BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUASAAN HAK MILIK PROPERTI ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Atas Tanah 2.1.1. Macam-Macam Hak Atas Tanah Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. 1 Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA menyebutkan : (1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah : a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. Diantara macam-macam hak atas tanah diatas, hak milik yang merupakan hak yang paling kuat, terpenuh dan hak turun temurun yang dapat dimiliki seseorang atas tanah, serta memiliki kewenangan kepada pemilik tanah untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas bidang tanah hak milik yang dimiliki tersebut berupa hak guna bangunan, hak pakai ataupun 1 Urip Santoso II, op cit, hal. 87 42
27
Embed
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUASAAN HAK MILIK … II.pdf · bab ii tinjauan umum tentang penguasaan hak milik properti atas tanah dan bangunan oleh warga negara asing di indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUASAAN HAK MILIK PROPERTI ATAS
TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA
2.1. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Atas Tanah
2.1.1. Macam-Macam Hak Atas Tanah
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu
“Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum”.1
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA menyebutkan :
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
yang disebutkan dalam Pasal 53.
Diantara macam-macam hak atas tanah diatas, hak milik yang merupakan hak yang
paling kuat, terpenuh dan hak turun temurun yang dapat dimiliki seseorang atas tanah, serta
memiliki kewenangan kepada pemilik tanah untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas
bidang tanah hak milik yang dimiliki tersebut berupa hak guna bangunan, hak pakai ataupun
1 Urip Santoso II, op cit, hal. 87
42
pengecualian hak guna usaha) yang hampir sama dengan kewenangan Negara untuk memberikan
hak atas tanah kepada masyarakat. Hak ini meskipun tidak mutlak sama, tetapi dapat dikatakan
serupa dengan eigendom atas tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
memberikan kewenangan yang terluas pada pemiliknya.2
Hak atas tanah berikutnya yakni hak guna usaha, yang pengertiannya dijabarkan dalam
Pasal 28 UUPA yang menyebutkan :
(1) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan,
pertanian, perikanan dan peternakan.
(2) Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan
ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang
layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Hak guna bangunan diatur di dalam Pasal 53 UUPA yang menyebutkan sebagai berikut :
(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 diperpanjang dengan waktu
paling lama 20 tahun.
(3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Hak guna bangunan digunakan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah
yang bukan milik sendiri dengan jangka waktu tertentu yakni selama 30 tahun. Jadi, dalam hal
ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah di mana bangunan tersebut didirikan.
Hak atas tanah berikutnya yakni hak pakai yang terdapat di dalam Pasal 41 ayat (1) dan
ayat (2) UUPA menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 41:
(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
2 Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, op cit, hal.30
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.
(2) Hak pakai dapat diberikan :
a. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu;
b. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur
kekerasan
Pengertian dari “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak
pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan pengertian dari
“memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk
kepentingan lain selain dari mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan,
perkebunan.3
Hak atas tanah selanjutnya yakni hak sewa untuk bangunan, ketentuan mengenai hak
sewa untuk bangunan disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUPA, secara khusus diatur
dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA. Menurut Pasal 44 ayat (1) UUPA, seseorang atau suatu
badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak menggunakan tanah milik
orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewa.
Dalam penjelasan Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA dinyatakan bahwa “Oleh karena hak
sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus, maka disebut tersendiri. Hak
sewa hanya disediakan untuk bangunan, bangunan berhubung dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1)
UUPA. Hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat sementara (Pasal 16 jo. Pasal 53).
Negara tidak dapat menyewakan tanah ke Negara bukan pemilik tanah.” Dalam hal ini pemilik
tanah menyerahkan tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan tujuan agar
3 Urip Santoso II, op cit, hal. 115
penyewa mendirikan bangunan di atas tanah yang telah disewa, baik itu untuk dijadikan tempat
tinggal maupun tempat usaha oleh penyewa.4
Berikutnya, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yakni hak yang hanya dapat
dipunyai oleh warga Negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak
milik atas tanah itu.5
2.1.2. Subyek Hak Atas Tanah
Mengenai subyek hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pokok
Agraria, menyebutkan bahwa :
Pasal 21:
(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya .
