17 BAB III ANALISIS KOMPOSISI A. Konsep Penyusunan Komposisi Komposisi musik program “Tabuhan Telu Kagitaan” terbagi dalam tiga bagian yang masing-masing bagiannya menceritakan tentang suasana yang berbeda. Pada bagian pertama menceritakan suasana jalanan di pagi hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta yang tenang menuju keriuhan aktivitas. Diawali dengan permainan pola ritmis, kemudian diikuti leitmotif 1 dengan nada-nada sederhana. Pada bagian tengah komposisi, penulis mencoba menggambarkan keriuhan jalanan pada pagi hari dengan leitmotif-letmotif yang kompleks dan dinamika keras. Pada akhir bagian pertama, nada-nada yang digunakan lebih sederhana, namun tetap menggunakan dinamika keras, guna menggambarkan masih ada aktivitas di jalan. Bagian kedua menceritakan suasana keriuhan di siang hari, masih ditempat yang sama. Pada bagian ini, diawali dengan permainan pola melodi instrumen saron dan demung. Tonalitas yang digunakan adalah Bes mayor. Terdapat berbagai leitmotif, melodi utama terletak pada instrumen piano. Tempo yang digunakan pada bagian kedua adalah allegreto. Pada instrumen saron dan bonang terdapat teknik imbalan Jawa dan Bali. Bagian ketiga menceritakan suasana malam hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta masih terjadi aktivitas. Pada awal bagian ketiga diawali instrumen piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan lantunan adzan maghrib untuk menggambarkan suasana malam dimulai. Tonalitas pada bagian ketiga menggunakan Bes mayor. Instrumen gamelan tetap menggunakan tangganada pentatonis, namun lebih terkesan modern. Pada akhir birama dalam komposisi bagian ketiga, penulis sengaja membuat tidak berakhir pada tonika, karena penulis membebaskan pendengar untuk membayangkan suasana malam di 0 kilometer Jogja yang masih banyak aktivitas. B. Analisis Komposisi Struktur 1 Leitmotife adalah tema melodi yang menggambarkan suatu tokoh atau suasana tertentu.
17
Embed
BAB III ANALISIS KOMPOSISI A. Konsep Penyusunan Komposisirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10064/3/T1_852013005_BAB...17 BAB III ANALISIS KOMPOSISI A. Konsep Penyusunan Komposisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
17
BAB III
ANALISIS KOMPOSISI
A. Konsep Penyusunan Komposisi
Komposisi musik program “Tabuhan Telu Kagitaan” terbagi dalam tiga
bagian yang masing-masing bagiannya menceritakan tentang suasana yang
berbeda. Pada bagian pertama menceritakan suasana jalanan di pagi hari di Titik
Nol Kilometer kota Yogyakarta yang tenang menuju keriuhan aktivitas. Diawali
dengan permainan pola ritmis, kemudian diikuti leitmotif 1 dengan nada-nada
sederhana. Pada bagian tengah komposisi, penulis mencoba menggambarkan
keriuhan jalanan pada pagi hari dengan leitmotif-letmotif yang kompleks dan
dinamika keras. Pada akhir bagian pertama, nada-nada yang digunakan lebih
sederhana, namun tetap menggunakan dinamika keras, guna menggambarkan
masih ada aktivitas di jalan.
Bagian kedua menceritakan suasana keriuhan di siang hari, masih ditempat
yang sama. Pada bagian ini, diawali dengan permainan pola melodi instrumen
saron dan demung. Tonalitas yang digunakan adalah Bes mayor. Terdapat berbagai
leitmotif, melodi utama terletak pada instrumen piano. Tempo yang digunakan
pada bagian kedua adalah allegreto. Pada instrumen saron dan bonang terdapat
teknik imbalan Jawa dan Bali.
