34 BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Fenomena Anak Sulit Mengkonsumsi Sayuran 1. Tinjauan Umum Sayuran Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah diolah secara minimal. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya, sementara yang lainnya harus diolah terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus atau diuapkan, digoreng, dan seterusnya. Kandungan zat gizi alami dalam sayuran hijau sangat banyak, selain kaya dengan vitamin A dan C, sayuran hijau juga mengandung berbagai unsur mineral seperti zat kapur, zat besi, magnesium dan fosfor. Sayuran yang berwarna hijau tua merupakan sumber karotenoid (pigmen dalam tanaman yang terdapat pada tumbuhan) terbaik dan tergolong penting untuk memerangi radikal bebas. Pro-vitamin A dalam sayuran diketahui berguna untuk pertumbuhan tulang, mata, rambut dan kulit anak-anak, disamping bermanfaat juga untuk mengganti sel-sel tubuh, mengganti selaput lendir mata, dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi. Pro-vitamin A hanyalah salah satu dari sekian banyak zat-zat berguna yang terdapat dalam sayuran, dimana semua vitamin dan mineral tersebut sangat diperlukan agar anak dapat tumbuh dengan baik. Peran
37
Embed
BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Fenomena Anak Sulit ... · Penyakit Akibat Kekurangan Mineral dan Elektrolit (Sumber: Laporan Depkes 2012) Tabel diatas menunjukan macam-macam penyakit
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
34
BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Fenomena Anak Sulit Mengkonsumsi Sayuran
1. Tinjauan Umum Sayuran
Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan
yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar
atau setelah diolah secara minimal. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut
sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur.
Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya,
sementara yang lainnya harus diolah terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus
atau diuapkan, digoreng, dan seterusnya. Kandungan zat gizi alami dalam sayuran
hijau sangat banyak, selain kaya dengan vitamin A dan C, sayuran hijau juga
mengandung berbagai unsur mineral seperti zat kapur, zat besi, magnesium dan
fosfor. Sayuran yang berwarna hijau tua merupakan sumber karotenoid (pigmen
dalam tanaman yang terdapat pada tumbuhan) terbaik dan tergolong penting untuk
memerangi radikal bebas.
Pro-vitamin A dalam sayuran diketahui berguna untuk pertumbuhan
tulang, mata, rambut dan kulit anak-anak, disamping bermanfaat juga untuk
mengganti sel-sel tubuh, mengganti selaput lendir mata, dan meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap infeksi. Pro-vitamin A hanyalah salah satu dari sekian
banyak zat-zat berguna yang terdapat dalam sayuran, dimana semua vitamin dan
mineral tersebut sangat diperlukan agar anak dapat tumbuh dengan baik. Peran
35
orang tua sangat diperlukan untuk membuat anak mau memakan makanan bergizi
tersebut, namun seringkali orang tua dihadapkan pada masalah yang memang
telah terjadi sejak dulu.
2. Fenomena Sulit Mengkonsumsi Sayuran di Indonesia
Fenomena anak tidak suka makan sayur di Indonesia adalah masalah
klasik yang sejak lama belum terungkap secara benar, yang menimbulkan
berbagai opini dan pendapat spekulatif yang tidak sepenuhnya benar. Keadaan
anak yang tidak mau makan sayur harus diamati secara teliti dan cermat.
Secara nasional kekurangan asupan gizi pada anak masih tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010 pada subjek
rumah tangga dan anggota rumah tangga mewakili 33 provinsi yang tersebar di
441 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dalam Riskesdas 2010 dipilih
berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).
