III-1 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan peta geomorfologi Dam (1994), daerah penelitian berada pada satuan pusat vulkanik (volcanic centre/volcanic cone) dan satuan vulkanik ekstrusif (volcanic extrusives). Satuan pusat vulkanik memiliki bentang alam berbentuk kerucut yang dapat dibedakan dari bentukan di sekitarnya. Satuan ini memiliki pola lereng yang radial. Pada daerah penelitian, satuan pusat vulkanik meliputi Gunung Palasari, Gunung Manglayang dan Gunung Bukit Tunggul. Satuan vulkanik ekstrusif merupakan bentang alam vulkanik yang berada di sekeliling kerucut gunungapi. Satuan ini terbentuk sebagai proses vulkanik yang bersifat eksogen dan tersusun dari berbagai variasi material vulkanik (breksi, konglomerat, pumice dan debu). Berdasarkan kondisi topografi, satuan vulkanik ekstrusif pada daerah penelitian kemungkinan berasal dari material Gunung Bukit Tunggul, Gunung Palasari, dan dibatasi secara tegas oleh Sesar Lembang yang berarah barat – timur (Gambar III.1). Gambar III.1 : Peta geomorfologi dataran Bandung (Dam, 1994)
20
Embed
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN - digilib.itb.ac.id · diameter ukuran fragmen (bongkah) andesit bisa mencapai hingga 2 m (pengamatan mikroskopis, lihat Lampiran V-1). Konglomerat,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
III-1
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Berdasarkan peta geomorfologi Dam (1994), daerah penelitian berada pada satuan pusat
vulkanik (volcanic centre/volcanic cone) dan satuan vulkanik ekstrusif (volcanic extrusives).
Satuan pusat vulkanik memiliki bentang alam berbentuk kerucut yang dapat dibedakan dari
bentukan di sekitarnya. Satuan ini memiliki pola lereng yang radial. Pada daerah penelitian,
satuan pusat vulkanik meliputi Gunung Palasari, Gunung Manglayang dan Gunung Bukit
Tunggul. Satuan vulkanik ekstrusif merupakan bentang alam vulkanik yang berada di sekeliling
kerucut gunungapi. Satuan ini terbentuk sebagai proses vulkanik yang bersifat eksogen dan
tersusun dari berbagai variasi material vulkanik (breksi, konglomerat, pumice dan debu).
Berdasarkan kondisi topografi, satuan vulkanik ekstrusif pada daerah penelitian kemungkinan
berasal dari material Gunung Bukit Tunggul, Gunung Palasari, dan dibatasi secara tegas oleh
Sesar Lembang yang berarah barat – timur (Gambar III.1).
Gambar III.1 : Peta geomorfologi dataran Bandung (Dam, 1994)
III-2
Daerah penelitian terletak diantara beberapa kerucut gunungapi, yaitu: Gunung Bukit
Tunggul dan Gunung Pangparang disebelah utara, serta Gunung Manglayang disebelah tenggara.
Gunung Palasari berada di bagian tengah daerah penelitian (Gambar III.2).
Secara umum daerah penelitian terdiri dari perbukitan terjal (75 %) dan lembah (25%).
Pembagian satuan geomorfologi didasarkan pada pola kerapatan kontur, kemiringan lereng dan
bentuk morfologi di lapangan. Berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1983), daerah penelitian
dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu Satuan Lereng Gunungapi Bagian Bawah
Gunung Bukit Tunggul dan Gunung Pangparang (V7), Satuan Lereng Gunungapi Bagian Bawah
Gunung Manglayang (V6), dan Satuan Kerucut Bagian Atas dan Tengah Gunung Palasari (V4)
(Lampiran I).
Keterangan : PL : Gunung Palasari, BT : Gunung Bukit Tunggul, ML: Gunung Manglayang, PP : Gunung Pangparang Daerah Penelitian
Gambar III.2 : Lokasi daerah penelitian
III-3
III.1.1 Satuan Lereng Gunungapi Bagian Bawah Gunung Bukit Tunggul dan Gunung
Pangparang (V7)
Satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian, menempati sekitar 35% luas daerah
penelitian. Satuan ini merupakan bagian bawah (foot slopes) dari Gunung Bukit Tunggul (2206
m) dan Gunung Pangparang (1957 m) yang berada disebelah utara (Foto III.1). Satuan ini
memiliki pola kerapatan kontur yang sedang – rapat. Pola kerapatan kontur sedang berada di
bagian barat, sedangkan pola kontur rapat berada di bagian timur (Lampiran I). Berdasarkan
kenampakan morfologi di lapangan, pola kerapatan kontur sedang merupakan perbukitan dengan
kemiringan lereng sedikit miring dan lembah menyerupai bentuk huruf ”U” (Foto III.2).
