95 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Kedudukan Hasil Tes DNA Sebagai Alat Bukti Sebelum membahas mengenai kedudukan Tes DNA sebagai sebuah alat bukti terlebih dahulu penulis akan mengemukakan persoalan yang serius yang sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara perdata, apakah selain alat-alat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR dan R.bg tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya. Berkembang pesatnya teknologi telah memunculkan alat-alat bukti baru sebagaimana dikemukakan oleh Subekti bahwa dengan majunya tekhnik yang pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncul lah beberapa Ulat-alat baru, seperti foto Copy, tape rekorder dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai alat bukti. 1 Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang kita pakai sekarang (KUH Perdata, HIR, R.Bg) ini dibuat seratus tahun yang lalu, sehingga sangat tertinggal dengan perkembangan masyarakat maka dari itu dengan majunya teknologi mengharuskan hukum untuk mewadahi perkembangan tersebut. Tes DNA adalah bagian dari perkembangan tersebut Hal serupa juga dikemukakan oleh Achmad Ali dalam “Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata” menerangkan bahwa menjadi tugas ilmuwan untuk 1 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Op.Cit, h. 23
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
95
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Hasil Penelitian
1. Kedudukan Hasil Tes DNA Sebagai Alat Bukti
Sebelum membahas mengenai kedudukan Tes DNA sebagai sebuah alat
bukti terlebih dahulu penulis akan mengemukakan persoalan yang serius yang
sering diperbincangkan mengenai klasifikasi alat bukti dalam hukum acara
perdata, apakah selain alat-alat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR dan
R.bg tidak terdapat lagi alat-alat bukti lainnya.
Berkembang pesatnya teknologi telah memunculkan alat-alat bukti baru
sebagaimana dikemukakan oleh Subekti bahwa dengan majunya tekhnik yang
pesat dalam setengah abad yang lalu ini muncul lah beberapa Ulat-alat baru,
seperti foto Copy, tape rekorder dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai alat
bukti.1
Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang kita pakai sekarang
(KUH Perdata, HIR, R.Bg) ini dibuat seratus tahun yang lalu, sehingga sangat
tertinggal dengan perkembangan masyarakat maka dari itu dengan majunya
teknologi mengharuskan hukum untuk mewadahi perkembangan tersebut. Tes
DNA adalah bagian dari perkembangan tersebut
Hal serupa juga dikemukakan oleh Achmad Ali dalam “Asas-asas Hukum
Pembuktian Perdata” menerangkan bahwa menjadi tugas ilmuwan untuk
1R. Subekti, Hukum Pembuktian, Op.Cit, h. 23
96
mengemukakan alat-alat bukti baru yang muncul seiring dengan berkembangnya
teknologi, alat-alat bukti tersebut adalah:
a. Pembicaraan telepon;
b. Testing darah
c. Hasil komputer
d. Fotocopy;
e. Rekaman kaset;
f. Hasil fotografi;
g. Dan sebagainya.2
Dari pemaparan di atas bahwa memang dimungkinkan untuk diakuinya alat
bukti lain selai yang diatur secara spesifik dalam hukum acara perdata, sehingga
pada prinsipnya Tes DNA juga dimungkinkan untuk diakui sebagai alat bukti di
pengadilan.
DNA adalah DeoxyribonucleicAcid atau asam deoksiribonukleat, yaitu
suatu persenyawaan kimia yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari
makhluk secara keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam
DNA terkandung informasi keturunan makhluk hidup yang akan mengatur
program keturunan selanjutnya.3 Jadi DNA bertugas untuk
menyimpan (record)dan mentransfer informasi genetik (tranpormation of genetic
information)kemudian menerjemahkan informasi itu secara tepat dan
akurat. Dengan karakteristiknya yang sedemikian itu maka DNA pada dasarnya
2Achmad Ali, Wiwie Heryani, Op.Cit., h. 78
3 http://id.Wikipedia.org
97
sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam melacak asal-usul keturunan
seseorang. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh
tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.
Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi
genetika seseorang. Dengan Tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan
dan juga risiko penyakit tertentu. Tes DNA sebagai pemeriksaan genetika
umumnya dilakukan melalui pengambilan sampel darah atau jaringan. Sebagian
besar sampel menggunakan darah dari pembuluh, namun ada juga yang
memanfaatkan sampel air liur atau dengan menyeka bagian dalam mulut.
