihatkan nilai produksi yang
relatif kecil dengan jumlah populasi masing-masing untuk kerbau
yang dikembangkan sekitar 4.051 ekor dan kuda sekitar 1.300
ekor.
Pengusahaan ternak unggas oleh masyarakat dengan tingkat
populasi mencapai 1.403.181 ekor yang terdiri dari ayam kampung
sebanyak 921.200 ekor (65,65%), ayam ras sebanyak 360.700 ekor
(25,71%) dan itik 121,281 ekor (8,64%). Tingkat sebaran
masing-masing ternak unggas hampir merata pada setiap kecamatan.
Berdasarkan perkembangan jumlah populasi, terlihat pertumbuhan yang
sangat tinggi jumlah populasi ayam kampung 929.630 ekaor. Demikian
halnya terhadap jenis unggas ayam ras dan itik mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
Berdasarkan data populasi dan rencana program pengembangan
sentra peternakan Pemerintah Kabupaten Takalar, pengembangan sentra
peternakan akan dikembangkan sebagai berikut :
Pengembangan sentra peternakan ternak besar (sapi dan kerbau) di
Kecamatan Polombangkeng Utara dan Kecamatan Polombangkeng
Selatan.
Pengembangan sentra peternakan ternak kecil (kambing &
domba) di Polombangkeng Utara dan Mangarabombang.
Pengembangan sentra peternakan unggas di wilayah kecamatan
Mangarabombang dan Galesong Utara.
Kawasan Perikanan
Perikanan Tangkap, Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun
1999 pasal 3, bahwa wilayah provinsi, sebagaimana yang dimaksud
pasal 2 ayat 1, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan
atau ke arah perairan kepulauan. Sesuai dengan undang-undang
tersebut maka batas wilayah laut termasuk kawasan perikanan tangkap
yang pengelolaannya menjadi wewenang provinsi adalah sejauh 12
mil.
Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan tangkap dengan bagan,
perahu < 10 GT penekanan pada kegiatan penangkapan udang, ikan
pelagis dan ikan laut lainnya skala kecil pada jalur penangkapan 0
4 mil dari garis pantai. Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan
tangkap komersil untuk perahu/kapal ikan 10 30 GT penekanan pada
kegiatan penangkapan udang, ikan pelagis dan ikan laut lainnya
skala komersil pada jalur pantai dengan sentra pelabuhan ikan di
Galesong Selatan dan pengembangan PPI di Beba.
Sebaran kawasan untuk perikanan tangkap terdapat di perairan
Selat Makassar yang mencakup Kecamatan Mappakasunggu,
Mangarabombang, Galesong Utara, dan Galesong Selatan. Dukungan
pembangunan infrasruktur penunjang budidaya perikanan terpadu yang
diarahkan untuk menjadikan Kabupaten Takalar sebagai kabupaten
dengan potensi aktivitas perikanan potensil di Provinsi Sulawesi
Selatan. Upaya-upaya yang ditempuh, antara lain:
Pengembangan industri kecil dan kerajinan rakyat khususnya
perikanan darat dan laut menuju usaha yang semakin efisien, mampu
berkembang dan mandiri serta mampu mendorong lapangan kerja
baru;
Pembinaan dan bimbingan pengembangan usaha kerajinan rakyat
untuk kemudahan dan interaksi yang saling menguntungkan dengan
dunia usaha dan lembaga perbankan dan keuangan hubungannya dalam
peningkatan modal usaha;
Pengembangan sistem informasi dan promosi hasil-hasil
industri;
Pembangunan KITA Takalar di Galesong Utara, pengembangan pusat
pendidikan dan penelitian maritim di Galesong, pembangunan KTM
Bahari Punaga, pengembangan PPI Beba, pengembangan kawasan
pelabuhan dan pergudangan Galesong merupakan prasarana dan sarana
utama pendukung pengembangan sektor perikanan dan laut di wilayah
ini.
Budidaya Perikanan, Perikanan budidaya dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu budidaya laut, budidaya tambak dan budidaya
air tawar. Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya air tawar
dan tambak adalah sebagai berikut :
Kelerengan lahan < 8 %
Persediaan air cukup
Jauh dari sumber pencemaran, baik pencemaran domestik maupun
industri.
Kualitas air baik (memenuhi kriteria kualitas air untuk budidaya
perikanan).
Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya laut adalah
Terlindung dari gelombang dan angin. Menghindari terjadinya
kerusakan pada kegiatan atau usaha budidaya yang berasal dari
gelombang dan arus yang besar.
Jauh dari permukiman dan industri. Limbah atau pencemaran yang
berasal dari rumah tangga dan industri dapat mengakibatkan
kerusakan perairan dan kegagalan usaha budidaya.
Jauh dari muara sungai. Muara sungai juga sangat mempengaruhi
budidaya laut dengan adanya proses sedimentasi akibat aktifitas di
daerah atas ( Up-land ) seperti penebangan hutan, pertanian,
permukiman dan industri yang dekat bantaran sungai.
Kondisi ini menjadi kompleksi karena daerah muara sungai secara
oseanografi sangat dipengaruhi oleh air laut. Akibatnya, kondisi
perairan, biota dan ekosistemnya memiliki karakteristik yang khas.
Dengan demikian kegiatan budidaya laut tidak mungkin dilakukan di
daerah ini.
Jauh dari kawasan ekosistem penting laut, seperti terumbu
karang, mangrove dan padang lamun.
Kualitas air baik. Kualitas ini mengidikasikan kelayakan kondisi
perairan yang dapat dijadikan lokasi budidaya laut. Kelayakan
kondisi perairan ini dapat diukur dari parameter fisika, kimia dan
biologi. Parameter Fisika ; Kecerahan; parameter kimia : Disolved
Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), kandungan organic
(organic matter), Biolocal Oxygen Demand (BOD), kandungan klorofil
dan parameter biologi : plankton.
Jenis budidaya perikanan yang diusahakan di Kabupaten Takalar
adalah budidaya tambak, sungai, rawa, kolam dan perairan laut.
Potensi pengembangan perikanan di Kabupaten Takalar sangat besar
sebagai wilayah pesisir yang berada di perairan Selat Makassar,
yang kaya akan sumberdaya ikan dan hasil-hasil laut.
Sektor perikanan budidaya (darat) di Kabupaten Takalar hingga
tahun 2008 memanfaatkan lahan sekitar 4.914 ha, dengan total
produksi mencapai 6.180 Ton. Tingkat produksi perikanan budidaya
didominasi oleh pengelolaan tambak dengan luas lahan sekitar 4.318
Ha, dan produksi 6.180 Ton. Jenis komotiti yang dihasilkan terdiri
atas ikan bandeng tercatat 1.961 Ton, udang 551 Ton dan ikan
lainnya 577 Ton. Pusat pengembangan budidaya perikanan di Kecamatan
Mappakasunggu dan Mangarabombang untuk budidaya perikanan
tambak.
