BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA A. Pengertian Sita dalam Hukum Perdata Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.Kamus hukum ekonomi memberi pengertian penyitaan adalah penitipan barang sengketa kepada pihak ketiga, yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa atau oleh pengadilan.Pihak ketiga wajib menyerahkan barang sengketa itu kepada pihak yang dinyatakan berhak setelah terdapat keputusan pengadilan. 18 M. Yahya Harahap sendiri memberi pengertian penyitaan adalah : • Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant), • Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim. • Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut, 17 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (dalam) M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 282. 18 Sri Rejeki Hartono, Paramita Prananingtyas, dan Fahima, Kamus Hukum Ekonomi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal.169. Universitas Sumatera Utara
25
Embed
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA
A. Pengertian Sita dalam Hukum Perdata
Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda),17 dan istilah Indonesia
beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.Kamus hukum ekonomi
memberi pengertian penyitaan adalah penitipan barang sengketa kepada pihak
ketiga, yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa atau oleh
pengadilan.Pihak ketiga wajib menyerahkan barang sengketa itu kepada pihak
yang dinyatakan berhak setelah terdapat keputusan pengadilan.18
M. Yahya Harahap sendiri memberi pengertian penyitaan adalah :
• Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda ke
dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a
defendant),
• Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
• Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang
disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai
alat pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan
jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut,
17 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (dalam) M. Yahya
Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 282.
18 Sri Rejeki Hartono, Paramita Prananingtyas, dan Fahima, Kamus Hukum Ekonomi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal.169.
Universitas Sumatera Utara
• Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses
pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.
Sedangkan menurut Wildan Suyuthi, sita (beslag) adalah tindakan hukum
Pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas
pemohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan
Penggugat/Kewenangan Penggugat tidak menjadi hampa. Dalam pengertian lain
dijelaskan, bahwa sita adalah mengambil atau menahan barang-barang (harta
kekayaan dari kekuasaan orang lain) dilakukan berdasarkan atas penetapan dan
perintah Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis.19
Memperhatikan pengertian tersebut, dapat dikemukakan beberapa esensi
fundamental sebagai landasan penerapan penyitaan yang perlu diperhatikan.
20
1. Sita merupakan tindakan eksepsional
Memang hukum acara memperbolehkan dilakukan tindakan penyitaan
terhadap harta kekayaan debitur atau tergugat sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 227 jo. Pasal 197 HIR. Pasal 720 Rv pun mengatur kebolehan
penyitaan. Bahkan hukum materil sendiri membenarkannya.Misalnya, Pasal
1131 KUH Perdata menegaskan, seluruh harta debitur menjadi
tanggungangan pembayaran utangnya kepada kreditor.Namun demikian
perlu diingat, penyitaan merupakan tindakan hukum yang bersifat
eksepsional.HIR sendiri menempatkan Pasal 226, Pasal 227 tersebut pada
19Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT. Tatanusa, Jakarta,
Dalam sita revindikasi jaminan yang disita hanya terhadap
benda-benda bergerak milik penggugat (kreditor) yang berada di
tangan tergugat (debitur), sedangkan sita marital yang disita
benda-benda bergerak maupun tidak bergerak milik suami istri
yang merupakan harta bersama yang didapat selama dalam
perkawainan.
2) Persamaannya
Sita revidikasi dan sita marital keduanya bertujuan untuk
menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik
menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik
bergerak maupun tidak bergerak yang berada di tangan tergugat
agar tidak dihilngkan dan digelapkan oleh tergugat selama dalam
proses persidangan berlangsung.
2. Sita jaminan terhadap benda bergerak milik debitur.
Sita jaminan atau conservatoir beslag adalah sita jaminan terhadap
benda-benda milik tergugat baik terhadap benda bergerak maupun tidak
bergerak yang dijadikan jaminan untuk pelunasan utang atau pemenuhan
prestasi.32
Dalam sita jaminan, yang dapat menjadi objek permohonan sita
adalah:
a. Benda bergerak milik debitur;
b. Benda tidak bergerak milik debitur; dan
32Ibid., hal 152-153.
Universitas Sumatera Utara
c. Benda bergerak milik debitur yang berada di tangan pihak ketiga.33
Pasal 227 ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg menentukan bahwa
sita jaminan hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
karena adanya permintaan kreditur atau penggugat. Secara faktual dalam
proses pengadilan, penggugat mengajukan permohonan sita jamina ini
kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut, yang selanjutnya hakim
membuat penetapan. Hal ini disebabkan karena sita jaminan itu telah
menjurus dalam pemeriksaan perkara pokok. Oleh karena itu, hakim yang
memeriksa perkara tersebut itulah yang dapat memerintahkan sita jaminan
dengan surat penetapannya.
