43 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1.1 HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini akan dilakukan studi kasus gugatan perdata yang terjadi dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Gresik berkaitan dengan perkara pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perkara ini telah diputuskan dalam tingkat Pengadilan Negeri Gresik dengan nomor 61/PDT.G/2016/PN. Gsk dan selanjutnya pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor 05/PDT/2018/PT. Sby. Oleh karena itu dibawah ini akan penulis paparkan tentang kedua putusan tersebut. 1. Putusan Perkara Perdata Nomor 61/PDT.G/2016/PN. Gsk di Pengadilan Negeri Gresik. Putusan perkara perdata ini merupakan gugatan perdata yang di putuskan oleh Pengadilan Negeri Gresik yang dalam gugatan perdata ini berisi mengenai ganti kerugian pengadaan tanah. Dalam perkara ini, sebagai pihak Penggugat yaitu Enny Chasanah dan pihak Tergugat yaitu Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gresik sebagai Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan tol Surabaya- Mojokerto II 28 yang selanjutnya disebut Tergugat I, serta Tergugat II yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol Surabaya-Mojokerto wilayah II pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jendral Bina 28 Berdasarkan perkara nomor 61/PDT.G/2016/PN.GSK di Pengadilan Negeri Gresik
19
Embed
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · Kabupaten Gresik sebagai Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan tol Surabaya-Mojokerto II28 yang selanjutnya disebut Tergugat I, serta Tergugat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
43
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
1.1 HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan dilakukan studi kasus gugatan perdata yang
terjadi dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Gresik berkaitan dengan perkara
pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perkara ini telah diputuskan dalam
tingkat Pengadilan Negeri Gresik dengan nomor 61/PDT.G/2016/PN. Gsk dan
selanjutnya pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor
05/PDT/2018/PT. Sby. Oleh karena itu dibawah ini akan penulis paparkan tentang
kedua putusan tersebut.
1. Putusan Perkara Perdata Nomor 61/PDT.G/2016/PN. Gsk di Pengadilan
Negeri Gresik.
Putusan perkara perdata ini merupakan gugatan perdata yang di putuskan
oleh Pengadilan Negeri Gresik yang dalam gugatan perdata ini berisi mengenai
ganti kerugian pengadaan tanah. Dalam perkara ini, sebagai pihak Penggugat
yaitu Enny Chasanah dan pihak Tergugat yaitu Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Gresik sebagai Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan tol Surabaya-
Mojokerto II28 yang selanjutnya disebut Tergugat I, serta Tergugat II yaitu Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol Surabaya-Mojokerto wilayah II pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jendral Bina
28 Berdasarkan perkara nomor 61/PDT.G/2016/PN.GSK di Pengadilan Negeri Gresik
44
Marga, Direktorat Bina Teknik, Satuan kerja Inventarisasi dan Pengadan Lahan,
Pengadaan Tanah Jalan Tol Surabaya-Mojokerto II. Dalam hal ini penggugat
merupakan pihak yang menolak untuk melepaskan atau menyerahkan hak atas
tanahnya, bangunan serta tanaman yang ada diatasnya karena penggugat menolak
nilai atau besaran ganti kerugian pengadaan tanah pembangunan ruas jalan tol
Surabaya-Mojokerto II. Dengan tidak tercapainya kesepakatan perihal besarnya
ganti kerugian dan tidak melaluinya musyawarah antara Penggugat dan Tergugat,
maka Penggugat mengajukan gugatan kepada Para Tergugat di Pengadilan Negeri
Gresik.
Selanjutnya penulis akan menyampaikan tentang duduk perkara dari
gugatan perdata nomor 61/PDT.G/2016/PN. Gsk di Pengadilan Negeri Gresik.
Pada perkara tersebut menurut Penggugat undangan terkait tentang musyawarah
untuk menetapkan ganti kerugian pengadaan tanah telah penggugat terima pada
tanggal 25 November 2015 dan musyawarah ganti kerugian tersebut akan
dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2015 bertempat di Balai Desa Tanjungan,
Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Namun dalam pertemuan musyawarah
tersebut tidak ada musyawarah melainkan langsung disodorkan lampiran dari
berita acara kesepakatan untuk menetapkan ganti kerugian pengadaan tanah
dengan nomor: 124/PPT-SUMO II/35.25/XII/2015. Selain itu terdapat beberapa
kesalahan dari berita acara tersebut antara lain pada kolom Surat Tanda
Bukti/Alas Hak tertulis C Desa 236 sedangkan bukti alas hak adalah sertifikat hak
milik, kemudian pada kolom Nilai Pasar Bangunan tertulis kosong padahal
terdapat bangunan permanen seluas ± 100 M2.