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian
pula warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya
undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam
jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak
dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh
warga Negara Indonesia saja dan tidak dapat dimiliki oleh warga Negara asing dan badan hukum
yang didirikan di Indonesia maupun yang didirikan di luar negeri. Hal ini membuktikan bahwa
tidak ada pihak lain yang dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah di Indonesia. Undang-
4 Urip Santoso I, op cit, hal. 130 5 Realmaczma, 2011, Hak Atas Tanah Menurut UUPA”, available from : URL :
http://realmaczman.wordpress.com/2011/06/15/hak-atas-tanah-menurut-uupa/, diakses pada tanggal 20 Nopember
tanah tidak boleh menimbulkan kerugian bagi siapapun juga, penggunaannya harus disesuaikan
dengan keadaan dan sifat haknya, adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan umum dan tanah harus diperhatikan dengan baik pemeliharaannya agara bertambah
kesuburan dan mencegah kerusakannya.13
Menurut Sudargo Gautama dalam bukunya yang berjudul Indonesian Business Law,
menjelaskan mengenai hak milik yang berlaku di Indonesia yakni sebagai berikut:
“Hak milik was fullest right in land recognized by adat law. Diespite as Dutch
designation, which implied a mere possessory interest, it was comparable to the
European eigendom. It could be held individually, jointly or by the entirety, could be
sold, bequeathed or otherwise transferred, and could be used as security for a debt. It
was also the basis of lesser rights, such a usufruct and lease.”14
Terjemahannya adalah hak milik adalah hak sepenuhnya di Negara yang mengakui adanya
hukum adat, meskipun berasal dari Belanda hal ini serupa dengan hukum dari Eropa. Hak milik
dapat dijadikan milik pribadi atau kerja sama, dapat juga dijual-belikan, diwariskan atau dengan
dialihkan dan dapat juga digunakan sebagai jaminan dalam bertransaksi, ini kaitannya dengan
sertifikat hak milik yang daoat dijadikan alat gadai. Hak milik adalah hak tertinggi jika
dibandingkan dengan hak pakai ataupun hak sewa.
Sudargo Gautama juga membagi jenis-jenis dari hak milik. Hak milik could be acquired
in several ways:
a. by cultivating undeveloped land
b. by gift of the Government
c. by statute
d. by transfer of title
e. by adverse possession
Terjemahannya adalah hak milik dapat diperoleh dengan beberapa cara:
13 Urip Santoso II, op cit, hal.90-91 14 Sudargo Gautama, 1995, Indonesian Business Law, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.136-137
a. dengan mengolah tanah yang belum dikembangkan
b. pemberian dari Pemerintah
c. oleh undang-undang
d. pemberian dari jabatan
e. oleh kepemilikan yang merugikan
Subjek hak milik menurut UUPA yakni sebagai berikut:
1. Perseorangan
Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik (Pasal 21 ayat (1)
UUPA). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa hanya perseorangan yang
berkewarganegaraan Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik.
2. Badan-badan hukum
Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA). Badan-badan hukum yang dapat
mempunyai tanah hak milik menurut Pasal 1 PP Nomor 38 Tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan; badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak
milik adalah Bank Pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Ketentuan yang mengatur mengenai cara memperoleh hak milik atas tanah terdapat
dalam Pasal 21 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Pokok Agraria yakni sebagai berikut:
Pasal 21:
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian
pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya
undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di
dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak
dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) UUPA mengatur mengenai cara memperoleh hak milik atas
tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah, maka dalam waktu 1
tahun harus melepaskan atau mengalihkan hak milik atas tanahnya kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Apabila hal ini tidak dilakukan maka tanahnya hapus karena hukum dan
tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.15
Terjadinya hak milik diuraikan dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UUPA yakni sebagai
berikut:
Pasal 22:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi
karena :
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah;
b. Ketentuan Undang-Undang.
Dari uraian Pasal 22 tersebut, dapat diketahui bahwa terjadinya hak milik terdiri dari 3 (tiga) cara
yakni :16
(1) Hak milik yang terjadi menurut hukum adat adalah hak milik atas tanah yang terjadi
dengan karena pembukaan tanah/pembukaan hutan atau terjadi karena timbulnya lidah
tanah (aanslibbing). Pembukaan tanah/pembukaan hutan yang dimaksud dilakukan
secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat
15 Urip Santoso II, op cit, hal.93 16 Urip Santoso II, op cit, hal.94-96
melalui sistem penggarapan, yaitu matok sirah, matok galeng, matok sirah gilir galeng,
dan sistem bluburan. Sedangkan lidah tanah (aanslibbing) artinya tanah yang timbul
karena berbeloknya arus sungai atau tanah yang timbul di pinggir pantai, dan terjadi dari
lumpur, dan lumpur tersebut semakin lama semakin mengeras dan pada akhirnya menjadi
tanah dan hak milik atas lidah tanah adalah hak bagi pemilik tanah yang berbatasan.
(2) Hak milik atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah, yakni hak milik yang
berasal dari tanah Negara. Hak milik ini terjadi karena seseorang memohonkan sebidang
tanah Negara untuk dijadikan hak milik dengan prosedur dan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional, setelah disetujui terbitlah Surat Keputusan
Pemberian Hak (SKPH) dan SKPH ini wajib didaftarkan oleh pemohon kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dan diterbitkan Sertifikat Hak
Milik atas tanah. pendaftaran SKPH ini menjadi tanda telah lahirnya hak milik atas tanah.
(3) Hak milik atas tanah terjadi karena ketentuan undang-undang, ketentuan yang mengatur
hal ini terdapat dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayat (1) ketentuan konversi UUPA.
Konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-
hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah
yang ditetapkan dalam UUPA. Penegasan konversi yang berasal dari tanah milik adat
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) Nomor 2 Tahun 1962
tentang Penegasan dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah.
