Top Banner
50 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem Pembuktian Terbalik di Indonesia 1. Sejarah Pengadopsian Sistem Pembuktian Terbalik di Indonesia. a. Asal usul sistem pembuktian terbalik. Korupsi di Indonesia pada awal kemerdekaan memiliki ciri khusus yakni dikarenakan kondisi perang dan disusul juga dengan penyerahan kekuasaan kepada kelompok baru dalam pemerintaham negara. Para pemimpin beresiko untuk melakukan korupsi. Setelah Indonesia baru merdeka pada periode demokrasi parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh partai-partai politik sangat besar di kegiatan ekonomi dan politik. 1 Tanda-tanda dimulainya korupsi di pemerintahan Indonesia pada saat diperkenalkannya Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) atau lebih dikenal sebagai program benteng yaitu kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat masyarakat pribumi Indonesia untuk dapat bersaing dengan kelas pengusaha China dan Belanda yang sudah ada lebih dulu. Namun dalam pelaksanaanya tidak sesuai yang diharapkan. Program ini malah dijadikan sebagai program yang mengistimewakan masyarakat pribumi untuk 1 Rizki Febari, 2015.Politik Pemberantasan Korupsi Strategi ICAC Hongkong dan KPK Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. hlm. 102
41

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

Nov 12, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

50

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sistem Pembuktian Terbalik di Indonesia

1. Sejarah Pengadopsian Sistem Pembuktian Terbalik di Indonesia.

a. Asal usul sistem pembuktian terbalik.

Korupsi di Indonesia pada awal kemerdekaan memiliki ciri

khusus yakni dikarenakan kondisi perang dan disusul juga dengan

penyerahan kekuasaan kepada kelompok baru dalam

pemerintaham negara. Para pemimpin beresiko untuk melakukan

korupsi. Setelah Indonesia baru merdeka pada periode demokrasi

parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan

bahwasannya pengawasan dan pengaruh partai-partai politik

sangat besar di kegiatan ekonomi dan politik.1

Tanda-tanda dimulainya korupsi di pemerintahan Indonesia

pada saat diperkenalkannya Rencana Urgensi Perekonomian

(RUP) atau lebih dikenal sebagai program benteng yaitu kebijakan

yang bertujuan untuk memperkuat masyarakat pribumi Indonesia

untuk dapat bersaing dengan kelas pengusaha China dan Belanda

yang sudah ada lebih dulu. Namun dalam pelaksanaanya tidak

sesuai yang diharapkan. Program ini malah dijadikan sebagai

program yang mengistimewakan masyarakat pribumi untuk

1 Rizki Febari, 2015.Politik Pemberantasan Korupsi Strategi ICAC Hongkong dan KPKIndonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. hlm. 102

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

51

melindungi dan memberikan bantuan keuangan untuk

mendapatkan fasilitas lisensi impor dan bantuan kredit dengan

bunga yang rendah yang akhirnya megarah pada penyalahgunaan

wewenang dan terjadinya praktek korupsi.2

Pada masa demokrasi parlementer korupsi terjadi di bidang

politisi yang melakukan korupsi politik, pihak birokrat melakukan

korupsi birokratik dan pihak pengusaha yang mendorong untuk

korupsi. Bentuk korupsi politik yaitu semua kabinet dari tahun

1950-1955 dituduh telah memberikan lisensi-lisensi impor atas

dasar pilih kasih (favoritisme) dan pertimbangan-pertimbangan

partai politik. Pada puncaknya pada masa Kabinet Ali

Sastroamidjojo yang pertama dan bersamaan dengan jabatan

Menteri perekonomian dipegang oleh Iskaq Tjokrohhadisurjo yang

dimana lisensi impor justru di salahgunakan untuk mendukung

keuangan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Selanjutnya bentuk korupsi birokratik dimulai pada tahun

1950 yang dimana korupsi merjalela di Kantor Pusat Urusan Impor

(KPUI) yang dimana di KPUI mulai dari penjaga pintu sampai

kepada semua orang yang bertugas mengeluarkan lisensi impor

perlu diberikan uang pelican untuk dilayani dan mempercepat

pemerosesan surat-surat. Akibatnya orang-orang seharusnya

berhak mendapatkan lisensi tidak bias memperolehnya karena

2 Ibid hlm 102-103

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

52

tidak mampu membayar uang pelicin tersebut. Korupsi yang

dilakukan oleh pengusaha adalah mereka yang menjadi importir

dari program benteng. Salah satu cara mendapat lisensi impor

ditempuh dengan cara menyuap pejabat pemerintah untuk

mendapat pengakuan sebagai importir nasional.

Berkaca dari pada masalah korupsi yang terjadi di Indonesia

menurut penulis korupsi terjadi akibat tidak adanya aturan yang

mengatur terkait korupsi dan tidak adanya institusional yang

khusus mengawasi penyalahgunaan wewenang dan dalam hal ini

terlalu mengandalkan institusi politik parlemen dalam pengawasan

program-program pemerintah. Institusi khusus dalam memberantas

korupsi baik dalam hal aturan atau organisasi khusus pada masa

pemerintahan kolonial Belanda hingga di awal Indonesia baru

merdeka belumlah ada. Baru di tahun 1961 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1961 tentang penetapan semua Undang-Undang

darurat dan peraturan pemerintah sebelum tahun 1961 menjadi

Undang-Undang. Aturan terkait korupsi yang ada dalam Undang-

Undang tersebut dikatakan sebagai Undang-Undang anti korupsi

yang pertama kali lahir di Indonesia.

Karena itulah korupsi menjadi bagian yang tak terpisahkan

dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia dan termasuk jenis

kejahatan yang sudah lama ada dan merupakan salah satu penyakit

yang ada di masyarakat, berbicara mengenai korupsi di Indonesia

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

53

masalah korupsi menjadi permasalahan yang sangat sulit

diberantas mengingat usaha dalam memberantas korupsi tidaklah

mudah dikarenakan korupsi telah berkembang kedalam 3 tahapan

yakni :

1.Tahap Elitis yaitu tindak pidana korupsi menjadi gejala sosial

yang sangat populer di lingkungan pejabat atau elit;

2.Tahap Endemic yaitu tindak pidana korupsi merambah ke lapisan

masyarakat;

3.Tahap Kritis yakni korupsi menjadi sistemik bahwa setiap

individu dalam suatu sistem melakukan tindak pidana korupsi.3

Transparency International (TI) dalam surveinya

melakukan pengukuran tingkat korupsi di 180 Negara melalui

Corruption Perceptions Index (CIP) pada tahun 2018 adapun

dibawah adalah tabel penilaian hasil survei Transpaency

International. 4

Tabel I. Corruption Perceptions Index di berbagai Negara

Negara Peringkat diTahun 2018

Nilai (score) pada tahun2018

Singapore 3 85Hongkong 14 76Malaysia 61 47Bosnia andHerzegovina

89 38

Indonesia 89 38Sri Lanka 89 38

Sumber: Transparency International pada tahun 2018

3Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi PemberantasanKorupsi). Sinar Grafika. Jakarta. hlm. 28

4 https://www.transparency.org/cpi pada tahun 2018

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

54

Berdasarkan sruvei dari Transparency International (TI)

diatas menempatkan Indonesia pada peringkat ke 89 dengan score

38 bersama dengan 3 negara lain yaitu Bosnia dan Herzegovina, Sri

Lanka dan Swaziland. Untuk kawasan ASEAN skor Indonesia

berada dibawah Singapura, Hongkong, Brunei Darussalam dan

Malaysia. Melihat dari peringkat Indonesia diatas pencapaian score

indonesia yang hanya mendapat nilai 38 membuktikan

bahwasannya Indonesia masih masuk dalam kelompok negara

korup yang tingkat korupsinya masih tinggi.