Kawasan Pengolahan Ikan; pengolahan ikan atau industri perikanan
(added value) terhadap hasil tangkapan/budidaya ikan telah
berkembang di Kabupaten Takalar. Mengingat potensi perikanan
tangkap/budidaya yang sangat besar (terutama laut), serta perlunya
transformasi struktur ekonomi masyarakat yang berbasis non lahan,
maka usaha pengolahan ikan merupakan salah satu tumpuan peningkatan
perekonomian masyarakat terutama di kawasan pesisir. Galesong
Utara, Galesong Selatan, Mangarabombang dan Mappakasunggu dapat
dijadikan sentra pengolahan ikan laut dengan pusat pengolahan di
Mappakasunggu.
Kawasan Industri
Sektor industri memiliki peranan relatif rendah dibandingkan
dengan sektor pertanian. Usaha yang tergolong industri besar di
Kabupaten Takalar adalah pabrik gula pasir (Pabrik Gula Takalar)
yang terdapat di Kecamatan Polombangkeng Utara, sedangkan usaha
lainnya tergolong industri kecil dan industri rumah tangga. Jumlah
usaha kegiatan industri Kabupaten Takalar tercatat sekitar 2.990
unit usaha yang menyerap tenaga kerja sekitar 7.220 orang yang
tersebar pada setiap kecamatan dan terus mengalami peningkatan.
Meskipun perkembangan sektor industri relatif rendah, tetapi
pembangunan industri di daerah ini selalu mendapatkan perhatian
dari pemerintah daerah dengan memberikan kemudahan dan dorongan
kepada para investor untuk menanamkan modalnya. Hal demikian
ditempuh karena pembangunan industri diharapkan dapat membawa
perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi daerah. Rencana
pembangunan KITA Takalar (ramah lingkungan dan non polutan) di
Galesong Utara, pembangunana KTM Bahari Punaga, pembangunan kawasan
agropolitan Malolo, pengembangan kawasan pelabuhan dan pergudangan
Galesong merupakan terobosan maju pemerintah daerah terhadap
pembangunan industri yang menyerap banyak tenaga kerja.
Untuk lebih meningkatkan produksi dan pemasaran dari semua hasil
produksi di wilayah Kabupaten Takalar yang akan datang, diperlukan
beberapa motivasi seperti peningkatan kualitas dan keterampilan
tenaga kerja, serta aspek pengelolaannya perlu ditunjang oleh
sistem pengolahan dan prasarana produksi yang memadai. Guna
meningkatkan pendapatan masyarakat maka, kegiatan industri di
Kabupaten Takalar seyogyanya memanfaatkan potensi lokal seperti
penyerapan tenaga kerja dan bahan baku dari dalam wilayah Kabupaten
Takalar.
Kawasan Pariwisata
Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pembangunan
kepariwisataan dilakukan melalui pengembangan industri pariwisata,
destinasi pariwisata, pemasaran dan kelembagaan pariwisata. Upaya
pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Takalar ini juga tetap
dikaitkan dengan daerah tujuan wisata (destinasi) nasional,
Provinsi Sulsel dan kabupaten sebagai satu kesatuan destinasi
wisata sekaligus untuk menarik minat pengunjung, ditujukan terhadap
wisatawan nusantara maupun mancanegara. Daerah tujuan pariwisata
yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif
yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Secara umum Kabupaten Takalar memiliki kawasan wisata yang
tersebar hampir di seluruh kecamatan. Obyek wisata yang ada pun
bervariasi jenisnya, yaitu berupa obyek wisata alam, budaya,
bahari, dsb. Pada tabel berikut akan diuraikan mengenai obyek-obyek
wisata dan jenis kegiatan yang terdapat di Kabupaten Takalar.
Tabel 3.3 Sebaran Obyek Wisata Menurut Lokasi dan Jenis Kegiatan
di Kabupaten Takalar
NoNama Obyek WisataLokasiJenis Kegiatan
KecamatanDesa/Kel.
1.Pantai LamangkiaMangarabombang TopejawaPantai/Alam
2.Pantai GalumbayaMappakkasunggu LagurudaPantai/Alam
3.Pantai PutondoMangarabombang LaikangPantai/Alam
4.Pantai Paria LautMappakkasunggu TakalaraPantai/Alam
5.Pantai PunagaMangarabombang PunagaPantai/Alam
6.Pantai BoeGalesong SelatanBontoloePantai/Alam
7.Pantai GusungaGalesong UtaraBontosungguPantai/Alam
8.Gunung BuakangPolombangkeng SelatanCakuraGunung/Alam
9.KomaraPolombangkeng UtaraKomaraGunung/Alam
10.Perburuan RusaPolombangkeng UtaraBarugayaGunung/Alam
11.TanakekeMappakkasunggu Maccini BajiPulau/Bahari
12.SanrobengiGalesong SelatanGalesongPulau/Bahari
13.Dayang DayanganMappakkasunggu Mattiro BajiPulau/Bahari
14.Assosso ParasangantaGalesong UtaraBonto LebangBudaya
15.Pesta NelayanGalesong SelatanBoddiaBudaya
16.Pesta LammangPolombangkeng SelatanLantangBudaya
17.Akkio BuntingMappakkasunggu Takalar KotaBudaya
18.AngngaruMappakkasunggu Takalar KotaBudaya
19.Jene SapparaMappakkasunggu LagarudaBudaya
20.Maudu LompoaMangarabombang CikoangKeagamaan
21.Quran BarakkaMappakkasunggu Takalar KotaKeagamaan
Berdasarkan hasil identifikasi potensi wisata di wilayah
Kabupaten Takalar memiliki beberapa kawasan pariwisata pegunungan,
alam, adat istiadat dan pesisir pantai yang dapat diandalkan.
Kawasan Permukiman
Permukiman Perkotaan; mencermati perkembangan kawasan dan
kebijakan penataan ruang nasional dan Provinsi Sulsel, pertumbuhan
kawasan perkotaan di Kabupaten Takalar maka kawasan perkotaan
Pattalasang dan kawasan perkotaan Galesong Kota akan mempunyai ciri
kawasan permukiman perkotaan. Kawasan perkotaan Pattalasang sebagai
salah satu kawasan perkotaan di kawasan Metropolitan Mamminasata
dan Galesong Kota sebagai kawasan perkotaan maritim bersamaan
dengan kawasan Galesong Utara yang berbatasan dengan Kota
Makassar.
Secara fungsional kawasan perkotaan Pattalasang adalah sebagai
pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan
budaya. Galesong kota sebagai kawasan perkotaan pesisir dengan
fungsi utama kegiatan berbasis laut.
