III. METODOLOGI 3. 1. Lokasi dan Waktu Peneliti an Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang memiliki luas 2.289,8 ha. Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April – Nopember 2006. Gambar 3 Peta lokasi penelitian Teluk Tamiang Kalimantan Selatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Lama inkubasi = selama 3 jam (dari jam 9.00 – 12.00)O2 = Oksigen terlarut (mg/l)KF = Kuosien Fotosintesa = 1,21000 = konversi liter menjadi m3 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32)
(Ryther, 1965 didalam Kaswadji et al ., 1993). Jika diasumsikanbahwa dalam satu hari terdapat 12 jam terang, maka dalam satu hariGP x 4 jam.
- Kelimpahan Plankton. Sampel diambil dengan menyaring air sebanyak 200 liter
melalui plankton net no. 25 dan dimampatkan menjadi sekitar 25 ml dan diawetkan
dengan menambahkan 5 – 10 tetes larutan formalin 10 ppm. Identifikasi jenis
dilakukan dengan bantuan mikoskop dan buku identifikasi Davis (1955).
Perhitungan kepadatan plankton dilakukan dengan menggunakan Sedgwick Rafter
Counting Chamber dibawah mikroskop (APHA, 1992). Kelimpahan plankton (K)
ditentukan dengan metode penyapuan (sensus) dengan menggunakan Sedwick
Vs = Volume air yang tersaring (ml)Va = Volume air yang disaring (l)N = Jumlah plankton yang teramati
Vo = Volume air yang diamati (ml)
- Bentos. Sampel sedimen diambil dengan alat bantu Ekman grab pada 10 titik
sampling. Selanjutnya contoh sedimen yang diperoleh disimpan kedalam kantong
plastik, diawetkan dengan formalin 10 ppm. Kepadatan/kelimpahan bentos (K)
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
1000 x a K = -------------
b
Dimana :
K = Kepadatan makrozobentos (individu/m2)a = jumlah makrozobentosb = Luas bukaan mulut Ekman Grab (cm2)
1000 = konversi dari cm2 ke m2
Stabilitas Komunitas
Stabilitas komunitas plankton dan bentos dinyatakan dengan indeks keanekaragaman
(H1) oleh Shannon Wiener (Odum, 1971) dan indeks keseragaman (E) Evennes Index
(Odum, 1971) serta indeks dominansi (C) Shannon Wienner (Odum, 1971), yang
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
- Indeks Keanekaragaman (H1)
Keanekaragaman dihitung dengan rumus Index Shannon Wiener (Odum, 1971):
H1 = ∑ (ni ) ln (ni )N N
Dimana : H
1= indeks Keanekaragaman
ni = jumlah individu tiap spesiesN = jumlah individu seluruh spesiesKisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan sebagai berikut :H
1< 1 = keanekaragaman populasi kecil dan komunitas rendah
H1
< 1 < 3 = keanekaragaman populasi sedang dan komunitas sedangH
1< 3 = keanekaragaman populasi tinggi dan komunitas tinggi
Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Index (Odum,
1971).
H 1
E = LnS
Dimana :E = indeks keseragamanH1 = indeks keanekaragamanS = jumlah spesies
Nilai keseragaman berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai E mendekati 0, makasebaran individu antar jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, makasebaran individu antar jenis merata.
- Indeks Dominansi (C)
Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Odum,
1971) sebagai berikut :
C = ∑ (Pi)2
Dimana :C = Indeks Dominansini = Jumlah individu taksa ke-iN = Jumlah total individuPi = ni/N = Proporsi spesies ke-i
Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 – 1. Bila nilai indeks dominansimendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan,namun bila nilai indeks dominasi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan.
Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis statistik uji beda nyata digunakan
alat bantu piranti lunak Excel Stat Pro 7.5 dan SPSS 11,5.