45
Pada tanggal 9 Januari 2016, Tergugat kembali memberikan undangan
musyawarah ganti kerugian pengadaan tanah yang akan dilaksanakan pada
tanggal 13 Januari 2016 bertempat di kantor Kecamatan Driyorejo, Kabupaten
Gresik. Seperti yang telah terjadi pada musyawarah ganti kerugian yang pertama
pada tanggal 5 Desember 2015, tanpa danya musyawarah tentang besaran ganti
kerugian tim pengadaan tanah hanya menyodorkan berita acara kesepakatan ganti
kerugian pengadaan tanah dengan nomor: 696/SK/SIH/XI/2015 tanggal 1
Desember 2015 dan nomor: 08/SK/SIH/I2016 tanggal 8 Januari 2016. Dalam
berita acara tersebut terdapat perubahan data, namun dalam hal nilai/besaran dari
tanah tidak terjadi perubahan sedangkan hanya terjadi perubahan status tanah
sudah berubah yang semula tertulis C Desa 236 berubah menjadi HM (Hak Milik)
dan menurut Penggugat besaran dari Nilai Penggantian Wajar yang selanjutnya
disebut NPW tidak adanya kewajaran harga karena menurut Penggugat nilai dari
tanah yang bersertifikat dan tanah yang belum bersertifikat memiliki nilai/harga
yang sama.
Karena tidak adanya kesepakatan dari Penggugat selaku pihak yang berhak
dengan Para Tergugat selaku penyelenggara dari Pengadaan tanah Jalan Tol
Surabaya-Mojokerto II, maka melalui Kepala Badan Pertanahan Kabupaten
Gresik29, Pengugat menyerahkan keberatan untuk ditulis di halaman bawah berita
acara penyerahan hasil penilaian pengadaan tanah untuk kepentingan umum
pembangunan Jalan Tol Surabaya-Mojokerto II namun tidak ada tanggapan dari
penyelenggara pengadaan tanah atau dalam hal ini Para Tergugat. Namun setelah
penyerahan tersebut setelah 7 bulan berlalu dan tidak adanya tanggapan dari
29 Ibid.,
46
keberatan yang Pengugat sampaikan tersebut. Tetapi selanjutnya Penggugat
mengirimkan surat kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gresik yang
selanjutnya disebut BPN Kabupaten Gresik pada tanggal 29 Agustus 2016 dan
diterima pada tanggal 30 Agustus 2016 dengan agenda nomor 1233. Namun
setetlah diserahkannya keberatan kembali tidak ada jawaban atau tindak lanjut
dari keberatan Penggugat dari pihak BPN Kabupaten Gresik terhadap surat
tersebut, akhirnya Penggugat mengirim kembali surat pada tanggal 1 September
2016 dan diterima oleh BPN Kabupaten Gresik pada 2 September 2016 dengan
agenda nomor 1247. Tanpa adanya tanggapan atau tindak lanjut dari surat
keberatan yang Tergugat sampaikan kepada pihak BPN Kabupaten Gresik Tetapi
tiba-tiba Penggugat justru mendapat panggilan sidang dengan agenda Penetapan
Konsinyasi dari Pengadilan Negeri Gresik pada tanggal 27 September 2016.
Dengan adanya peristiwa diatas Pengugat merasa dirugikan karena
keberatan yang ia sampaikan tidak ditanggapi oleh pihak BPN Kabupaten Gresik
namun Para Tergugat langsung menetapkan konsinyasi terhadap ganti kerugian
sehingga Pengugat selaku pihak yang berhak dalam pengadaan tanah mengajukan
gugatan di Pengadilan Negeri Gresik pada tanggal 7 Oktober 2016. Dalam
gugugatan tersebut tuntutan Penggugat intinya menyatakan bahwa Para Tergugat
yaitu Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum dan
menyatakan bahwa Nilai Penggantian Wajar yang selanjutnya disebut NPW yang
telah ditetapkan oleh tim pengadaan tanah adalah salah, serta menginginkan harga
yang layak terhadap tanah tersebut yaitu sesuai dengan harga pasar tanah sebesar
Rp. 3.500.000 permeter.