Permohonan sita jaminan bukanlah suatu tuntutan hak yang bebas dan
berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan pokok perkara. Namun
demikian, ada beberapa kemungkinan kombinasi antara sita jaminan dengan
pokok perkara yaitu:
a. Sita jaminan diajukan secara bersama-sama dengan pokok perkara.
b. Sita jaminan diajukan secara terpisah dengan pokok perkara.34
Berbeda dengan pemeriksaan sita revindikasi yang sifatnya sumir,
pada sita pemeriksaan sedikit lebih rumit karena upaya pembuktian unsur
adanya sangka yang beralasan, bahwa tergugat sedang berdaya upaya untuk
menghilangkan benda-bendanya untuk menghindari gugatan
penggugat.SEMA No. 5 Tahun 1975 mengatur, bahwa dalam setiap
penetapan sita jaminan disebut alasan-alasan yang menyebabkan sita
33Putusan Mahkamah Agung No. 476/K/1974 tanggal 14 Novembe 1974. 34 Muhammad Nasir, Op. Cit., hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
jaminan tersebut dikabulkan yang berarti bahwa sebelum dikeluarkan
penetapan yang megabulkan sita jaminan tersebut, maka harus diadakan
‘penelitian’ terlebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan
pemohon. Prof. Sudikno menyebutkan bahwa pihak tersita perlu didengar
keterangannya, sebelum pemberi permohonan sita jaminan tersebut.
Sayangnya SEMA tersebut tidak menjelaskan apa maksud penelitian
tersebut.35
C. Prinsip-prinsip Pokok Sita dalam Hukum Perdata
Terdapat beberapa prinsip pokok penyitaan yang mesti ditaati. Menurut M.
Yahya Harahap berikut beberapa prinsip pokok penyitaan dalam perdata yang
bersifat umum:36
1. Sita berdasarkan permohonan
Menurut Pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun
berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975, pengabulan dan perintah pelaksaan
sita, bertitik tolak dari permintaan atau perohonan penggugat. Perintah
penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim.
2. Permohonan berdasarkan alasan
Seperti yang sudah dijelaskan, penyitaan merupakan hukuman dan
perampasan harta kekayaan tergugat sebelum putusan berkekuatan hukum
tetap.Oleh karena itu, penyitaan sebagai tindakan yang bersifat eksepsional,
harus benar-benar dilakukan secara cermat berdasarkan alasan yang kuat.
35 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 240.
36 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 287-325.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv memperingatkan hal itu, agar penggugat
dalam pengajuan sita menunjukkan kepada hakim sejauh mana isi dan dasar
gugatan dihubungkan dengan relevansi dan urgensi penyitaan dalam perkara
yang bersangkutan.
3. Penggugat wajib menunjukkan barang objek sita
Hukum membebankan kewajiban kepada penggugat untuk menyebut
secara jelas dan satu per satu barang objek yang hendak disita.Permintaan
sita yang diajukan secara umum terhadap semua atau sebagian harta
kekayaan tergugat dianggap tidak memenuhi syarat. Permintaan sita yang
demikian tidak terang, sebab tidak diketahui persis apa saja harta kekayaan
tergugat, sehingga tidak jelas barang apa dan mana yang hendak disita.
Selain dirinci dan disebutkan satu per satu barang milik tergugat yang
hendak disita, rincian itu harus dibarengin dengan penyebutan identitas
barang secara lengkap.
4. Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
Sebagai pedoman, dapat diikuti Putusan Mahkamah Agung No. 371
K/Pdt/1984 yang menyatakan, meskipun sita jaminan tidak tercantum dalam
gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru diajukan belakangan
dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan didaftarkan, cara yang demikian
tidak bertentangan dengan tata tertib beracara, karena undang-undang
memperbolehkan pengajuan sita jaminan dapat dilakukan permintaannya
sepanjang proses persidangan berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang seperti itu tidak
bertentangan dengan ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat
(3) HIR.Memperhatikan putusan di atas dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 227 ayat (1) HIR dapat disimpulkan sita dapat diminta selama belum
dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan pertama atau dapat diajukan
selama putusan belum dieksekusi.
5. Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif
Agar penyitaan tidak bercorak sewenang-wenang, perlu ditegakkan
prinsip yaitu pengabulan sita harus berdasarkan pertimbangan
objektif.Prinsip ini berkaitan dengan asas permohonan sita harus
berdasarkan alasan yang cukup dan objektif.Bertitik tolak dari prinsip-
prinsip tersebut, dalam penetapan pengabulan sita, haruslah jelas dan terang
tercantum pertimbangan yang rasional dan objektif.