3.2.2. Karakterisasi Oseanografis.
- Pasang surut. Diukur dengan alat bantu papan pembaca yang dipasang di lokasi
penelitian. Pembacaan tinggi permukaan air dilakukan selama 3x24 jam pada saatpasang purnama dan surut terendah yang bertujuan untuk mengetahui volume
perairan baik pada saat pasang maupun surut serta polanya yang berkaitan dengan
proses pengenceran (flushing time ). Hasil pengamatan pasang surut diklarifikasi
dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI-AL
untuk stasiun pengamatan Kotabaru. Sementara kecepatan arus pasang surut di
pH meter Refraktometer DO meter Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol BOD, DO meter
3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan
Penentuan kelayakan/kesesuaian bioteknis untuk pengembangan budidaya
KJA dilakukan dengan metode pembobotan dan penilaian (skoring) untuk setiap
parameter yang berpengaruh pada kelayakannya untuk ikan kerapu yang diberikan
oleh Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) (Tabel 2). Dalam metode
ini pertama-tama ditentukan parameter-parameter utama yang berpengaruh padakegiatan budidaya KJA ikan kerapu, kemudian sesuai dengan perannya parameter-
parameter tersebut diberi bobot dan skor. Bobot menunjukan kepentingan parameter
pada keberhasilan budidaya. Nilai yang diberikan adalah rentang 1 s/d 5. Semakin
tinggi nilai, semakin penting peranannya. Skor (s) dibagi dalam empat kategori yaitu
skor 4 (sangat layak) di mana nilai parameter tersebut sangat layak (optimum), skor 3
selisih nilai maksimal dan minimal dibagi kedalam 4 kategori (klas) yaitu a) sesuai tinggi
(S1), b) sesuai sedang (S2), c) sesuai rendah (S3), dan d), tidak sesuai (N), yang
penentuannya terlebih dulu dilakukan perhitungan nilai selang klas kesesuaian dengan
persamaan sebagai berikut :
Selang Kelas Kesesuaian (X) = ∑ nilai maksimal - ∑ nilai minimalBanyak Klas
Selanjutnya untuk menentukan tingkatan kesesuaian/kelayakan perairan bagi
pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu yang terbagi 4 kategori (klas) dari kisaran
total nilai (bobot x skor) pada setiap stasiun pengamatan dengan klas kesesuaian,
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Klas kesesuaian
Kesesuaian tinggi (S1) nilainya berkisar antara = (∑ maks - X) s/d (∑ maks)Kesesuaian sedang (S2)nilai berkisar antara = (∑ maks -1-2X) s/d (∑ maks -1-X)Kesesuaian rendah (S3) nilai berkisar antara = (∑ maks -2-3X) s/d (∑ maks -2-2X)Tidak sesuai (N) nilai berkisar antara = < (∑ maks -3-3X)
Untuk menganalisis secara spasial, titik-titik stasiun pengamatan terlebih dulu
dilakukan interpolasi yang merupakan suatu metode pengelolaan data titik menjadi
area (polygon ). Dari hasil interpolasi masing-masing parameter kualitas perairan yang
diperoleh, disusun dalam bentuk peta tematik. Luasan perairan yang layak/sesuai bagi
pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung yang dihasilkan
setelah seluruh data parameter utama pembobotan dalam bentuk peta tematik di
overlay (tumpang susun).
Kemudian penentuan luas areal perairan yang layak/sesuai bagi
pengembangan budidaya KJA Ikan kerapu dilakukan dengan bantuan perangkat
Sistem Informasi Geografis (SIG) piranti lunak ArcView versi 3.3 dan Surfer 8.0.
Diagram alir penyusunan tingkat kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya ikan
kerapu dalam keramba jaring apung disajikan pada Gambar 5.
pengamatan sebanyak 1 kali 1 bulan selama 6 bulan didalam kurungan karamba
maupun lingkungan sekitarnya. Untuk parameter DO dan salinitas diukur secara
”insitu” yaitu di setiap stasiun pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x
kedalaman laut) (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO,
1936 didalam Hulagalung et al 1997). Sedangkan untuk parameter lainnya contoh
air dimasukan kedalam botol sampel kemudian diawetkan dalam suhu dingin (es)
pada kotak pendingin (cool box ) dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.
