BAB III INDUKSI MATEMATIKA 3.1 Pendahuluan Dalam bidang matematika tidak jarang ditemui pola-pola induktif yang meli- batkan himpunan indeks berupa himpunan bilangan asli atau bulat seperti barisan atau deret. Bentuk umum dari pola keteraturan tersebut membutuhkan perumu- san yang sahih. Untuk itu, sebagai salah satu alat bukti, pada bab ini dibahas tentang pengertian induksi matematika dan contoh-contoh penggunaannya. Topik ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk merumuskan bentuk umum dari suatu pola yang diamati, seperti barisan dan deret, yang terapannya banyak dijumpai di bidang premi asuransi, bunga berbunga, integral tertentu, dan iterasi. Setelah mempelajari topik bahasan pada pertemuan minggu ke-6 yang meliputi 1. Proses Induktif (Aksiomatika bilangan asli) 2. Induksi Matematika 3. Contoh aplikasi pembuktian dengan Induksi matematika ini secara tuntas diharapkan memiliki learning Outcomes berupa: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian induksi matematika 2. Mahasiswa mampu menggunakan induksi matematika dalam bidang matem- atika 3.2 Induksi Matematika Salah satu alat bukti penting yang banyak dipakai di bidang matematika, khususnya yang terkait dengan himpunan bilangan asli adalah induksi matem- atika yang sesungguhnya merupakan salah satu aksioma yang dipenuhi oleh sis- tem bilangan asli. Bentuk umum induksi matematika sebagai berikut: Misalkan N adalah himpunan semua bilangan asli. Teorema 3.1 Jika G subhimpunan N yang memenuhi 1. Pangkal: 1 ∈ G, dan 33
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
INDUKSI MATEMATIKA
3.1 Pendahuluan
Dalam bidang matematika tidak jarang ditemui pola-pola induktif yang meli-
batkan himpunan indeks berupa himpunan bilangan asli atau bulat seperti barisan
atau deret. Bentuk umum dari pola keteraturan tersebut membutuhkan perumu-
san yang sahih. Untuk itu, sebagai salah satu alat bukti, pada bab ini dibahas
tentang pengertian induksi matematika dan contoh-contoh penggunaannya.
Topik ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk merumuskan bentuk umum
dari suatu pola yang diamati, seperti barisan dan deret, yang terapannya banyak
dijumpai di bidang premi asuransi, bunga berbunga, integral tertentu, dan iterasi.
Setelah mempelajari topik bahasan pada pertemuanminggu ke-6 yang meliputi
1. Proses Induktif (Aksiomatika bilangan asli)
2. Induksi Matematika
3. Contoh aplikasi pembuktian dengan Induksi matematika
ini secara tuntas diharapkan memiliki learning Outcomes berupa:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian induksi matematika
2. Mahasiswa mampu menggunakan induksi matematika dalam bidang matem-
atika
3.2 Induksi Matematika
Salah satu alat bukti penting yang banyak dipakai di bidang matematika,
khususnya yang terkait dengan himpunan bilangan asli adalah induksi matem-
atika yang sesungguhnya merupakan salah satu aksioma yang dipenuhi oleh sis-
tem bilangan asli. Bentuk umum induksi matematika sebagai berikut: Misalkan
N adalah himpunan semua bilangan asli.
Teorema 3.1 Jika G subhimpunan N yang memenuhi
1. Pangkal: 1 ∈ G, dan
33
2. Induksi hipotesa: n ∈ G
berakibat n+ 1 ∈ G,
maka G = N .
Selanjutnya jika G = {n ∈ N | P (n)}, dengan ”P (n)” mempunyai arti ”n
mempunyai sifat P” atau ”n memenuhi ketentuan P”, maka berlaku
(∀n ∈ N )(n ∈ G ⇐⇒ P (n)).
Hal ini berakibat Teorema 3.1 ekuivalen dengan
Teorema 3.2 Jika G subhimpunan N yang memenuhi
1. Pangkal: P (1), dan
2. Induksi Hipotesa: P (n),
berakibat P (n+ 1),
maka (∀n ∈ N ).P (n).
Contoh 3.2.1 Dengan menggunakan induksi matematika buktikan, bahwa :
1. Jumlah n suku pertama deret geometri dengan rasio r = 1 dan u1 = a adalah
a rn−1r−1
2. Jumlah n suku pertama deret aritmetika dengan beda b dan u1 = a adalah
n2(2a+ b(n− 1))
Penyelesaian:
1. Jumlah n suku pertama deret geometri dengan rasio r = 1 dan suku ke-1 a
adalah
Sn = a+ ar + ar2 + · · ·+ arn−1.