Score (nilai) Indonesia diatas juga menunjukkan

bahwasannya tingkat keberhasilan Indonesia dalam usaha

memberantas korupsi masih jauh dari harapan dikarenakan dalam

usaha pemberantasan korupsi seringkali kendala yang dihadapi

adalah sulitnya jaksa penuntut umum untuk membuktikan bahwa

terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi di pengadilan

kesulitan itu didukung karena kemajuan teknologi dan para pelaku

korupsi tentunya tidak kehabisan akal untuk menyembunyikan

uang hasil korupsinya tersebut agar lolos dan tidak dapat ditemukan

oleh aparat penegak hukum.

Jika hal itu dibiarkan tentunya akan memberikan dampak

yang negatif yakni tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi

secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

55

masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu

digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus

dilakukan secara luar biasa.5

Dimasukannya sistem pembuktian terbalik sebagai salah

satu solusi dalam usaha pemberantasan korupsi. Pada mulanya

system pembuktian terbalik telah dikenal lebih dulu di Negara

Anglo-Saxon seperti Hongkong, Malaysia dan Singapura yang

dimana penerapannya hanya sebatas digunakan pada kasus-kasus

tertentu (certain cases) yakni terhadap tindak pidana gratifikasi

(gratification) yang konteksnya dengan peyuapan (bribery).6

Mengingat tingkat kejahatan korupsi yang semakin sulit untuk

dibuktikan maka sistem pembuktian terbalik ini diakui sebagai

upaya mempermudah pembuktian dalam mengungkap tindak

pidana korupsi.

Dalam perkembangannya prinsip pembalikan beban

pembuktian diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana tujuan

daripada diadopsinya sistem pembuktian terbalik dalam Undang-

Undang tersebut sebagai upaya mempermudah, mempercepat

5 Lihat pada bagian "Menimbang/Konsideran huruf a Undang-Undang Nmor 20 Tahun2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi

6 Adami hazawi. Op Cit. Hlm 113-114

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

56

pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, disamping itu dapat

membantu jaksa penuntut umum dalam menentukan asal-usul harta

terdakwa. Hal ini sangat penting dilakukan karena tindak pidana

korupsi masuk dalam katagori extra ordinary crime yang

berdampak luar biasa bagi pembangunan, perekonomian, dan

kehidupan masyarakat, sehingga perlunya tindakan yang luar biasa

dalam penanggulangan tindak pidana korupsi.7

b. Pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia

1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan danPemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

Di Indonesia upaya dalam memberantas korupsi dengan

pembentukan hukum positif telah dilakukan selama beberapa masa

perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa perubahan peraturan

perundang-undangan. Kebijakan legislasi pemberantasan korupsi

sampai dengan sebelum tahun 1960 tidak mengatur terkait dengan

pembuktian terbalik dalam peraturan perundang-undangan korupsi

dikarenakan korupsi dipandang sebagai delik biasa sehingga

penanggulangan korupsi cukup dilakukan secara konvensional dan

tidak memerlukan perangkat hukum yang luar biasa (extra ordinary

measures).

7 Kukun Abdul Syakur Munawar. 2017. Pembuktian Terbalik Sebagai Kebijakan Kriminaldalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5. No.2 hlm .239

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

57

Barulah kebijakan legislasi terkait dengan pembalikan beban

pembuktian mulai terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang selanjutnya

disingkat Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 24 Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang yang selanjutnya disingkat Prp Tahun 1960

menyebutkan:

“Setiap tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruhharta benda dan harta benda isteri/suami dan anak dan hartabenda sesuatu badan hukum yang diurusnya, apabila dimintaoleh Jaksa”.

Menurut penulis maksud dari pasal diatas adalah

mewajibkan tersangka memberikan keterangan tentang seluruh

harta bendanya apabila diminta oleh Jaksa. Jadi tanpa adanya

permintaan dari Jaksa tersangka tidak mempunyai kesempatan

untuk memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya.

Dalam perkembangannya Undang-undang No. 24 Prp.

Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan

Tindak Pidana Korupsi dianggap kurang mencukupi untuk

mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan kenyataannya

banyak ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, yakni:

a. Adanya perbuatan yang merugikan keuangan atau

perekonomian negara yang menurut perasaan keadilan

masyarakat harus dituntut dan dipidana, tidak dapat dipidana

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

58

karena tidak adanya rumusan tindak pidana korupsi yang

berdasarkan kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan

tersebut;

b. Pelaku tindak pidana korupsi hanya ditujukan kepada

pegawai negeri, tetapi kenyataannya orang-orang yang bukan

pegawai negeri yang menerima tugas atau bantuan dari suatu

badan negara, dapat melakukan perbuatan tercela seperti

yang dilakukan pegawai negeri;

c. Perlu diadakan ketentuan yang mempermudah pembuktian

dan mempercepat proses hukum acara yang berlaku tanpa

tidak memperhatikan hak asasi tersangka atau terdakwa.8

Hal inilah yang mendasari Undang-Undang No. 24 Prp.

tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan

Tindak Pidana Korupsi diganti menjadi Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 TentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Undang-Undang

tersebut tetap diatur mengenai pembuktian terbalik walaupun dalam

perjalanannya mengalami banyak perubahan. Hal ini dapat dilihat

8 Anonim, http://repository.usu.ac.id, diakses tanggal 29 Juni 2019

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

59

dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa:

1)Hakim dapat memperkenankan terdakwa untuk kepentinganpemeriksaan memberikan keterangan tentang pembuktianbahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

2)Keterangan tentang pembuktian yang dikemukakan olehterdakwa bahwa ia tidak bersalah seperti dimaksud dalamayat (1) hanya dapat dikerkenankan dalam hal:

a. apabila terdakwa menerangkan dalam pemeriksaan,bahwa perbuatannya itu menurut keinsyafan yangwajar tidak merugikan keuangan atau perekonomiannegara, atau

b. apabila terdakwa menerangkan dalam pemeriksaan,bahwa perbuatannya itu dilakukan demi kepentinganumum.

3)Dalam hal terdakwa dapat memberi keterangan tentangpembuktian seperti dimaksud dalam ayat (1) makaketerangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang setidak-tidaknya menguntungkan baginya. Dalam hal demikianPenuntut Umum tetap mempunyai kewenangan untukmemberikan pembuktian yang berlawanan.

4)Apabila terdakwa tidak dapat memberikan keterangantentang pembuktian seperti dimaksud dalam ayat (1) makaketerangan tersebut dipandang sebagai hal yang setidak-tidaknya merugikan baginya. Dalam hal demikian PenuntutUmum tetap diwajibkan memberi pembuktian bahwaterdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi.Menurut penulis maksud dari pasal 17 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1971 ini dapat dikatakan sistem pembagian

pembuktian, yaitu antara jaksa dan terdakwa dapat saling

membuktikan. Terdakwa diwajibkan untuk membuktikan

ketidakbersalahannya dan jaksa melakukan hal yang sama

untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1971 menyatakan bahwa:

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

60

1. Setiap terdakwa wajib memberikan keterangan tentangseluruh harta bendanya dan harta benda isteri/ suami,anak dan setiap orang, serta badan yang didugamempunyai hubungan dengan perkara yangbersangkutan apabila diminta oleh hakim.

