14 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kualitas Perlu mendudukkan konsep kualitas sebagai acuan dasar dalam menetapkan definisi kualitas itu sendiri. Kualitas merupakan aspek yang ditentukan oleh penilaian pelanggan. Ketercapaian standar kualitas itu melalui serangkaian proses perbaikan-perbaikan sampai akhirnya dinyatakan berkualitas karena ia dapat memnuhi keinginan dan harapan pelanggan. Kualitas itu harus terukur secara ordinal maupun secara massal. Menurut Ariani (2011) menyatakan bahwa kualitas ditentukan oleh pelanggan di Kecamatan Rumbai, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha. Kualitas memerlukan proses perbaikan yang terus menerus, yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi maupun korporasi. Kualitas harus bersifat menyeluruh, baik produk maupun prosesnya. Kualitas produk meliputi kualitas bahan baku dan barang jadi, sedangkan kualitas proses meliputi segala sesuatu yang berhubungan proses produksi. Kualitas erat kaitannya dengan kondisi dinamis, baik dalam bentuk barang, jasa maupun selama proses penciptaan berlangsung. Standarisasinya adalah ketercapaian harapan-harapan yang ingin diraih orang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rudianto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ketika harapan itu terpenuhi, maka dikatakan sesuatu itu berkualitas kerena sesuai harapan.
62
Embed
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kualitasrepository.uir.ac.id/881/2/bab2.pdf · TINJAUAN TEORITIS . 2.1 Pengertian Kualitas . ... pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kualitas
Perlu mendudukkan konsep kualitas sebagai acuan dasar dalam menetapkan
definisi kualitas itu sendiri. Kualitas merupakan aspek yang ditentukan oleh
penilaian pelanggan. Ketercapaian standar kualitas itu melalui serangkaian proses
perbaikan-perbaikan sampai akhirnya dinyatakan berkualitas karena ia dapat
memnuhi keinginan dan harapan pelanggan. Kualitas itu harus terukur secara
ordinal maupun secara massal.
Menurut Ariani (2011) menyatakan bahwa kualitas ditentukan oleh
pelanggan di Kecamatan Rumbai, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Kualitas merupakan bagian dari semua
fungsi usaha. Kualitas memerlukan proses perbaikan yang terus menerus, yang
dapat diukur, baik secara individual, organisasi maupun korporasi. Kualitas harus
bersifat menyeluruh, baik produk maupun prosesnya. Kualitas produk meliputi
kualitas bahan baku dan barang jadi, sedangkan kualitas proses meliputi segala
sesuatu yang berhubungan proses produksi.
Kualitas erat kaitannya dengan kondisi dinamis, baik dalam bentuk barang,
jasa maupun selama proses penciptaan berlangsung. Standarisasinya adalah
ketercapaian harapan-harapan yang ingin diraih orang. Hal ini sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Rudianto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ketika harapan itu terpenuhi,
maka dikatakan sesuatu itu berkualitas kerena sesuai harapan.
15
Lebih lanjut, Rudianto (2012) menyatakan bahwa tidak ada definisi kualitas
yang diterima secara universal, namun terdapat beberapa persamaan elemen,
yaitu: (1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan; (2) kualitas
mencakup produk, jasa, manusia dan lingkungan; dan (3) kualitas merupakan
suatu kondisi yang selalu berubah (misalnya, apa yang dianggap merupakan
kualitas saat ini mungkin dianggap kurang kualitas pada masa mendatang).
Kualitas juga berkaitan dengan kondisi fisik dan non fisik tentang sesuatu.
Kualitas tidak hanya diukur secara kualitatif, namun bisa juga menggunakan
rentang angka statistik. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Brotoharsojo (2012) menyatakan bahwa kualitas berkaitan dengan taraf atau
tingkat baik buruknya sesuatu. Kualitas dinyatakan dalam suatu ukuran yang
dapat dipadankan dengan angka.
Uraian diatas dapat disintesiskan bahwa kualitas adalah: (1) kualitas
ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapannya; (2) Kualitas merupakan bagian dari semua
fungsi usaha. Kualitas memerlukan proses perbaikan yang terus menerus, yang
dapat diukur, baik secara individual, organisasi maupun korporasi; (3) usaha
memenuhi atau melebihi harapan; (4) kualitas mencakup produk, jasa, manusia
dan lingkungan; (5) kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah; dan
(6) kualitas berkaitan dengan taraf atau tingkat baik buruknya sesuatu.
2.2 Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan suatu istilah yang sudah lumrah atau lazim didengar
dalam kehidupan sehari-hari. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan
16
dengan usaha untuk membantu, menyiapkan ataupun mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari
kebutuhan akan pelayanan, baik pelayanan administratif, seperti pelayanan surat-
surat penting, berkas-berkas dan lain sebagainya maupun pelayanan subjektif
yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kita sebagai manusia, seperti pelayanan di
tempat makan dan lain sebagainya.
Menurut Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa secara etimologi,
pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan, mengurus
apa-apa yang diperlukan seseorang. Kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai;
perihal atau cara melayani (service). Dengan demikian, pelayanan dapat diartikan
sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus,
baik berupa barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain.
Lebih lanjut, Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa pelayanan sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat.
Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayanani
masyarakat serta menciptkan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai
tujuan bersama.
Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa pelayanan publik atau pelayanan
umum adalah sebagai bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di dalam lingkungan
17
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelayanan merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang beroerientasi
pada pemberian bantuan, tawaran ataupun promosi yang tidak berujung pada
kepemilikan (ownership) bagi mereka yang membutuhkan pelayanan tersebut. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kotler (2010) menyatakan bahwa
pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.
Uraian diatas dapat disintesiskan bahwa pelayanan adalah: (1) pelayanan
dapat diartikan sebagai; perihal atau cara melayani (service); (2) pelayanan dapat
diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan
mengurus, baik berupa barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain; (3)
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan; dan (4) kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain.