Bagian ketiga menceritakan suasana malam hari di Titik Nol Kilometer kota
Yogyakarta masih terjadi aktivitas. Pada awal bagian ketiga diawali instrumen
piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan lantunan adzan
maghrib untuk menggambarkan suasana malam dimulai. Tonalitas pada bagian
ketiga menggunakan Bes mayor. Instrumen gamelan tetap menggunakan
tangganada pentatonis, namun lebih terkesan modern. Pada akhir birama dalam
komposisi bagian ketiga, penulis sengaja membuat tidak berakhir pada tonika,
karena penulis membebaskan pendengar untuk membayangkan suasana malam di
0 kilometer Jogja yang masih banyak aktivitas.
B. Analisis Komposisi Struktur
1Leitmotife adalah tema melodi yang menggambarkan suatu tokoh atau suasana tertentu.
18
Analisis “Tabuhan Telu Kagitaan” komposisi musik program dalam format
gamelan dan combo band dibagi menjadi tiga bagian dan dipaparkan sebagai
berikut :
1. Bagian Pertama “Pagi”
Pada bagian ini berbentuk ABA’CDB’, menggunakan sukat 4/4, dalam
tonalitas Bes mayor, dan bertempo moderato. Menceritakan suasana pagi hari yang
belum terlalu banyak aktivitas menuju hiruk pikuk pagi yang dilakukan masyarakat
Yogyakarta.
Bagian introduksi dimulai birama 1-22 menggunakan progresi akord I-IV
yang menceritakan suasana pagi di 0 kilometer Yogyakarta masih sepi, hanya
beberapa masyarakat yang berlalu-lalang.
Gambar 3.1. birama 1-11
Introduksi awal, birama 1-11 diawali instrumen drum, gitar 1, gitar bas, dan
syntheziser dengan memainkan pola ritmis. Menggambarkan suasana pagi yang
masih sepi.
19
Gambar 3.2. birama 12-23
Birama 12-23, instrumen piano dan gitar 2 memainkan melodi sederhana
secara unisono2. Birama 15 instrumen gitar bas memainkan leitmotif. Pada birama
ini menggambarkan sudah mulai ada beberapa aktivitas di pagi hari.
Birama 16-23 bagian A memiliki tema utama dan leitmotif dengan pola
melodi yang diulang-ulang. Birama 24-31 ada perkembangan bagian A.
Gambar 3.3. birama 16-23
Birama 24-31 leitmotif dimainkan instrumen gitar bas. Instrumen saron,
demung, dan bonang mulai memainkan birama ini. Instrumen bonang memainkan
dengan teknik imbalan Jawa dan pola melodi dimainkan secara berulang-ulang
2 Unisono : memainkan nada dalam satu suara.
20
untuk menambah kesan suasana pagi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang
masih sepi namun ada beberapa aktivitas seperti para penyuplai kebutuhan pasar
yang telah selesai melakukan aktivitasnya, pedagang asongan yang akan kembali
ke rumah, anak-anak muda yang melakukan aktivitas di sekitar 0 kilometer
Yogyakarta.
Gambar 3.4. birama 24-31
Birama 32-39 merupakan transisi bagian A ke B, dengan pola melodi
sederhana yang dimainkan instrumen saron dan demung. Transisi ini
menggambarkan antara aktivitas sebelumnya ke aktivitas berikutya, seperti, para
pedagang koran yang mulai menjajakan dagangannya, masyarakat yang menuju ke
pasar, beberapa anak yang akan berangkat ke sekolah.
Bagian B memiliki leitmotif dengan dua pola melodi yang berbeda dan
dimainkan secara bersamaan, mulai dari birama 40-55. Bagian ini menggambarkan
aktivitas pagi yang sudah mulai ramai. Progresi akord yang digunakan pada bagian
ini IV Vi V.
21
Gambar 3.5. birama 40-55
Birama 56-63 merupakan A’ pengulangan dari bagian A. Leitmotif pada
bagian ini dimainkan instrumen gitar. Bagian A’ berfungsi sebagai interlude dalam
komposisi ini.
Bagian C menggambarkan suasana pagi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta
semakin ramai. Bagian C dimulai dari birama 64-87, leitmotif dimainkan
22
instrumen piano dengan menggunakan pola melodi yang mengadopsi instrumen
sape Dayak Kalimantan.