2. Bila terdakwa tidak dapat memberi keterangan yangmemuaskan disidang pengadilan tentang sumberkekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannyaatau sumber penambahan kekayaannya makaketerangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuatketerangan saksi bahwa terdakwa telah melakukantindak pidana korupsi.

Adapun maksud dari pasal 18 diatas mengatur terkait tentang

kepemilikan harta benda pelaku yang dimana penulis

menyimpulkan bahwa kedua pasal diatas, pembalikan beban

pembuktian terhadap kesalahan pelaku dan kepemilikan harta

terdakwa hanya digunakan sepanjang hakim memandang perlu

untuk kepentingan pemeriksaan.

3) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dilakukan revisi melalui

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang mana mengenai pengaturan

pembuktian terbalik diatur dalam pasal 37 yang menyatakan

bahwa:

1. Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa iatidak melakukan tindak pidana korupsi.

2. Dalam hal terdakwa dapat dibuktikan bahwa ia tidakmelakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebutdipergunakan sebagai hal yang menguntungkan baginya.

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

61

3. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang Seluruhharta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, danharta benda setiap orang atau korporasi yang didugamempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.

4. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentangkekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atausumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebutdapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudahada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

5. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat(2) ayat (3) dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajibanuntuk membuktikan dakwaannya.

Adapun analisa hukum terhadap ketentuan Pasal 37 Undang-

undang Nomor 31 tahun 1999 bahwa terhadap pembalikan beban

pembuktian, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa

ia tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga jikalau terdakwa

dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana

korupsi. Maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan

sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.

Undang-undang pun menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat

terbatas dan berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk

membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan

wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan

harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau

korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang

bersangkutan sehingga penuntut umum tetap berkewajiban

membuktikan dakwaannya.

Dalam perkembangannya setelah mengalami pergantian

Undang-Undang terkait tindak pidana korupsi sampai pada saat ini

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

62

pengaturan sistem pembuktian tetap diatur dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi yang mana

diatur dalam pasal 12B, pasal 37, pasal 37A dan pasal 38B.

Dalam pasal 12B ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantaan Tindak Pidana

Korupsi menyatakan bahwa :

1)Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri ataupenyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabilaberhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanandengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagaiberikut :

a. Yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebutbukan merupakan suap dilakukan oleh penerimagratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebutsuap dilakukan oleh penuntut umum.9

Selanjutnya dalam Pasal 37 menyatakan bahwa :

1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa iatidak melakukan tindak pidana korupsi.

2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidakmelakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktiantersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untukmenyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.

Selanjutnya dalam pasal 37A Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 menytakan bahwa :

1)Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh hartabendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda

9 Lihat pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

63

setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungandengan perkara yang didakwakan.

2)Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaanyang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumberpenambahan kekayaannya, maka keterangan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat buktiyang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidanakorupsi.

3)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)merupakan tindak pidana atau perkara pokok sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14,Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal12 Undang-undang ini, sehingga penuntut umum tetapberkewajiban untuk membuktikann dakwaannya.10

Selanjutnya Dalam pasal 38B menyatakan bahwa :

1)Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindakpidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal16 Undang-undang Nmor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, wajibmembuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknyayang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal daritindak pidana korupsi.

2)Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwaharta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, hartabenda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindakpidana korupsi dan hakim berwenang memutuskanseluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampasuntuk negara.

3)Tuntutan perampasan harta benda sebagaimanadimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh penuntut umumpada saat membacakan tuntutannya pada perkara pokok.

4)Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) bukan berasal dari tindak pidana korupsidiajukan oleh terdakwa pada saat membacakanpembelaannya dalam perkara pokok dan dapat diulangipada memori banding dan memori kasasi. Hakim wajibmembuka persidangan yang khusus untuk memeriksa

10 Lihat pasal 37A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

64

pembuktian yang diajukan terdakwa sebagaimanadimaksud dalam ayat (4).

5)Hakim wajib membuka persidangan yang khusus untukmemeriksa pembuktian yang diajukan terdakwasebagaimana dimaksud dalam ayat (4)

6)Apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas darisegala tuntutan hukum dari perkara pokok, makatuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dan ayat (2) harus ditolak oleh hakim.

Berdasarkan pemaparan pasal diatas penulis

menyimpulkan bahwasanya pengaturan pembuktian terbalik

dalam ketentuan Pasal 37 ditujukkan untuk delik gratifikasi

Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20

Tahun 2001 maka korelasinya dengan pembalikan beban

pembuktian dalam ketentuan aasal 37 berlaku pada tindak

pidana suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp.

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih (Pasal 12B

ayat (1) huruf a). Kemudian korelasinya dengan Pasal 37A

ayat (3) bahwa pembalikan beban pembuktian menurut

ketentuan Pasal 37 berlaku dalam aspek pembuktian tentang

sumber (asal) harta benda terdakwa dan lain-lain di luar

perkara pokok sebagaimana pasal-pasal yang disebutkan

dalam ketentuan Pasal 37A hanya terhadap tindak pidana

korupsi suap gratifikasi yang tidak disebut dalam ketentuan

Pasal 37A ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001.

Selanjutnya pada ketentuan pasal 38B merupakan

pembalikan beban pembuktian yang dikhususkan pada

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

65

perampasan harta benda yang diduga keras berasal dari

tindak pidana korupsi. Akan tetapi, perampasan harta ini

tidak berlaku bagi ketentuan Pasal 12B ayat (1) huruf a UU

No. 20 Tahun 2001, malainkan terhadap pelaku yang

didakwa melakukan tindak pidana pokok.

4) Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahandan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Money Laundrey diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-

bangsa atau disingkat PBB sejak disahkannya konvensi Wina

tentang Perdagangan Gelap Narkotika dan Psikotropika di tahun

1988. Amerika sudah memiliki Undang-Undang pertama dalam hal

pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau yang disingkat

dengan TPPU yakni diatur dalam Money Laundering Control Act

1986. TPPU telah disadari oleh masyarakat dunia sebagai kejahatan

yang terjadi secara sistematis dan meluas mengakibatkan semakin

banyaknya pelaku-pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga

menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat, karena perbuatan dari

tindak pidana ini dapat menimbulkan masalah dan ancaman yang

serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat serta

menghambat pembangunan yang berkelanjutan.11

Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai upaya

11 Yulia Elsa. 2017. Penerapan Pembuktian terbalik dalam Tindak Pidana Pencucian UangBerdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010. Jurnal Ilmiah hlm vi-vii.

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

66

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang

dimana digunakannya pembuktian terbalik dalan tindak pidana

pencucian uang. Pembuktian terbalik dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang diatur dalam pasal 77 yang menyatakan bahwa :

“Untuk Kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilanterdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukanmerupakan hasil tindak pidana.”

Hadirnya Pembuktian terbalik dalam tindak pidana

pencucian uang disebabkan oleh perkembangan pelaku tindak

pidana yang berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal

usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan

berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah

ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa

memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah

maupun tidak sah.

2. Mekanisme sistem pembuktian terbalik di Indonesia

Hukum acara tindak pidana korupsi dalam penerapannya sama

dengan tindak pidana lainnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang

terdiri dari Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan. Penyelidikan

merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Akan tetapi

harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah

dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

67

cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului

tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan,

penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan

pemeriksaan, dan penyerahan berkas pada penuntut umum.

Jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu

penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan

mengumpulkan "bukti permulaan" atau "bukti yang cukup" agar dapat

dilakukan tindak lanjut penyidikan. Barangkali penyelidikan dapat

disamakan dengan pengertian "tindakan pengusutan" sebagai usaha

mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti

sesuatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Dari

penjelasan yang dimaksud hampir tidak ada perbedaan makna

keduanya. Antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase

tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan

saling mengisi guna dapat di selesaikan pemeriksaan suatu peristiwa

pidana.

Bahwa penerapan pembuktian terbalik terjadi ditahap penuntutan.

Yang mana dapat ditafsirkan bahwa jika dalam tahap penyidikan suatu

kasus korupsi baik yang dilakukan oleh polisi, jaksa ataupun oleh

gabungan keduanya, tersangka dapat membuktikan secara sah kepada

penyidik mengenai asal usul harta benda miliknya, milik istrinya dan

seterusnya itu, maka berkas perkara tersangka tersebut tetap akan,

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

68

dikirim kepada penuntut umum untuk dibuktikan di persidangan

pengadilan.

Terlebih lagi jika tersangka sama sekali tidak mampu melakukan

pembuktian mengenai hal di atas, maka penerusan berkas perkaranya

ke pengadilan tentu merupakan sesuatu yang wajar bahkan memang

seharusnya. Kemudian jika sesudah sampai di persidangan pengadilan

pun terdakwa masih tidak mampu juga membuktikan legalitas dari harta

benda miliknya, milik istrinya dan seterusnya, maka hal inipun tidak

lantas menjadikan ia dapat dijatuhi pidana tertentu sebagai koruptor.

Karena secara yuridis, ketidak mampuan terdakwa daiam pembuktian

tersebut hanya akan dipergunakan oieh pengadilan untuk memperkuat

alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa teiah melakukan tindak

pidana korupsi.

Jadi bukan sebagai satu-satunya alat bukti yang bersifat otomatis

untuk dapat mempidana terdakwa (sebagaimana yang lazim dalam

penerapan asas pembuktian terbalik). Lebih dari itu, (yaitu dalam hal

terdakwa tidak mampu membuktikan sebaliknya dari apa yang

dituduhkan jaksa), menurut Pasal 37 ayat (5) UU No. 31 Tahun 1999

yang sekarang telah menjadi Pasal 37A ayat (3) UU No. 20 Tahun 2001,

Jaksa Penuntut Umum tetap dibebani kewajiban untuk membuktikan

dakwaannya.

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

69

B. Sistem Pembuktian Terbalik di Hongkong dan Singapura

1. Sistem Pembuktian Terbalik di Hongkong.

a. Asal usul system pmbuktian terbalik

Hongkong merupakan salah satu contoh negara yang berhasil

mentransformasikan diri dari merajalelanya korupsi di negara tersebut

pada tahun 1960an menjadi pemerintahan yang bersih pada tahun

1970an. Menengok sejarahnya permasalahan korupsi di Hongkong

pada tahun 1960 sampai 1970 tidak lepas dari masalah narkotika

dikarenkan Hongkong menjadi tempat transit para pengedar narkoba

yang bekerjasama dengan kepolisian di hongkong dikatakan bekerja

sama karena sindikat narkotika bisa sukses berlangsung jika terjalin

kerjasama dengan pihak kepolisian. Kondisi tersebut menggambarkan

bahwa tingkat korupsi yang tinggi terjadi di Hongkong melibatkan di

antara para pejabat terutama dalam kepolisian.12

Masalah korupsi dengan melakukan penyuapan kepada pihak

kepolisian yang akhirnya dikeluhkan masyarakat Hongkong pada saat

itu, puncaknya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang

Jendral Polisi yakni Peter Fitzroy Gobder yang terkait dengan

kepemilikan aset HK$ 4,3 juta. Ia sebenarnya sedang memasuki masa

pensiun saat tim antikorupsi polisi Hong Kong mulai menyelidiki

kiprahnya pada 1973. Godber adalah mantan Wakil Kepala Polisi

Kowloon itu. Penyelidikan dilakukan setelah polisi mendapatkan

laporan rekening gendutnya senilai 600 ribu dolar di berbagai akun

12 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Op.Cit. Hlm 400

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

70

bank di luar negeri. Godber pun dipanggil untuk diminta

keterangannya.13

Namun, Peter Fitzroy Gobder memilih kabur ke luar negeri

dengan menggunakan koneksinya di bandar udara setelah memastikan

istrinya telah berada di luar negeri. Buronnya Godber membuat

masyarakat yang sudah kesal dengan maraknya korupsi di Hong Kong.

Hasilnya Korupsi ternyata telah mengakar di kepolisian dan

membudaya di birokrasi. Hakim Alistair Blair-Kerr menyimpulkan

perlunya badan khusus antikorupsi yang independen dan berada di luar

kepolisian serta mengarah pada pembenahan dan pengetatan undang-

undang yang sudah lama menentang penyuapan dan bentuk-bentuk

korupsi lainnya.14

Atas dasar rekomendasi itulah mengarah pada pembenahan dan

pengetatan undang-undang yang sudah lama menentang penyuapan

dan bentuk-bentuk korupsi lainnya setelah tahun 1971. Pada Mei 1971

dewan legislatif Hongkong mengeluarkan aturan anti korupsi bernama

Prevention of Bribery Ordinance yang merupakan undang-undang

anti-korupsi utama di Hong Kong yang dimana rumusan deliknya

hanya menyangkut suap atau pemberian (gratifikasi).

Aturan anti korupsi yang diatur dalam Prevention of Bribery

Ordinance memperkenalkan system pembuktian terbalik yakni

13 Anita Carolina, 2012. Sistem Anti Korupsi : Suatu Studi Komparatif di Indonesia,Hongkong, Singapura dan Thailand. Jurnal Infestasi Vol.8 No.1. hlm 112.

14 Ibid hlm 112-113

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

71

mengatur terkait dengan ”kepemilikan pendapatan atau property yang

tidak bias dijelaskan” maka dianngap sebagai suatu pelanggaran.

Apabila terdapat pejabat publik yang mempunyai standar hidup diatas

kemungkinan dari pendapatannya di masa kini atau masa lalunya maka

pejabat public yang dituduh tersebut dianggap bersalah melakukan

korupsi kecuali kalau ia dapat memberikan suatu penjelasan yang

memuaskan kepada pengadilan mengenai bagaimana ia mampu

memperoleh standar hidup yang demikian itu atau bagaimana sumber-

sumber pendapatan atau harta itu dapat ia kuasai.

Adapun dalam pengaturannya terdapat dalam pasal 10 Pasal (1b)

Prevention of Bribery Ordonance 1970.

Section Number 10

1) Any person who, being or having been the Chief Executive or aprescribed officera) maintains a standard of living above that which is commensurate

with his present or past official emoluments; orb) is in control of pecuniary resources or property disproportionate

to his present or past official emoluments, shall, unless he gives asatisfactory explanation to the court as to how he was able tomaintain such a standard of living.Bagian 10

1) Setiap orang yang, menjadi atau pernah menjadi Kepala Eksekutifatau pejabat yang ditunjuk

a) mempertahankan standar kehidupan di atas apa yang sepadandengan honorariumnya saat ini atau masa lalu; atau

b) memegang kendali atas sumber daya keuangan atau propertiyang tidak proporsional dengan honorarium masa kini atau masalalunya, akan, kecuali jika ia memberikan penjelasan yangmemuaskan kepada pengadilan tentang bagaimana ia dapatmempertahankan standar hidup seperti itu.

