36 BAB III GAMBARAN UMUM IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA (IPHI) KOTA SURAKARTA TAHUN 1992-2014 A. Latar Belakang Berdirinya IPHI Kota Surakarta Sebelum berdirinya Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) di Surakarta sudah terdapat organisasi ibadah haji yang bernama Yayasan Persaudaraan Haji Kotamadya Surakarta yang berdiri pada tanggal 13 Mei 1983. Dengan kepengurusan sebagai berikut : Ketua : Hj. Ichwan Dardiri. Sekretaris : Hj. Soewardi. Bendahara : Hj. Mohammad Hadi. Pembantu Umum : 1. Hj. Suhari Harisusanto. 2. Hj. Doyoatmodjo. 3. Hj. Abdul Wahab Ghozali. 4. Hj. Ali Mukti, SH. 5. Hj. Muhammad Imron. Tujuan dari Yayasan ini didirikan adalah meningkatkan ilmu dan amal serta peranan dan partisipasi aktif para haji Kotamadya Surakarta dalam
23
Embed
BAB III GAMBARAN UMUM IKATAN PERSAUDARAAN HAJI … · II atau disebut IPHI Daerah, IPHI tingkat Kecamatan atau disebut IPHI Cabang dan IPHI tingkat Kelurahan atau Desa disebut IPHI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
36
BAB III
GAMBARAN UMUM IKATAN PERSAUDARAAN HAJI
INDONESIA (IPHI) KOTA SURAKARTA TAHUN 1992-2014
A. Latar Belakang Berdirinya IPHI Kota Surakarta
Sebelum berdirinya Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) di
Surakarta sudah terdapat organisasi ibadah haji yang bernama Yayasan
Persaudaraan Haji Kotamadya Surakarta yang berdiri pada tanggal 13 Mei 1983.
Dengan kepengurusan sebagai berikut :
Ketua : Hj. Ichwan Dardiri.
Sekretaris : Hj. Soewardi.
Bendahara : Hj. Mohammad Hadi.
Pembantu Umum : 1. Hj. Suhari Harisusanto.
2. Hj. Doyoatmodjo.
3. Hj. Abdul Wahab Ghozali.
4. Hj. Ali Mukti, SH.
5. Hj. Muhammad Imron.
Tujuan dari Yayasan ini didirikan adalah meningkatkan ilmu dan amal
serta peranan dan partisipasi aktif para haji Kotamadya Surakarta dalam
37
pembangunan disegala bidang, sebagai perwujudan makna haji mabrur untuk
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.1 Selain Yayasan Persaudaraan haji di Kota
Surakarta juga terdapat kelompok Jamaah Haji.
Atas kesamaan visi dan misi Organisasi-organisasi ibadah haji di seluruh
Indonesia maka pada tahun 1982, timbul gagasan dari 12 buah Provinsi untuk
mengadakan rapat tahunan gabungan di Jakarta dan rapat ini menghasilkan
sebuah wadah baru yang diberi nama ORPEHA ( Organisasi Persaudaraan Haji ).
Pada tahun 1985 lahirlah sebuah Undang-undang yang mengatur
organisasi kemasyarakatan, yaitu : UU.no.8 tahun 1985, tentang organisasi
kemasyarakatan. Sejak itu ORPEHA tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia.
Pada tanggal 20-22 Maret 1990 diadakan Muktamar I Ikatan Persaudaraan
Haji Indonesia di Jakarta yang dihadiri oleh organisasi-organisasi persaudaraan
haji di seluruh Indonesia. Pada akhir-akhir Muktamar tanggal 22 Maret 1990
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia didirikan.2 Utusan jamaah haji dari Solo yang
mengikuti muktamar I Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia adalah H. Suyadi dan
KH. Slamet Iskandar.3
Muktamar I Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia ini menetapkan sebagai berikut :
1. Tanggal 22 Maret 1990, ditetapkan sebagai hari lahirnya IPHI, dengan nama
Bakor IPHI (Badan Koordinasi Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia).