Sekiranya terjadi persoalan hukum yang bertemali dengan asal-usul
keturunan seseorang, seperti pemerkosaan, pemalsuan wali, pemalsuan ahli waris
dan sebagainya, (kecuali halnya kaitannya dengan pembunuhan di mana DNA
hanya sebagai identifikasi baik pada mayat atau bendanya), maka informasi
genetik dalam DNA itu bisa sangat bermanfaat untuk upaya-upaya pembuktian di
pengadilan. Tetapi masalahnya pembuktian tindak pidana di pengadilan itu berada
dalam wilayah yuridis formal, sehingga sah tidaknya sesuatu untuk digunakan
sebagai alat bukti amat bergantung kepada ketentuan-ketentuan formal yang
mengaturnya. Jika dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan formal mengenai alat-
alat bukti yang sah dalam hukum positif (khusus dalam KUHAP), seperti telah
dikemukakan di atas, maka jelas sekali bahwa hasil Tes DNA tidak termasuk
kategori sebagai salah satu alat bukti.
Meskipun ada yang berpendapat Tes DNA dapat dijadikan sebagai alat
bukti untuk mendapatkan hak keperdataan dari pengadilan bagi status anak diluar
98
nikah. Sebab, hasil tes itu akan menegaskan hak anak diluar nikah agar diakui
eksistensisnya dalam sistem hukum yang ada. Untuk itu mendapatkan hak
keperdataan bisa ditempuh dengan caraTes DNA, karena itu merupakan salah satu
hasil teknologi yang hadir dalam proses kehidupan hukum manusia sehingga
dapat membuktikan kedudukan anak diluar nikah
DNA merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara ilmu
kedokteran yang memperlihatkan sifat genetika sebagai proses penurunan sifat-
sifat dari orangtua kepada anaknya yang dilakukan melalui pemeriksaan golongan
darah. Dan hal ini pun dapat dijadikan sebagai alat bukti yang membantu
memperkuat bukti-bukti lainnya sehingga memberikan keyakinan terhadap
kebenaran. Proses DNA melalui sistem golongan darah ini memperkenalkan
beberapa sistem tes darah dari perkalian (sistem silang) darah kedua orangtuanya,
sehingga dapat memberikan gambaran bahwa anak yang ada dalam
perkawinannya adalah benar sebagai anak mereka.
Kemudian dari pihak medis (laboratorium / rumah sakit) mengeluarkan
surat resmi yang berisikan penjelasan mengenai hasil tes darah tersebut serta
adanya kesaksian dari dokter sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan
penjelasan dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus
pembuktian anak zina sebagai keterangan ahli yang dapat memberikan penjelasan
dan kesaksian di hadapan sidang pengadilan dalam penyelesaian kasus
pembuktian anak zina.
DNA dapat dijadikan sebagai alat di persidangan dalam rangka penentuan
asal usul keturunan anak juga dapat digunakan untuk mengingkari anak.Meskipun
99
DNA sebagai alat bukti di persidangan belum atau tidak terdapat sebagai alat-alat
bukti, namun menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka
DNA dapat dijadikan sebagai alat bukti.
2. Alat Bukti Dalam Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010
Putusan MK No. No.46/PUU-VIII/ 2010 pada dasarnya dilatar belakangi
atas permohonan yang dilakukan oleh Marcica melalui kuasa hukumnya ke MK
atas pengujian UU perkawinan, dalam gugatannya ke MK meminta dua
permohonan, yang pertama adalah pada pokonya meminta agar perkawinan di
bawah tangan atau sirih dapat memiliki kesahan secara hukum, dan yang kedua
meminta agar anak hasil perkawinan sirih tersebut diakui sebagai anak yang sah
dan memiliki hubungan perdata dengan ayah dalam perkawinan sirih tersebut.
Akan tetapi MK dalam putusannya menolak permohonan yang pertama
banwa sebuah pernikanahan dapat dianggap sah secara hukum hanya jika
dilakukan secara benar menurut agama dan kepercayaan masing-masing jadi
perkawinan Marcica dan Moerdiono yang dilakukan secara sirih tetap tidak
dianggap sebagai perkawinan yang sah. Bunyi putusan yang pertama ini
kemudian berimbas pada pokok permohonan yang kedua dengan tidak sahnya
perkawinan tersebut maka secara otomatis anak yang dilahirkan dalam hubungan
tersebut secara hukum harus dianggap sebagai anak luar kawin.