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

72

b. Pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam peraturanperundang-undangan di Hongkong

Pengaturan pembuktian terbalik ditaur dalam Undang-Undang Anti

Korupsi Hongkong Pasal 10 (1b) Prevention of Bribery Ordonance

1970 yaitu

Section Number 10

2) Any person who, being or having been the Chief Executive or aprescribed officerc) maintains a standard of living above that which is commensurate

with his present or past official emoluments; ord) is in control of pecuniary resources or property disproportionate

to his present or past official emoluments, shall, unless he gives asatisfactory explanation to the court as to how he was able tomaintain such a standard of living.Bagian 10

2) Setiap orang yang, menjadi atau pernah menjadi Kepala Eksekutifatau pejabat yang ditunjuk

c) mempertahankan standar kehidupan di atas apa yang sepadandengan honorariumnya saat ini atau masa lalu; atau

d) memegang kendali atas sumber daya keuangan atau propertiyang tidak proporsional dengan honorarium masa kini atau masalalunya, akan, kecuali jika ia memberikan penjelasan yangmemuaskan kepada pengadilan tentang bagaimana ia dapatmempertahankan standar hidup seperti itu.

Berdasarkan pasal tersebut penulis menyimpulkan bahwa

pembuktian terbaliknya bersifat terbatas yakni terhadap seorang

pejabat public/pegawai yang memiliki kekayaan lebih dari

penghasilan, menguasai sumber-sumber pendapatan atau harta yang

tidak sebanding dengan gajinya pada saat ini atau pendapatan resmi di

masa lalu, akan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, kecuali

kalau ia dapat memberikan suatu penjelasan yang memuaskan kepada

pengadilan mengenai bagaimana ia mampu memperoleh standar

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

73

hidup yang demikian itu atau bagaimana sumber-sumber pendapatan

atau harta itu dapat ia kuasai.

Penerapan sistem pembuktian pernah diterapkan di Hongkong

dalam kasus antara The Attorney General of Hong Kong v Hui Kin

Hong. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Hong Kong Nomor 52

Tahun 1995 tanggal 3 April 1995 antara Attorney-General of Hong

Kong v Hui Kin Hong menyatakan ketentuan Pasal 10 ayat (1)

huruf a Undang-undang Pencegahan Penyuapan Hongkong (Section

10 of the Prevention of Bribery Ordinance of Hong Kong) yang

dimana meletakkan beban pembuktian kepada terdakwa Hui Kin

Hong.

PT Hong Kong berpendapat sebelum terdakwa dipanggil

membuktikan asal usul kekayaan yang jauh melebihi penghasilannya

maka penuntut umum harus membuktikan terlebih dahulu secara

beyond reasonable doubt tentang status Hui Kin Hong sebagai

pembantu ratu tersebut, standart hidup bersangkutan selama

penuntutan dan total penghasilan resmi yang diterima selama itu,

dan juga harus dapat membuktikan bahwa kehidupan yang

bersangkutan tidak dapat dijangkau oleh penghasilannya itu.

Apabila penuntut umum dapat membuktikan hal tersebut

maka kewajiban terdakwa untuk menjelaskan bagaimana yang

bersangkutan dapat hidup mampu dengan kekayaan yang ada, atau

bagaimana kekayaannya tersebut berada di bawah kekuasaannya

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

74

atau bagaimana terdakwa Hui Kin Hong mendapatkan ketidakwajaran

sumber keuangan atau harta kekayaan tersebut. Pengadilan Tinggi

Hong Kong kemudian harus memutuskan apakah hal-hal tersebut

dapat diperhitungkan sebagai standrat hidup yang berlebihan atau

sebagai sumber keuangan yang tidak sepadan dengan harta

bendanya.

Penerapan sistem pembuktian terbalik ini menurut keterangan

seorang pejabat Independent Comission Against Corruption Hongkong

cukup efektif untuk memberantas tindak pidana korupsi, karena

seseorang akan takut melakukan korupsi, sebab akan sulit baginya

memberikan penjelasan yang memuaskan tentang sumber

kekayaannya kalau memang kekayaannya itu diperoleh dengan cara

yang tidak sah.15

2. Sistem Pembuktian Terbalik di Singapura

a. Asal usul system pmbuktian terbalik

Singapura adalah salah satu negara di Asia yang mendapatkan

predikat sebagai negara yang tingkat korupsinya rendah di dunia hal

itu didasarkan atas sruvei dari Transparency International (TI) yang

mana Transparency International (TI) dalam surveinya melakukan

pengukuran tingkat korupsi di 180 Negara melalui Corruption

Perceptions Index (CIP) pada tahun 2018 adapun hasilnya Singapura

15 Mohammad Zamroni. 2011. Telaah Progreasif : Implementasi Asas PembuktianTerbalik (Reverses Onus) Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Progrissive Review: Verificationreverse Principle Implementation (Reversed Onus) Against Corruption. Jurnal Legislasi IndonesiaVol. 8 No.2 hlm. 293

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

75

berada pada tingkat ke tiga (3) dengan perolehan nilai 89. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa Singapura adalah salah satu contoh

negara terbaik yang berhasil memberantas korupsi dan mencapai hasil

sebagai negara yang tingkat korupsinya rendah.

Sejarah Singapura untuk mencapai reputasi tersebut tidaklah

terjadi begitu saja, menengok sejarahnya pada masa pemerintahan

kolonial inggris korupsi adalah hal yang biasa terjadi di pemerintahan

singapura, hal itu terjadi karena rendahnya kemauan serta komitmen

dari pemerintah untuk memberantas korupsi didukung dengan tidak

efektifnya aturan terkait korupsi.16

Pada waktu itu pemerintah kolonial Inggris telah membentuk

suatu unit khusus dalam kesatuan polisi Singapura untuk menangani

semua kasus korupsi yakni Anti Corruption Branch (ACB). Di

samping itu, pada Desember 1937, Singapura mengesahkan Undang-

Undang anti korupsi yang disebut dengan Prevention of Corruption

Ordinance (POCO). Namun, keberadaan lembaga dan undang-undang

anti korupsi ini tidak mampu mengahalangi terjadinya korupsi

terutama di lembaga kepolisian.

Korupsi di lembaga kepolisian menjadi sangat tidak terkontrol

pada masa itu. Rendahnya gaji pegawai pemerintahan, banyaknya

kesempatan untuk praktik korupsi, tidak efektifnya kinerja ACB, tidak

efektifnya POCO merupakan faktor utama penyebab merajalelanya

16 Ibid hlm 113.

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

76

korupsi pada masa itu. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya bukti

pada Oktober 1951, yaitu tiga orang detektif dan beberapa senior staf

di ACB terlibat dalam penyelundupan opium senilai S$400,000 atau

setara dengan US $ 133,333. Terkuaknya kasus penyelundupan opium

oleh staf ACB ini telah membuktikan lemahnya kinerja ACB. 17

Sejak saat itu, tepatnya pada Oktober 1952 Singapura

membentuk unit anti korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau

(CPIB) menggantikan ACB. CPIB merupakan lembaga yang

independen yang terpisah dari kepolisian yang bertanggungjawab

untuk menangani semua kasus korupsi.