Permukiman Perdesaan; Umumnya ciri permukiman perdesaan adalah
berupa bangunan rumah tradisional, umumnya berkondisi semi
permanen, KDB rendah, MCK di luar rumah dan sebagian besar
menggunakan sumur (air tanah) sebagai sumber air minum dan belum
mendapat aliran listrik. Ciri permukiman bersifat mengelompok dan
tersebar secara sporadis. Memperhatikan kondisi faktual lapangan
pola pembangunan permukiman di Kabupaten Takalar umumnya membentuk
pola pita (ribbon) memanjang mengikuti pola perkembangan
pembangunan jalan. Hal ini mudah terlihat di kawasan Barat dari
arah Makassar sepanjang sisi jalan kolektor sekunder Bontokassi
(Galesong Utara), Galesong Kota (Galesong), Bulukunyi (Galesong
Selatan), Sanrobone hingga Pattalasang. Hal yang sama juga terlihat
dari arah Palleko (Polombangkeng Utara) hingga ke Pattalasang yang
merupakan konsentrasi utama permukiman penduduk di Kabupaten
Takalar.
Pembangunan permukiman perdesaan di Kabupaten Takalar memang
belum padat dan menimbulkan masalah. Hanya saja perlu dikuatkan
keyakinan masyarakat bahwa rumah panggung yang ada saat ini adalah
rumah tahan gempa dan sesuai untuk daerah tropis. Selanjutnya pola
pembangunan permukiman dikembangkan sedemikian rupa sehingga aman,
efektif, efisien dan sehat serta tersedia fasilitas umum/sosial
yang menjadi kebutuhan masyarakat lokal.
Berdasarkan rencana pola ruang di atas, pola ruang Takalar
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Rencana Pola Ruang Kawasan Budiddaya
Diantara kedua jenis rencana pola ruang terebut juga dipetakan
beberapa kawasan potensial sebagai kawasan pengembangan baru dan
kawasan yang harus dilindungi, yaitu :
Rencana pengembangan kawasan Industri Takalar di Galesong
Utara
Rencana pengembangan kawasan Agropolitan Malolo
Rencana pengembangan kawasan Terpadu Mandiri Bahari (KTM)
Punaga
Rencana pengembangan kawasan pelabuhan dan pergudangan
Galesong
Rencana pengembangan kawasan PPI Beba
Kawasan Suaka Margasatwa dan Taman Buru Komara
Kawasan perlindungan pantai dan sungai Pappa dan Gamanti
Tabel 3.4 Rencana Pola Ruang Berdasarkan Klasifikasi Ruang
Kabupaten Takalar 2030
Jenis PenggunaanLuas (Ha)%Lokasi
Kawasan Lindung:
Hutan Lindung
Suaka Alam Margasatwa
Taman Buru Komara
Sempadan Sungai
Sempadan Pantai2.368,00
1.406,00
1.783,00
6.637,00
487,004.17
2.48
3,15
11,71
0,86Kec. Polombangkeng Utara dan Polsel
Kec. Polombangkeng Utara
Kec. Polombangkeng Utara
Sungai besar dan sungai kecil
Tersebar diseluruh kecamatan pesisir
Sub Jumlah12.681,0022,38
Kawasan Budidaya:
Hutan Produksi
Pertanian Lahan Basah
Pertanian Lahan Kering
Permukiman dan Pengembangan2.961,10
18.687,58
20.976,68
1.344,64
5,23
32,99
37,03
2,37
Kec. Polombangkeng Utara
Tersebar diseluruh kecamatan
Tersebar diseluruh kecamatan
Tersebar diseluruh kecamatan
Sub Jumlah43.970,0077,62
Jumlah56.651,00100,00
Sumber: RTRW Kabupaten Takalar 2010-2030
Peta 3.5 Rencana Pola Ruang Kabupaten Takalar
3.2.3.3 Rencana Sistem Jaringan Transportasi
1. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
Sebelum merumuskan rencana pengembangan jaringan jalan, perlu
kiranya disampaikan terlebih dahulu sistem jaringan yang ada dan
dikaitkan dengan rencana sistem pusat-pusat perkotaan, sebagaimana
yang akan dijelaskan di bawah ini.
Jaringan Jalan Nasional; adalah jalan yang menghubungkan PKN
Mamminasata dan PKW (Jeneponto dan Bulukumba) PKL Takalar;
Dengan demikian jalan nasional yang juga merupakanLintas Selatan
Sulsel menghubungkan beberapa pusat perkotaan, yaitu :
PPK Palleko (Polombangkeng Utara)
PKL Pattalasang (Pattalasang)
PPL Bulukunyi (Polombangkeng Selatan)
PPK Mangadu (Mangarabombang)
Jaringan Jalan Provinsi Sulsel; Sistem jaringan jalan kolektor
sekunder (poros Sungguminasa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba sepanjang 142,76 km) yang melintas dari Utara (Kecamatan
Polombangkeng Utara) ke Selatan (Kecamatan Mangarabombang) dan
jalan kolektor sekunder yang melintasi wilayah pesisir Timur
Bontolebang (Kecamatan Galesong Utara) ke Timur-Selatan melintasi
Kecamatan Galesong Kota dan Bulukunyi Kecamatan Galesong Selatan,
Sanrobone (Sanrobone), Cilallang (Mappakasunggu) sampai ke
Pattalasang.
Jaringan Jalan Kabupaten Takalar; selain ruas jalan nasional dan
provinsi di atas, selebihnya adalah jalan kabupaten sepanjang
1.038,51 km dengan permukaan jalan baik, sedang, rusak hingga rusak
berat. Jenis permukaan berupa aspal merupakan jenis permukaan jalan
terbesar di Kabupaten Takalar, yaitu mencapai 601,18 km.
Rencana pengembangan jaringan jalan untuk meningkatkan
aksesibilitas wilayah/kawasan dan membuka keterisolasian daerah
adalah ruas Tanjung Bunga Galesong Mangulabbe Cikoang Buludoang
Jeneponto (sepanjang 54,6 km). Pembangunan jembatan Garassi
(sepanjang 180 m). Pembangunan ruas jalan Palekko Malolo Borong
Ramisi Gowa (sepanjang 22 km) dan dan pembangunan ruas Palleko
Lassang Towata Gowa (sepanjang 14 km).
Sistem Jaringan Jalan; berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang
jalan pengelompokan jalan adalah sebagai berikut.
