BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kelangsungan Hidup Relatif (Relative Percent Survival /RPS) Pengamatan terhadap kelangsungan hidup ikan mas dilakukan pada saat vaksinasi dan pengamatan terhadap kelangsungan hidup relatif dilakukan pascauji-tantang hingga akhir penelitian. Selama vaksinasi, tidak terjadi kematian pada ikan sehingga nilai kelangsungan hidupnya 100% pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan melalui pakan pada ikan tidak mengganggu kesehatan ikan dan terjamin tingkat keamanannya (Ellis, 1988). Respons tanggap kebal ikan yang telah divaksin dilakukan dengan menginjeksi filtrat KHV sebanyak 0,1 mL/ekor ikan secara intramuskular, sedangkan kontrol negatif diinjeksi dengan 0,1 mL/ekor ikan dengan larutan PBS. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kelangsungan hidup relatif yang bervariasi pada setiap perlakuan (data selengkapnya pada Lampiran 8 ). Kelangsungan hidup relatif terendah dimiliki oleh perlakuan A sebesar 23,33±13,32% dan kelangsungan hidup relatif tertinggi dimiliki oleh perlakuan C sebesar 84,60±13,32% (P<0,05). Tabel 1. Kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan mas yang diberi vaksin DNA anti-KHV dengan frekuensi pemberian pakan berbeda No Perlakuan Mortalitas(%) RPS (%) 1 A 33,33 ± 5,77 23,07 ± 13,32 a 2 B 20,00 ± 10,00 53,84 ± 23,07 ab 3 C 6,67 ± 5,77 84,60 ± 13,32 b 4 K 43,33 ± 5,77 - Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) Keterangan : A = Vaksinasi satu kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV B = Vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C = Vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K = Tanpa vaksin dan ikan diuji tantang dengan KHV
15
Embed
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 8 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kelangsungan Hidup Relatif (Relative Percent Survival /RPS) Pengamatan terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kelangsungan Hidup Relatif (Relative Percent Survival /RPS)
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup ikan mas dilakukan pada saat
vaksinasi dan pengamatan terhadap kelangsungan hidup relatif dilakukan
pascauji-tantang hingga akhir penelitian. Selama vaksinasi, tidak terjadi kematian
pada ikan sehingga nilai kelangsungan hidupnya 100% pada semua perlakuan. Hal
ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan melalui pakan pada ikan tidak
mengganggu kesehatan ikan dan terjamin tingkat keamanannya (Ellis, 1988).
Respons tanggap kebal ikan yang telah divaksin dilakukan dengan
menginjeksi filtrat KHV sebanyak 0,1 mL/ekor ikan secara intramuskular,
sedangkan kontrol negatif diinjeksi dengan 0,1 mL/ekor ikan dengan larutan PBS.
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kelangsungan hidup relatif yang bervariasi
pada setiap perlakuan (data selengkapnya pada Lampiran 8 ). Kelangsungan hidup
relatif terendah dimiliki oleh perlakuan A sebesar 23,33±13,32% dan
kelangsungan hidup relatif tertinggi dimiliki oleh perlakuan C sebesar
84,60±13,32% (P<0,05).
Tabel 1. Kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan mas yang diberi vaksin DNA anti-KHV dengan frekuensi pemberian pakan berbeda No Perlakuan Mortalitas(%) RPS (%) 1 A 33,33 ± 5,77 23,07 ± 13,32a 2 B 20,00 ± 10,00 53,84 ± 23,07ab 3 C 6,67 ± 5,77 84,60 ± 13,32b 4 K 43,33 ± 5,77 -
Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Keterangan : A = Vaksinasi satu kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV B = Vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C = Vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K = Tanpa vaksin dan ikan diuji tantang dengan KHV
9
Keteranga A : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV
B : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K- : tanpa vaksinasi dan injeksi dengan PBS (K-), dan K+ : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 1. Pola kematian ikan mas selama uji tantang (30 hari) dengan KHV.
Gambar 1 menunjukkan pola kelangsungan hidup ikan mas selama uji
tantang, dari hari pertama pascauji-tantang hingga hari ke-30. Kematian ikan mas
diawali oleh perlakuan A pada hari ke-5 diikuti oleh kontrol positif, perlakuan B
serta C pada hari ke-18. Puncak kematian terjadi pada hari ke-18 pascauji-tantang
dengan jumlah 4 ekor dari perlakuan A, 4 ekor dari perlakuan B, 1 ekor dari
perlakuan C, dan 7 ekor dari perlakuan kontrol positif sehingga total kematiannya
sebesar 16 ekor ikan (Lampiran 8). Pada perlakuan kontrol negatif tidak terjadi
kematian hingga akhir penelitian sehingga kelangsungan hidupnya 100%.