Tekad kuat mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew merupakan

kunci sukses pemberantasan korupsi di Singapura. Pemerintah

Singapura menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi

dengan mengesahkan undang-undang anti korupsi yang disebut

dengan “Prevention of Corruption Act” (POCA) pada tahun 1960

menggantikan POCO yang tidak efektif. Dalam POCA definisi korupsi

diperluas dan diperjelas menjadi ”The asking, receiving or agreeing to

receive, giving, promising or offering of any gratification as an

inducement or reward to a person to do or not to do any act, with a

corrupt intention”. Pengertian korupsi ini diartikan sebagai upaya

meminta, menerima atau menyetujui untuk meminta, memberi,

menjanjikan atau menawarkan gratifikasi sebagai inducement atau

17 Ibid hlm 114.

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

77

hadiah (reward) kepada orang untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu hal, dengan sebuah maksud yang korup.

Dalam Prevention of Corruption Act pasal 8 diatur terkait

pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi. Keberadaan POCA

mampu memperkuat kedudukan CPIB dengan memberikan

kewenangan hukum yang lebih besar dan independen. Untuk menjaga

efektifitas keberadaan POCA, pemerintahan PAP melakukan beberapa

amandemen Undang-Undang atau bahkan membuat peraturan baru

dengan tujuan menutup celah atau mengatisipasi kekurangan atau

kelemahan peraturan yang ada. POCA mengalami beberapa

amandemen, misalnya pada tahun 1966, yang menegaskan bahwa

seseorang dapat dinyatakan bersalah atas kasus korupsi walaupun

tanpa secara nyata menerima suap selama orang tersebut memiliki niat

untuk melakukan korupsi.

b. Pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam peraturanperundang-undangan di Singapura

Di Singapura pembuktian terbalik diterapkan pada saat proses

penyelesaian tindak pidana korupsi. Pembuktian terbalik diatur dalam

Undang-Undang anti korupsi Singapura yaitu Prevention of Corruption

Act pasal 8 yang dimana menyatakan bahwa :

Where in any proceedings against a person for an offence under section5 or 6, it is proved that any gratification has been paid or given to orreceived by a person in the employment of the Government or anydepartment thereof or of a public body by or from a person or agent ofa person who has or seeks to have any dealing with the Government orany department thereof or any public body, that gratification shall bedeemed to have been paid or given and received corruptly as aninducement or reward as hereinbefore mentioned unless the contrary is

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

78

proved.(Apabila dalam proses persidangan terhadap seseorang karenapelanggaran berdasarkan bagian 5 atau 6, terbukti bahwa gratifikasi apapun telah dibayarkan atau diberikan kepada atau diterima olehseseorang dalam pekerjaan Pemerintah atau departemen apa pundarinya atau dari badan publik oleh atau dari seseorang atau agen dariseseorang yang memiliki atau berusaha untuk berurusan denganPemerintah atau departemennya atau badan publik mana pun, bahwagratifikasi dianggap telah dibayar atau diberikan dan diterima secarakorup sebagai bujukan atau hadiah seperti yang disebutkan di sinisebelumnya disebutkan kecuali jika yang sebaliknya terbukti).

3. Analisis Sistem Pembuktian Terbalik di Indonesia, Hongkong, danSingapura

Dalam menganalisa penulis disini akan memperbandingan system

pembuktian terbalik yang ada di Indonesia, Hongkong dan Singapura yang

nantinya didapatkan persamaan dan perbedaan diantara ketiga negara

tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan dari system tersebut.

Sebagaimana teori dari Orucu tentang perbandingan hukum yang dimana

Orucu mengatakan bahwasannya perbandingan hukum itu adalah“Comparative law is legal discipline aiming at ascertaining similaritiesand differences and finding out relationship between various legal sistems,their essence and style, looking at comparable legal institutions andconcepts and typing to determine solutions to certain problems in thesesistems with a definite goal in mind, such as law reform, unification etc”.Artinya, perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yangbertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pulahubungan-hubungan erat antara berbagai sistem-sistem hukum; melihatperbandingan lembaga-lembaga hukum konsep-konsep serta mencobamenentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalamsistem-sistem hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuanhukum, unifikasi hukum dan lain-lain.18

Maka penulis menyimpulkan definisi menururt Orucu perbandingan

hukum adalah suatu cara yang dimana untuk menemukan persamaan dan

perbedaan serta hubungan terkait sistem-sistem hukum yang nantinya

18 Muhammad Rody. Studi Komparasi Pengaturan Sistem Pembuktian Menururt HukumAcara Pidana Indonesia Dengan Hukum Acara Pidana Republik Rakyat China (Criminal ProcedureCode Of People Republik of China). Jurnal Hukum. Universitas Sumatra Utara. diakses tanggal 09Januari 2019.

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

79

persamaan dan perbedaan yang ditemukannya dapat dijadikan bahan dalam

pembaharuan hukum.

Adapun tabel dibawah ini adalah perbedaan dari system pembuktian

terbalik yang ada di Indonesia, Hongkong dan Singapura.

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

80

Tabel 1. Perbandingan Sistem Pembuktian Terbalik di Negara Indonesia, Hongkong, dan Singapura

No. Perbedaan Indonesia Hongkong Singapura

1 Pengaturan Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 Jo Undang-undang Nomor20 Tahun 2001 TentangPembenrantasan Tindak PidanaKorupsi, Undang-Undang Nomor8 Tahun 2010 tentang Pencegahandan Pemberantasan Tindak PidanaPencuciaan Uang dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981Tentang Kitab Undang-undangHukum Acara Pidana atau yangdisingkat dengan KUHAP

Ps 37 ayat 1 UU Tipikor“Terdakwa mempunyai hak untukmembuktikan bahwa ia tidakmelakukan tindak pidana korupsi.”

Ps 77 UU PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang“Untuk kepentingan pemeriksaandi sidang pengadilan, terdakwawajib membuktikan bahwa Harta

Prevention of BriberyOrdinance 1970 (Undang-undang pencegahan suapmenyuap di Hongkong).

Section Number 101)Any person who, being orhaving been the ChiefExecutive or a prescribedofficer:a) maintains a standard ofliving above that which iscommensurate with hispresent or past officialemoluments; orb)is in control of pecuniaryresources or propertydisproportionate to hispresent or past officialemoluments, shall, unless hegives a satisfactoryexplanation to the court as tohow he was able to maintainsuch a standard of living. or

Prevention of CorruptionAct 1993 (Undang-undangpencegahan korupsi diSingapura).