Dalam penetapan sita terdapat pertimbangan mengenai alasan yang
diajukan penggugat berupa:
a. Kaitan antara sita dengan dalil gugatan sangat erat sedemikian
rupa, sehingga penyitaan benar-benar urgen, sebab kalau sita
tidak diletakkan di atas harta kekayaan tergugat, kepentingan
penggugat tidak terlindungi.
b. Penggugat dapat menunjukkan berdasarkan fakta atau paling tidak
berupa indikasi adanya dugaan atau persangkaan bahwa tergugat
berdaya upaya untuk menggelapkan atau menghilangkan harta
Universitas Sumatera Utara
kekayaan selama proses pemeriksaan berlangsung, guna
menghindari pemenuhan gugatan.
Supaya pertimbangan penetapan pengabula sita dapat diutarakan
berdasarkan fakta atau indikasi yang lebih objektif dan rasioal, pengadilan
dapat menempuh cara melalui proses pemeriksaan insidentil atau melalui
proses pemeriksaan pokok perkara.
6. Larangan menyita milik pihak ketiga
Proses penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian
kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip
kontrak partai (party contract) yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata
yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang
membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara. Hanya
mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat. Tidak boleh merugikan
pihak ketiga atau pihak lain yang tidak terlibat sebagai pihak dalam perkara
yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu, pengabulan dan pelaksaan sita dalam suatu
perkara hanya terbatas terhadap harta kekayaan tergugat dan tidak boleh
melampaui terhadap harta kekayaan pihak ketiga.Kewajiban hakim untuk
meneliti apakah harta kekayaan yang diajukan penggugat untuk disita,
benar-benar milik tergugat.
Universitas Sumatera Utara
7. Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proposional dengan
jumlah tuntutan.
Sedapat mungkin jumlah barang yang disita tidak melebihi jumlah
tuntutan penggugat.Penyitaan ekstrem melampaui jumlah gugatan, dianggap
sebagai tindakan undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara dan
dapat dikatagorikan sebagai tindakan sewenang-wenang. Untuk menghindari
tindakan penyitaan yang belebihan, perlu diperhatikan pedoman sebagai
berikut:
a. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang
disengketakan.
b. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu, barang
yang boleh disita hanya terbatas pada barang jaminan.
c. Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai
terpenuhi jumlah tuntutan.
d. Apabila terjadi pelampauan segera dikeluarkan penetapan
pengangkatan sita.
8. Mendahulukan penyitaan barang bergerak
Berdasarkan Pasal 227 ayat (1) HIR dan 720 Rv, permintaan dan
pengabulan maupun pelaksanaan sita jaminan atas tuntutan pembayaran
utang atau ganti ugi, tunduk pada prinsip:
a. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak (roerende
goederen, movable goods). Kalau nilai barang bergerak yang
Universitas Sumatera Utara
disita diperkirakan sudah cukup menutupi pelunasan pembayaran
tuntutan, penyitaan harus dihentikan sampai disitu.
b. Apabila diperkirakan penyitaan terhadap barang bergerak belum
mencukupi jumlah tuntutan, baru boleh dilakukan penyitaan
terhadap barang tidak bergerak (onroerende goederen,
unmovable goods).
9. Dilarang menyita barang tertentu
Ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG merupakan
pengecualian terhadap asas yang diatur di dalam Pasal 1131 KUH
Perdata.Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat
dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya. Ketentuan Pasal 197 ayat
(8)HIR memuat ketentuan pengecualian, berupa larangan meletakkan sita
terhadap barang jenis tertentu.
Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu Putusan Mahkamah
Agung37
yang menyatakan, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat
(8) HIR, Pasal 211 RBG, Pengadilan Negeri dapat menyita semua harta
kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. Akan tetapi,
dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian, meliputi hewan dan
perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah
sehari-hari.
37 Putusan Mahkamah Agung No. 1076 K/Pdt/1984 tanggal 10 Juli 1984 jo. Pengadilan Tinggi No. 6431 tanggal 27 Desember 1983 jo. Pengadilan Negeri Medan No. 157/ 1983 tanggal 1 September 1983.