Jalan Arteri Primer 1; yang menghubungkan PKN dengan PKN
Jalan Arteri Primer 2; yang menghubungkan PKN dengan PKW
Jalan Kolektor 1; yang menghubungkan PKW dengan PKW
Jalan Kolektor 2; yang menghubungkan PKW dengan PKL
Jalan Lokal Primer 1; yang menghubungkan PKL dengan PKL
Jalan Lokal Primer 2; yang menghubungkan PKL dengan PPK
Jalan Lingkungan Primer; yang menghubungkan PPK dengan PPK, dan
PPK dengan PPL.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka rencana pengembangan
jaringan jalan di Kabupaten Takalar adalah sebagai berikut:
Jalan Kolektor Primer yang berstatus jalan lintas nasional dan
jalan provinsi yaitu yang menghubungkan simpul-simpul :
Kota Makassar (PKN) Pattalassang/Takalar (PKN) Trans Sulawesi
Mamminasata
Ruas Tanjung Bunga (PKN) Jeneponto (PKW) melewati Galesong
Mangulabbe Cikoang Buludoang (PKL Takalar)
Jalan Lokal Primer yang bersatus sebagai jalan kabupaten
menghubungkan simpul simpul
Pattalasang/Takalar (PKL) Palleko (PPK)
Pattalasang/Takalar (PKL) Galesong Kota (PPK)
Pattalasang/Takalar (PKL) Mangadu (PPK)
Jalan Lingkungan Primer yang bersatus sebagai jalan kabupaten
menghubungkan simpul PPL PPL (pusat pengembangan antardesa di luar
PPK)
Jalan Khusus yang menghubungkan Kota Jawa (PPK) dengan Way Haru
melalui peningkatan jalan desa yang ada.
Jalan yang menghubungkan Kabupaten Takalar dengan Kabupaten Gowa
: ruas jalan Palleko Lassang Towata Gowa dan ruas jalan
Palleko-Malolo-Borong Ramisi - Gowa.
Jalan yang menghubungkan Kabupaten Takalar dengan Kabupaten
Jeneponto (Kecamatan Bangkala Barat ).
2. Rencana Pengembangan Terminal
Dengan memperhatikan rencana struktur ruang yang telah
dirumuskan, rencana pengembangan sistem jaringan jalan dan
keberadaan terminal yang ada (eksisting), jenis dan kelas
pelayanannya, rencana pengembangan terminal angkutan penumpang
untuk Takalar adalah terimianl Tipe C Pattalasang (PKL).
Mengingat kegiatan ekonomi masyarakat yang bersifat primer dan
membutuhkan angkutan barang, maka fungsi terminal penumpang
sebagaimana dimaksud di atas sebaiknya digabung menjadi satu
kesatuan. Untuk rencana kawasan Agropolitan Malolo dapat saja
dikembangkan sub terminal agribisnis yang diintegrasikan sebagai
terminal penumpang untuk pelayani PPK Palekko (Polombangkeng
Utara).
3. Rencana Pengembangan Pelabuhan Laut dan Penyeberangan
Rencana pengembangan pelabuhan laut dilakukan dengan
pertimbangan untuk meningkatkan aksesibilitas, mendukung kegiatan
ekonomi dan pengembangan kawasan dan dengan memperhatikan kebijakan
struktur ruang nasional, provinsi, kebijakan pembangunan daerah,
rencana zonasi kawasan pesisir, fungsi, skala pelayanan dan
keberadaan pelabuhan yang ada.
Pelabuhan memiliki peran sebagai:
Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan
hierarkinya;
Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
Tempat kegiatan alih moda transportasi;
Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang;
dan
Mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan negara.
Pelabuhan Utama; pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat
angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar,
dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar
provinsi.
Pelabuhan Pengumpul; pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antar provinsi.
Pelabuhan Pengumpan; pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan
utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan dalam provinsi. Pelabuhan pengumpan terdiri
dari pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan
lokal.
Pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan antar kabupaten/ kota dalam 1 (satu)
provinsi. Sedangkan pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Peningkatan jaringan transportasi angkutan sungai, danau dan
penyeberangan ditujukan untuk menunjang kegiatan pariwisata pada
kawasan ekowisata terpadu Pulau Tanakeke.
Adapun rencana pengembangan dan peningkatan peran pelabuhan laut
Kabupaten Takalar adalah pelabuhan Galesong sebagai pelabuhan
penyeberangan lintas antar provinsi dengan eksternal Pulau Sulawesi
di dalam wilayah Pulau Sulawesi.
3.2.3.4 Rencana Sistem Jaringan Listrik
Kondisi faktual saat ini adalah suplai listrik untuk Kabupaten
Takalar berada dalam kondisi yang terbatas. Suplai energi
kelistrikan di wilayah ini merupakan koneksi sistem lintas regional
provinsi, antara lain disuplai dari PLTD Takalar, PLTU (Punaga dan
Lakatong). Jaringan transmisi tenaga listrik PLTA Bakaru sebagai
salah satu sumber energi listrik Kabupaten Takalar (RTRW Provinsi
Sulsel). Di wilayah ini terdapat 1 ranting dan 4 sub ranting yang
berada dalam pengelolaan PLN Cabang Makassar.
Pengembangan jaringan energi listrik di Kabupaten Takalar
dilakukan dengan meningkatkan prasarana jaringan dan peningkatan
kapasitas daya terpasang. Pengembangan jaringan listrik dengan
menggunakan tiang beton dan dialokasikan area utilitas agar tidak
menggangu kapling bangunan serta pemasangan tiang berjarak.
Berdasarkan intensitas kegiatan maka diestimasikan kebutuhan energi
listrik di Kabupaten Takalar hingga tahun 2030 mencapai sekitar
67.816 KVA.
Mengingat akan terjadinya perubahan struktur ekonomi wilayah
yang saat ini didominasi sektor tersier akan bergeser ke kegiatan
sekunder dan tersier, maka untuk kegiatan sekunder (industri)
diperlukan adanya pasokan listrik yang memadai dan stabil. Hal ini
menjadi tantangan bagi Kabupaten Takalar karena kondisi pasokan
listrik saat ini mengalami kekurangan suplai (defisit).
Optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya energi baik
matahari, angin, ombak, hidrogen di daerah pantai, laut dan
pulau-pulau kecil di wilayah ini memungkinkan dilakukan.
3.2.3.5 Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Mengingat besarnya peran telekomunikasi memerlukan dukungan dari
teknologi informasi seperti telepon nirkabel dan internet, maka
pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang cenderung
berteknologi tinggi ini perlu lebih baik lagi, seperti perlunya
penggunaan bersama BTS (join provider). Satu BTS dapat digunakan
secara bersama dari 3-7 provider. Efisiensi ini tidak saja akan
mengurangi biaya masing-masing provider tapi juga akan menciptakan
estetika permukiman dan pengurangan dampak negatif dari sistem BTS
tersebut, seperti pengurangan sebaran (radius) radiasi dari
pancaran elektromagnetik BTS tersebut. Pengembangan jaringan
internet ke seluruh kantor kecamatan dan lembaga pelayanan publik
lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi juga akan meningkatkan
profesionalitas, efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas kerja
pemerintahan, baik secara internal maupun eksternal.
