7 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Preeklampsia 2.1.1 Definisi Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuria pada ibu dengan usia kehamilan ≥28 minggu, dengan catatan bahwa tidak semua ibu dengan preeklampsia memperlihatkan edema 8 . Jika gejala yang muncul adalah gejala preeklampsia dan ditambah dengan gejala lain, seperti koma dan/atau kejang, maka hal tersebut diklasifikasikan sebagai eklampsia 9 . Preeklampsia dideskripsikan sebagai disease of theories karena penyebab pastinya yang masih belum diketahui. Beberapa teori menunjukkan hubungan preeklampsia dengan (1) invasi abnormal sitotrofoblas terhadap arteriol spiralis, (2) hipoperfusi uteroplasenta, (3) ketidakseimbangan antara peningkatan sintesis thromboxane dengan penurunan produksi prostaglandin I2, (4) peningkatan stress oksidatif, (5) gangguan metabolisme endothelin, atau disfungsi endothelial, (6) perubahan reaktivitas vaskuler, (7) penurunan laju filtrasi ginjal dengan retensi natrium dan air, (8) penurunan volume intravaskuler, (9) peningkatan iritabilitas sistem saraf pusat 1011 dengan hipotesis terkuat pada poin terganggunya plasenta pada awal kehamilan 12 . 2.1.2 Epidemiologi Kondisi hipertensi kehamilan dapat berupa preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik (hipertensi primer, maupun hipertensi sekunder yang disebabkan oleh insufisiensi renal, penyakit endokrin, dan penyebab lain), hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi transien 11 . Preeklampsia yang merupakan bagian dari kondisi hipertensi dalam kehamilan adalah gangguan multiorgan pada kehamilan yang sangat berhubungan dengan
27
Embed
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Preeklampsia 2.1.1 Definisieprints.undip.ac.id/53762/3/Adhityadeva_NT_22010112140029_LapKTI... · 10 2.1.4.1 Usia Duckitt melaporkan peningkatan risiko
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuria pada ibu
dengan usia kehamilan ≥28 minggu, dengan catatan bahwa tidak semua ibu
dengan preeklampsia memperlihatkan edema8. Jika gejala yang muncul adalah
gejala preeklampsia dan ditambah dengan gejala lain, seperti koma dan/atau
kejang, maka hal tersebut diklasifikasikan sebagai eklampsia9.
Preeklampsia dideskripsikan sebagai disease of theories karena
penyebab pastinya yang masih belum diketahui. Beberapa teori menunjukkan
hubungan preeklampsia dengan (1) invasi abnormal sitotrofoblas terhadap
arteriol spiralis, (2) hipoperfusi uteroplasenta, (3) ketidakseimbangan antara
peningkatan sintesis thromboxane dengan penurunan produksi prostaglandin I2,
(4) peningkatan stress oksidatif, (5) gangguan metabolisme endothelin, atau
disfungsi endothelial, (6) perubahan reaktivitas vaskuler, (7) penurunan laju
filtrasi ginjal dengan retensi natrium dan air, (8) penurunan volume intravaskuler,
(9) peningkatan iritabilitas sistem saraf pusat1011 dengan hipotesis terkuat pada
poin terganggunya plasenta pada awal kehamilan12.
2.1.2 Epidemiologi
Kondisi hipertensi kehamilan dapat berupa preeklampsia-eklampsia,
hipertensi kronik (hipertensi primer, maupun hipertensi sekunder yang
disebabkan oleh insufisiensi renal, penyakit endokrin, dan penyebab lain),
hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi transien11.
Preeklampsia yang merupakan bagian dari kondisi hipertensi dalam kehamilan
adalah gangguan multiorgan pada kehamilan yang sangat berhubungan dengan
8
mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal. Komplikasi kehamilan berupa
preeklampsia di Amerika Serikat mencapai angka 6-11%, dengan insidensi 23.6
kasus per 1000 persalinan, sementara angka preeklampsia di negara berkembang
dipastikan lebih tinggi daripada angka di Amerika Serikat. Data terbaru
menyatakan bahwa preeklampsia menyebabkan 15.9% kematian ibu di Amerikat
Serikat dan merupakan penyebab utama angka mortalitas dan morbiditas
perinatal13.
Insidensi preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi mengalami peningkatan
yang cukup signifikan yang dibuktikan oleh Wahdi (2000) yang mengemukakan
bahwa angka kematian ibu akibat preeklampsia/eklampsia selama tahun 1996-
1998 adalah 48% sedangkan pada tahun 2010 insidennya menjadi 76.17%. Di sisi
lain, preeklampsia juga bertanggungjawab terhadap 30-50% kematian perinatal
dan kasus bayi kecil untuk masa kehamilan14.
2.1.3 Patofisiologi
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus,
mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis
medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua
kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel
endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari
miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan
sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai
volume darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada
preeklampsia, invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua
proksimal, dengan 30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental bed
luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari
arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter
eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali
lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat
terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama
9
kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli
mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi
pada preeklampsia.
Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan
perfusi uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi
progresif selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia
menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi
yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris
lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan etiologi dari
preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan.
Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di
antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan
substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan, anti
platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini menyebabkan
munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang merupakan respon
dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Data dari
hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai patogenesis awal
preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan merupakan
penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan kehamilan tersebut.
Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia, faktor gangguan kesehatan pada ibu
yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis, diabetes, dan
hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal
yang lebih lanjut15.
2.1.4 Faktor resiko16
Faktor risiko adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang
untuk menderita penyakit tertentu. Hal ini penting untuk diketahui agar pemberi
layanan kesehatan dapat melakukan tindakan preventif atau rencana tata laksana
untuk mencegah atau mengurangi derajat kesakitan penyakit tersebut. Faktor
risiko yang dipaparkan akan menjadi karakteristik maternal pada penelitian ini.
10
2.1.4.1 Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali
lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada, maupun multipara.
Usia muda tidak meningkatkan risiko preeklampsia secara bermakna. Robillard,
dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat
dengan usia ibu.16
2.1.4.2 Paritas
Preeklampsia sering disebut sebaga penyakit kehamilan pertama karena
banyaknya kasus preeklampsia yang muncul pada kehamilan pertama. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa nuliparitas meningkatkan kemungkinan
terjadinya preeklampsia sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan ibu yang masuk ke
dalam golongan multiparitas adalah ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali
dan tidak lebih dari 4 kali, memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami
preeklampsia.
2.1.4.3 Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat. Kehamilan
pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak
perinatal yang buruk.16
2.1.4.4 Kehamilan multiple
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan
kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat. Analisa lebih
lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir 3 kali lipat
dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan
ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia
dibandingkan kehamilan normal.16,17
11
2.1.4.5 Hipertensi Kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% dan hampir setengahnya adalah
preeklampsia onset dini (≤ 34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal
yang lebih buruk. Chappel juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang
dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia superimposed
pada wanita hamil dengan hipertensi kronik.18
2.1.4.6 Jarak Kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan
bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan nulipara. Robillard, dkk
melaporkan bahwa risiko preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan
lamanya interval dengan kehamilan pertama.16,19
2.1.4.7 Indeks Massa Tubuh dan Obesitas sebelum Hamil
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin
besar dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan
resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia.10 Obesitas
meningkatkan risiko preeklampsia sebanyak 2, 47 kali lipat, sedangkan wanita
dengan IMT sebelum hamil > 35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki
risiko preeklampsia 4 kali lipat. Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-
Agudelo dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi
preeklampsia pada kehamilan di populasi wanita yang kurus (BMI < 19,8) adalah
2,6% dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk (BMI > 29,0).20
2.1.4.8 Usia Kehamilan
Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan berdasarkan
waktu onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset terjadi pada usia
12
kehamilan <34 minggu, sedangkan late onset muncul pada usia kehamilan ≥34
minggu. Preeklampsia early onset merupakan gangguan kehamilan yang dapat
mengancam jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan semakin
tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia yang terjadi pada
usia kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000 persalinan dan insidensi
preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu adalah 9.62/1000 persalinan21.
2.1.5 Cara mendiagnosis
Proses menyingkirkan diagnosis banding harus dilakukan dengan hati-
hati karena gejala klinik dan tanda yang muncul mungkin saja tidak spesifik.
Prinsip yang harus ditekankan adalah preeklampsia sangat potensial untuk
menjadi fulminan, maka dari itu kecurigaan akan terjadinya preeklampsia harus
ada walaupun gejala yang muncul tidak berat. Sebanyak 40%-90% ibu dengan
preeklampsia sering mengeluh nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen22, selain itu gejala klinik yang sering muncul adalah sakit kepala,
penglihatan kabur, dan mual atau muntah23.
Pada preeklampsia, kriteria diagnosis yang dibutuhkan adalah tekanan
darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau
lebih pada ibu dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu dan riwayat tekanan
darah sebelum kehamilan ibu tersebut adalah normal. Selain itu kriteria diagnosis
yang dibutuhkan adalah adanya protenuria 0.3 gram atau lebih protein pada urin
tampung 24 jam (diindikasikan dengan uji protein carik celup+1 atau lebih).
Sedangkan kriteria diagnosis yang dibutuhkan untuk preeklampsia berat
adalah tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik
110 mmHg atau lebih pada dua kali pengukuran dengan jeda antara
masingmasing pengukuran adalah 6 jam dan pasien dalam keadaan istirahat tirah
baring. Kriteria proteinuria pada preeklampsia berat adalah adanya 5 gram atau
lebih protein pada urin tampung 24 jam ditunjukkan dengan hasil uji carik celup
+3 atau lebih pada uji carik celup dengan 2 kali pengujian dan jarak antara satu
13
pengukuran dengan pengukuran lain adalah paling tidak 4 jam. Gejala lain yang
mendukung diagnosis preeklampsia berat adalah oliguria (produksi urin dalam
24 jam tidak lebih dari 500 ml), skotoma penglihatan, edem pulmo atau sianosis,