2.3 Konsep Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan hal esensial yang dijadikan patokan atau
standar rujukan bagi masyarakat yang menginginkan pelayanan publik. Menurut
Hardiyansyah (2011) menyatakan bahwa konsep kualitas pelayanan dapat
dipahami melalui perilaku konsumen (consumer behavior), yaitu suatu perilaku
18
yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan.
Lebih lanjut, Herdiyansyah (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan
memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu
tunggu dan waktu proses; (2) akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari
kesalahan; (3) kesopanan dan keramahtamahan dalam memberikan pelayanan; (4)
kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani
dan banyaknya fasilitas pendukung; (5) Kenyamanan dalam memperoleh
pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir,
ketersediaan infiormasi dan lain-lain; dan (6) atribut pendukung pelayanan
lainnya, seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain.
Menurut Vincent Gospersz dalam Sianipar (2008) menyatakan bahwa terdapat
10 dimensi karateristik pelayanan yaitu :
1. Kepastian Waktu Pelayanan, yaitu ketepatan waktu yang diharapakan
berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman,
penyerahan, jaminan atau garansi dan menanggapi keluhan.
2. Akurasi Pelayanan, yaitu berkaitan dengan realibilitasi pelayanan, bebas
dari kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan Keramahan dalam Memberikan Pelayanan, yaitu personil
yang berinteraksi langsung dengan pelanggan ekternal harus dapat
memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan, sentuhan tersebut
tercermin melalui penampilan, bahasa yang sopan, ramah, ceria, lincah dan
gesit.
19
4. Tanggung Jawab, yaitu bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau
permintaan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal.
yang tidak tepat, bertambahannya lalu lintas, kejadian yang tidak biasanya dsb.
Walaupun demikian, terulangnya kebocoran belum jelas pengaruhnya
terhadap lamanya pemakaian air. Dapat disimpulkan bahwa jumlah terulangnya
kebocoran adalah jumlah bertambahnya kebocoran air/tahun/Km pipa distribusi.
Satuannya adalah (m3/hari*Km*tahun) atau (M3/hari/Km/tahun).
2.8.3 Konsep Jumlah Kebocoran Air yang Tercegah dan Jumlah Air Kebocoran Air yang Terhitung Jumlah kebocoran air yang tercegah adalah jumlah kebocoran air yang
telah ditemukan sebagai hasil dari dilaksanakannya pencegahan kebocoran
terencana. Umumnya, jumlah ini diukur untuk setiap kasus dan diakumulasikan
setiap tahun. Dengan kata lain, jika kebocoran tidak ditemukan maka jumlah yang
diambil adalah jumlah kehilangan air
Misalnya, jika kebocoran air 20 L/menit diperbaiki (dicegah) pada awal
tahun fiscal, jumlah akumulasi air dalam setahun adalah 20 L/menit*60 menit*24
jam*365 hari = 10.510 M3 air yang dapat dicegah kebocorannya pertahun.
Untuk mengetahui jumlah kebocoran air yang dapat dicegah yaitu dengan
membuktikan keefektifan penyelidikan, menemukan dan membetulkan
kebocoran air. Pekerjaan ini berarti pula konfirmasi keadaan pencegahan
kebocoran pada jaringan pipa.
Untuk mengukur jumlah kebocoran air pada saat perbaikan , siapkan alat
ukur yang sederhana, mangkuk pengukuran atau meter air. Semua kebocoran air
di blok atau jaringan pipa dapat dianggap telah diperbaiki jika pekerjaan
pengukuran disertai dengan pekerjaan meter, jika jumlah total kebocoran air
42
diukur tersendiri pada saat perbaikan dan jumlah pencegahan kebocoran airtidak
terlalu jauh jaraknya. Dengan cara ini meter di blok dapat diabaikan.
Lebih jauh, tekanan air di jaringan distribusi akan berbeda dengan
berbedanya iklim dan perbedaan waktu dalam sehari. Karena itu untuk
mentotalkan jumlah kebocoran air dalam setahun, ukurlah tekanan air ketika
perhitungan jumlah kebocoran air berada pada keadaan rata-rata baru kemudian
dihitung totalnya. Umumnya jumlah tekanan air dapat dihitung sebagai berikut :
P r Q = .QO P0
Dimana :
Q = jumlah kebocoran air perhitungan
QO = jumlah kebocoran air pada saat pengukuran
r = indeks
P0 = tekanan air pada saat pengukuran
P = tekanan air perhitungan
Jika bagian kebocoran air terdapat pada ‘Orifice’ (mulut pipa), r=1/2.
Untuk kasus kebocoran air individu, indeksnya berdasarkan hasil percobaan
laboratium adalah mendekati 1/2. Jumlah kebocoran air di keseluruhan fasilitas
pelayanan sebetulnya kecil dibanding dengan kebocoran dari ‘Packing’ atau
fasilitas lain
2.8.4 Metode Pengukuran Air Tercegah dari Kebocoran
Penyelidikan kebocoran air yang digunakan untuk mengetahui jumlah air
tercegah dari kebocoran adalah dasar untuk pengoperasian pencegahan kebocoran.
43
Dengan mengetahui jumlah air tercegah dari kebocoran, kita dapat dapat
memberikan estimasi mengenai fasilitas air bersih, pemilihan metode
memantau, dan atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik
penyediaan air minum;
48
f. Penyelenggaraan pembangunan SPAM yang selanjutnya disebut
“Penyelenggara” adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah, koperasi, badan usaha milik swasta dan atau kelompok
masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum.