1 Akta Pendirian Yayasan Persaudaraan Haji Kotamadya Surakarta.
2 Ikatan Persaudaaraan Haji Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Persaudaraan
Haji, (Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Persaudaaraan Haji Indonesia, 2010) hlm.
13-14. 3 Wawancara dengan H. Soemardi Cokroatmodjo tanggal 06 Januari 2017 dan Hj.
Ibu Suminarti Suyadi tanggal 07 Januari 2017.
38
2. Dr.H.SULASTOMO sebagai Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia dan Drs.H.MUBARAQ M.Si sebagai Sekretaris Jenderal untuk
priode I dengan masa bakti 1990 – 1995.4
Latar belakang penyebab berdirinya Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia
(IPHI), karena IPHI diperlukan oleh jamaah haji pada khususnya dan diperlukan
oleh masyarakat pada umumnya khususnya dalam hal-hal sebagai berikut :
Pertama, Ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima adalah wajib
dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitha‟ah, baik
secara finansial, fisik, maupun mental, sekali seumur hidup.
Jumlah haji yang setiap tahun semakin besar dan terdiri dari berbagai
lapisan sosial dengan latar belakang tingkat pendidikan serta kemampuan sosial
ekonomi yang beragam dan pada umumnya di atas rata-rata kondisi rakyat
Indonesia menunjukkan bahwa haji adalah kelompok elite sosial yang merupakan
potensi sekaligus asset yang dapat didaya gunakan secara optimal untuk ikut
mengatasi masalah-masalah umat dan bangsa dalam rangka mencapai
kesejahteraan dan kemaslahatan bersama.
Oleh karena itu, kehadiran IPHI sebagai wadah berhimpun para alumni
haji yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah sangat relevan untuk
mengaktualisasikan potensi diri demi berkhidmat kepada bangsa dan Negara, serta
sebagai sarana pembinaan untuk melestarikan dan memelihara kemabruran haji.
Kedua, Momentum ibadah haji, bagi bangsa Indonesia, khususnya umat
Islam Indonesia memiliki makna historis yang panjang dan memiliki narasi
4Ikatan Persaudaaraan Haji Indonesia, Op.Cit., hlm. 14.
39
tersendiri tentang perjuangan untuk mengusir penjajah, memberdayakan
masyarakat, dan mengisi kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari kebangkitan
Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Sejarah mencatat bahwa berbagai perlawanan terhadap kaum kolonial
serta kebangkitan kesadaran berbangsa dan bernegara diawali oleh orang-orang
yang telah menunaikan ibadah haji. Beberapa tokoh Indonesia yang menunaikan
ibadah haji kemudian bermukim untuk beberapa waktu di Tanah Suci dan kembali
ke Tanah Air pada sekitar tahun 1890-1910 di antaranya adalah Hasyim Asy‟ari,
Ahmad Dahlan, A. Hasan, Agus Salim, dan Abdul Wahab Hasbullah.
Sekembalinya di Tanah Air, mereka mendirikan berbagai organisasi
kemasyarakatan, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam
(Persis), Serikat Dagang Islam, (SDI), Jam‟iatul Khoir, Tarbiyah Islamiyah,
Madrasah, dan Pondok-pondok Pesantren. Pendirian berbagai ragam lembaga itu
merupakan pilar-pilar kebangkitan bagi bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan dari belenggu penjajahan. Dengan demikian, seandainya tidak ada
jamaah haji pada waktu itu, bangsa Indonesia akan mengalami keterlambatan
kebangkitan yang luar biasa. Kalaupun tidak terlambat, maka kebangkitan dan
kemerdekaan bangsa ini akan jauh dan lepas dari nilai-nilai agama.