Sedangkan pola kerapatan kontur rapat merupakan perbukitan dengan kemiringan lereng miring
– sedikit curam (Foto III.3). Klasifikasi kemiringan lereng oleh van Zuidam (1983) menyebutkan
kemiringan lereng sedikit miring adalah 20 – 40 (2% - 7%), kemiringan lereng miring adalah 40 –
80 (7% - 15%), dan kemiringan lereng sedikit curam adalah 80 – 160 (15% - 30 %).
Foto III.2 : Lembah sungai
menyerupai bentuk huruf ”U”
Foto III.3 : Perbukitan di satuan V7 dengan kemiringan lereng miring – sedikit curam (7% - 30%).
Foto III.1 : Lokasi daerah penelitian (latar depan) berada pada kaki gunungapi Bukit Tunggul dan Gunung Pangparang (latar belakang).
(Foto diambil dari sebelah selatan Gunung Bukit Tunggul).
III-4
III.1.2 Satuan Lereng Gunungapi Bagian Bawah Gunung Manglayang (V6).
Satuan ini berada di bagian tenggara daerah penelitian, menempati sekitar 15% luas
daerah penelitian. Satuan ini merupakan bagian bawah (foot slopes) dari Gunung Manglayang
(Foto III.4). Satuan ini memiliki pola kerapatan kontur yang sedang – rapat. Berdasarkan
kenampakan morfologi di lapangan dan klasifikasi kemiringan lereng oleh van Zuidam (1983),
satuan ini merupakan perbukitan dengan kemiringan lereng miring.
III.1.3 Satuan Kerucut Gunungapi Bagian Atas dan Tengah Gunung Palasari (V4).
Satuan ini berada di bagian selatan daerah penelitian, menempati sekitar 50% luas daerah
penelitian. Satuan ini merupakan bagian atas dan tengah Gunung Palasari (1859 m) (Foto III.5).
Satuan ini memiliki pola kerapatan kontur yang rapat. Berdasarkan kenampakan morfologi di
lapangan, satuan ini merupakan perbukitan dengan kemiringan curam – sangat curam (30% -
140%), dengan lembah sungai yang menyerupai bentuk huruf ”V” (Foto III.6). Kemiringan
lereng curam adalah 160 – 350 (30% - 70%) dan kemiringan lereng sangat curam adalah 350 –
550 (70% - 140%) (van Zuidam, 1983). Pada satuan ini terdapat gawir sesar (fault scarp), tebing
Foto III.4 : Lokasi daerah penelitian (latar depan) berada pada kaki
Gunung Manglayang.
(Foto diambil dari sebelah barat laut Gunung Manglayang).
III-5
terjal yang terbentuk akibat pergerakan sesar dan merupakan bagian dari sesar yang tersingkap di
permukaan sebelum terubah akibat erosi dan pelapukan (Bates dan Jackson, 1987). Gawir sesar
daerah penelitian berarah barat – timur, dimana topografi bagian selatan relatif lebih tinggi
daripada bagian utara.
III.1.4 Pola Aliran Sungai
Berdasarkan klasifikasi pola aliran sungai (Howard, 1967 dalam van Zuidam, 1983), pola
aliran sungai di daerah penelitian adalah dendritik dan paralel (Gambar III.3). Pola aliran tipe
dendritik berbentuk menyerupai cabang pohon, dengan ketahanan batuan relatif seragam. Tipe
dendritik berkembang pada lereng dengan kemiringan sedikit miring (van Zuidam, 1983). Pada
daerah penelitian, pola ini berkembang pada Ci Sarua yang mengalir kearah barat dan sungai –
sungai di daerah Palintang yang mengalir kearah selatan. Arah aliran Ci Sarua relatif sejajar
dengan arah gawir sesar, ada kemungkinan pola aliran Ci Sarua dipengaruhi aktifitas gawir
tersebut. Pola paralel berada di bagian tengah dan selatan daerah penelitian. Pada umumnya, pola
paralel berkembang pada lereng dengan kemiringan sedikit curam hingga curam (van Zuidam,
1983). Pada daerah penelitian, pola ini berkembang pada sungai – sungai di sebelah selatan Sesar
Lembang.