3.1.2 Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis dilakukan selama vaksinasi dan pascauji-tantang
hingga akhir penelitian yaitu hari ke-30. Pengamatan dilakukan setiap 2 kali
sehari pada saat pemberian pakan, namun pengamatan secara rinci pascauji-
tantang dilakukan setiap dua hari sekali. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
tingkat stres pada ikan. Berdasarkan pengamatan tersebut, pada saat vaksinasi
ikan terlihat sehat dan tidak ada tanda-tanda ikan sakit. Pengamatan terhadap ikan
yang sakit dilihat dari nafsu makan, tingkah laku dan perubahan fisik yang tidak
10
normal pada tubuhnya. Gejala klinis yang pertama kali muncul adalah terjadinya
penurunan nafsu makan pada ikan. Penurunan nafsu makan dilihat dari jumlah
konsumsi pakan ikan pascauji-tantang (Lampiran 9). Jumlah konsumsi pakan ikan
cenderung menurun dari hari pertama hingga hari ke-21 pascauji-tantang. Ikan
yang pertama kali mengalami penurunan nafsu makan adalah ikan pada perlakuan
B, kemudian kontrol positif, perlakuan A, dan perlakuan C. Penurunan jumlah
konsumsi pakan terbesar terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 45,91%
Hal ini terjadi hingga hari ke-21 dan terjadi peningkatan nafsu makan kembali
pada hari ke-22 hingga akhir penelitian.
Perubahan tingkah laku ikan muncul pada ikan yang sakit, yaitu berenang
di permukaan, kadang bergerombol di sekitar aerasi dan diam di dasar akuarium.
Perubahan tingkah laku ikan mulai muncul pada hari ke-6 pascauji-tantang. Ikan
yang pertama mengalami perubahan tingkah laku adalah ikan pada perlakuan A
dan B, kemudian disusul dengan perlakuan kontrol positif dan perlakuan C. Ikan
yang sakit juga memiliki gerak reflek yang lambat dan respons gerak yang lemah.
Pada hari ke-18, gerakan ikan sudah mencapai puncak kondisi terlemah yang
kemudian terjadi kematian. Ikan yang berhasil melewati kondisi tersebut mampu
bergerak dengan normal kembali setelah hari ke-21. Ikan yang sehat memiliki
kondisi fisik yang normal baik sisik, sirip, maupun insangnya. Insang normal
berwarna merah cerah. Ikan yang terinfeksi KHV memiliki kondisi fisik yang
tidak normal, yaitu terjadi perubahan warna kulit, kerusakan pada sirip ekor, dan
nekrosis pada insang. Perbedaan ikan sakit dan ikan sehat disajikan dalam
Gambar 2.
Abnormalitas yang terjadi pada kondisi fisik ikan yang terserang KHV
adalah produksi lendir berlebih, terjadi bercak merah pada bagian punggung yang
kemudian dilanjutkan oleh kulit melepuh disertai keluar darah dan nanah, sisik di
sekitar anal rontok, sirip ekor dan dorsal geripis, hemoragi pada pangkal sirip
ventral dan pektoral, serta anal, mata cekung, terjadi perubaan warna menjadi
lebih gelap bergaris, insang bercabang, pucat, memutih seperti borok dan akhirnya
terjadi kematian (Gambar 3).
11
Gambar 2. Kondisi fisik ikan mas pascauji-tantang dengan filtrat KHV. Badan dan insang ikan sehat (a), badan dan insang ikan terinfek KHV (b).
Perubahan fisik ikan mulai terlihat pada hari ke-5 pascauji-tantang, yaitu
nekrosis insang pada perlakuan B kemudian disusul oleh perlakuan A dan kontrol
positif pada hari ke-8. Pada hari ke-10, nekrosis mencapai 80% bagian insang
untuk perlakuan B namun sekitar 30% pada perlakuan yang lain. Bercak pada
punggung dan kerusakan sirip ekor terjadi pada hari ke-12 disertai dengan kulit
melepuh pada beberapa ekor ikan di akuarium perlakuan kontrol positif. Jumlah
ikan yang mengalami kerusakan fisik semakin bertambah hingga mengalami
puncak terparah pada hari ke-18 pascauji-tantang, ini terjadi pada perlakuan A, B,
C, dan kontrol positif. Pada perlakuan B dan C telah mengalami penyembuhan
luka pada hari ke-21 pascauji-tantang. Pada hari yang sama, masih ditemukan ikan
yang mengalami luka dengan jumlah yang cukup banyak pada perlakuan A dan
kontrol positif.
a b
b
b a
a
12
Gambar 3. Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV; a) sisik terlepas, b) bercak merah, c) terjadi perubahan warna kulit, d) berenang di permukaan, e) kulit melepuh, f) sirip ekor geripis, g) mata cekung, h) kerusakan insang.