Mengingat daerah Takalar yang berada pada jalur lintas
perdagangan, tingkat aksesibilitas yang tinggi dan mempunyai
potensi sumber daya alam yang sangat besar, terutama hasil
pertanian, perkebunan, perikanan dan kalautan serta pariwisata,
maka pengembangan komunikasi melalui internet menjadi sangat
penting dikembangkan.
Oleh karena itu pengembangan prasarana telekomunikasi diarahkan
sebagai berikut :
Pengembangan sistem terestrial yang terdiri dari sistem kabel,
sistem seluler; dan sistem satelit sebagai penghubung antara pusat
kegiatan dan atau dengan pusat pelayanan.
Pengembangan prasarana telekomunikasi dilakukan hingga ke
kawasan perdesaan yang belum terjangkau sarana prasarana
telekomunikasi.
Pengembangan teknologi informasi untuk menunjang kegiatan
pelayanan sosial dan ekonomi wilayah seperti kegiatan pemerintahan,
pariwisata, industri, agropolitan, minapolitan, kawasan perkebunan,
kawasan pesisir dan laut, pelayaran dan kawasan wisata.
3.2.3.6 Rencana Pengembangan Sistem Sumber Daya Air
Rencana sistem jaringan sumberdaya air nasional yang terkait
dengan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Takalar
adalah DAS Pamukulu. Rencana DI kewenangan pusat lintas kabupaten
adalah DI Kampili/Bisua (Kabupaten Gowa dan Takalar). Rencana DI
kewenangan pusat utuh kabupaten/kota yang berada di wilayah ini
adalah DI Pammukulu (Kabupaten Takalar). Rencana sistem jaringan
sumberdaya air Provinsi Sulawesi Selatan adalah DI Jenemarung
(Kabupaten Takalar).
Potensi sumberdaya air di wilayah ini (air permukaan dan air
tanah) dimanfaatkan untuk irigasi, industri dan rumah tangga.
Sampai saat ini pemanfaatan air untuk irigasi pertanian lahan basah
di wilayah ini mencapai 32.442, 53 ha. Potensi pengembangan sistem
irigasi ini tersebar di beberapa wilayah kecamatan, sumber air
berasal dari beberapa sungai besar (Sungai Pappa dan Sungai
Gamanti) dan sungai kecil yang merupakan bagian dari satuan wilayah
sungai (SWS) Jeneberang.
Sedangkan pemanfaatan air untuk sosial dan industri disalurkan
PT. (Persero) Perusahaan Air Minum (PAM) Kabupaten Takalar (IPA
Bajeng dan IPA Palleko) dengan kapasitas 23 liter/detik
(direncanakan peningkatan 50-100 liter/detik), luas total daerah
layanan mencapai 566,5 Km2 (luas daerah layanan 55,5 km2 dengan
rasio cakupan 9,8%). Banyaknya air minum yang disalurkan setiap
tahun mengalami peningkatan mencapai 373 ribu kubik (rata-rata
peningkatan per tahun sebesar 37,24 persen) dengan nilai penjulan
air minum Rp. 848 juta rupiah (meningkat 72,40 persen
pertahun).
Kebutuhan air besih hingga tahun 2030 di wilayah ini adalah
21.368,98 m3/hari dengan perincian berikut: (1) kebutuhan air
bersih untuk penduduk berdasarkan tipe perumahan 17.907 m3/hari,
(2) kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi penduduk, meliputi
fasilitas pendidikan sebesar 8.53,80 m3/hari, fasilitas kesehatan
sebesar 378,10 m3/hari, fasilitas peribadatan sebesar 1.546,74
m3/hari, fasilitas perdagangan sebesar 617,83 m3/hari, (3)
kebutuhan fasilitas pelayanan umum dan pemerintahan sebesar 65,50
liter/hari.
Rencana pengembangan sumber daya air ke depan untuk Kabupaten
Takalar adalah pengembangan bendungan dan embung. Sejauh ini telah
dibangun 5 buah bendungan yang diperuntukkan untuk memenuhi
kebutuhan air bagi lahan pertanian, yakni bendungan Kampili Bissua,
Pammukkulu, Jenemarrung, Jenetallasa, Jenemaeja.
Optimalisai embung perlu ditingkatkan agar memperoleh suplai air
baku melalui penyiapan area peresapan air melalui kegiatan
penghijauan di sekitar bangun embung (Polombangkeng Selatan,
Polombangkeng Utara dan Mangarabombang). Upaya lain yang harus
dilakukan adalah :
Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku untuk penyediaan
air minum Kabupaten Takalar melalui peningkatan kapasitas produksi
serta mencari upaya alternative pengembangan potensi air tanah dan
pengembangan bendung di Kabupaten Takalar.
Pemanfaatan air bersumber dari mata air dilakukan secara
bijaksana, sehingga potensinya tidak termanfaatkan secara
keseluruhan agar tetap lestari dan berkelanjutan.
Mengurangi tingkat kebocoran air bersih pada pipa distribusi
25%, efesiensi pemanfaatan, sistem jaringan dan distribusi air
bersih yang optimal, merupakan langka terbaik mengatasi
permasalahan air bersih di wilayah ini.
3.2.3.7 Rencana Sistem Pengelolaan Sampah
Penanganan terhadap sampah memerlukan perhatian yang cukup besar
mengingat jumlahsampah yang akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, serta dampak yang
ditimbulkannya apabila tidak ditangani secara tepat terhadap kota
itu sendiri. Selain pengangkutan dan pengelolaan sampah, penyediaan
dan lokasi pembuangan sampah merupakan kebutuhan bagi wilayah
kabupaten.
Pengembangan sistem persampahan secara intensif diarahkan pada
pusat-pusat pelayanan, sedangkan bagian-bagian wilayah lebih
diarahkan pada cara pengelolaan sampah yang ramah terhadap
lingkungan. Untuk mengetahui tingkat produksi timbulan sampah yang
dihasilkan di Kabupaten Takalar dengan berdasarkan pada hasil
proyeksi jumlah penduduk, diperkirakan jumlah timbulan sampah
mencapai 746.125 Liter/hari.
Rencana sistem pengelolaan sampah di wilayah ini di rinci
sebagai berikut :
Sistem pemilahan, dari sumber/asal sampah telah dilakukan
pemisahan antara sampah organik dengan sampah anorganik sebelum
dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS);
Sistem pengolahan, dilakukan pengomposan untuk sampah organik
dan dilakukan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) untuk
penanganan sampah anorganik berawal dari rumah tangga, TPS hingga
TPA Balang;
Sistem pengumpulan, sampah dari produsen (rumah tangga) diangkut
ke tempat pengumpulan sementara (TPS) dengan menggunakan gerobak
dorong/ tarik, truk, motor gerobak yang tersebar di setiap
desa/kelurahan;
Sistem pengangkutan, dari TPS diangkat dengan truk menuju Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Balang di Kecamatan Polombangkeng
Selatan seluas 2,8 ha.