Ketentuan mengenai pendaftaran, peralihan dan pembebanan hak atas tanah dapat
ditemukan pengaturannya mulai dari Pasal 37 sampai dengan Pasal 46 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997. Peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual-beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang berwenang. Setiap peralihan hak
milik atas tanah dilakukan dalam bentuk jual-beli, tukar-menukar atau hibah harus dibuat di
hadapan PPAT. Dalam konsepsi hukum adat suatu perbuatan tersebut bersifat terang, tunai dan
riil. Hal ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat
cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau
cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.
Agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat
terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah
harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah dalam hal ini hak milik. Kecakapan dan
kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas
tanah, PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen. Mengenai bidang tanah yang
sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, harus memperhatikan sertifikat asli hak
yang bersangkutan sedangkan mengenai bidang tanah yang belum terdaftar harus melampirkan
surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum di konversi atau surat
keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan dan surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang
tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan.17
2.2.2. Pengertian Orang Asing Menurut Hukum di Indonesia
Penduduk yang tinggal di dalam suatu Negara dapat terdiri dari warga Negara dan bukan
warga Negara. Penduduk yang bukan warga Negara dari Negara yang bersangkutan biasa disebut
dengan orang asing. Demikian halnya, penduduk di Indonesia yang terdiri dari warga Negara
Indonesia, warga Negara asing dan orang asing.
17 Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, op cit, hal.109-110
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Dalam Pasal 4 mengatur mengenai pengaturan hukum mengenai
kewarganegaraan yakni sebagai berikut:
Warga Negara Indonesia adalah:
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum Undang-
Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu Warga Negara Asing;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing
dan Ibu Warga Negara Indonesia;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum Negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Asing
yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau
belum kawin;
i. Anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui;
k. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah
dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia
Tentang orang asing juga diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
yang menunjukkan bahwa : “Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan
sebagai orang asing”. Namun demikian secara yuridis, orang asing di Indonesia, selain dari yang
ditentukan dalam Pasal 7 tersebut, adalah juga WNI yang kehilangan kewarganegaraan. Hal
tersebut sebagaimana ketentuan dari Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, yaitu:
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu; c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri,
yang bersangkutansudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden; e. Secara sukarela masuk dalam dinas Negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam
itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada Negara asing atau bagian dari Negara asing tersebut;
g. Tidak diwajibkan tapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing;
h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari Negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari Negara lain atas namanya; atau
i. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Dengan kehadiran orang asing di Indonesia untuk menetap sementara ataupun selamanya
di Indonesia secara yuridis membawa akibat hukum terutama dari sisi hukum perdata, bahwa
undang-undang tetap memiliki hak-hak perdata terhadap orang asing tersebut. Orang asing
memiliki hak-hak perdata yakni melakukan jual-beli tanah maupun properti, yang dalam hal ini
properti yang dibeli harus beralaskan hak pakai atas tanah menurut ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian
Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
2.2.3. Pengertian Properti
Sebelum membahas mengenai pengertian dari properti ada baiknya dibahas terlebih
dahulu mengenai pengertian dari Bangunan. Pengertian dari Bangunan merujuk kepada "segala
bentuk bangunan fisik baik yg berupa permanen, semi permanen ataupun sementara, beserta
bumi dimana dia berdiri sampai dengan kedalaman yang tidak terhingga”. Sedangkan Pengertian
dari Properti adalah pada awalnya merujuk dari kata aslinya dalam Bahasa Inggris yaitu property
sebenarnya lebih mengarah ke aspek legal/hukum berupa hak dan kepemilikan atas suatu
bangunan. Namun dewasa ini telah terjadi pergeseran makna properti lebih mengarah kepada
suatu bangunan single atau masif, misalnya 1 unit rumah sederhana, atau sebuah rumah mewah,
atau 1 unit ruko, atau 1 building setinggi 30 lantai, atau 1 kompleks mall atau 1 kompleks hotel
dan lain sebagainya. Arti properti lebih mengarah kepada suatu bangunan yang lebih banyak atau
dominan baik dari segi harga maupun volumenya komposisi bangunannya.18
Jadi dapat disimpulkan bahwa properti adalah harta kekayaan dari orang perorangan atau
badan hukum yang berbentuk tanah, gedung ataupun rumah susun yang di dalamnya terdapat
sarana dan prasarana yang menggambarkan elemen yang tidak terpisahkan pada tanah dan
gedung tersebut. Singkatnya, properti merupakan tempat tinggal hak milik bagi pemiliknya yang
dalam hal ini selaku kuasa yang mempunyai hak penuh untuk menggunakan apapun yang ada
diatasnya baik itu tanah, gedung atau rumah susun. Bentuk utama dari properti adalah real
property (tanah) dan personal property (kepemilikan barang secara fisik seperti bangunan
gedung atau rumah susun). Hak dari kepemilikan adalah terkait dengan properti yang
menjadikan sesuatu barang menjadi “kepunyaan seseorang” baik pribadi maupun kelompok,
menjamin si pemilik atas haknya untuk melakukan segala terhadap properti sesuai dengan
18 Aurora, 2015, “Memahami Arti Properti”, available from : URL :
http://www.trafiksite.0fees.net/index.php/bisnis-property/8-memahami-arti-properti.html?ckattempt=1, diakses pada