Menurut Naway (2013) menyatakan bahwa kebutuhan air domestik adalah
kebutuhan air bersih bagi para penduduk untuk kepentingan kehidupan sehari-
hari. Kebutuhan air domestik dihitung berdasar-kan pada besarnya kebutuhan air
dari setiap pelayanan sambungan. Kebutuhan air non-domestik adalah kebutuhan
air bersih untuk sarana dan prasarana daerah yang teridentifikasi ada atau bakal
ada berdasarkan rencana tata ruang. Sarana dan prasarana berupa kepentingan
sosial/umum seperti untuk pendidikan, tempat ibadah, kesehatan, dan juga untuk
keperluan komersil seperti untuk perhotelan, kantor, restoran dan lain-lain. Selain
itu juga keperluan industri, pariwisata, pelabuhan, perhubungan dan lain-lain.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) kebutuhan air yang dimaksud adalah
kebutuhan kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan
manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik. Kebutuhan air domestik:
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik: untuk industri, pariwisata,
tempat ibadah, tempat sosial serta tempat-tempat komersial atau tempat umum
lainnya. Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan
konsumsi perkapita.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492
Tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum, pada Ketentuan Umum dinyatakan
bahwa definisi air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
49
dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya,
air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air
minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas
air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila
dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping.
Pemerintah harus memainkan peranannya dalam penyediaan air bersih untuk
warga masyarakatnya, tertutama Pemerintah Kota Pekanbaru. Pemerintah Kota
Pekanbaru harus merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sumber daya air
guna menyediakan air bersih untuk seluruh komunitasnya. Pemerintah Kota
Pekanbaru juga harus menjaga kawasan lindung sumber daya air pada wilayah
sungai sehingga tidak tercemar limbah yang membahayakan kesehatan
masyarakatnya.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa wewenang dan
tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota meliputi:
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air diwilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
c. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber daya air pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
d. Mengatur, menetapkan dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan dan pengusahaan air tanah di wilayahnya;
e. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota;
50
f. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi
masyarakat di wilayahnya; dan
g. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas dan keterlibatan pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kebupaten/kota.
2.10 Standar Kualitas Air
Menurut Joko (2010) menyatakan bahwa air bersih adalah air yang
dipergunakan sehari-hari dalam rumah tangga, seperti mencuci, memasak, mandi,
minum, dan keperluan lain sebagainya yang memebuhi kualitas syarat kesehatan.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok kehidupan bagi makhluk hidup
yang ada di bumi untuk kelangsungan proses metabolisme tubuh, baik bagi
manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih Sistem penyedian air bersih harus
memenuhi beberapa persyarakat utama. Persyarakat tersebut meliputi persyaratan
kualitatif, persyaratan kuantitatif dan persyaratan kontinuitas.
a. Persyaratan Kualitatif.
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia,
persyaratan biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut
berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dinyatakan
bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:
1. Syarat-syarat fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara
51
atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas
yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
2. Syarat-syarat Kimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah
yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain
adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium
(Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida
(Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
3. Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis.
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik
yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai
dengan tidak adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
4. Syarat-syarat Radiologis.
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.
b. Persyaratan Kuantitatif (Debit).
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih.
52
c. Persyaratan Kontinuitas.
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun
musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus
tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia.
Akan tetapi kondisiideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap
wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas
pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen
terhadap prioritas pemakaian air.Prioritas pemakaian air yaitu minimal
selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada
pukul 06.00 – 18.00 WIB.
Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah
kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan
dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan
pada waktu yang tidak ditentukan.Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan
fasilitas energi yang siap setiap saat. Kedua adalah sistem jaringan perpipaan
didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa
tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang
diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis
jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang
diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas
aliran terpenuhi.
53
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan bahwa kesinambungan dan
keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar.
Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan persediaan air bersih,
khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas, kuantitas dan
kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah telah memulai diskusi kebijakan
tentang Rencana Keamanan Air Bersih yang bertujuan untuk memastikan kualitas,
kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan pelayanan air bersih (Jurnal Unicef
Indonesia, 2012).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV /
2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dinyatakan
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Parameter Wajib untuk Kualitas Air Minum
I. Parameter Wajib
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
1 Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1 ) E. Coli Jumlah per 100 ml sampel
0
2 ) Total Bakteri Koliform
Jumlah per 100 ml sampel
0
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
b. Kimia an – organic 1 ) Arsen mg / l 0,01 2 ) Flourida mg / l 1,5 3 ) Total Kromium mg / l 0,05 4 ) Kadmium mg / l 0,003 5 ) Nitrit, ( sebagai NO2-
) mg / l 3
6 ) Nitrat, ( sebagai NO3- )
mg / l 50
54
7 ) Sianida mg / l 0,07 8 ) Selenium mg / l 0,1
2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan
1 ) Bau Tidak berbau 2 ) Warna TCU 15 3 ) Total Zat Padat
Terlarut (TDS) mg / l 500
4 ) Kekeruhan NTU 5 5 ) Rasa Tidak berasa 6 ) Suhu 0C Suhu udara ± 3 b. Parameter Kimiawi 1 ) Aluminium mg / l 0,2 2 ) Besi mg / l 0,3 3 ) Kesadahan mg / l 500 4 ) Khlorida mg / l 250 5 ) Mangan mg / l 0,4 6 ) Ph 6,5 – 8,5 7 ) Seng mg / l 3 8 ) Sulfat mg / l 250 9 ) Tembaga mg / l 2 10 ) Amonia mg / l 1,5 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/
2010 Tanggal 19 April 2010 Mengikuti perkembangan jaman maka standar kualitas untuk air minum dan
Pengawasannya mengalami revisi dua kali yaitu dengan keputusan menteri
kesehatan No.907/MENKES/SK/VIII/2002 dan Permenkes Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010. Kedua-duanya merevisi untuk masalah air minum
55
Tabel 2.3 Parameter Tambahan untuk Kualitas Air Minum
II. Parameter Tambahan
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
1 Kimiawi a. Bahan Anorganik Air Raksa mg / l 0,001 Antimon mg / l 0,02 Barium mg / l 0,7 Boron mg / l 0,5 Molybdenum mg / l 0,07 Nikel mg / l 0,07 Sodium mg / l 200 Timbal mg / l 0,01 Uranium mg / l 0,015 b. Bahan Organik Zat Organik (KMnO4) mg / l 10 Deterjen mg / l 0,05 Chlorinated alkanes Carbon tetrachloride mg / l 0,004 Dichloromethane mg / l 0,02 1,2-Dichloroethane mg / l 0,05 Chlorinated ethenes 1,2-Dichloroethene mg / l 0,05 Trichloroethene mg / l 0,02 Tetrachloroethene mg / l 0,04 Aromatic hydrocarbons Benzene mg / l 0,01 Toluene mg / 0,7 Xylenes mg / l 0,5 Ethylbenzenes mg / l 0,3 Styrene mg / l 0,02 Chlorinated benzenes 1,2-Dichlorobenzene (1,2-
DCB ) mg / l 1
1,4-Dichlorobenzene (1,4-DCB )
mg / l 0,3
Lain – lain Di ( 2 – ethylhexyl )
phthalate
mg / l 0,008
56
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan
Acrylamide mg / l 0,0005 Epichlorohydrin mg / l 0,0004 Hexachlorobutadiene mg / l 0,0006 Ethylenediaminetetraacetic
acid (EDTA) mg / l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg / l 0,2 c. Pestisida Alachlor mg / l 0,02 Aldicarb mg / l 0,01 Aldrin dan dieldrin mg / l 0,0003 Atrazine mg / l 0,002 Carbofuran mg / l 0,007 Chlordane mg / l 0,0002 Chlortoluran mg / l 0,03 DDT mg / l 0,001 1,2-Dibromo-3-
chloropropane ( DBCP ) mg / l 0,001
2,4 Dichloropenoxyacetic acid ( 2,4-D )
mg / l 0,03
1,2-Dichloropropane mg / l 0,04 Isoproturon mg / l 0,009 Lindane mg / l 0,002 MCPA mg / l 0,002 Methoxychlor mg / l 0,02 Metolachlor mg / l 0,01 Molinate mg / l 0,006 Pendimethalin mg / l 0,02 Pentachlorophenol ( PCP ) mg / l 0,009 Permethrin mg / l 0,3 Simazine mg / l 0,002 Trifluralin mg / l 0,02 Chlorophenoxy herbicides
selain 2,4-D dan MCPA
2,4-DB mg / l 0,090 Dichlorprop mg / l 0,10 Fenoprop mg / l 0,009 Mecoprop mg / l 0,001 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic
acid mg / l 0,009
57
d. Desinfektan dan Hasil
Sampingannya
Desinfektan Chlorine mg / l 5 Hasil Sampingan Bromate mg / l 0,01 Chlorate mg / l 0,7 Chlorite mg / l 0,7 Chlorophenols 2,4,6-Trichlorophenol (
2,4,6-TCP ) mg / l 0,2
Bromoform mg / l 0,1 Dibromochloromethane (
DBCM ) mg / l 0,1
Bromodichloromethane ( BDCM )
mg / l 0,06
Chloroform mg / l 0,3 Chlorinated acetic acid Dichloroacetic acid mg / l 0,05 Trichloroacetic acid mg / l 0,02 Chloral hydrate Halogenated acetonitrilies Dichloroacetonitrile mg / l 0,02 Dibromoacetonitrile mg / l 0,07 Cyanogen Chloride (sebagai
CN ) mg / l 0,07
2 Radioaktifitas
Gross alpha activity Bq / l 0,1 Gross beta activity Bq / l 1 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/
2010 Tanggal 19 April 2010
2.11 Sistem Penyediaan Air Bersih
Menurut Noerbambang dan Morimura (1985) dalam Safitri (2015)
menyatakan bahwa ada empat komponen utama penyediaan air bersih yaitu unit
pengumpul/intake air baku, unit pengelolaan air/sistem produksi, jaringan
transmisi dan jaringan distribusi. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.1 berikut
ini.
58
Sumber :Noerbang dan Morimura , (1985) dalam Safitri (2015)
Gambar 2.1 Sistem penyedian air bersih
Keterangan :
a) Jaringan transmisi
b) Jaringan distribusi
c) Pelanggan
1. Intake (badan pengambil air baku)
2. IPA (instalasi pengolah air)
3. Reservoir
Adapun fungsi dari keempat komponen utama jaringan air bersih itu, yaitu :
1. Unit Pengumpul/Intake Air Baku
Unit pengumpul/intake air baku berguna untuk menangkap/mengumpulkan
air yang berasal dari sumber air baku untuk dapat dimanfaatkan, ada lima sumber
mata air diperkotaan, yaitu:
a. Air hujan, yaitu air hasil kondensasi uap air yang jatuh ke tanah
b. Air tanah, yaitu air yang mengalir dari mata air, sumur artesis atau diambil
melalui sumur buatan
c. Air permukaan, yaitu air sungai atau danau
d. Pengolahan air laut, atau air tanah payau/asin
e. Hasil pengolahan air limbah
Sumber Air
Baku
1
2 3 a a a b
c
59
Air tanah dan air permukaan merupakan pilihan sumber air yang utama
dimanfaatkan diantara kelima sumber tersebut. Penyebabnya adalah kedua sumber
tersebut mudah didapat, jumlahnya besar dan secara kualitas relative lebih baik
dan memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebagai air bersih.