Universitas Sumatera Utara
10. Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat
Penjagaan barang sitaan berpedoman kepada ketentuan Pasal 197 ayat
(9) HIR atau Pasal 212 RBG.Dalam ketentuan ini, ditegakkan prinisp,
penjagaan barang sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita.Prinsip
ini juga ditegaskan juga dalam SEMA No. 5 Tahun 1975 yang melarang
barang yang disita kepada pengggugat atau pemohon sita.Pada huruf (g)
SEMA tersebut menegaskan agar barang-barang yang disita tidak diserahkan
kepada penggugat atau pemohon sita. Tindakan hakim yang demikian akan
menimbulkan kesan seolah-olah penggugat sudah pasti akan dimenangkan
dan seolah-olah pula putusannya uitvoerbaar bij vooraad (serta merta).
11. Kekuatan mengikat sita sejak diumumkan
Pengumuman berita acara sita merupakan syarat formil untuk
mendukung keabsahan dan kekuatan mengikat sita kepada pihak
ketiga.Selama belum diumumkan, keabsahan dan kekuatan formilnya baru
mengikat kepada para pihak yang bersengketa, belum mengikat kepada
pihak ketiga.Berarti selama penyitaan belum diumumkan, pihak ketiga yang
melakukan transaksi atas barang itu, dapat dilindungi sebagai pembeli atau
pemegang jaminan maupun penyewa yang beritikad baik.
Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 199 ayat (1) HIR.Terhitung sejak
hari pengumuman atau pemberitahuan peyitaan, tersita dilarang
memindahkan, mengagunkan atau menyewakan kepada pihak ketiga.Setiap
perjajian yang bertentangan dengan larangan itu, tidak dapat dipergunakan
pihak ketiga sebagai dasar mengajukan upaya derden verzet.Apabila juru
Universitas Sumatera Utara
sita lalai mendaftarkannya, penyitaan hanya mengikat kepada para pihak
yang berperkara saja, tetapi tidak mengikat kepada pihak ketiga, sehingga
pihak ketiga yang beritikad baik memperoleh barang barang itu dari tersita,
harus dilindungi. Untuk itu Mahkamah Agung melalui SEMA No.05 Tahun
1975 mengingatkan semua jajaran pengadilan, agar setiap penyitaan
didaftarkan atau dicatatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 HIR/Pasal
214 RBG dengan cara menyampaikan salinan berita acara kepada kantor
pendaftaran tanah atau pada kantor pejabat yang berwenang untuk itu.
12. Dilarang memindahkan atau membebani atau menyewakan barang
sitaan
Menurut Pasal 199 ayat (1) HIR, terhitung sejak hari pemberitahuan
atau pengumuman barang yang disita pada kantor pendaftaran yang
ditentukan untuk itu, hukum melarang:
Memindahkan barang sita kepada pihak orang lain.
Maksudnya tersita atau tergugat dilarang menjual, mengibahkan,
menukarkan atau menitipkan barang sita kepada orang lain.
Membebankan barang itu kepada orang lain.
Hal ini berarti, melarang tergugat untuk menjamin atau
mengagunkan barang sitaan, baik dalam bentuk agunan biasa atau hak
tanggungan, fidusia atau gadai (pand).
Menyewakan barang sitaan kepada orang lain.
Demikian larangan yang melekat pada barang sitaan sejak
tanggal berita acara penyitaan dengan jalan mencatat penyitaan di
Universitas Sumatera Utara
kantor yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1)
HIR. Sejak tanggal pengumuman itu, kekuatan mengikat penyitaan
menjangkau kepada pihak ketiga.
13. Sita penyesuaian
Sesuai dengan prinsip Pasal 463 Rv, tidak dibenarkan meletakkan sita
terhadap barang yang sudah disita, tetapi yang dapat diletakkan ialah sita
penyesuaian (vergelijkende beslag). Kalau begitu, apabila atas permintaan
penggugat atau kreditor telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag),
sita revindikasi (revindicatoir beslag), atau sita marital (marital beslag)
maka:
a. Pada waktu yang bersamaan, tidak dapat diminta dan dilaksanakan
penyitaan terhadap barang itu atas permintaan penggugat atau
kreditor lain, sesuai dengan asas bahwa pada waktu yang
bersamaan hanya diletakkan satu kali saja penyitaan terhadap
barang yang sama.
b. Permintaan sita yang kedua dari pihak ketiga, harus ditolak atau
tidak dapat diterima atas permintaan penggugat atau kreditor
terdahulu.
c. Yang dapat dikabulkan kepada pemohon yang belakangan hanya
berbentuk sita penyesuaian (vergelijkende beslag).