Sistem pembuangan akhir, sampah dari TPS dikumpulkan dan di bawa
ke TPST, di mana nantinya sampah-sampah organik akan di olah
menjadi kompos, briket dan gas metan (bahan bakar) serta bahan
bangunan. Secara teknis pengolahan sampah dilakukan dengan
pendekatan sanitary landfill.
Berikut beberapa asumsi dan pendekatan yang digunakan untuk
menghitung timbulan sampah dan kebutuhan TPS serta TPA (TPST) :
Timbulan sampah domestik: 2 liter/orang/hari Domestik;
Setiap kab./kota membutuhkan minimal 1 TPA (TPST)
Setiap kecamatan membutuhkan minimal 1 TPS (25 m)
Rencana pengelolaan sampah untuk wilayah ini dibedakan menjadi 3
kawasan penanganan, yaitu kawasan pesisir (Galesong Utara, Galesong
Kota, Galesong Selatan), kawasan perkotaan Pattalasang sekitarnya
(Pattalasang, Sanrobone, Mappakasunggu) dan kawasan
pertanian/perkebunan (Polombangkeng Utara, Palombangkeng Selatan
dan Mangarabombang). Untuk TPA direkomendasikan menggunakan TPA
yang sudah ada dengan meningkatkan sistem pengelolaanya yang
terpadu dengan sistem TPA Pattalasang metropolitan Mamminasata
dengan sistem sanitari landfill yang berlokasi di Balang Kecamatan
Galesong Selatan. Penyediaan TPS direncanakan 1 unit untuk setiap
kecamatan. Hal ini terkait dengan efisiensi transportasi dan
karakteristik kawasan relatif berbeda.
Peta 3.6 Rencana Jaringan Transportasi
Peta 3.7 Rencana Jaringan Listrik
Peta 3.8 Rencana Jaringan Telekomunikasi
Peta 3.9 Rencana Sistem Sumberdaya air
Peta 3.10 Rencana Jaringan Persampahan
3.3 Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
3.3.1 Kondisi Fisik Dasar Wilayah
3.3.1.1 Batasan Geografis dan Administrasi
Kabupaten Takalar merupakan salah satu wilayah kabupaten di
Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak pada bagian selatan dan
dibagian pesisir barat Sulawesi Selatan. Letak astronomis Kabupaten
Takalar berada pada posisi 5,30-5,380Lintang Selatan dan 119,020
119,390 Bujur Timur, dengan luas wilayah kurang lebih 566,51 Km2.
Secara adminitrasi Kabupaten Takalar memiliki batasan sebagai
berikut:
Sebelah Utara: Kabupaten Gowa
Sebelah Timur: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Jeneponto
Sebelah Selatan : Selat Makassar
Sebelah Barat : Laut Flores
Wilayah administrasi Kabupaten Takalar hingga Tahun 2012 terdiri
atas 9 kecamatan dan enam diantaranya merupakan wilayah pesisir.
Berdasarkan sumber data dari BPS Kabupaten Takalar, menunjukkan
wilayah kecamatan terluas adalah Kecamatan Polombangkeng Utara
dengan luas kurang lebih 212,25 Km2, atau sekitar 37,47% dari luas
wilayah Kabupaten Takalar, sedangkan kecamatan yang memiliki luasan
terkecil adalah Kecamatan Galesong Utara dengan luas wilayah kurang
lebih 15,11 Km2 atau sekitar 2,67% dari luas Kabupaten Takalar.
Tabel 3.5 Luas Wilayah Kabupaten Takalar Berdasarkan Jumlah
Kecamatan
NoKecamatanLuas (Km2)Prosentase (%)Jumlah
Desa/KelurahanIbukota
1Mangarabombang100,5017,7412Mangadu
2Mappakasunggu45,277,998Cilallang
3Sanrobone29,365,186Sanrobone
4Polobamkeng Selatan88,0715,5510Bulukunyi
5Pattalassang25,314,479Pattalassang
6Polobamkeng Utara212,2537,4715Palleko
7Galesong25,934,5814Galesong Kota
8Galesong Selatan24,714,3611Bonto Kassi
9Galesong Utara15,112,678Bonto Lebang
Jumlah566,51100,0093
Sumber: BPS, Kabupaten dalam Angka 2012Gambar 3.2 Luas Wilayah
Kabupaten Takalar Berdasarkan Jumlah Kecamatan
Berdasarkan letaknya, jarak antara Kabupaten Takalar dengan
kabupaten-kabupaten lain disekitarnya tidak terlalu jauh dan masih
dapat dijangkau dengan beberapa angkutan umum yang ada.
Tabel 3.6 Jarak Kabupaten Takalar dengan kebupaten-kabupaten
lain disekitarnya
NoNama Kabupaten Jarak
1Kota Makasar60 Km
2Kabupaten Gowa40 Km
3Kabupaten Jeneponto60 Km
4Kabupaten Bantaeng85 Km
5Kabupaten Maros75 Km
6Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan120 Km
Sumber: RTRW Kabupaten Takalar tahun 2010-2030
3.3.1.2 Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng
Wilayah Kabupaten Takalar berada pada ketinggian 01.000 meter
diatas permukaan laut (mdpl), dengan bentuk permukaan lahan relatif
datar, bergelombang hingga perbukitan. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Takalar merupakan daerah dataran dan wilayah pesisir
dengan ketinggian 0100 mdpl, yaitu sekitar 86,10% atau 48,778 km2.
Sedangkan selebihnya merupakan daerah perbukitan dan berada pada
ketinggian diatas 100 mdpl, yaitu sekitar 78,73 km2, kondisi
sebagian besar terdapat pada Kecamatan Polobangkeng Utara dan
Polombangkeng Selatan. Sumber data yang diperoleh dan hasil analis
GIS, menunjukkan keadaan topografi dan kelerengan Kabupaten Takalar
sangat bervariasi, yang secara umum berada pada kisaran 0 - 2%, 2 -
15%, 15 - 30%, 30 40% dan > 40%.
Kondisi topografi tersebut memiliki potensi untuk pengembangan
beberpa kegiatan perkeonomian masyarakat seperti pertanian,
perikanan, perkebunan, peruntukan lahan permukiman dan sarana
prasarana sosial ekonomi lainnya. Wilayah Kecamatan Polombangkeng
Utaran dan Wilayah Kecamatan Polombangkeng Selatan selain memiliki
wilayah dataran dan sebagian kecil wilayahnya perbukitan. Wilayah
ini memiliki lereng dengan kemiringan 15-40% yang luasnya kurang
lebih 78,73 Km2 atau 13% dari luas wilayah kabupaten. kondisi
tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk perkembangan
perkebunan.