Tabel 3.1
Persentase Anak menurut Jenis Makanan serta Rata-rata (Median) Konsumsi Makanan
dan Kelompok Usia
(Sumber: Jurnal Gizi dan Pangan, 2013)
36
Tabel 3.2
Persentase Anak menurut Jenis Minuman serta Rata-rata (Median) Konsumsi Minuman
Anak dan Kelompok Usia
(Sumber: Jurnal Gizi dan Pangan, 2013)
Tabel 3.3
Distribusi Anak dilihat dari Tipe Sarapan dan Rata-rata (Median) Konsumsi Pangan Anak
dan Kelompok
(Sumber: Jurnal Gizi dan Pangan, 2013)
Tabel diatas menggambarkan tipe asupan gizi makanan subjek anak
Indonesia berdasarkan konsep gizi seimbang menghasilkan data bahwa anak usia
3—5 tahun meliputi pangan sumber karbohidrat, protein, dan minuman (36.2%);
anak usia 6—12 tahun meliputi pangan sumber karbohidrat, protein, dan minuman
(34.4%). Tipe sarapan lengkap yang terdiri dari pangan sumber karbohidrat,
protein, sayur, buah, dan minuman hanya dikonsumsi oleh 0.5% anak usia 3—5
tahun dan 0.6% anak usia 6—12 tahun.
Masih ditemukannya subjek yang memiliki kontribusi energi dan zat gizi
yang rendah dapat disebabkan karena rendahnya sumber karbohidrat dan ragam
37
jenis pangan saat dikonsumsi, padahal zat gizi yang cukup hanya bisa dipenuhi
dari makanan yang beragam terutama sayur atau buah-buahan.
3. Penyebab dan Dampak Kurang Konsumsi Sayuran
Dari hasil penelitian dan pengalaman klinis1, didapatkan sekitar 30% anak
yang mengalami gangguan proses makan di mulut yang selanjutnya akan
mengakibatkan gangguan mengunyah dan menelan. Tampilan klinis yang terjadi
adalah mengalami kesulitan dalam makan bahan makanan yang berserat atau
bertekstur kasar seperti sayur atau daging sapi (empal). Analisa kejadian ini
berkembang bahwa apakah anak memang “tidak mau” makan sayur atau memang
“tidak bisa” makan sayur. Informasi diatas memang belum begitu banyak
diketahui para orang tua, tapi ada baiknya orang tua mengetahui penyebab anak
tidak mau makan sayur berdasarkan observasi sehari-hari. Berikut beberapa
penyebab anak-anak menyisihkan sayuran pada piring makan mereka:
a. Faktor fisik yakni terganggunya organ pencernaan anak atau bida
karena infeksi dalam tubuh anak
b. Faktor Psikis yakni yang berkaitan dengan psikologi anak. Seperti
beberapa hal dibawah ini:
1) Bosan dengan menu makan ataupun penyajian makanan.
Menu makan saat bayi (>6 bulan) yang itu-itu saja akan membuat
anak bosan dan malas makan, apalagi cara penyajian makanan yang
campur aduk antara lauk pauk seperti makanan yang diblender jadi
satu.
38
2) Memakan cemilan padat kalori menjelang jam makan.
Makanan seperti permen, minuman ringan, coklat, hingga snack
ber-MSG yang dimakan anak-anak sebelum jam makan seringkali
membuat anak merasa kenyang.
3) Minum susu terlalu banyak.
Orangtua cenderung kurang sabar memberikan makanan kasar, atau
orang tua sering takut anaknya kelaparan, sehingga makanan
diganti dengan susu. Fakta menyebutkan setelah anak berusia satu
tahun, kehadiran susu dalam menu sehari-hari bukanlah hal wajib
karena secara gizi, susu hanya untuk memenuhi kebutuhan kalsium
dan fosfor.
4) Terpengaruh kebiasaan orang tuanya.
Anak suka meniru apa yang dilakukan oleh anggota keluarga
lainnya, terutama orang tuanya. Perilaku orang tua memilih-milih
makanan atau menyukai junk food, akan sangat mudah ditiru oleh
anak. Perilaku lainnya seperti kebiasaan mengiming-imingi jajanan
pada anak yang rewel, membuat anak lebih memilih makanan-
makanan yang memang lebih terasa lezat di lidah tersebut.