Dibentuk G = {n ∈ N | Sn = a rn−1r−1
}.
1. Pangkal: Untuk n = 1,
Sn = S1 = a = ar1 − 1
r − 1= a
rn − 1
r − 1,
sehingga 1 ∈ G.
34
2. Induksi hipotesa: Misalkan n ∈ G. Akibatnya
a+ ar + ar2 + · · ·+ arn−1 = Sn = arn − 1
r − 1,
sehingga
Sn+1 = a+ ar + ar2 + · · ·+ arn−1 + ar(n+1)−1
= arn − 1
r − 1+ ar(n+1)−1
=a
r − 1(rn − 1 + r(n+1)−1(r − 1))
= arn+1 − 1
r − 1
Jadi n+1 ∈ G, sehingga berlaku G = N . Dengan kata lain untuk setiap
bilangan asli n berlaku Sn = a rn−1r−1
2. Jumlah n suku pertama deret hitung dengan beda b dan suku pertama a
adalah
Sn = a+ (a+ b) + (a+ 2b) + · · ·+ (a+ (n− 1)b.
Didefinisikan P (n) : ”n mempunyai sifat P”, yaitu Sn = n2(2a+ b(n− 1))
1. Pangkal: Untuk n = 1,
Sn = S1 = a =1
2(2a+ b(1− 1)) =
n
2(2a+ b(n− 1),
sehingga 1 memenuhi sifat P .
2. Induksi hipotesa: Misalkan n memenuhi sifat P . Akibatnya
Bab ini merupakan materi untuk Minggu ke-7 dan satu kali tatap muka pada
Minggu ke-8. Pada bab ini akan dibahas tentang Pengertian kuantor (eksistensial
dan universal), hubungan kuantor universal dan eksistensial. Dalam perkembangan
berikutnya diperlukan bebarapa jenis kuantor lain. Untuk itu selanjutnya pada bab
ini juga dibahas tentang. Kuantor terbatas, kuantor jamak, dan implimentasinya
dalam berbagai bidang baik di bidang matematika, maupun kehidupan sehari-hari.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini para mahasiswa diharapkan memper-
oleh learning outcomes sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan kuantor universal dan eksistensial
2. Mahasiswa mampu membuat ingkaran kalimat berkuantor
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kuantor eksistensial dan universal
4. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis kuantor khusus
5. Mahasiswa mampu menggunakan kuantor khusus dalam bidang matematika
4.4 Kuantor
Dalam suatu pernyataan sangat mungkin kalimat yang digunakan merujuk
pada keberadaan ”sejumlah” unsur dalam semesta pembicaraan yang memenuhi
keadaan tertentu, yaitu unsur tertentu, sebagian unsur, atau semua (setiap) unsur
dari semesta pembicaraan. Dengan menggabungkan konsep negasi kalimat pada
”kuantifikasi”, muncullah istilah tidak ada, paling sedikit, paling banyak, tidak
kurang dari, dan tidak semua. Untuk itu diperlukan simbol atau istilah tertentu
yang mewakili sebagian atau seluruh anggota dari semesta pembicaraan. Sebagai
contoh:
1. Ada anak yang suka makan wortel mentah
2. Tidak ada bilangan real yang nilai kuadratnya negatif
3. Setiap hari dia berjualan dari jam 15.00 sampai dengan 22.00
41
4. Di R2 setiap dua garis yang saling tegak lurus tidak mungkin sejajar
5. Tidak semua anak pandai berenang
6. Sebagian rakyat berada di bawah garis kemiskinan
7. Terdapat bilangan bulat yang hasil penjumlahannya dengan masing-masing
bilangan real x sama dengan bilangan x itu sendiri.
Bentuk kuantifikasi di atas dapat juga digunakan untuk mengubah kalimat
terbuka menjadi kalimat deklaratif, selain dengan jalan mengganti variabel dengan
konstanta). Alat tersebut dinamakan kuantor. Ada dua jenis kuantor, yaitu:
1. Kuantor Universal:
”Untuk semua x berlaku · · ·” atau ”Untuk setiap x berlaku · · ·”.Sebagai contoh misalkan semesta pembicaraannya himpunan semua bilangan
asli.