Tabel 3.7 Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian dari Permukaan Air
Laut di Kabupaten Takalar
NoKecamatanLuas (Ha) Menurut KetinggianJumlah (Ha)
0-100 mdpl100-500 mdpl>500 mdpl
1Mangarabombang10.050--10.050
2Mappakasunggu4.527--4.527
3Sanrobone2.936--2.936
4Polombangkeng Selatan7.960847-8.807
5Pattallassang2.531--2.531
6Polombangkeng Utara14.1996.90412221.225
7Galesong Selatan2.471--2.471
8Galesong2.593--2.593
9Galesong Utara1.511--1.511
Luas Wilayah Kab Takalar48.7787.75112256.651
Persentase (%)86,1013,680,22100
Luas Wilayah Pesisir/Pulau24.088--24.088
Persentase (%042,52--42,52
Sumber: Kabupaten Takalar Dalam Angka Tahun 2012
Kemiringan lereng dan garis kontur merupakan kondisi fisik
topografi suatu wilayah yang sangat berpengaruh dalam kesesuaian
lahan dan banyak mempengaruhi penataan lingkungan alami. Untuk
kawasan terbangun, kondisi topografi berpengaruh terhadap
terjadinya longsor dan terhadap konstruksi bangunan.
Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan fungsi kawasan, untuk diarahkan sebagai kawasan lindung
atau kawasan budidaya. Penggunaan lahan untuk kawasan fungsional
seperti persawahan, ladang dan kawasan terbangun membutuhkan lahan
dengan kemiringan di bawah 15%, sedangkan lahan dengan kemiringan
diatas 40% akan sangat sesuai untuk penggunaan perkebunan,
pertanian tanaman keras dan hutan. Karakteristik tiap kemiringan
lereng diuraikan sebagai berikut :
Kelerengan 0% - 5% dapat digunakan secara intensif dengan
pengelolaan kecil.
Kelerengan 5% - 10% dapat digunakan untuk kegiatan perkotaan dan
pertanian, namun bila terjadi kesalahan dalam pengelolaannya masih
mungkin terjadi erosi.
Kelerengan 10% - 30% merupakan daerah yang sangat mungkin
mengalami erosi, terutama bila tumbuhan pada permukaannya ditebang,
daerah ini masih dapat dibudidayakan namun dengan usaha lebih.
Kelerengan > 30% merupakan daerah yang sangat peka terhadap
bahaya erosi, dan kegiatan di atasnya harus bersifat non budidaya.
Apabila terjadi penebangan hutan akan membawa akibat terhadap
lingkungan yang lebih luas.
Keadaan jenis tanah Kabupaten Takalar secara umum termasuk dalam
golongan stadium dewasa dengan tekstur permukaan halus, umunya
kondisi tanah tersebut dipengaruhi formasi pada pegunungan
Bawakaraeng dan Lompobattang.
3.3.1.3 Kondisi Struktur Geologi
Struktur geologi Kabupaten Takalar dipengaruhi oleh formasi
camba, terobosan, gunung api cindako, formasi tonasa dan endapan
aluvium. Masing masing formasi batuan tersebut memiliki
karakteristik yang membentuk struktur tanah dan batuan, antara lain
:
Formasi Terobosan, terbentuk atas batuan basal
Formasi Gunung ApiCindako, terbentuk atas batuan
lava-breksi-tufa-konglomerat dan terutama lava
Formasi Camba terbentuk atas sendimen laut berselingan
Formasi Tonasa terbentuk atas batuan gamping
Endapan alivium dan pantai, terbentuk atas kerikil, pasir,
lempung, dan lumpur
Jenis batuan atau geologi Kabupaten Takalar terdiri dari
Vulcanic (batuan vulkanik). Batuan ini merupakan batuan tertua yang
telah mengalami perubahan, sebagian besar batu kapur terbentang
sepanjang pantai perbatasan Takalar dengan Jeneponto. Gunung Api
Baturape Cindako merupakan batuan vulkanik basal yang terdiri dari
lava dan batuan piroklastik yang bersilangan dengan tufa dan batu
pasir. Batuan ini tersebar luas di wilayah pegunungan dan daerah
dataran. Lapisan batuan ini memiliki porositas dan permeabilitas
yang rendah. Batuan instrusif terdiri atas batuan basal mulai dari
dolerit, diorit, gabbro hingga diabase.
Struktur geologi wilayah pesisir dan pulau dibentuk oleh dua
formasi batuan yakni formasi Tonasa yang terbentuk atas batuan
gamping yang sebarannya berada dibagian selatan tepatnya di
Kecamatan Mangarabombang, sedangkan endapan aluvium dan pantai yang
terbentuk atas kerikil, pasir, lempung dan lumpur merupakan formasi
geologi terluas yang tersebar dari utara (Kecamatan Galesong Utara)
ke selatan (sebagian Kecamatan Mangarabombang).
Tabel 3.8 Klasifikasi Jenis Tanah di Kabupaten Takalar di Rinci
Menurut Kecamatan
NoKecamatanLuas Jenis Tanah (Ha)
InceptiolUltisolMolisolEntisol
1Mangarabombang6.970,25847,24451,341.525,74
2Mappakasunggu1.154,83--3.896,18
3Sanrobone1.869,76---
4Polobamkeng Selatan6.041,312.705,62--
5Pattalassang1.814,24---
6Polobamkeng Utara14.975,057.686,92--
7Galesong2.320,27--86,29
8Galesong Selatan1.910,23--73,62
9Galesong Utara2.029,48---
Jumlah39.085,4211,239,79451,345.581,83
Sumber: RTR Mamminasata Tahun 2007 dan Analisis GIS Tahun
2011
Morfologi dataran rendah dan pantai terdapat di sebelah barat,
memanjang dari utara ke selatan dan pada umumnya diisi oleh endapan
sedimen Sungai dan pantai berpotensi pengembangan pertanian dan
perikanan (tambak). Sedangkan morfologi perbukitan dengan
ketinggian 50 200 meter dari permukaan laut yang berada pada bagian
tengah ke arah Timur dan Selatan pada umumnya wilayah perbukitan
yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan.
3.3.1.4 Klimatologi
Kondisi iklim wilayah Kabupaten Takalar dan sekitarnya secara
umum ditandai dengan jumlah hari hujan dan curah hujan yang relatif
tinggi dan sangat dipengaruhi oleh angin musim. Pada dasarnya angin
musim di Kabupaten Takalar dipengaruhi oleh letak geografis wilayah
yang merupakan pertemuan Selat Makassar dan Laut Flores, kondisi
ini berdampak pada putaran angin yang dapat berubah setiap waktu,
hal terutama terjadi pada Kecamatan Mangarabombang, sehingga pada
beberapa kawasan di wilayah ini mengalami kekeringan terutama pada
musim kemarau.