Oleh sebab itu, untuk membangkitkan kesadaran historis para haji atau
calon haji agar mampu berperan secara aktif dan strategis dalam kebangkitan
agama, ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dan bidang
40
kehidupan lainnya, maka diperlukan sarana perjuangan yang terorganisasi secara
baik, yaitu Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).5
Ketiga, Banyaknya wadah-wadah organisasi persaudaraan haji yang
tersebar di berbagai daerah belum terkoordinasi secara baik dan terintegrasi,
sehingga efektivitas dan kemanfaatan organisasi tersebut bagi para alumni haji
sebagai sarana pembinaan dan pemeliharaan kemabruran haji belum sepenuhnya
dirasakan. Sementara itu, penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia dalam hal ini adalah Kementerian Agama selama ini belum
optimal dalam merespon keinginan dan harapan masyarakat agar manajemen dan
kebijakan perhajian makin berkualitas, mulai dari pendaftaran, penyetoran uang di
bank, pelatihan calon jamaah haji, hingga penambahan jumlah embarkasi haji,
serta tempat transit guna merespon semangat otonomi daerah.
Masalah-masalah inilah yang antara lain menjadi dasar bangkitnya
kesadaran untuk mensinergikan keberadaan berbagai organisasi persaudaraan haji
menjadi satu kekuatan yang solid dengan lahirnya Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia (IPHI). Melalui wadah tunggal ini diharapkan kepentingan para haji dan
calon haji bersama pemerintah dan masyarakat terkoordinasi dengan baik dan
membawa manfaat bagi semua pihak. 6
Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam upaya memperbaiki dan
meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dapat terus dilakukan agar
pelayanan menjadi lebih baik lagi pada masa-masa yang datang. Secara bertahap
berbagai persoalan yang masih saja muncul, seperti buruknya kualitas
5 Ibid., hlm. 15-17.
6 Ibid., hlm. 18-19.
41
pemondokan, terlambatnya distribusi katering (makanan), penerbangan yang
sering tertunda (delay) dan terlantarnya jamaah haji di Tanah Suci, serta gagalnya
jamaah haji khusus untuk menunaikan ibadah haji, karena ketidakmampuan travel
mendapatkan barcode dari pemerintah Arab Saudi, lambat laun dapat diatasi dan
berjalan sesuai dengan rencana dan harapan masyarakat luas.
Perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaraaan haji tersebut akan
memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi jamaah haji, sehingga dapat
menambah kekhusyu‟an dalam proses menunaikan ibadah haji, baik saat mulai
keberangkatan, pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, maupun saat kepulangan
ke Tanah Air.7
Setelah berdirinya Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) maka di
setiap daerah diwajibkan untuk mendirikan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia
(IPHI) di tingkatannya masing-masing, Sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga (AD/ART) maka dibentuk Ikatan Persaudaraan Haji
Indonesia (IPHI) tingkat Provinsi disebut IPHI tingkat wilayah, IPHI tingkat Dati
II atau disebut IPHI Daerah, IPHI tingkat Kecamatan atau disebut IPHI Cabang
dan IPHI tingkat Kelurahan atau Desa disebut IPHI Ranting, sebagai struktur
organisasi kepengurusan dari pusat sampai desa/kelurahan (ranting).
Mensikapi ketentuan muktamar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia tahun
1990, jamaah haji Kota Surakarta baik yang tergabung dalam kelompok Jamaah
Haji maupun Yayasan Persaudaraan Haji Kota Surakarta tidak langsung
membentuk kepengurusan IPHI tingkat kota atau IPHI daerah, karena masih
7 Ibid., hlm. 19.
42
belum ada kesepakatan yang bulat. IPHI Kota Surakarta berdiri Minggu, 22 Maret
1992 setelah para kelompok Jamaah Haji dan Yayasan Persaudaraan Haji sepakat
mendirikan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kota Surakarta. Sejak
berdirinya IPHI Kota Surakarta sampai sekarang berkantor di Gedung
Persaudaaraan Haji (yang dibangun oleh Persaudaraan Haji tahun 1985) sampai
sekarang, yang beralamat di Jalan Srinalendro No. 1 Baron Gede RT O2 RW 03
Surakarta .8
B. Visi dan Misi IPHI Kota Surakarta
Visi IPHI Kota Surakarta
Visi dari IPHI Kota Surakarta adalah Meningkatnya implementasi haji
mabrur di tengah-tengah masyarakat sehingga tercapai kondisi umat dan bangsa
yang sejahtera lahir dan batin. Pernyataan Visi ini merupakan perwujudan harapan
tertinggi yang diupayakan untuk terwujud dengan mengoptimalkan
pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi IPHI melalui
serangkaian tindakan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus.