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA)/Water Treatment Plant (WTP)
Berfungsi untuk mengolah sumber air baku (air sungai, danau, mata air
dsb) menjadi air bersih yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal-hal yang
perlu dikontrol di sistem ini adalah kualitas air, konsumsi bahan-bahan kimia,
penggunaan listrik dan pasokan air secara kontiyu (Kodoatie dan Sjarief, 2005)
Menurut Sutrisno dan Suciati (2006) dalam Syafitri (2015) unit-unit dalam IPA
adalah:
a. Bangunan Pengendap Pertama
Berfungsi mengendapkan partikel-pertikel padat dari sumber air baku
dengan gaya gravitasi. Bila air bakunya cukup jernih dan sadah maka
bangunan ini tidak diperlukan
b. Pembubuhan Koagulant
Koagulant adalah bahan kimia yang berguna untuk membantu
pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan
sendirinya. Bahan yang dipergunakan sebagai koagulant adalah
alumunium sulfat (tawas)
c. Bangunan Pengaduk Cepat
Berfungsi meratakan bahan kimia (koagulant) yang ditambahkan agar
dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat
60
d. Bangunan Pembentuk Flok
Flok adalah partikel padat yang lebih besar dan bisa mengendap secara
gravitasi
e. Bangunan Pengendap Kedua
Berfungsi mengendapkan flok yang terbentuk pada bangunan pembentuk
flok
f. Filter (Saringan)
Bak filter berfungsi menyaring air dari kemungkinan masih terdapatnya
flok-flok maupun bahan tersuspensi lainnya
3. Sistem Jaringan Transmisi
Merupakan sistem transportasi air baku ke sistem pengolahan atau sistem
transportasi air bersih dari sistem pengolahan air baku (IPA) ke tempat
penampungan (reservoir). Cara pengangkutannya dengan cara gravitasi atau
dengan pemompaan
4. Sistem Jaringan Distribusi
Adalah sistem penyaluran air bersih dari reservoir sampai ke daerah-daerah
pelayanan. Sistem distribusi merupkan sistem yang paling penting dalam
penyediaan air bersih.hal ini mengingat baik buruknya sistem pelayanan air bersih
dinilai dari baik tidaknya sistem distribusi, artinya masyrakat hanya tahu air
sampai ke pelanggan dan masyrakat tidak melihat prosesnya.
Dalam sistem distribusi ini beberapa hal harus diperhatikan Noerbambang
dan Morimura (1985) dalam Syafitri (2015) yaitu :
61
a. Sampai ke pengguna dengan kualitas baik dan tidak terkontaminasi
(kulaitas air)
b. Memenuhi kebutuhan pelanggan setiap saat dan dalam jumlah cukup
( kontinuitas dan kuantitas air)
c. Sistem tersebut dirancang untuk menghindari kebocoran. Menyangkut
efektifitas pelayanan dan efisiensi pengolahan (tingkat kehilangan air
dan kebocoran)
d. Tekanan air menjangkau daerah pelayanan walau kondisi air bersih
sangat kritis (kondisi topografi/karateristik fisik)
Penyediaan air bersih sangat krusial dalam kehidupan mahluk hidup,
khususnya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, perlu dilakukan
penyediaan air bersih secara berkesinambungan agar tidak kekurangan persediaan
air bersih. Sistem transmisi air bersih dimulai dari pengambilan air baku,
penyaringan dan pendistribusiannya dari instalasi pengelolaan air hingga sampai
ke pemukiman warga masyarakat yang sesuai dengan standarisasi air bersih atau
air layak pakai.
Menurut Naway (2013) menyatakan bahwa sistem jaringan air bersih adalah
suatu sistem untuk menyalurkan air bersih yang berawal dari pengambilan air
baku, hingga sampai dipelanggan sebagai air bersih yang memenuhi standar air
bersih. Sistem transmisi air bersih adalah sistem pengaliran air dari sumber air dan
instalasi pengolahan air ke titik awal jaringan distribusi atau reservoir pembagi.
Sistem transmisi menghubungkan antara instalasi pengolahan air dan sistem
distribusi.
62
Lebih lanjut, Naway (2013) menyatakan bahwa bentuk jaringan pipa
transmisi ditentukan oleh kondisi topografi, lokasi penempatan resevoir dan
jaringan pipa yang akan dipasang. Sistem distribusi adalah sistem jaringan
perpipaan yang berfungsi untuk mengalirkan air bersih dari titik akhir pipa
transmisi menuju ke rumah pelanggan konsumen. Denah (Layout) kawasan dan
topografi mempengaruhi bentuk dari denah dan desain dari sitem distribusi.
Sedangkan Fitriani dan Hadi (2010) menyatakan bahwa untuk daerah
perkotaan, teknologi inovatif dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu
dikaji. Sistem sanitasi dan pembuangan kotoran di perkotaan memberikan
tantangan yang lebih besar, karena teknologi sanitasi standar tidak dapat bekerja
karena kepadatan penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan dekatnya
jarak sumber air. Dalam penyediaan air, desentralisasi teknologi dan pendekatan,
seperti pengolahan tempat penggunaan air bersih, akan jauh lebih efektif
dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena berbagai sumber yang berbeda
dan banyaknya penyedia.
Penyaluran air bersih kepada warga masyarakat sangat dipengaruhi oleh
sistem distribusi air bersih. Sistem distribusi air bersih ini mesti langsung
berhubungan dengan masyarakat konsumen melalui perpipaan. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Damanhuri (2010) bahwa sistem distribusi adalah
sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi
pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah
pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya,
hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan, dan reservoir distribusi.
63
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa
yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan
menujupemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga
termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah
(reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai
instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan keran
kebakaran.
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas
pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi
pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air
bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan
faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Faktor
yang didambakan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu.
Pendistribusian air minum kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas dan
tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa
dan dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air tergantung pada
kondisi topografi dari sumber air dan posisi para konsumen berada.
Menurut Haris (2010) menyatakan bahwa sistem pengaliran yang dipakai
adalah sebagai berikut:
a. Cara Gravitasi.
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
64
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap
cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi.
b. Cara Pemompaan.