Untuk mengetahui pertumbuhan ikan diukur setiap bulan sekali dengan cara
menimbang sebanyak 25 ekor per keramba jaring apung dengan alat bantu
timbangan OHAUS berketelitian 0,1 gr.
Untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan
(RKP), dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
Sintasan (%)= (jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian/jumlah ikan saattebar) x 100%
LPH (gr/hari)= (Wt-Wo)1/t, dimana Wt: bobot ikan pada akhir penelitian (gr);Wo: bobot ikan pada awal penelitian (gr); t (hari) dan
RKP = jumlah pakan yang diberikan/berat biomass ikan yang dihasilkan
3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya
(Internal Loading )
Untuk menduga jumlah limbah budidaya ikan kerapu (berupa feses maupu sisa
pakan) yang terbuang dari keramba ke lingkungan perairan di bagian luar jaring
dipasang jaring halus mesh size 20 mikron. Jaring halus tersebut dipasang di luar
jaring apung (tempat pemeliharaan ikan). Perangkap tersebut diikatkan pada sebuah
bingkai yang terbuat dari kayu ulin berbentuk segi empat yang berukuran 3,5 x 3,5
meter, dan bagian bawah perangkap dipasangi pemberat (Gambar 6). Pengumpulan
limbah sisa pakan dan feses dilakukan setiap bulan sekali sebanyak 6 kali samplingulangan (selama kegiatan budidaya). Untuk pengumpulan sisa pakan dilakukan 2 jam
setelah pemberian pakan, sedangkan untuk pengumpulan feses, jaring halus
dipasang selama 24 jam sebelum koleksi feses. Limbah yang terkumpul kemudian
dipisahkan antara feses dan sisa pakan. Baik feses maupun sisa pakan kemudian
ditimbang dan selanjutnya dianalisa kadar proximat yang terdiri dari yaitu lemak kasar
Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P (TN dan TP) didasarkan atas data
kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah, dan dalam karkas ikan kerapu
(Baveridge, 1987, Barg, 1992). Pendugaan total N dan P mengacu pada metode
Ackefors dan Enell (1990 didalam Barg, 1992), dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
Persamaan untuk Loading N dan P adalah :Kg P = (A x Cdp) – (B x Cfp)Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn)Dimana :
A = bobot basah pakan rucah yang digunakan (kg)B = bobot basah kerapu yang diproduksi (kg)Cd = kandungan phosphor (Cdp) dan nitrogen (Cdn) di pakan diekspresikan
sebagai % bobot basah)Cf = kandungan phosphor (Cfp) dan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan, diekspresikan
sebagai % bobot basah.
3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan(Antropogenik ) (Eksternal Loading )
Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada di daratan
mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Land Ocean
Interactionin the Coastal Zone (LOICZ) Project (Malou San Diego-
Pendugaan kuantitatif limbah yang bersumber dari daratan (upland ) berasal dariaktivitas (1) pemukiman, dan (2) peternakan, bertujuan untuk mengetahui besaran
potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen dan phosphor) ke perairan teluk
antara lain :
(1) Aktivitas Pemukiman. Besaran limbah organik (Total N dan P) yang berasal dari
pemukiman, dihitung dengan cara sensus yaitu menghitung secara langsung
jumlah penduduk yang bermukim disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar
kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari) dan limbah cair
(liter/hari), maka jumlah penduduk tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dariberbagai acuan antara lain dari 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997), dan 3)
World Bank didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 3).