Berdasarkan hasil pengamatan stasiun hujan di Kabupaten Takalar,
menunjukkan suhu udara minimum rata-rata 22,2OC hingga 20,4OC pada
bulan Februari Agustus dan suhu udara maksimum mencapai 30,5OC
hingga 33,9OC pada bulan September Januari. Tingkat curah hujan dan
jumlah hari hujan dalam periode empat tahun terakhir mengalami
perubahan intensitas curah hujan setiap tahunnya. Secara rinci
jumlah hari hujan dan intensitas curah hujan tiga tahun terakhir,
diuraikan pada tabel berikut:.
Tabel 3.9 Perkembangan Jumlah Hari Hujan dan Intensitas Curah
Hujan Kabupaten Takalar
NoBulanTahun 2009Tahun 2010Tahun 2011
HHCHHHCHHHCH
1Januari24896271.12417485
2Februari165001312913315
3Maret3681117714321
4April151031417113261
5Mei11116260466
6Juni93813120224
7Juli73512160212
8Agustus--1092-1
9September1321310713
10Oktober21715131641
11November7661112214173
12Desember153911529518385
Sumber: BPS, Kabupaten Takalar dalam Angka, 20123.3.1.5
Karakteristik Fisik Pantai
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem
dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir ada yang secara terus
menerus tergenangi air dan ada pula yang tergenangi air sesaat.
Sedangkan berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat dibedakan
atas ekosistem yang bersifat alamiah dan ekosistem buatan. Yang
termasuk dalam ekosistem alamiah adalah hutan mangrove, terumbu
karang, padang lamun, pantai berpasir, pantai berbatu, estuaria.
Sedangkan ekosistem buatan terdiri dari tambak, sawah pasang surut,
kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman.
3.3.1.6 Hidro-Oseonografi
Kabupaten Takalar ditinjau dari sudut oceanografi memiliki
daerah perairan atau atau laut. Hal ini dapat dilihat pada daerah
bagian barat dan selatan, serta wilayah pulau-pulau terhampar
pesisir pantai sepanjang kurang lebih 95,8 Km. Panjang pantai
Daerah pesisir pantai tersebut cukup potensial bila dimanfaatkan
sebagai wilayah pengembangan perikanan laut karena memiliki
bermacam-macam hasil laut, seperti udang, ikan cakalang, kepiting
dan hasil-hasil laut lainnya seperti rumput laut yang dewasa ini
telah diusahakan oleh para nelayan.
Tinggi Gelombang
Gelombang merupakan salah satu parameter oceanografi fisika yang
sangat mempengaruhi kondisi pantai. Gelombang sebagai parameter
yang sangat penting dalam suatu survey pantai dimana penyebab
pembentuknya adalah akibat angin, letusan gunung api bawah laut,
peristiwa tsunami dan akibat pergerakan tata surya. Data hasil
pengukuran di lokasi survey pada wilayah pesisir Kabupaten Takalar
yaitu berkisar antara 5,63 m/det 20,25 m/det.
Arus Pantai
Pengukuran arah dan kecepatan arus pada daerah survey pantai
dimaksudkan untuk memperoleh informasi lebih jauh tentang dampak
hembusan angin dan diasumsikan arah arus mengikuti (searah) dengan
pola sebaran angin. Di samping itu untuk mengetahui kemungkinan
arus turbulensi dan pola arus menyebabkan proses sedimentasi pada
daerah tersebut. Hasil pengukuran arus pada wilayah survey yaitu
berkisar antara 0,13 0,93 m/det dengan arah 200 310, sedangkan arus
yang terjadi dipantai umumnya adalah arus susur pantai.
Pasang Surut
Analisis pasang surut dimaksudkan untuk mengatahui tipe pasang
surut yang terjadi dalam suatu lokasi tertentu dalam sehari
semalam. Dari hasil pengamatan pasang surut yang dilakukan
menunjukkan bahwa daerah survey memiliki tipe pasang surut
campuran, yaitu tipe diurnal dan semidiurnal.
Bathimetri
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kemiringan pantai
terhadap lautan. Dari hasil hasil dan pengamatan yang dilakukan,
kelandaian pantai pada wilayah Kabupaten Takalar secara umum untuk
lokasi survey adalah kelandaian kerkisar antara 43,3 % 60% ini
menunjukkan bahwa daerah survey memiliki pantai yang terjal.
Dinamika Proses Pantai
Secara umum material dasar sedimen yang mendominasi daerah
survey adalah jenis sedimen pasir. Hal ini disebabkan karena adanya
gelombang yang kuat sehingga dapat membawa sedimen yang berukuran
besar hingga ke daerah pantai.
Wilayah pesisir pantai Kabupaten Takalar yang panjangnya sekitar
95,8 km kenampakan garis muka pantainya umumnya adalah laut
terbuka, namun ada beberapa kawasan yang berbentuk teluk, utamanya
di Kecamatan Mangarabombang. Kondisi kenampakan garis muka pantai
Kabupaten Takalar sangat dipengaruhi oleh besarnya arus ombak dan
gelombang dimana keberadaanya dipengaruhi oleh laut lepas (Laut
Flores) serta pengaruh sendimentasi di sekitar muara sungai.
Berdasakan pengamatan yang dilakukan dilokasi survey, kondisi
sepanjang pantai Kabupaten Takalar mempunyai karakteristik yang
khas, dimana hampir seluruh wilayah pantai tersebut jarang sekali
ditumbuhi mangrove. Hal ini disebabkan karena kurangnya sungai
besar yang bermuara disepanjang pantai yang ada di Kabupaten
Takalar yang dapat memuntahkan jenis sedimen lumpur. Selain itu
kuatnya hempasan gelombang yang sampai ke daerah pantai yang
menyebabkan beberapa jenis mangrove tidak dapat hidup pada kondisi
tersebut, kuatnya hempasan gelombang pada lokasi survey disebabkan
karena wilayah tersebut adalah merupakan laut lepas.
Akibat dari kurangnya spesies mangrove di sekitar pantai
tersebut, sehingga di sepanjang pantai Kabupaten Takalar secara
signifikan mengalami abrasi pantai yaitu berkurangnya luas daratan
ditandai dengan majunya laut ke arah daratan.
3.3.1.7 Kondisi Ekosistem Perairan
Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang terdapat di
daerah tropis. Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari
endapan-endapan massif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan
oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari
filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan
zooxantellae dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta
organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat.
Terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi dan
kaya dengan berbagai jenis ikan karang. Secara ekologis, terumbu
karang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai berikut :
Sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang
berasal dari laut (terumbu karang tepi dan penghalang)
Sebagai habitat (tempat tinggal)
Sebagai tempat mencari makan (feeding ground)
Sebagai tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground)
Sebagai tempat pemijahan (spawning ground)
Sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi
dan berbagai jenis ikan hias
Sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur
Sebagai bahan perhiasan
Sebagai bahan baku farmasi
Sebagai daerah wisata
Ikan Karang
Berdasarkan hasil anal