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang
diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen.
Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan
dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup.
c. Cara Gabungan.
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada kondisi
darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama
periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam
reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai cadangan
air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak, maka pompa
dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa unit
pengolahan air (water treatment plant) berfungsi untuk mengolah air sungai
menjadi air bersih yang layak didistribusikan kepada pelanggan. Beberapa
hal yang perlu dikontrol diantaranya adalah kualitas air, konsumsi bahan-
bahan kimia, penggunaan listrik dan pasokan air secara kontinyu. Jaringan
pipa transmisi yang menghubungkan water treatment plant dan stasiun
pompa booster. Jaringan pipa distribusi yang merupakan jaringan pipa yang
langsung tersambung kepada pelanggan.
65
Lebih lanjut, Kodoatie dan Sjarief (2005) menyatakan bahwa dalam
pengoperasiannya tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur
sesuai dengan konsumsi pelanggan sewaktu konsumsi air meningkat pada
siang hari (pada pukul 08.00 hingga pukul 16.00) tekanannya ditingkatkan
aliran air di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah pada
malam hari (pukul 16.00 hingga pukul 08.00) tekanannya dilakukan untuk
melindungi jaringan dari tekanan yang berlebihan. Penurunan tekanan
dilakukan dengan mengalirkan ke reservoir sehingga sehingga tekanan air
dari water treatment plant ke stasiun pompa booster selalu tetap sepanjang
hari dan malam.
Tabel 2.4 Distribusi Air Bersih Berdasarkan Waktu
No Rentang Waktu Keterangan 1 00.00 – 04.00 Konstan 15 meter kolom air 2 04.00 – 07.00 Secara bertahap ditingkatkan menjadi 30 meter kolom air 3 07.00 – 20.00 Konstan 30 meter kolom air 4 20.00 – 22.00 Secara bertahap diturunkan menjadi 15 meter kolom air 5 22.00 – 00.00 Konstan 15 meter kolom air
Sumber: Kodoatie dan Sjarief (2005)
2.12 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah: “Analisis Kualitas Pelayanan Penyediaan Air
Bersih oleh PDAM Tirta Siak di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru”, maka
penelitian ini hanya terdiri dari satu (1) variabel , namun variabel ini terdiri dari
dua (2) indikator. Indikator penelitian ini, yaitu: (1) Kualitas Pelayanan; dan (2)
kualitas Air Bersih.
Untuk menentukan sub indikator penelitian ini penulis perlu mengemukakan
teori-teori yang relevan dengan kedua indikator tersebut. Untuk indikator Kualitas
66
Pelayanan, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tjiptono dalam
Herdiyansyah (2011) bahwa kualitas pelayanan memiliki ciri-ciri, yaitu:
(1) ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;
(2) akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan; (3) kesopanan dan
keramahtamahan dalam memberikan pelayanan; (4) kemudahan mendapatkan
pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas
pendukung; (5) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan
lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan infiormasi dan lain-
lain; dan (6) atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti ruang tunggu ber-AC,
kebersihan dan lain-lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pelayanan
ditentukan oleh 6 faktor, yaitu:
a. ketepatan waktu pelayanan;
b. akurasi pelayanan;
c. kesopanan dan keramahtamahan dalam memberikan pelayanan;
d. kemudahan mendapatkan pelayanan;
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan; dan
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya.
Selanjutnya, untuk indikator Penyediaan Air Bersih, penulis menggunakan
teori yang berasal dari Perda Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2005 tentang
khlor dan amonia; dan (d) Radioaktif, meliputi tidak terdapat sinar alfa, beta dan
gamma.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penyediaan Air Bersih
ditentukan oleh 4 faktor parameter, yaitu: (a) Parameter Mikrobiologi; (b)
Parameter Fisika; (c) Parameter Kimia; dan (d) Parameter Radioaktif. Namun
dalam penelitian ini dianjurkan untuk difokuskan pada “parameter fisika “ saja.
Oleh sebab itu, item angket untuk kualitas air bersih berisikan pertanyaan yang
berkaitan dengan parameter fisika saja, meliputi bau, warna, jumlah zat padat
terlarut (TDS), kekeruhan , rasa dan suhu
Berdasarkan teori tentang Kualitas Pelayanan dan tentang Penyediaan Air
Bersih, penulis merancang item angket dengan mengecu pada poin-poin yang
berkaitan dengan kedua indikator tersebut sesuai dengan uraian teori diatas yang
akan ditampilkan di Bab III pada teknik angket
2.13 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang penyediaan air bersih ini bukanlah penelitian perdana,
namum sejumlah penelitian sebelumnya sudah ada yang dilakukan oleh para
peneliti terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
68
Tabel 2.5 Beberapa Penelitian Terdahulu yang Relevan
No Peneliti/
Tahun Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
1 Lazarus (2010)
Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Sintang
Kinerja yang kurang dan kemampuan yang masih rendah oleh pegawai PDAM dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan air yang dibutuhkan masyarakat.
Metode penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif, yaitu analisis datanya melalui uraian-uraian
Kinerja pegawai PDAM Sintang sudah optimal yang diberiakan kepada masyarakat. Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawainya adalah kurangnya promosi jawaban dan penghargaan
Mengukur kinerja lebih cocok menggunakan pendekatan kuantitatif
2 Yani Yuliani (2015)
Kinerja Pelayanan Air Bersih Berbasis Masyarakat Di Kelurahan Tugurejo Kota Semarang
Permintaan akan penyambungan baru oleh calon pelanggan terus bertambah, namun sejak tahun 2012 permintaan menjadi pelanggan menjadi berkurang dan sejak awal tahun 2013 sampai bulan November 2013 permintaan pelanggan dihentikan oleh pengelola karena kapasitas dengan dua sumur dalam kurang memungkinkan untuk penambahan pelanggan. Kapasitas pelayanan air bersih belum menjangkau seluruh warga RW I dan RW V, karena masih belum dapat memenuhi permintaan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan positivistik rasionalistik. Pendekatan positivistik, yaitu pendekatan yang memandang suatu fenomena itu konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejalanya bersifat sebab akibat
1. Pengelolaan pelayanan berbasis masyarakat berlangsung karena keterbatasan kemampuan sistem pelayanan jaringan air bersih perkotaan. Koordinasi dengan pemerintah sebagai penanggung jawab prasarana publik, harus tetap dilakukan, sehingga kualitas pelayanan tetap terjaga.