5) Munculnya sikap negativistik.
Pada usia >2 tahun, Sikap negativistik merupakan fase normal
yangg dilalui tiap anak usia balita. Sikap ini juga suatu bagian dari
tahapan perkembangannya untuk menunjukkan keinginan untuk
“independen”. Orang tua yang kurang memahami hal ini merasa
39
khawatir kecukupan gizi anak tidak terpenuhi, sehingga dengan
keras memaksa anaknya makan. Hal ini dapat berujung pada
penolakan terhadap makanan tertentu, bahkan kadang sampai anak
beranjak dewasa.
6) Pengenalan sayuran pada anak yang sangat rendah/kurang.
Orang tua yang terlalu sibuk, seringkali melupakan pentingnya
proses pengenalan berbagai hal baru pada anak. Kurangnya
wawasan orang tua di era teknologi informasi sekarang ini sudah
tidak bisa lagi menjadi alasan kurangnya pengenalan makanan-
makanan bergizi pada anak.
Di lain pihak orang tua dipenuhi rasa cemas dan takut anak menjadi
kurang gizi mengingat sayur adalah salah satu sumber vitamin dan mineral yang
sangat baik. Jika anak kekurangan vitamin dan mineraltentunya akan mengalami
masalah bagi pertumbuhanya. Dalam keadaan normal anak usia di atas 2 tahun
seharusnya terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun.
Nama Penyakit
Kekurangan/
Defiseiensi
Gejala dan Tanda Klinis
1
Buta Senja
(xeroftalmia)
Vitamin A Mata kabur atau buta
2 Beri-beri Vitamin B1
Badan bengkak, tampak rewel,
gelisah, pembesaran jantung kanan
40
3 Ariboflavinosis Vitamin B2
Retak pada sudut mulut, lidah
merah jambu dan licin
4 Defisiensi B6 Vitamin B6
Cengeng, mudah kaget, kejang,
anemia (kurang darah), luka di
mulut
5 Defisiensi Niasin Niasin
Gejala 3 D (dermatitis /gangguan
kulit, diare, deementia), Nafsu
makan menurun, sakit di lidah dan
mulut, insominia, diare, rasa
bingung.
6
Defisiensi Asam
Folat
Vasam Folat Anemia, diare
7 Defisiensi B12 Vitamin B12
Anemia, sel darah membesar, lidah
halus dan mengkilap, rasa mual,
muntah, diare, konstipasi
8 Defisiensi C Vitamin C
Cengeng, mudah mara, nyeri
tungkai bawah, pseudoparalisis
(lemah) tungkai bawah, perdarahan
kulit
9 Defisiensi Fosfor Vitamin D
Pembekakan persendian tulang,
deformitas tulang, pertumbuhan
gigi melambat, hipotoni, anemia
41
10 Defisiensi Lodium Vitamin K
Perdarahan, berak darah,
perdarahan hidung dsb
Tabel 3.4
Penyakit Akibat Kekurangan Vitamin
(Sumber: Laporan Depkes 2012)
Nama Penyakit
Kekurangan/
Defiseiensi
Gejala dan Tanda Klinis
1
Anemia Defisiensi
Besi
Zat besi Pucat, lemah, rewel
2 Defisiensi Seng Seng
Mudah terserang penyakit,
pertumbuhan lambat, nafsu makan
berkurang, dermatitis
3 Defisiensi Tembaga Tembaga
Pertumbuhan otak terganggu,
rambut jarana dan mudah patah,
kerusakan pembuluh darah nadi,
kelainan tulang
4 Hipokalemi Kalium Lemah otot, gangguan jantung
5 Defisiensi Klor Klor Rasa lemah, cengeng
6 Defisiensi Fluor Fluor
Resiko karies dentis (kerusakan
gigi)
7 Defisiensi Krom Krom Pertumbuhan kurang, sindroma