1. ”x > 1” merupakan kalimat terbuka
2. ”Untuk semua x berlakulah x > 1” merupakan kalimat deklaratif berni-
lai salah, sebab dapat ditemukan bilangan asli x = 1 yang memenuhi
x > 1.
2. Kuantor Eksistensial:
”Terdapat x sedemikian hingga · · ·” atau ”Ada x sedemikian hingga · · ·”Dengan semestanya himpunan semua bilangan asli
1. ”x > 1” merupakan kalimat terbuka
2. ”Terdapat x sedemikian hingga x > 1” merupakan kalimat deklaratif
bernilai benar, sebab untuk x = 2 berlakulah x > 1.
Di dalam contoh di atas kalimat ”x > 1” dapat dibaca dengan ”x mempunyai
sifat lebih besar daripada 1”. Jika kondisi tersebut dinyatakan ”x mempunyai sifat
P” dan ditulis dengan simbol ”P (x)”, maka kalimat
”Untuk semua x berlakulah x > 1”
dapat ditulis dengan: ”(∀x)P (x)”. Secara umum bentuk ”(∀x)P (x)” dapat dibaca
dengan
1. ”Semua x bersifat P”
42
2. ”Setiap x mempunyai sifat P”.
3. ”Untuk semua x berlaku sifat P .
Kalimat ”Terdapat suatu x yang memenuhi (sifat) x > 1” dapat ditulis dengan:
”(∃x)P (x)”.
Secara umum bentuk ”(∃x)P (x)” dapat dibaca dengan
1. ”Terdapat x yang mempunyai sifat P”
2. ”Beberapa x mempunyai sifat P”.
3. ”Paling sedikit ada satu x yang mempunyai sifat P .
Selanjutnya perlu diperhatikan, bahwa dalam penulisan simbol kuantor mengikat
lebih kuat dibandingkan kata penghubung lainnya. Sebagai contoh kalimat
(∀x)P (x) ∨ (α ⇐⇒ β)
yang dimaksud adalah ”((∀x)P (x)) ∨ (α ⇐⇒ β)”.
Di dalam prakteknya, di bidang ilmu eksakta untuk mengungkapkan sifat-sifat
(hukum-hukum) yang berlaku umum tidak jarang kuantor universal tidak ditulis,
walaupun eksistensinya memang diakui. Sebagai contoh rumus
xn − 1 = (x− 1)(xn−1 + xn−2 + · · ·+ 1).
Bentuk sesungguhnya dari rumus tersebut seharusnya
(∀x).xn − 1 = (x− 1)(xn−1 + xn−2 + · · ·+ 1).
Dalam pemakaiannya seringkali di dalam suatu kalimat kuantor yang digu-
nakan tidak tunggal dan mungkin juga antara kuantor universal dan eksistensial
digunakan bersamaan, baik di awal kalimat maupun di tengah kalimat. Sebagai
contoh kalimat-kalimat berikut ini dengan semesta himpunan semua bilangan real
1. (∀x)(∀y)(−y < x < y =⇒ x2 < y2).
2. (∀x)(∃y)(x− y = 0 = −y + x).
3. (∃x)(∀y)(x+ y = y + x = y).
43
4. (∀x)((x = 0) =⇒ (∃y)(xy = yx = 1)).
Simbolisma-simbolisma di atas dibaca:
1. Untuk semua x dan untuk semua y berlaku jika −y lebih kecil daripada x
dan x lebih kecil daripada y, maka x2 lebih kecil daripada y2.
Dapat juga diucapkan dengan kalimat:
Setiap pasangan bilangan real x dan y, jika−y < x < x, berlakulah x kuadrat
lebih kecil darpada y kuadrat.
2. Untuk setiap x terdapatlah y yang memenuhi x dikurang y sama dengan 0
dan 0 sama dengan −y ditambah x.
Dengan bahasa keseharian dapat diucapkan :
Setiap bilangan memiliki kebalikan terhadap operasi pengurangan, yaitu dirinya
sendiri. Kalimat ini bernilai benar.
3. Terdapat x yang memenuhi untuk semua y berlaku x ditambah y sama den-
gan y ditambah x yang sama dengan y.
Dengan bahasa keseharian dapat diucapkan :
Ada bilangan yang memenuhi sifat jika ditambahkan kepada setiap bilangan
hasilnya akan sama dengan bilangan yang kedua.
4. Untuk setiap x berlaku, jika x tidak sama dengan 0, maka terdapat y yang
memenuhi x dikali y sama dengan y dikali x, sama dengan 1.