Misi IPHI Kota Surakarta
Misi dari IPHI Kota Surakarta adalah Memberdayakan para haji dalam
melestarikan kemabruran hajinya menjadi teladan, panutan dan pilar peningkatan
kualitas umat dan bangsa Indonesia. Pernyataan Misi ini merupakan komitmen,
8 Wawancara dengan H. Mas Achmad Dimyati BA tanggal 01 Desember 2016
dan dengan H. Drs Ichwan Dardiri, tanggal 03 Januari 2017.
43
tindakan, dan semangat sehari-hari seluruh sumber daya manusia di dalam
organisasi IPHI yang diarahkan untuk mencapai Visi IPHI. 9
C. Tujuan IPHI Kota Surakarta
Tujuan IPHI kota Surakarta adalah untuk memelihara dan mengupayakan
pelestarian haji mabrur, guna meningkatkan partisipasi umat dalam pembangunan
bangsa dan negara yang diridhoi Allah SWT. Pemeliharaan dan pelestarian
terhadap nilai-nilai kemabruran haji secara terus-menerus dan berkelanjutan
sangat penting dalam upaya membentuk pribadi-pribadi muslim yang tangguh,
mempunyai integritas dan komitmen yang tinggi untuk menjaga moralitas bangsa,
serta menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan nasional sebagai bagian dari
identitas nasional atau jati diri bangsa. 10
D. Tugas IPHI Kota Surakarta
Tugas IPHI Kota Surakarta adalah melaksanakan penerimaan, bimbingan,
penyuluhan, dan penerangan kepada calon jamaah haji atau prahaji dan pasca haji.
Pertama, Penerimaan, bimbingan, penyuluhan dan penerangan kepada
calon jamaah haji dimaksudkan agar para calon haji memahami dengan sungguh-
sungguh bahwa kewajiban menunaikan ibadah haji adalah hanya sekali dalam
9Ikatan Persaudaaraan Haji Indonesia, Op.Cit., hlm. 23.
10 AD-ART Ikatan PersaudaraanHaji Indonesia tahun 2010.
44
seumur hidup dan harus memahami Manasik Haji, yakni tatacara atau latihan
ibadah haji. Juga pemahaman terhadap syarat, rukun dan wajib haji.11
Kedua, Bimbingan, penyuluhan dan penerangan pasca haji dimaksudkan
agar setiap haji dapat terus merawat esensi haji dalam kehidupan pasca
pelaksanaan Ibadah Haji hingga akhir hayat. Esensi haji adalah bahwa ibadah haji
itu bukan hanya untuk Allah semata, yang paling penting justru diperuntukkan
bagi sesama manusia dengan cara selalu menjaga, menghormati, menghargai serta
saling menjunjung tinggi martabat manusia.
Oleh karena itu, IPHI berkewajiban secara moral untuk membantu dan
memfasilitasi para haji agar esensi haji dapat diwujudkan dalam berbagai aspek
kehidupan melalui perencanaan program yang sistematis, terukur dan
berkelanjutan, sehingga ibadah haji yang dilakukan mampu menempatkan posisi
haji pada maqom yang terhormat dan akan bermakna “Haji Sepanjang Hayat”,
baik hakikat maupun manfaatnya.12
E. Musyawarah IPHI Kota Surakarta
Berdasarkan AD-ART Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI)
permusyawaratan IPHI Kota Surakarta terdiri dari :
1. Musyawarah Daerah :
a. Musyawarah Daerah (Musda) diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali
untuk :
11
Ikatan Persaudaaraan Haji Indonesia, Op.Cit., hlm. 24-26. 12