G.Palasari
Foto III.6 : Lembah sungai menyerupai bentuk huruf ”V”
Foto III.5 : Lokasi daerah penelitian pada Bagian Atas
dan Tengah Gunung Palasari (Foto dari arah selatan).
III-6
Berdasarkan genesa, lembah sungai di daerah penelitian adalah konsekuan, subsekuen,
obsekuen, dan resekuen. Konsekuen adalah lembah sungai yang mengalir mengikuti kemiringan
lereng awal (initial slope). Subsekuen adalah lembah sungai yang berkembang pada batuan yang
mudah tererosi. Bentuk lembah subsekuen dipengaruhi struktur yang ada. Obsekuen adalah
lembah yang arah aliran air berlawanan dengan konsekuen. Resekuen adalah lembah yang arah
aliran air searah dengan konsekuen, tetapi resekuen terbentuk pada level topografi yang lebih
rendah (Davis, 1902 dalam Thornbury, 1989).
III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Daerah penelitian didominasi oleh hasil endapan vulkanik Kuarter yang berasal dari
kompleks gunungapi disekitarnya. Material hasil endapan vulkanik tersebut berupa Satuan
Breksi Piroklastik, Satuan Lava Andesit I, Satuan Tuf, dan Satuan Lava Andesit II (Lampiran II).
Keterangan : a : Pola aliran sungai dan genesa di daerah penelitian b : Pola aliran sungai (Howard, 1967 dalam Zuidam, 1983) c : Genesa sungai
Gambar III.3 : Pola dan genesa sungai pada satuan daerah penelitian.
c
b a
c
III-7
Dalam penelitian ini, penulis membagi satuan berdasarkan pengamatan secara megaskopis dan
penamaan yang mengacu pada klasifikasi Schmidt (1981) (Tabel III.1). Penentuan satuan batuan
mengacu pada konsep litostratigrafi. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuan didasarkan pada
ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan (Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI), 1973).
Secara morfologi, Satuan Breksi Piroklastik bagian barat terletak pada puncak dan tubuh
Gunung Palasari, sedangkan bagian timur terletak pada tubuh Gunung Pangparang dimana kedua
bagian tersebut berasosiasi dengan breksi dan tuf. Mengacu pada model Fuego, Satuan Breksi
Piroklastik bagian barat terletak pada fasies vulkanik inti dan fasies vulkanoklastik proksimal
dari Gunung Palasari, dan pada fasies ini juga dijumpai Lava Andesit I. Sedangkan Satuan
Breksi Piroklastik bagian timur berada pada fasies vulkanoklastik proksimal dari Gunung
Pangparang.
III.2.2 Satuan Lava Andesit I
III.2.2.1 Penyebaran
Satuan Lava Andesit I memiliki penyebaran di permukaan sekitar 4% dari luas daerah
penelitian, ditandai warna merah pada peta geologi (Lampiran II). Satuan ini tersingkap di sungai
- sungai di daerah Palintang, dan sungai di daerah Legoknyenang. Lava – lava tersebut
kemungkinan merupakan produk dari Gunung Palasari, kecuali pada lava bagian paling timur
(daerah Ciangkeb), dimana tidak diketahui sumbernya.
III.2.2.2 Ciri Litologi
Lava Andesit I, abu – abu kehitaman, afanitik, kompak, dan tekstur vesikular
(pengamatan mikroskopis, lihat Lampiran V-2). Pada Lava Andesit I dijumpai kekar gerus
(shear fracture), diantaranya dapat diamati pada lokasi singkapan LG5 (Foto III.9). Analisa
mengenai kekar gerus akan dibahas pada bab III.3 mengenai analisa struktur.