2. Peningkatan kontinuitas distribusi air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia untuk pelaksanaan pelayanan atau distribusi air bersih, baik menambah jumlah petugas dan meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan
Penelitian ini tidak membahas kualitas air nya melainkan penilaian kinerja dari sisi pelanggan, dinilai dengan kepuasan pelanggan dari kualitas pelayanan air
69
No Peneliti/ Tahun Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
3 Sidiq Sudibyo (2006)
Pelayanan air bersih melalui kemitraan Pemerintah-Swasta (Studi Kasus PDAM Kabupaten Semarang dan P.T. Sarana Torta Unggaran)
Pendapatan belum mampu menutupi biaya operasional dan rendahnya minat industri dalam berlangganan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei jenis eksplanatory, yaitu jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan antara variabel melalui pengujian hipotesis
Minat berlangganan air bersih air bersih oleh industrin dan besaran tarif dengan mempertimbangkan prinsip biaya pemulihan melalui kemitraan Pemerintah-swasta yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Sasaran penelitian ini adalah minat industri untuk berlangganan tetapi tidak masyrakat.
4
Dyah Nastiti
Proborini (2007)
Evaluasi Kinerja
Pelayanan Penyedia
Air Bersih Sistem
Perpipaan Di Kota
Kecil (Studi
Kasus Kota Serang Dan Banjaran)
Kurangnya Optimalisasi Ketersedian Air Bersih Yang Ada
Di Kota Serang Dan Banjaran
Metode Penelitian Menggunakan
Analisis Kualitatif Deskriptif
Perlu Adanya Usaha-Usaha Peningkatan Ketersediaan Air Bersih
Melalui Kerjasama Pemerintah-Swasta Dan Partisipasi Masyarakat Kota
Serang Dan Banjaran
Penelitian Ini Tidak
Membahas Parameter
Untuk Mengukur
Kualitas Air Bersih. Lebih Menekakankan Pada Kinerja
PDAM Dan Pengelola Air Bersih Sistem
Komunal
70
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian Kritik
5
Ridwan Naway (2013)
Pengembangan Sistem Pelayanan Air Bersih
Pelayanana air bersih oleh PDAM untuk perumahan di Manado baru mencapai 33,8% sementara jumlah
penduduk bertambah, sisanya 66,2% masih menggunakan sumur
bor juga terbatas pada anggota masyarakat tertentu.
Bagi pelanggan PDAM yang sampai ke wilayah tersebut belum
lancar dan ada kalanya tidak ada air yang mengalir, namun jika ada air
yang mengalir biasanya hanya pada saat tengah malam. Hal ini
menyebabkan minat masyarakat untuk menyambung jaringan lewat
PDAM berkurang
Metode penelitian menggunakan
analisis kualitatif deskriptif
1. Perencanaan sistim penyediaan air bersih direncanakan berdasarkan
kebutuhan debit penduduk perumahan Wale Manguni Indah pada jam puncak sampai dengan tahun 2031 yaitu sebesar 3,8703
liter/detik. 2. Sistim penyediaan air bersih melalui
reservoir dengan pendistribusian melalui pipa transmisi dari PDAM
yang ditampung terlebih dahulu pada bak penampung
(bronkaptering) dan kemudian disalurkan dengan mengunakan pompa melalui pipa transmisi
berdiameter 150 mm menuju ke reservoir pembagi yang selanjutnya disebarkan ke hidran-hidran umum
pada daerah layanan dengan menggunakan sistem gravitasi
melalui pipa distrbusi berdiameter 50 mm – 100 mm.
3. Kapasitas reservoir sebesar 47,77
Penelitian ini lebih
ditekankan untuk
memprediksi kebutuhan air
dan tergantung
pada penduduk sedangkan
indikator tidak dibahas
71
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Penelitian
Kritik
6 Novitri Astuti (2014)
Penyediaan Air Bersih Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sangatta Kabupaten Kutai Timur
Masyarakat Sangatta semakin sulit mendapatkan air bersih, dimana kualitas air yang dialirkan PDAM tidak sesuai harapan pelanggan karena air yang dialirkan mempunyai warna keruh dan berbau sehingga air tidak layak dikonsumsi dan akan menganggu kesehatan masyarakat; dan pendistribusian air bersih yang dialirkan oleh pihak PDAM belum maksimal dikarenakan masih seringnya terjadi pengaliran bergilir dari rumah satu kerumah lainnya
Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif
1. Dalam kualitas, kuantitas dan kontinuitas air bersih mendapati permasalahan diantaranya air bahan baku telah tercemar oleh limbah tambang dan tingkat kekeruhan atau lumpur cukup tinggi.
2. Air mengalir kerumah pelanggan tidak 24 jam setiap harinya dan terdapat pula kebocoran pipa dan kemacetan meter yang cukup tinggi.