Dapat diucapkan:
Setiap bilangan yang tidak nol pasti mempunyai bilangan yang berlawanan
(terhadap perkalian. Kalimat ini bernilai benar, sebagai contoh bilangan 5
lawannya 15.
4.5 Urutan, Sifat-sifat dan Hubungan Antar Kuantor
Urutan dan letak kuantor di dalam suatu pernyataan harus diperhatikan secara
seksama. Penempatan kuantor yang tidak tepat akan berakibat makna pernyataan
akan berbeda dengan fakta yang ingin disampaikan. Hal ini juga berdampak pada
nilai kebenaran dari pernyataan tersebut.
Selanjutnya, misalkan ”P” adalah suatu predikat tertentu. Tata tulis dua kuan-
tor secara berurutan mempunyai bentuk umum:
44
1. (∀x)(∀y).P (x, y), juga ditulis dengan: (∀x, y).P (x, y).
Dibaca : ”Untuk semua x dan y berlaku x dan y bersifat P”.
2. (∀x)(∃y).P (x, y).
Dibaca : ”Untuk semua x terdapat y yang memenuhi x dan y bersifat P”.
3. (∃x)(∀y).P (x, y).
Dibaca : ”Terdapat x yang memenuhi untuk semua y berlaku x dan y mem-
punyai sifat P”.
4. (∃x)(∃y).P (x, y), juga ditulis dengan: (∃x, y).P (x, y).
Dibaca : ”Terdapat x dan y yang memenuhi sifat P .
Teorema berikut ini menunjukkan, bahwa kuantor-kuantor yang sejenis bisa
ditukar letaknya.
Teorema 4.3 (∀x)(∀y).q(x, y) ⇐⇒ (∀y)(∀x).q(x, y).
Teorema 4.4 (∃x)(∃y).q(x, y) ⇐⇒ (∃y)(∃x).q(x, y).
Kalimat ”(∀x)(∃y).P (x, y)” mempunyai arti yang berbeda dengan ”(∃x)(∀y).P (x, y)”.
Sebagai contoh perhatikan kalimat:
1. (∀x)(∃y)(x− y = 0 = −y + x), dan
2. (∃x)(∀y)(x− y = 0 = −y + x),
dengan semesta pembicaraan himpunan semua bilangan nyata.
Kalimat ke-1 bernilai benar. Untuk setiap x, pasti ada y yaitu y = x yang
memenuhi x − y = x − x = 0 = −y + x. Sedangkan kalimat ke-2 bernilai salah,
sebab jika ada x yang memenuhi kondisi tersebut, maka x− 1 = 0 dan x− 2 = 0.
Akibatnya −1 = 0, sehingga terjadi kontradiksi.
Teorema 4.5 (∃x)(∀y).q(x, y) =⇒ (∀y)(∃x).q(x, y).
Sifat ini berlaku untuk semua semesta pembicaraan dan semua predikat q.
Contoh 4.5.1 Kalimat : ”(∃x)(∀y)(x+y = y+x = y)” akan berkibat: ”(∀y)(∃x)(x+y = y + x = y)”, sebab anteseden benar, sehingga eksistensi x yang memenuhi
x + y = y + x = y, untuk semua y dijamin di dalam semestanya. Jadi untuk
sebarang y, berlaku x+ y = y + x = y.
45
Selanjutnya bentuk ingkaran dari kalimat
”Semua x mempunyai sifat p,”
adalah ”Tidak benar semua x mempunyai sifat p”, atau ”Tidak semua x mempu-
nyai sifat p”. Kalimat ingkaran tersebut sama dengan kalimat
”Ada x yang tidak mempunyai sifat p”.
Dengan kata lain pernyataan yang merupakan ingkaran, bahwa setiap anggota
semestanya mempunyai sifat p, adalah sama
dengan mengatakan terdapat anggota yang tidak mempunyai sifat p, sehingga
berlaku
Teorema 4.6 (∀x).p(x) ⇐⇒ (∃x).p(x).