Nilai positif dalam putusan MK tersebut yaitu walaupun seorang anak
dianggap sebagai anak luar kawin ia tetap memiliki hubugan keperdataan dengan
ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya tersebut dengan catatan mampu
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
100
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010 dikatakan
bawa:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/ atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya”
Pada dasarnya dalam putusan ini tidak dikemukakan secara jelas bahwa yang
dimaksud dengan teknologi tersebut adalah Tes DNA karena secara redaksiona
dalam putusannya hanya ditulis “berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi”
bahkan dalam putusan tersbut ditambahkan “dan/ atau alat bukti lain”. Rumusan
ini kemudian harus di pecahkan dahulu, apakah yang dimaksud oleh MK ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebagaiman dikemukakan di atas bahwa DNA adalah Deoxyribonucleic
Acid atau asam deoksiribonukleat, yang adalah semacam persenyawaan kimia
yang membawa keterangan genetik dan sel khusus dari makhluk secara
keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA dapat
memberikan informasi keturunan makhluk hidup karena dalam DNA tersimpan
rekam informasi genetik (tranpormation of genetic information) secara tepat dan
akurat. Dengan kata lain bahwa DNA dapat digunakan untuk melacak melacak
asal-usul keturunan seseorang karana ia akan membentuk materi genetika yang
terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua.
Dalam Putusan MK dijelaskan bahwa sepanjang dapat dibuktikan memiliki
hubungan darah dengan laki-laki yang merupakan ayah biologis, mengingat
kemampuan informasi yang dapat diberikan dalam DNA maka bisa di bilang
101
bahwa untuk mengetahiu hubungan darah seseorang dengan orangtuanya dapat
dilakukan melalui Tes DNA, yaitu prosedur yang digunakan untuk
mengetahui informasi genetika seseorang. Selanjutnya menurut penulis dengan
melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini satu-satunya cara
yang di mungkinkan adalah Tes DNA.4 Jadi dapat dikatakan bahwa pembuktian
hubungan darah antara anak dan ayah biologisnya berdasarkan putusan
No.46/PUU-VIII/ 2010 yaitu melalui Tes DNA, maka dari itu Tes DNA harus
diakui sebagai sebuah alat bukti baru yang di syaratkan dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.
B. Analisis
1. Pembuktian dengan Tes DNA
Setelah dikemukakan di atas dalam analisis kedudukan Tes DNA sebagai
alat bukti, selanjutnya muncul perdebatan kalau demikian siapa yang harus
membuktikan. Pertanyaan tersebut sangat berkaitan erat mengenai beban
pembuktian karena ketika Tes DNA di akui sebagai alat bukti yang sah pihak
manakah yang diberikan beberanpembuktian nya.
Dalam keadaan normal mengenai beban pembuktian digunakan asas “siapa
yang mendalilkan dia yang membuktikan.” Jadi dalam asas ini dimana
membuktikan suatu dalil tanggungjawab pembuktiannya diberikan kepada pihak
yang mendalilkannya. Masalahnya apakah pembuktian dengan Tes DNA
merupakan keadaan yang normal atau tidak sehingga beban pembuktiannya harus
tunduk pada asas ini atau tidak.
4 Dengan tidak menutup kemungkinan adanya cara lain mengingat ilmu pengetahuan dan
teknologi masih terus berkembang dengan pesatnya.
102
Pembuktian dengan Tes DNA merupakan sebuah kondisi khusus sehingga
tidak bisa digunakan asas siapa yang siapa yang mendalilkan dia yang
membuktikan, hal tersebut disebabkan oleh penguasaan alat buktinya, semua
orang telah mengetahui bahwa Tes DNA hanya bisa dilakukan jika seseorang
yang diduga memiliki ikatan darah atau tidak memiliki ikatan darah dengan orang
lain yang mendalilkan mau untuk melakukan Tes DNA tersebut, disini dapat
dilihat bahwa penguasaan alat bukti berada di pihak yang digugat, dalam keadaan
penguasaan alat bukti yang berada di pihak tergugat sedangkan beban pembuktian
nya diberikan kepada pihak penggugat maka sampai kapan pun penggugat tidak
mungkin dapat membuktikan dalilnya tersebut sebagaimana terjadi dalam kasus
Marcica Mochtaar dimana Tes DNA yang dilakukannya memang telah
membuktikan bahwa Iqbal 99,99 persen anak Machica. Tapi, yang menjadi
masalah tidak ada Tes DNA pembanding pihak Moerdiono.
Dengan demikian bahwa keadaan yang berbeda harus juga diperlakukan
dengan berbeda maka dari itu kondisi dalam pembuktian Dengan Tes DNA adalah
kondisi yang berbeda sehingga tidak bisa dipersamakan dengan kondisi yang
normal maka dari itu asas siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan tidak
bisa di terapkan dalam pembuktian ini.
Dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini menurut penulis
dapat diselesaikan dengan menggunakan teori Pembebanan Pembuktian secara
Proporsional.
Dasar landasan penerapan pembebanan secara proporsional bertitik tolak