47
Di lain sisi para Tergugat menanggapi bahwa terkait tentang besaran ganti
kerugian pengadaan tanah, menurut Para Tergugat berdasarkan Pasal 63 Perpres
No. 99 Tahun 2014 joncto Perpres No. 71 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
penetapan nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
berdasarkan hasil Jasa Penilai atau Penilai Publik. Sehingga menurut para
Tergugat yang berhak untuk menentukan besaran atau nilai ganti kerugian
pengadaan tanah adalah Jasa Penilai atau Penilai Publik dan nilai ganti kerugian
berdasarkan hasil penilaian dari Penilai menjadi dasar musyawarah penetapan
ganti kerugian Para Tergugat berpendapat bahwa konsinyasi yang ia lakukan
adalah perbuatan yang sesuai dengan Pasal 39 dan Pasal 42 UU No. 2 Tahun 2012
yang menyatakan apabila pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya
ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan maka ganti kerugian dititipkan
di Pengadilan Negeri setempat. Dari eksepsi yang Para Tergugat sampaikan, Para
Tergugat menyatakan bahwa telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Terhadap gugatan tersebut Para Majelis Hakim memutuskan sebagai
berikut:
Dalam pokok perkara:
• Menyatakan Para Tergugat yaitu Tergugat I dan Tergugat
II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
• Menyatakan Nilai Penggantian Wajar yang ditetapkan
oleh tim pengadaan tanah adalah salah;
• Menghukum Para Tergugat untuk membayar nilai ganti
rugi pengadaan tanah kepada Penggugat sebesar Rp.
1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) Per Meter
Persegi;
• …
Dari putusan tersebut pertimbangan dari Majelis Hakim yaitu bahwa
adanya perbuatan melawan hukum dari Para Tergugat karena walaupun secara
48
formal prosedural tahap dari pengadaan tanah telah dilakukan oleh Para Tergugat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun menurut Majelis Hakim secara
materiel Para Tergugat melakukan tahapan pengadaan tanah tersebut tanpa
mempertimbangkan maksud dan isi dari setiap tahapan tersebut dalam hal
memberikan ganti kerugian terhadap pihak yang berhak. Berdasarkan fakta
persidangan Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak pernah ditemukan bentuk
dari musyawarah sebagaimana diamanatkan undang-undang namun hanyalah
penjelasan atas nilai atau besaran ganti kerugian yang ditetapkan oleh Tim Penilai
untuk kemudian pihak yang berhak diminta untuk menandatangani dalam suatu
berita acara setuju atau tidak setuju. Dari bukti yang ada dalam persidangan
Majelis Hakim menyimpulkan bahwa tidak pernah dilakukan musyawarah yang
sesungguhnya untuk menemukan kata mufakat mengenai bentuk dan besaran
ganti kerugian akan tetapi Para Tergugat hanya melakukan sosialisasi sekaligus
meminta persetujuan dari pihak yang berhak untuk pembangunan jalan tol dalam
hal ini tentang bentuk dan besaran nilai ganti kerugian yang telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh Tim Penilai.
Selanjutnya memang benar bahwa Para Tergugat telah menyampaikan
undangan kepada Penggugat sebanyak 2 (dua) kali dengan tujuan untuk
musyawarah penetapan ganti kerugian yaitu pada tanggal 5 Desember 2015 di
Balai Desa Sumput dan tanggal 13 Januari 2016 di Kantor Kecamatan Driyorejo
namun demikian dalam fakta hukum jika musyawarah tidak tercapai kata mufakat,
artinya belum ada kesepakatan nilai ganti kerugian. Melihat dari penetapan harga
tanah dari penggugat tidak didasarkan kepada hasil musyawarah, sehingga secara
otomatis surat keputusan penetapan ganti kerugian yang dicantumkan dalam berita
49
acara kesepakatan menurut Majelis Hakim tidak sesuai dengan prosedur karena
tidak memenuhi Pasal 37 ayat 2 UU No. 2 Tahun 2012 dan Pasal 72 ayat 1, ayat
2, ayat 3 Perpres No. 71 Tahun 2012. Dengan demikian maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa semua surat-surat yang dibuat oleh Para Tergugat atau dalam
hal ini berita acara penetapan ganti kerugian tidak relevan dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat karena bersumber dari produk hukum yang dikeluarkan
tidak sesuai dengan prosedur.
2. Putusan Perkara Perdata Nomor 05/PDT/2018/PT Sby di Pengadilan
Tinggi Surabaya.