Flushing time (F) yaitu waktu (jumlah hari) yang diperlukan limbah berdiam (tinggal)
dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Penentuan Flushing
time ditentukan dengan menggunakan formula :
F = 1 / D
Laju pengeceran (dilution ) D, dapat dihitung dengan metode pergantian pasang
yaitu :
D = (Vh – Vl) / T x Vh
Dimana : (Vh – VI) adalah volume pergantian pasangVh = volume air dalam badan air saat pasang tertinggi (m3)VI = volume air dalam badan air saat surut (m3)T = periode pasang dalam satuan hari
Perhitungan Volume Badan Air Teluk diukur pada saat pasang tertinggi (MHWS
(Mean High Water Spring ), dan pada saat surut terendah MLWS (Mean Low Water
Spring ) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Vh = A.h1 dan Vl = A.h0
Dimana : A = luas perairan teluk (m2)h1 dan h0 = kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendahVh = Volume air pada saat pasang tertinggiV1 = Volume air pada saat surut terendahVh – Vl = perubahan volume karena efek pasut.
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung konsentrasi [Nlp] hasil pengkayaan nutrien
ini dihubungkan dengan nilai nitrogen (Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk
budidaya (Kep-51/MENLH/2004) untuk mendapatkan nilai kapasitas optimal produksi
budidaya (Prodopt) dengan pengertian bahwa nilai konsentrasi [Nlp] berasal dari limbah
produksi ikan (per unit rakit KJA) dan antropogenik tidak melebihi baku mutu, maka
produksi optimal dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :
(Prodopt) (ton) = [Nbm] dimana : [Nbm] = [N] baku mutu perairan untuk budidaya[Nlp] (0,3 – 1 ppm) selang konsentrasi
Ammonia (NH3N) yang dipersyaratkan
[Nlp] = Konsentrasi [N] limbah produksi ikandan antropogenik hasil pengkayaan nutrien .
Produksi optimal (Prodopt) adalah jumlah produksi ikan yang dapat dihasilkan oleh unit
budidaya (unit rakit KJA) tanpa melampaui baku mutu perairan yang dipersyaratkan.
Nilai pendugaan produksi optimal adalah perbandingan antara konsentrasi [N] baku
mutu dengan konsentrasi [N] limbah produksi. Bila diketahui output limbah N hasil
produksi dalam 1unit KJA, maka akan dapat diketahui jumlah produksi ikan secara
optimal.
Pendekatan 2.
Mengacu Kepada Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Bahan Organik
Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas ketersediaan
kandungan oksigen terlarut dari badan air dan bahan organik, dengan mengacu pada
formula yang dikemukakan oleh Willoughby (1968 didalam Meade, 1989), dan Boyd
(1990). Pergantian air akibat pasang surut akan menyediakan atau memasok oksigen
terlarut sehingga konsumsi oksigen oleh organisme non budidaya tidak signifikan. Hal
ini berarti bahwa perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah ikan yang
menggunakan oksigen terlarut, di mana O2 dipasok baik yang berasal dari aliran air
pasang surut maupun difusi dari udara.
Tahap 1. Menentukan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air adalah
perbedaan antara konsentrasi O2 terlarut didalam inflow (Oin) dan
konsentrasi O2 terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya
(Oout) yaitu 4 ppm (Boyd, 1990). Jika volume air teluk (Qo m3) diketahui,
maka total oksigen yang tersedia dalam perairan (O2) selama 24 jam
(1.440 menit/hari) adalah :
= Qo m3 /min x 1.440 min/hari x (Oin – Oout)g O2 / m3
= A g m3
/hari/1000
= B kg O2
Dimana : Qo = volume ar teluk (m3 )Qin = kandungan oksigen terlarut didalam badan air (mg/l)Oout = kadar oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan (mg/l)1.440= jumlah menit dalam satu hari
Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan organik diketahui
berdasarkan Willoughby (1968 didalam Meade, 1989) bahwa setiap 1 kg
limbah organik memerlukan 0,2 kg O2 / limbah organik.
Tahap 2. Untuk pendugaan daya dukung yang diijinkan dengan mengacu bahwa
untuk setiap kilogram limbah bahan organik membutuhkan 0,2 kg O2
sehingga dapat diduga kemampuan perairan untuk menampung limbah
bahan organik maksimal yang diijinkan. Dengan demikian, beban limbah