Metodologi penelitian menggunakan deskriftif kualitatif yaitu hanya memaparkan, mengambarkan, menganalisis, seharusnya menggunakan deskriptif kuantitatif
7
Ridho Adiputra Tambunan (2014)
Peran PDAM dalam Pengelolaan Bahan Air Baku Air Minum sebagai Perlindungan Kualitas Air Minum di Kota Yogyakarta
PDAM Kota Yogyakarta sebagian besar hanya mengandalkan sumber air dari mata air Umbulwadon, sumur dalam, sumur dangkal, maupun air permukaan. Mata air Umbulwadon merupakan salah satu sumber air baku PDAM Kota Yogyakarta dengan kapasitas air baku sebesar 350-550 l/dtk. PDAM Kota Yogyakarta memanfaatkan kurang lebih sebesar 80 l/dtk untuk melayani kawasan tengah Kota Yogyakarta.Hal ini diperparah dengan lemahnya PDAM dalam menyalurkan air bersih sehingga
Metode penelitian ini dengan pendekatan hukum yuridis empiris yang merupakan penelitian dengan fokus pada perilaku masyarakat hukum (law action), dan memerlukan data primer yang diperoleh secara
Peran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta dalam pengelolaan bahan air baku air minum sebagai perlindungan kualitas air minum di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sangat berperan penting dalam penyediaan air baku air minum sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 yang mencukupi kebutuhan pelanggan dengan sistem pendistribusian air
Penelitian ini membahas peran PDAM dalam pengelolaan air baku dan kendala-kendala, tetapi kualitas air bersih tidak dibahas
72
No
Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Kritikan
penyedotan air tanah secara individual oleh masyarakat pun tidak terelakkan dalam rangka memenuhi kebutuhan air tersebut.
langsung dari responden dan nara sumber sebagai data utama
bersih yang berlaku. PDAM juga telah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dalam kaitannya dengan pengawasan kualitas air baku air minum yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta, koordinasi dengan Dinas 11 PU terkait dalam pemberian bantuan sarana dan prasarana pendukung dalam melindungi kualitas air minum, koordinasi dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) kaitannya dengan pengelolaan air sebagai usaha dalam melindungi kualitas air minum serta koordinasi dengan BLH dalam kaitannya dalam melindungi kualitas air baku tidak lepas dari prasarana perkotaan lain yang dapat menimbulkan kualitas air menurun
8
Muhammad Ismail (2014)
Analisis Keseimbangan Pelayanan Air Bersih Pdam Kota Makassar Dengan
Tingginya permintaan akan pelayanan air bersih saat ini di Kota Makassar, sepenuhnya belum tertangani dengan optimal, baik segi pelayanan yang ada saat ini, maupun kapasitas produksi yang tersalurkan sampai ke konsumen. Kuantitas air yang dialirkan oleh IPA Panaikang ke Kecamatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif studi ketersediaan, studi dan kebutuhan air bersih pada Kota
1. Ketersediaan air baku Kanal Lekopancing untuk IPA Antang dan IPA Panaikang saat ini mencukupi untuk pengoperasian masing-masing IPA dan tidak dapat lagi dikembangkan kapasitas produksinya. Berbeda halnya dengan Sungai Jeneberang, Sungai Jeneberang mempunyai debit air
Pembahasan tidak pada kualitas pelayanan melainkan studi ketersedian air bersih dan studi
73
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil
Kritikan
Menggunakan Program Realm
Tamalanrea masih memerlukan pasokan air bersih tambahan sekitar 30,01 liter/detik. Permasalahan yang terjadi adalah ketersediaan air baku di Sungai Lekopancing yang berkurang pada musim kemarau dari kurang lebih 30,90 m3 /s menjadi 0,986 m3 /s (Silaban, 2005). Begitu pula dengan IPA Antang belum memberikan pelayanan yang optimal dan merata kepada semua pelanggan
Makassar
yang melimpah yakni ratarata 33 m3 /detik, sehingga tidak mempunyai masalah apabila pengembangan kapasitas produksi IPA. Kondisi prasarana penyediaan air bersih Kota Makassar saat ini dalam kondisi baik kecuali jaringan transmisi kondisi kurang baik dan jaringan pipa distribusi ke pelanggan kondisi tidak baik. Pasokan untuk kebutuhan air bersih penduduk wilayah pelayanan IPA PDAM Kota Makassar belum cukup dalam pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk.
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kota Makassar mempunyai lima IPA yakni IPA Ratulangi 50 liter/detik, IPA Panaikang 1.000 liter/detik, IPA Antang 85 liter/detik, IPA Maccini Sombala 200 liter/detik dan IPA Somba Opu 1.000 liter/detik.
kebutuhan air bersih di kota makasar
74
No Penelitian/Tahun
Judul Permasalahan Metode Hasil Kritikan
9 Swesti Ari Donya (2014)
Studi Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih di Desa Serang Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar
Penyediaan air bersih untuk masyarakat di Desa Serang Kecamatan Panggungrejo masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini masih belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat. Sumber mata air Gemplah dan pada saat musim kemarau selalu mengalami kekeringan, maka pengadaan penyediaan air minum di daerah ini sangat mendesak.
Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif
1. Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih dapat diketahui dengan menggunakan tandon mampu melayani penduduk sebesar 82,43% dengan kehilangan air 25%. Sehingga besarnya debit sumber yang tersedia sangat mencukupi kebutuhan air bersih sampai dengan tahun 2029.
2. Untuk daerah distribusi RD Sumber Gemplah, alternatif 2 yang paling sesuai untuk pola operasi karena menggunakan 1 pompa dan lama operasi pompa yang paling pendek sehingga memperingan kerja pompa. Meskipun sama-sama sanggup memenuhi kebutuhan air bersih penduduk, heda yang di butuhkan pompa pada alternatif 2 lebih kecil dibandingkan alternatif 1 dan alternatif 3 sehingga lebih efisien dalam pembangunan.
3. Tekanan pada semua junction memenuhi persyaratan batas tekan maksimum HDPE (0-16 bars).
Tujuan penelitian ini tidak membahas kualitas pelayanan air bersih dan kualitas air bersih tetapi membahas debit kebutuhan air bersih, perencanaan jaringan distribusi air bersih, kondisi jaringan distribusi air bersih.