III.2.2.3 Mekanisme Pengendapan
Lava adalah aliran magma yang keluar ke permukaan bumi ketika terjadi aktivitas
vulkanik efusif. Pada umumnya, lava berasosiasi dengan aliran piroklastik (Cas dan Wright,
1987). Menurut Yuwono (2004), endapan lava mengikuti sepanjang lembah purba dan
diendapkan di daerah dekat sumber. Berdasarkan uraian sebelumnya (sub-bab III.2.1.3), satuan
Lava Andesit I bagian barat berada pada fasies inti dan fasies proksimal Gunung Palasari.
III-11
III.2.3 Satuan Tuf
III.2.3.1 Penyebaran
Satuan Tuf memiliki penyebaran di permukaan sekitar 40% dari luas daerah penelitian,
ditandai warna kuning pada peta geologi (Lampiran III). Satuan ini tersingkap di bagian utara,
tengah dan tenggara daerah penelitian, di sungai, lembah, dan punggungan.
III.2.3.2 Ciri Litologi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, satuan ini terdiri dari batuan tuf. Ciri litologi
berwarna coklat kemerahan (kondisi lapuk), ukuran butir debu kasar – halus, terpilah buruk –
sedang , menyudut – membulat tanggung, mudah diremas, terdapat fragmen berukuran lapili,
seperti litik, kristal, dan gelas (pengamatan mikroskopis, lihat Lampiran V-3). Pengamatan
batuan ini dapat dilakukan diantaranya pada lokasi singkapan Pa58 (Foto III.10).
III.2.3.3 Mekanisme Pengendapan
Berdasarkan ciri litologi, terpilah buruk – sedang, satuan ini memiliki karakteristik
endapan dengan mekanisme piroklastik aliran. Menurut McPhie dkk (1993), karakteristik
piroklastik aliran dicirikan pemilahan buruk, dimana batuan piroklastik berukuran lapili dan blok
tertanam pada material yang lebih halus.
Secara morfologi, Satuan Tuf terletak pada kaki Gunung Bukit Tunggul, Gunung
Pangparang, dan Gunung Manglayang. Mengacu pada model Fuego, Satuan Tuf berada pada
Foto III.9 : Singkapan lava andesit I(LG5) dengan struktur kekar gerus.
III-12
fasies medial dari Gunung Bukit Tunggul dan/atau Gunung Pangparang dan/atau Gunung
Manglayang.
III.2.4 Satuan Lava Andesit II
III.2.4.1 Penyebaran
Satuan Lava Andesit II memiliki penyebaran di permukaan sekitar 1% dari luas daerah
penelitian, ditandai warna merah muda pada peta geologi (Lampiran II). Satuan ini tersingkap di
Ci Sarua,
III.2.4.2 Ciri Litologi
Secara megaskopis, Lava Andesit I dan Lava Andesit II memiliki ciri yang sama, yaitu
abu – abu kehitaman, afanitik, kompak, dan tekstur vesikular (pengamatan mikroskopis, lihat
Lampiran V-4). Perbedaan terdapat pada kondisi struktur, Jika pada Lava Andesit I (LG5)
dijumpai kekar gerus (shear fracture), pada Lava Andesit II (LC3) dijumpai struktur kekar
berlembar (sheeting joint). Pengamatan Satuan ini dapat dilakukan di lokasi singkapan LC3
(Foto III.11).
III.2.4.3 Mekanisme Pengendapan
Secara morfologi, Lava Andesit II berada pada bagian kaki gunungapi Bukit Tunggul.
Mengacu pada model Fuego, Satuan ini berada pada fasies medial dari Gunung Bukit Tunggul
Foto III.10 : Singkapan tuf di Pa58.
Inset : Fragmen-fragmen pada batuan tuf
III-13
III.2.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Umur Satuan Batuan
Penelitian tentang stratigrafi di daerah penelitian telah di lakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, diantaranya adalah Silitonga (1973) dalam “Peta Geologi Lembar Bandung” dan
Koesoemadinata dan Hartono (1981) dalam makalah berjudul “Stratigrafi dan Sedimentasi
Daerah Bandung”. Oleh karena itu, penulis menyebandingkan umur dan stratigrafi daerah
penelitian dengan penelitian sebelumnya (Tabel III.2).
Tabel III.2 : Kesebandingan Stratigrafi Daerah Penelitian
Satuan Breksi Piroklastik termasuk dalam endapan Hasil Gunung Api Tua Tak
Teruraikan (Qvu) yang diendapkan pada masa Kuarter (Silitonga, 1973). Satuan ini penulis
Foto III.11 : Singkapan lava andesit II (LC3) dengan struktur kekar berlembar.