Gambar 3.6. birama 64-87
Bagian D menggambarkan puncak aktivitas pagi di Titik Nol Kilometer
Yogyakarta. Keriuhan pagi hari digambarkan dalam birama 88-107, instrumen
gitar bas memainkan leitmotif dengan teknik tapping3, drum memainkan irama
salsa, saron dan demung memainkan leitmotif dengan pola melodi yang sederhana.
3 Tapping adalah salah satu teknik permainan gitar atau gitar bas yang menggabungkan tangan kanan dan kiri dengan menggunakan teknik hammer on.
23
Gambar 3.7. birama 88-107
Birama 108-124 adalah bentuk B’ bagian pengulangan dari bagian B,
walaupun bersifat pengulangan, leitmotif bagian B’ ini pola melodi dimainkan
secara bergantian oleh gitar bas dan piano. Birama 116-124 terdapat unisono pada
instrumen piano dan gitar. Bagian B’ menggambarkan aktivitas di pagi hari di
Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang kembali sepi, meski masih tetap ada
aktivitas.
24
Gambar 3.8. birama 108-124
2. Bagian Kedua “Siang”
Bagian kedua bertempo allegreto yang memiliki bentuk AA’BAB’C, dengan
sukat 4/4 serta menggunakan tonalitas Bes mayor. Bagian kedua ini menceritakan
aktivitas suasana siang di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, seperti, aktivitas pulang
sekolah, istirahat makan siang, wisatawan yang berlibur di Yogyakarta. Penulis
banyak menggunakan pengulangan-pengulangan pada komposisi bagian kedua ini,
yaitu pola melodi, leitmotif, dan bentuk lagu.
Bagian A dalam komposisi ini menggambarkan suasana siang hari di Titik
Nol Kilometer Yogyakarta dimana aktivitas belum begitu ramai, hanya beberapa
pengguna jalan dan wisatawan yang melintasi daerah tersebut. Bagian ini
digambarkan pada birama 125-158 yang diawali introduksi pada birama 125-132
dengan menggunakan progresi akor I VII IV iii yang dimainkan instrumen gitar
dan gitar bas, instrumen drum, saron, demung memainkan aksen-aksen, instrumen
piano dan bonang sebagai ketukan. Birama 133-142 instrumen saron dan demung
memainkan pola melodi secara bersahutan.
25
Gambar 3.9. birama 125-142
Birama 143-158 dalam bentuk A menggambarkan tema utama dan leitmotif
dengan pola melodi yang diulang-ulang, yang dimainkan instrumen piano. Progresi
akord yang digunakan I Vi V IV dimainkan instrumen gitar, gitar bas, dan
synthesizer. Pada birama ini menggambarkan wisatawan yang sedang menikmati
suasana siang di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
26
Gambar 3.10. birama 143-158
Birama 159-174 merupakan pengulangan dari bentuk A. Pada birama ini
instrumen saron dan demung memainkan pola melodi sederhana, instrumen
bonang memainkan dengan teknik imbalan Jawa.
Gambar 3.11. birama 159-174
27
Bentuk B pada bagian kedua ini terletak pada birama 175-182 yang
menggambarkan aktivitas wisatawan, pekerja yang sedang istirahat makan siang,
anak-anak pulang sekolah, dan masyarakat Yogyakarta yang berada ataupun
melintasi daerah Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Leitmotif dan pola melodi
terletak pada instrumen saron dan demung, sedangkan instrumen bonang
menggunakan teknik tabuhan Solo diamana bonang barung memainkan pada
ketukan sinkop dan bonang penerus memainkan pola ritme yang berulang-ulang.
Gambar 3.12. birama 175-182
Birama 183-198 secara keseluruhan merupakan pengulangan dari bentuk A.
Pada birama 199-214 merupakan transisi menuju bentuk B’. Instrumen saron
memainkan pola teknik imbalan Jawa dan demung memainkan pola melodi
sederhana yang merupakan pengulangan melodi pada bentuk B.
28
Gambar 3.13 birama 199-214
Bentuk B’ dalam bagian kedua terletak pada birama 215-230 merupakan
pengulangan bentuk B. Pada bentuk ini piano memainkan pola melodi yang sama.