Section Number 8Where in any proceedingsagainst a person for anoffence under section 5 or 6,it is proved that anygratification has been paidor given to or received by aperson in the employment ofthe Government or anydepartment thereof or of apublic body by or from aperson or agent of a personwho has or seeks to have anydealing with the Governmentor any department thereof orany public body, thatgratification shall bedeemed to have been paid orgiven and received corruptly

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

81

Kekayaannya bukan merupakanhasil tindak pidana”.

how such pecuniary resourcesor property came under hiscontrol, be guilty of anoffence.Terjemahan :

Bagian Nomor 101) Setiap orang yang, sedangatau pernah menjadi KepalaEksekutif atau pejabat yangditentukan (pejabat public/pegawai):a) yang mempunyai standarhidup di atas yang setarafdengan gaji jabatannyadimasa kini atau masa lalunya;ataub) memegang kendali atassumber daya keuangan atauproperti yang tidak sebandingdengan gaji jabatannyadimasa kini atau masa lalunyaditetapkan bersalahmelakukan sebuah tindakpidana, akan, kecuali jika diamemberikan penjelasan yangmemuaskan kepadapengadilan tentang bagaimana

as an inducement or rewardas hereinbefore mentionedunless the contrary isproved.Terjemahan :Apabila dalam prosespersidangan terhadapseseorang karenapelanggaran berdasarkanbagian 5 atau 6, terbuktibahwa gratifikasi apa puntelah dibayarkan ataudiberikan kepada atauditerima oleh seseorangdalam pekerjaan Pemerintahatau departemen apa pundarinya atau dari badanpublik oleh atau dariseseorang atau agen dariseseorang yang memilikiatau berusaha untukberurusan denganPemerintah ataudepartemennya atau badanpublik mana pun, bahwagratifikasi dianggap telahdibayar atau diberikan danditerima secara korup

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

82

dia dapat mempertahankanstandar hidup seperti itu. ataubagaimana sumber daya uangatau properti seperti itu beradadi bawah pengendaliannya.

sebagai bujukan atau hadiahseperti yang disebutkan disini sebelumnya disebutkankecuali jika yang sebaliknyaterbukti

2. Pengertian korupsi 1.Pasal 2 ayat (1) : “Setiap orangyang secara melawan hukummelakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasiyang dapat merugikan keuangannegara atau perekonomiannegara.”2.Pasal 3 : “Setiap orang yangdengan sengaja menguntungkandiri sendiri atau orang lain atausuatu korporasi, menyalahgunakankewenangan, kesempatan atausarana yang ada padanya karenajabatan atau kedudukan yang dapatmerugikan keuangan negara atauperekonomian negara.”

Section Number 4(1) Any person who, whetherin Hong Kong or elsewhere,without lawful authority orreasonable excuse, offers anyadvantage to a public servantas an inducement to or rewardfor or otherwise on account ofthat public servant's-(a) performing or abstainingfrom performing, or havingperformed or abstained fromperforming, any act in hiscapacity as a public servant;(b) expediting, delaying,hindering or preventing, orhaving expedited, delayed,hindered or prevented, theperformance of an act,whether by that public servantor by any other public servant

5. Any person who shall byhimself or by or inconjunction with any otherperson —(a) corruptly solicit orreceive, or agree to receivefor himself, or for any otherperson; or(b) corruptly give, promiseor offer to any personwhether for the benefit ofthat person or of anotherperson, any gratification asan inducement to or rewardfor, or otherwise on accountof —(i)any person doing orforbearing to do anything inrespect of any matter ortransaction whatsoever,actual or proposed; or

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

83

in his or that other publicservant's capacity as a publicservant; or(c)assisting, favouring,hindering or delaying, orhaving assisted, favoured,hindered or delayed, anyperson in the transaction ofany business with a publicbody, shall be guilty of anoffence.

(2) Any public servant who,whether in Hong Kong orelsewhere, without lawfulauthority or reasonableexcuse, solicits or accepts anyadvantage as an inducement toor reward for or otherwise onaccount of his-3) (a) performing orabstaining from performing,or having performed orabstained from performing,any act in his capacity as apublic servant;(b) expediting, delaying,hindering or preventing, or

(ii)any member, officer orservant of a public bodydoing or forbearing to doanything in respect of anymatter or transactionwhatsoever, actual orproposed, in which suchpublic body is concerned,shall be guilty of an offenceand shall be liable onconviction to a fine notexceeding $100,000 or toimprisonment for a term notexceeding 5 years or to both.

6. If —(a) any agent corruptlyaccepts or obtains, or agreesto accept or attempts toobtain, from any person, forhimself or for any otherperson, any gratification asan inducement or reward fordoing or forbearing to do, orfor having done or forborneto do, any act in relation tohis principal’s affairs orbusiness, or for showing or

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

84

having expedited, delayed,hindered or prevented, theperformance of an act,whether by himself or by anyother public servant in his orthat other public servant'scapacity as a public servant; or(c) assisting, favouring,hindering or delaying, orhaving assisted, favoured,hindered or delayed, anyperson in the transaction ofany business with a publicbody,shall be guilty of anoffence.

(2A) Any person who,whether in Hong Kong orelsewhere, without lawfulauthority or reasonableexcuse, offers any advantageto the Chief Executive as aninducement to or reward for orotherwise on account of theChief Executive's-(a) performing or abstainingfrom performing, or havingperformed or abstained from

forbearing to show favour ordisfavour to any person inrelation to his principal’saffairs or business; (b) anyperson corruptly gives oragrees to give or offers anygratification to any agent asan inducement or reward fordoing or forbearing to do, orfor having done or forborneto do any act in relation to hisprincipal’s affairs orbusiness, or for showing orforbearing to show favour ordisfavour to any person inrelation to his principal’saffairs or business; or(c) any person knowinglygives to an agent, or if anagent knowingly uses withintent to deceive hisprincipal, any receipt,account or other document inrespect of which theprincipal is interested, andwhich contains anystatement which is false orerroneous or defective in any

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

85

performing, any act in hiscapacity as the ChiefExecutive; (b) expediting,delaying, hindering orpreventing, or havingexpedited, delayed, hinderedor prevented, the performanceof an act, whether by the ChiefExecutive in his capacity asthe Chief Executive or by anypublic servant in his capacityas a public servant; or (c)assisting, favouring, hinderingor delaying, or havingassisted, favoured, hindered ordelayed, any person in thetransaction of any businesswith a public body, shall beguilty of an offence

material particular, andwhich to his knowledge isintended to mislead theprincipal, he shall be guiltyof an offence and shall beliable on conviction to a finenot exceeding $100,000 or toimprisonment for a term notexceeding 5 years or to both

3. Bentuk Pembuktian Semi Terbalik, Terbalik, Biasa Semi Terbalik dan Terbalik Tebalik4. Jenis Tindak Pidana Merugikan Keuangan Negara,

Gratifikasi, Suap, dan PencucianUang

Gratifikasi Gratifikasi

5. Subjek Penyelenggara Negara Penyelenggara Negara Penyelenggara Negara danSwasta

Sumber : Data diolah oleh penulis

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

86

Berdasarkan tabel diatas ditemukan persamaan, perbedaan kelebihan dan

kekurangan masing-masing aturan terkait sistem pembuktian terbalik yang ada di

Indonesia, Hongkong dan Singapura. Apabila mengacu terhadap perbandingan

Pertama, Pengaturan. baik Indonesia, Hongkong dan Singapura ketiganya diatur

dalam Undang-undang khusus yang mengatur terkait pemberantasan dan

pencegahan tindak pidana korupsi, Namun Negara Indonesia memiliki pengaturan

yang lebih komperhensif, selain diatur dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana yang mengatur terkait pembuktian biasa yang dilakukan oleh

Penuntut Umum, juga diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun kelebihan tersebut tentunya

memiliki kelemahan yakni potensi terjadinya overregulation.

Kedua, Bentuk Pembuktian. Indonesia mengenal 3 (tiga) bentuk

pembuktian. Pembuktian biasa, pembuktian semi terbalik(berimbang), dan

pembuktian terbalik. Pembuktian biasa sebagaimana diatur dalam pasal 66 KUHAP

yang menyebutkan “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban

pembuktian.” Ketentuan pasal ini adalah penjelmaan dari asas "praduga tak

bersalah", dalam hal ini beban pembuktian berada di Jaksa Penuntut Umum.