III-14
sebandingkan dengan Formasi Cikapundung yang diendapkan pada kala Plistosen Bawah –
Tengah (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Penulis tidak menemukan kontak yang tegas
antara satuan ini dengan satuan yang lain di lapangan. Penarikan batas satuan di peta geologi,
berdasarkan sentuhan antara dua satuan dengan ciri litologi yang berbeda di peta lintasan
(Lampiran III) serta sebaran yang mengikuti lembah.
Satuan Lava Andesit I termasuk dalam Satuan Hasil Gunung Api Tua Tak Teruraikan
(Qvu) (Silitonga, 1973). Satuan ini penulis sebandingkan dengan Formasi Cikapundung yang
diendapkan pada Kala Plistosen Bawah – Tengah (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Lava
Andesit I melensa dalam Satuan Breksi Piroklastik, hal tersebut didasarkan pada umur
pengendapan yang sebanding. Penarikan batas satuan di peta geologi, berdasarkan sentuhan
antara dua satuan dengan ciri litologi yang berbeda di peta lintasan (Lampiran III) serta sebaran
yang mengikuti lembah.
Satuan Tuf di daerah penelitian termasuk Satuan Hasil Gunung Api Muda Tak
Teruraikan (Qyu) dan Satuan Koluvium (Qc). Berdasarkan kemiripan litologi, Hutasoit (2009)
memasukkan Satuan Hasil Gunung Api Muda Tak Teruraikan (Qyu) ke dalam Formasi
Cibeureum. Formasi Cibeureum diendapkan pada Kala Plistosen Atas (Koesoemadinata dan
Hartono, 1981). Penarikan batas satuan di peta geologi, berdasarkan sentuhan antara dua satuan
dengan ciri litologi yang berbeda di peta lintasan (Lampiran III) serta sebaran yang mengikuti
lembah.
Satuan Lava Andesit II termasuk dalam Satuan Hasil Gunung Api Muda Tak Teruraikan
(Qyu) (Silitonga, 1973). Satuan ini penulis sebandingkan dengan Formasi Cibeureum yang
diendapkan pada kala Plistosen Atas (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Lava Andesit II
melensa dalam Satuan Tuf, hal tersebut didasarkan pada umur pengendapan yang sebanding.
Penarikan batas satuan di peta geologi, berdasarkan sentuhan antara dua satuan dengan ciri
litologi yang berbeda di peta lintasan (Lampiran III) serta sebaran yang mengikuti lembah.
III-15
III.3 Geologi Struktur Daerah Penelitian.
Berdasarkan peta geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), terdapat gawir sesar
berarah barat – timur dan utara – selatan di daerah penelitian. Gawir sesar tersebut merupakan
bagian dari Sesar Lembang sebelah timur (Gambar III.5). Berdasarkan penelitian Tjia (1986)
dalam Dam (1994), Sesar Lembang mengalami pergerakan vertikal (dip slip) dan pergerakan
mendatar (strike – slip). Sedangkan Koesoemadinata dan Hartono (1981) menyebutkan Sesar
Lembang memiliki pergerakan turun (sesar normal) dengan loncatan (throw) meningkat dari
barat hingga timur. Pembentukan awal Sesar Lembang diperkirakan terjadi pada akhir Plistosen
Tengah (Van Bemmelen, 1949 dalam Koesoemadinata dan Hartono, 1981).
Sesar Lembang di daerah penelitian dicirikan oleh gawir sesar berarah barat – timur (Foto
III.12). Berdasarkan bentuk morfologi dan intepretasi citra satelit, Sesar Lembang di daerah
penelitian merupakan sesar turun, di mana bagian utara lebih rendah daripada bagian selatan.
Sesar tersebut memotong Satuan Breksi Piroklastik. Oleh karena itu, Sesar Lembang di daerah
penelitian berumur lebih muda dari Plistosen Tengah.
Gambar III.5 : Peta geologi daerah Gunung Palasari dan sekitarnya. Pada daerah penelitian tampak adanya gawir sesar berarah barat – timur dan utara – selatan (Silitonga, 1973).
III-16
Hasil pengamatan di lapangan, penulis juga menjumpai kekar gerus (shear fracture) dan