Putusan merupakan putusan pada tingkat banding yang berkaitan dengan
putusan sebelumnya pada tingkat Pengadilan Negeri. Putusan ini di ajukan oleh
Tergugat I sebagai Pembanding II dan Tergugat II sebagai Pembanding II dan
Penggugat sebagai Terbanding. Seperti yang telah disampaikan pada sub bab 3.1
sebelumnya mengenai putusan dari Pengadilan Negeri menyatakan bahwa Para
Tergugat telah melakukan perbuatan hukum dan menyatakan bahwa NPW yang
telah ditetapkan oleh tim pengadaan tanah adalah salah. Dengan adanya putusan
tersebut maka Pembanding I melakukan upaya banding terhadap putusan tersebut.
Dalam memori bandingnya Pembanding I berpendapat bahwa penetapan besarnya
ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian dari Tim Penilai, bukan penilaian dari
hasil musyawarah atau tawar menawar antara pemilik tanah/Pihak yang Berhak
dengan pelaksana pengadaan tanah. Selanjutnya berdasarkan Pasal 68 Perpres No.
71 Tahun 2012 musyawarah yang dilakukan secara langsung untuk menetapkan
ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian dari Penilai bukan musyawarah untuk
menetukan nilai/besarnya ganti kerugian. Menyambung dari penyataan
50
sebelumnya penggugat menyatakan bahwa penilaian ganti kerugian berdasarkan
hasil penilaian dari penilai bukan didasarkan pada hasil musyawarah antara pihak
yang berhak karena yang dimusyawarahkan adalah untuk menetapkan bentuk ganti
kerugian.
Sementara itu Pembanding II berpendapat bahwa dirinya selaku Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK hanyalah sebagai juru bayar
saja terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Tim Penilai sehingga ia berpendapat
bahwa musyawarah ganti kerugian pengadaan tanah tidak terdapat peristiwa tawar
menawar harga hal ini dapat dipahami karena dalam kedudukannya sebagai PPK,
Pembanding II hanya memberikan ganti kerugian terhadap apa yang telah
ditetapkan oleh Tim Penilai. Selanjutnya menurut Pembanding II berdasarkan
sosialisasi Peraturan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 menyatakan bahwa apabila musyawarah
harus ada peristiwa tawar menawar dan adanya kesepakatan dengan warga maka
ada potensi seluruh pembangunan jalan Tol di seluruh wilayah Indonesia ini akan
terhambat pembangunannya. Pembanding II berpendapat bahwa dengan
berlakunya UU No. 2 Tahun 2012 dan Perpres No, 71 Tahun 2012 maka BPN
selaku Tim Pengadaan Tanah hanyalah menyampaikan besaran ganti rugi didalam
musyawarah. Dari pernyataan yang Pembanding II samapaikan maka dapat
disimpulkan bahwa Pembanding II menganggap musyawarah ganti kerugian
pengadaan tanah hanya penyampaian besarnya ganti kerugian tanpa adanya tawar
menawar terkait dengan besaran ganti kerugian.
Dalam putusannya di tingkat banding ini Majelis Hakim memutuskan
antara lain:
51
• Menerima permohonan banding dari Tergugat I dan Tergugat
II/Pembanding juga Terbanding;
• Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Gresik tanggal 11 April
2017 Nomor 61/Pdt.G/2016/PN Gsk;
• …
Majelis Hakim dalam Pertimbangannya menyatakan bahwa pada intinya
secara formal prosedur bentuk dan besaran ganti kerugian, telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, sehingga Majelis Hakim Tingkat Banding tidak
menemukan adanya pelanggaran prosedur dan tidak terdapat adanya perbuatan
melawan hukum. Dengan demikian maka ada alasan untuk tidak sependapat
dengan Putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dari Pengadilan Negeri Gresik
karena salah dalam pertimbangan hukumnya dan menyatakan menerima
permohonan banding dari Para Tergugat selaku pembanding dan Terbanding sera
menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
Selanjutnya agar lebih jelas akan disajikan dalam bentuk tabel terhadap
dua perkara tersebut, sebagai berikut:
Pengadilan Perkara Tingkat Pertama di
Pengadilan Negeri Gresik
Perkara Tingkat Banding di
Pengadilan Tinggi Surabaya
Para Pihak Pengugat/Terbanding: Enny Chasanah selaku Pihak Yang Berhak
Tergugat I/ Pembanding I: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Gresik sebagai Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan tol Surabaya-