Universitas Sumatera Utara
14. Larangan menyita barang milik Negara
Dalam salah satu putusan Mahkamah Agung38
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
terdapat penegasan,
antara lain pada prinsipnya barang-barang milik Negara tidak dapat
dikenakan sita jaminan atau sita eksekusi, atas alasan barang-barang milik
Negara dipakai dan diperuntukan melaksanakan tugas kenegaraan. Larangan
penyitaan ini diatur di dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada
pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada
instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik
negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
15. Terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam
perkara pidana
Prinsip ini ditegaskan di dalam Pasal 39 ayat (2) yang berbunyi “Benda
yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat
38 Putusan Mahkamah Agung No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1985
Universitas Sumatera Utara
juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara
pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).”
Undang-undang menetapkan, penyitaan pidana memiliki urgensi
publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan individu dalam
perkara perdata. Karena itu, kepentingan penggugat sebagai pemohon dan
pemegang sita revindikasi, sita jaminan, sita umum dalam kepailitan harus
dikesampingkan demi melindungi kepentingan umum, dengan jalan menyita
barang itu dalam perkara pidana, apabila barang yang bersangkutan
memenuhi katagori yang dideskripsikan Pasal 39 ayat (1) KUHAP.
D. Sita Penyesuaian terhadap Barang yang Telah Disita
Pasal 201 HIR dan Pasal 219 Rbg menyatakan apabila ada dua permohonan
pelaksanaan putusan atau lebih diajukan sekaligus terhadap seorang debitur, maka
hanya dibuatkan satu berita acara penyitaan saja. Dari dua pasal tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa tidak dapat diadakan sita rangkap terhadap barang yang sama.
Asas larangan sita rangkap ini dikenal dengan asas saisie sur saisie ne vaut, lebih
tegas dimuat dalam pasal 463 Rv.
Pencatatan sita tambahan dalam berita acara sita ini disebut dengan sita
penyesuaian. Istilah dalam bahasa Belanda adalah Vergelijkend beslag,
terjemahan baku belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada
pula yang menerjemahkan dalam sita persamaan.Penulis sendiri dalam skripsi ini
menggunakan istilah sita penyesuaian.
Universitas Sumatera Utara
Tata cara sita penyesuaian dapat kita lihat pada Putusan MA pada tanggal 19
Agustus 1982 No.1326 k/Sip/1981, dimana tata caranya adalah :
1. Membuat catatan dalam berita acara.
2. Isi catatan berisikan tentang penjelasan status barang yang hendak disita
sedang dalam sita jaminan atau sedang dalam keadaan dianggunkan.
Kedudukan hukum pemegang sita penyesuaian terhadap barang yang disita
atau diagunkan kepada orang lain adalah sebagai berikut:
1. Berada setingkat di bawah pemegang sita atau agunan.
2. Pengambilan pemenuhan atas pembayaran tuntutan dari barang
tersebut, diberikan prioritas utama kepada pemegang sita atau agunan,
baru menyusul pemegang sita penyesuaian dengan acuan penerapan
apabil hasil penjualan hanya mencukupi untuk melunasi tuntutan
pemegang sita atau agunan, tanpa mengurangi pembagian hasil
penjualan secara berimbang dalam eksekusi serentak berdasarkan Pasal
202 HIR, Pasal 219 dan Pasal 220 Rbg dan pemegang sita atau agunan
tidak berkedudukan sebagai kreditor yang mempunyai hak privilege
atas barang tersebut. Sekiranya hasil penjualan barang melebihi
tuntutan pemegang sita atau agunan, maka hasil sisa kelebihan itu
menjadi hak pemegang sita penyesuaian.
3. Selama sita atau agunan belum diangkat atau dicabut, kedudukannya
tetap berstatus sebagai pemegang sita penyesuaian.
Universitas Sumatera Utara
4. Apabila sita jaminan atau agunan terdahulu diangkat, posisi, hak dan
kedudukan pemegang sita penyesuaian, dengan sendirinya menurut
hukum berubah menjadi pemegang sita jaminan.39
Kedudukan seseorang terhadap barang yang didasarkan atas sita
penyesuaian adalah hanya bersifat pencatatan akan permohonan sita saja, yang
dituangkan dalam berita acara. Selama sita jaminan yang terdahulu (yang
pertama) belum diangkat, kedudukan hanya tercatat saja.Tetapi bila telah
diangkat, status sita penyesuaian menjadi status sita jaminan.
Sehingga hak penuh atas barang sitaan lahir apabila sita jaminan yang
terdahulu atau anggunan telah diangkat.Apabila barang tersebut dilelang untuk
dieksekusi, pemegang sita penyesuaian terbatas pada sisa yang ada. Hal ini karena
pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai hak yang sama (berimbang) atau