Instrumen piano memainkan melodi secara oktav menggambarkan aktivitas siang
hari yang semakin ramai.
Gambar 3.14. birama 215-230
Birama 231-238 merupakan transisi dari bentuk B’ ke C. Bentuk C
merupakan akhir dari komposisi bagian kedua yang terletak pada birama 239-246
29
yang menggambarkan suasana siang hari di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dari
keriuhan menuju suasana normal. Progresi akord yang digunakan pada bentuk C
IV V iii IV-IV V iii I, leitmotif dan pola melodi terletak pada instrumen piano,
saron, dan demung.
Gambar 3.15. birama 239-246
3. Bagian Ketiga “Malam”
Bagian ketiga merupakan akhir dari komposisi Tabuhan Telu Kagitaan.
Bagian ketiga birama 247-282 bertempo allegreto, terjadi perubahan tempo pada
birama 283-343 menjadi vivace. Bentuk atau form yang digunakan pada bagian
ketiga AA’BCB’, dengan sukat 4/4 serta menggunakan tonalitas Bes mayor.
Bagian ini menggambarkan tentang suasana malam hari di Titik Nol Kilometer
kota Yogyakarta masih terjadi aktivitas.
Birama 247-266 merupakan bentuk A dari bagian ketiga komposisi ini.
Diawali instrumen piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan
lantunan adzan maghrib yang menggambarkan awal dari suasana malam. Birama
251 instrumen bonang mulai muncul dan instrumen synthesizer pada birama 259.
Progresi akord yang digunakan I Vi V IV.
30
Gambar 3.16. birama 247-266
Bentuk A’ dalam bagian ketiga terletak pada birama 267-282 merupakan
pengulangan bentuk A. Bentuk ini lantunan adzan maghrib perlahan menghilang
digantikan oleh leitmotif yang dimainkan instrumen saron dengan pola melodi
sederhana, menggambarkan mulainya aktivitas pada suasana malam yang
berbarengan dengan aktivitas perjalanan pulang dari tempat kerja, bimbingan
belajar, kuliah, dan lain sebagainya.
31
Gambar 3.17. birama 267-282
Transisi menuju bentuk B terjadi pada birama 283-290 menggambarkan
tentang perpindahan dari aktivitas sebelumnya menuju aktivitas yang lebih ramai
dengan adanya perubahan tempo menjadi vivace dan dinamika forte.
Gambar 3.18. birama 283-290
32
Bentuk B pada bagian ketiga ini menggambarkan aktivitas malam di Titik
Nol Kilometer Yogyakarta yang semakin ramai, para wisatawan yang sedang
duduk-duduk di daerah 0 kilometer Yogyakarta, pedagang yang berjualan,
pengguna jalanan yang melintas. Birama 291-306 terdapat dua leitmotif dengan
pola melodi yang berbeda, leitmotif pertama dimainkan instrumen piano yang
kedua dimainkan instrumen saron dan demung. Progresi akord yang digunakan vi
V IV iii dan menggunakan irama rock.
Gambar 3.20. birama 291-306
Bentuk C birama 307-318 menggambarkan dibalik keramaian suasana
malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta terdapat keegoisan dari masyarakat
yang berada di daerah ini, seperti masih banyak wisatawan yang membuang
sampah sembarngan, pengguna jalan raya yang tidak mau memberi jalan untuk
pejalan kaki yang akan menyeberang. Birama 307-310 dimainkan secara unisono
instrumen combo band. Birama 311-314 dimainkan secara unisono instrumen
gamelan, sedangkan instrumen drum memainkan irama yang sama dengan bentuk
B sebagai pengatur tempo.
33
Gambar 3.21. birama 307-318
Bentuk B’ merupakan bentuk akhir dari bagian ketiga, yaitu birama 319-334.
Secara keseluruhan merupakan pengulangan dari bentuk B. Birama 327-334 terjadi
perubahan ritme permainan instrumen drum dan gitar bas, yang menggambarkan
suasana malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta semakin malam semakin ramai.