3.1.3. Indeks Fagositosis
Pengamatan indeks fagositosis dilakukan setiap seminggu sekali dari
mulai vaksinasi hingga minggu ketiga pascauji-tantang. Hasil pengamatan indeks
fagositosis ditunjukkan pada Lampiran 10 dan Gambar 4.
b a b
c d
e f
g h
a
13
Keterangan A : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV
B : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K- : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS, dan K+ : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 4. Indeks fagositosis pada masing-masing perlakuan pada saat pasca vaksinasi dan diuji tantang.
Gambar 4 menunjukkan aktivitas fagositosis sel darah putih pada
perlakuan A, B, C, K-, dan K+. Pada pasca vaksinasi, nilai indeks fagositosis
mengalami peningkatan pada masing-masing perlakuan hingga hari ke-21 pasca
vaksinasi dan mengalami penurunan pada hari ke-28 sebelum uji tantang.
Kenaikan aktivitas fagositosis terjadi pada hampir seluruh perlakuan hingga hari
ke-56 kecuali pada perlakuan B dan C yang mengalami penurunan sebesar 15%
pada perlakuan B dan 12% pada C.
3.1.4 Histopatologi
Gambar 5 menunjukkan histologi jaringan pada organ ginjal dan Gambar
6 menunjukkan histologi insang pada masing-masing perlakuan. Pada kontrol
negatif tidak terdapat kelainan jaringan. Pada perlakuan A, C, dan kontrol positif
ditemukan hiperplasia, hipertropi dan badan inklusi baik pada organ ginjal
maupun organ insang. Pada perlakuan B tidak ditemukan badan inklusi, namun
ditemukan kelainan berupa hipertropi dan hiperplasia pada kedua organ.
14
Keterangan A : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS (K-)
B : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (A) C : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (B) D : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (C), dan E : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 5. Histopatologi ginjal ikan; Y) hipertropi; Z) badan inklusi (Bar pada
semua Gambar=20 µm).
E
Z
Y
Y
Z
C
Y
Z
D
Z
Y
B A
15
Keterangan A : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS (K-) B : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (A) C : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (B) D : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (C), dan E : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 6. Histopatologi insang ikan; X) hiperplasia; Y) hipertropi; Z) badan
inklusi (Bar pada semua gambar =20 µm). 3.1.5 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang paling berbengaruh dan merupakan faktor
pemicu terhadap serangan KHV adalah suhu sehingga pengamatan terhadap
parameter ini dilakukan setiap dua kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore hari.
A B
X
Y
Z
C
X
Y
D
Z
YX
E
XZ
Y
16
Parameter kualitas air lainnya yang diamati adalah pH, DO, dan NH3-N.
Pengamatan terhadap parameter kualitas air tersebut dilakukan pada awal dan
akhir penelitian saja. Data kisaran kualitas air disajikan dalam Tabel 2, sedangkan
data pengamatan suhu harian disajikan dalam Lampiran 11.
Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air pemeliharaan ikan mas
Parameter kualitas air Suhu (°C) pH DO(mg/L) NH3-
N(mg/L) Kisaran 17-23,5 7,9-8,3 6,6-7,2 0,04-0,06
3.2 Pembahasan
Sakit pada ikan adalah suatu kondisi dimana ikan dalam keadaan tidak
normal yang ditandai dengan penurunan nafsu makan, kelainan pada respons
tubuh baik gerak, mata, ekor maupun pertahanan hingga menyebabkan kelainan
pada kondisi fisik ikan. Berdasarkan pengamatan ikan yang sakit karena infeksi
KHV menunjukkan gejala penurunan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus
dan kekurangan energi. Ikan yang kekurangan energi akan mudah terinfeksi
patogen lain atau infeksi sekunder seperti bakteri, fungi dan parasit (Mudjiutami
et al., 2006). Kondisi ini yang kemudian akan menyebabkan abnormalitas pada
tubuh ikan.
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup ikan dilakukan pada masa