Contoh 4.5.2 Jika semestanya himpunan semua bilangan nyata, tentukan in-
gkaran dari kalimat-kalimat berikut ini:
1. (∀x)(x2 + 2x+ 1 ≥ 1)
2. (∀x)(−a ≤ x ≤ a =⇒ x2 ≤ a2)
Penyelesaian:
1. (∃x)x2 + 2x+ 1 ≥ 1
Sama dengan: (∃x)(x2 + 2x+ 1 ≥ 1)
Atau: (∃x)(x2 + 2x+ 1 < 1)
2. (∃x)−a ≤ x ≤ a =⇒ x2 ≤ a2
Sama dengan: (∃x)−a ≤ x ≤ a ∨ x2 ≤ a2
Dengan kata lain: (∃x)(−a ≤ x ≤ a ∧ x2 ≤ a2)
Mempunyai makna yang sama dengan: (∃x)(−a ≤ x ≤ a ∧ x2 > a2)
Ingkaran bahwa terdapat anggota semestanya yang mempunyai sifat p sama
dengan menyatakan, bahwa tidak ada anggota semestanya yang mempunyai sifat
p. Hal ini sama dengan mengatakan semua anggota semestanya tidak mempunyai
sifat p.
Teorema 4.7 (∃x).p(x) ⇐⇒ (∀x).p(x).
46
Contoh 4.5.3 Tentukan ingkaran dari kalimat-kalimat berikut ini:
1. Ada mahasiswa yang IPK-nya lebih besar daripada 3,85.
2. Dengan semesta himpunan bilangan nyata: (∃x)(x2 − 2x+ 1 < −1)
Penyelesaian:
1. Tidak ada mahasiswa yang IPK-nya lebih besar daripada 3,85.
Sama dengan: Semua mahasiswa IPK-nya tidak lebih besar daripada 3,85
Atau: Semua mahasiswa IPK-nya kurang dari atau sama dengan 3,85.
2. (∀x)x2 − 2x+ 1 < −1
Sama dengan: (∀x)(x2 − 2x+ 1 <− 1)
Dengan kata lain: (∀x)(x2 − 2x+ 1 ≥ −1)
Berdasarkan sifat-sifat ingkaran kalimat di atas dapat diturunkan bentuk-bentuk
ingkaran kalimat yang lain, yang di dalamnya juga memuat kuantor.
Teorema 4.8 Ingkaran kuantor jamak:
1. (∃x)(∃y).p(x, y) ⇐⇒ (∀x)(∀y).p(x, y)
2. (∃x)(∀y).p(x, y) ⇐⇒ (∀x)(∃y).p(x, y)
3. (∀x)(∃y).p(x, y) ⇐⇒ (∃x)(∀y).p(x, y)
4. (∀x)(∀y).p(x, y) ⇐⇒ (∃x)(∃y).p(x, y)
Contoh 4.5.4 Dengan semesta pembicaraan himpunan semua bilangan nyata,
tentukan ingkaran dari kalimat-kalimat berikut ini:
1. (∀x)(∃y)(x+ y = 0).
2. (∃l)(∀ϵ)(ϵ > 0 =⇒ P (l, ϵ))
3. (∀x)(∀y)(x > y ⇐⇒ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)).
Penyelesaian:
47
1. Ingkaran dari: (∀x)(∃y)(x+ y = 0) adalah :
(∀x)(∃y)(x+ y = 0)
(∃x)(∃y)(x+ y = 0)
(∃x)(∀y)x+ y = 0
(∃x)(∀y)(x+ y = 0)
2. Ingkaran dari: (∃l)(∀ϵ)(ϵ > 0 =⇒ P (l, ϵ)) adalah :
(∃l)(∀ϵ)(ϵ > 0 =⇒ P (l, ϵ))
(∀l)(∀ϵ)(ϵ > 0 =⇒ P (l, ϵ))
(∀l)(∃ϵ)ϵ > 0 =⇒ P (l, ϵ)
(∀l)(∃ϵ)(ϵ > 0 ∧ P (l, ϵ))
3. Ingkaran dari: (∀x)(∀y)(x > y ⇐⇒ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)) adalah :
(∀x)(∀y)(x > y ⇐⇒ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)).
(∃x)(∀y)(x > y ⇐⇒ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)).
(∃x)(∃y)x > y ⇐⇒ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u).
(∃x)(∃y)(x > y ∨ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)) ∧ ((∃u)(u > 0 ∧ x = y + u) ∨ x > y).
(∃x)(∃y)(x > y ∨ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u))∨((∃u)(u > 0 ∧ x = y + u) ∨ x > y).
(∃x)(∃y)(x > y∧(∃u)(u > 0 ∧ x = y + u))∨((∃u)(u > 0 ∧ x = y + u)∧x > y).
(∃x)(∃y)(x > y ∧ (∀u)u > 0 ∧ x = y + u ∨ (∃u)(u > 0 ∧ x = y + u) ∧ x >y).