Pembuktian semi terbalik sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang mana Apabila dilihat dari sudut

pembebanan pembuktian Pasal 37A, maka dalam hal pembuktian kekayaan

terdakwa ternyata seimbang dengan sumber pendapatannya, dimana JPU juga tetap

wajib membuktikan tentang tindak pidana yang didakwakannya, maka dapat

disebut dengan sistem semi terbalik. Karena dibebani kewajiban membuktikan

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

87

terbalik secara berimbang, maka dapat juga disebut dengan sistem berimbang

terbalik.

Sedangkan pembuktian terbalik, kewajiban pembuktian berada di terdakwa

atau tersangka. Ketentuan ini merupakan penjelamaan dari asas praduga bersalah

(presumption of guilt). Pembuktian yang berada di Indonesia memiliki mekanisme

yang lebih lengkap dibandingkan Hongkong dan Singapura. Hadirnya pembuktian

semi terbalik sebagai bentuk kewajiban Jaksa Penuntut Umum dalam menjalankan

tugas dan fungsinya. Sedangkan jika melihat sistem pembuktian yang berada di

Singapura. Apabila telah terbukti harta bendanya merupakan hasil tindak pidana

korupsinya maka kewajiban Jaksa penuntut Umum menjadi hilang, hal inilah yang

menjadi kelemahan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. kemudian hakim

dalam memutus akan mengacu kepada ketidakmampuan terdakwa/tersangka dalam

membuktikan harta bendanya.

Ketiga, Jenis Tindak Pidana. Indonesia dalam mengatur sistem pembuktian

terbalik memiliki aturan yang lebih kompleks, pun juga jenis lingkup jenis tindak

pidananya. Hal ini dapat dilihat pada negara Hongkong dan Singapura yang hanya

mengatur terkait jenis tindak pidana gratifikasi. Sedangkan Indonesia meliputi jenis

tindak pidana yang Merugikan Keuangan Negara, Gratifikasi, Suap, dan Pencucian

Uang.

Hadirnya Pembuktian terbalik dalam tindak pidana pencucian uang

disebabkan oleh perkembangan pelaku tindak pidana yang berusaha

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan

hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

88

pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa

memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak

sah.19 Bahkan di Indonesia ketidakmampuan korporasi dalam membuktikan harta

kekayaannya, terbukti diperoleh berasal dari tindak pidana korupsi seperti yang

terjadi pada PT Putra Ramadhan (Tradha) didakwa melakukan tindak pidana

pencucian uang (TPPU) senilai Rp 3,6 miliar. Uang itu diduga berasal dari hasil

korupsi paket proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) 2016, Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Bantuan Provinsi 2017 pada APBD Kabupaten Kebumen.20

Apabila dibandingkan dengan Hongkong dan Singapura, tindak pidana yang

berkaitan dengan pencucian uang, negara tersebut tentunya tidak memberlakukan

sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana pencucian uang.

Keempat, Subjek. Apabila dibandingkan dengan Singapura, Negara

Hongkong dan Indonesia yang hanya menjerat penyelenggara negara kurang efektif

dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh paradigma

pelaku tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kejahatan ekonomi demi

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya mengakibatkan swasta turut serta

menjadi pelaku tindak pidana. Hal ini pula yang dikemukakan oleh Robert Cooter

dalam bukunya Law and Economics21 motif perilaku korupsi adalah coruption by

greed. Motif coruption by greed yakni melakukan tindak pidana korupsi semata-

mata karena motif ekonomi, atau karena rakus.

19 Lihat Ketentuan Penjelasan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahandan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

20 Detik News, 2019, PT Tradha Didakwa Lakukan Pencucian Uang di Kebumen Rp 3,6M, URL: https://news.detik.com/berita/d-4569713/pt-tradha-didakwa-lakukan-pencucian-uang-di-kebumen-rp-36-m, diakses pada tanggal 1 Juni 2019

21 Robert Cooter dan Thomas Ulen. 2000. Law and Economics: Edisi Ketiga. AmerikaSerikat. Addison Wesley Longman Inc. hlm 12

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

89

Karena secara materi pelaku merupakan orang yang terpandang baik dari

sisi kedudukan maupun dari sisi finansial. Karena motif rakus itulah yang

menyebabkan orang tersebut dengan tanpa dosa menjarah uang rakyat dan

mengakibatkan kerugian negara. Keadaan tersebut, dijustifikasi oleh Bo Rothstein

& Nicholas Sorak, yang mengatakan it seems that most of what citi-zens perceive

as corruption takes place in the implementation of public policies (sebagian besar

dari apa yang dilihat oleh masyarakat sebagai korupsi terjadi dalam penerapan

kebijakan publik).22 Bahkan sebanyak 174 pejabat negara/pegawai swasta yang

tertangkap tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

periode Januari-September 2018.23

Meskipun Indonesia memiliki keunggulan dalam pengaturan tindak pidana

korupsi dibandingkan Singapura dan Hongkong, akan tetapi kesuksesan tersebut

tersebut tidak hanya ditentukan dari substansi hukum, melainkan turut pula

berperan struktur hukum dan budaya hukum. Hal ini pula yang dikemukakan oleh

Lawrence M. Friedman sistem hukum terdiri atas struktur hukum, substansi hukum

(perundang-undangan) dan budaya hukum. Ketiga komponen ini mendukung

berjalannya sistem hukum disuatu negara Sebaik apapun penataan struktur hukum

untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas

substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang

terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan

secara efektif.

22 Bo Rothstein & Nicholas Sorak. 2017. (Charron & Roth-stein, Regions of Trust andDistrust: How Good Institutions Can Foster Social Cohesion) Ethical Codes for The PublicAdministration. QoG Working Paper Series, University of Gothenburg. hlm 7

23 Data Books, 2018, 174 Pejabat/Swasta Tertangkap Tindak Pidana Korupsi pada 2018,https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/04/174-pejabatswasta-tertangkap-tindakpidana-korupsi-pada-2018

Page 41: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem ...eprints.umm.ac.id/51836/4/BAB III.pdf · parlementer (1950-1957) kabinet parlementer mencerminkan bahwasannya pengawasan dan pengaruh

90

Faktor utama yang membawa Hongkong berhasil adalah sebelum korupsi

menjalar di seluruh sektor kehidupan masyarakat, dengan sigap upaya pemerintah

Hongkong dengan sangat gigih,terencana,efektif,efisien dan menyeluruh artinya

ketika gejala korupsi mulai bermunculan di Kepolisian Hongkong maka Gubernur

Hongkong segera membuat gagasan untuk dibentuk komisi pemberantasan korupsi

di Hongkong dan ternyata mencapai kesuksesan dan akhirnya banyak ditiru oleh

negara lain berbeda dengan Indonesia ketika korupsi sudah merajalela diseluruh

lapisan masyarakat barulah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi.24

Faktor yang menjadikan Singapura sukses sebagai salah satu negara yang

bersih dari korupsi adalah karena masyarakat di singapura yang yang tertib dan

kesadaran hukumnya sangat dijunjung tinggi begitupun dengar pemerintahannya

yang juga tertib (clean goverment)didukung juga karena jumlah penduduk di

singapura yang sedikiti dan sedikitinya pengangguran disana serta pendapatan

perkapita singapura yang tinggi karena merupakan negara maju serta hukum disana

benar-benara ditegakkan secara konsisten.25

24 Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi PemberantasanKorupsi). Sinar Grafika. Jakarta hlm 418-419

25 Ibid hlm 462-463