Top Banner
38 BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN HIJAU Dalam Bab II ini akan diuraikan teori dan konsep yang terkait dengan Pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk obyek pajak pada jalur hijau dan kawasan limitasi di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Keterkaitan antara landasan teori pada Bab I dengan teori pada Bab II ini adalah untuk menambah dan memperjelas serta mempertajam teori dan konsep dalam penulisan tesis ini, khususnya teori dan konsep yang digunakan untuk mencari jawaban dari masalah yang telah dirumuskan. Pembahasan dalam penulisan Bab II ini meliputi Teori Perpajakan, Konsep Pajak Daerah dan Kawasan Hijau yang sistematika pemaparannya sebagai berikut : 1. Pajak Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai pengertian pajak, asas-asas dan syarat-syarat pemungutan pajak, fungsi pajak dan subyek serta obyek pajak. 2. Pajak Daerah Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai pengertian pajak daerah, jenis-jenis pajak daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai pajak daerah dan diakhiri dengan bahasan tentang kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Perpajakan. 3. Kawasan Jalur Hijau dan Limitasi
47

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

Aug 12, 2019

Download

Documents

truongcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

38

BAB II

TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN HIJAU

Dalam Bab II ini akan diuraikan teori dan konsep yang terkait dengan

Pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk obyek pajak pada jalur hijau

dan kawasan limitasi di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Keterkaitan antara

landasan teori pada Bab I dengan teori pada Bab II ini adalah untuk menambah

dan memperjelas serta mempertajam teori dan konsep dalam penulisan tesis ini,

khususnya teori dan konsep yang digunakan untuk mencari jawaban dari masalah

yang telah dirumuskan. Pembahasan dalam penulisan Bab II ini meliputi Teori

Perpajakan, Konsep Pajak Daerah dan Kawasan Hijau yang sistematika

pemaparannya sebagai berikut :

1. Pajak

Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai pengertian pajak, asas-asas dan

syarat-syarat pemungutan pajak, fungsi pajak dan subyek serta obyek

pajak.

2. Pajak Daerah

Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai pengertian pajak daerah, jenis-jenis

pajak daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai pajak daerah dan

diakhiri dengan bahasan tentang kewenangan Pemerintah Daerah dalam

Penyelenggaraan Perpajakan.

3. Kawasan Jalur Hijau dan Limitasi

Page 2: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

39

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan

pajak merupakan penerimaan yang dominan dari seluruh penerimaan negara.

Banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, tetapi pada intinya

mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Berikut ini adalah beberapa pengertian

mengenai pajak oleh para ahli, yaitu:

Banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya

pengertian pajak yang dikemukakan oleh R. Santoso Brotodiharjo, pajak adalah

peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan

sumber utama untuk membiayai public investment.52 Menurut Waluyo pengertian

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.53 Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa

timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.54 Pengertian ini kemudian disempurnakan

menjadi, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara

untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public

saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

52 Adrian Sutedi, 2011, Hukum Pajak, Penerbit Grafika, Jakarta, hal. 8. 53 Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, hal. 2. 54 Siti, Resmi, 2009, Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta,

hal. 17.

Page 3: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

40

Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UUKUP

Tahun 2007) adalah sebagai berikut;

“Pajak adalah kontribusi wajib pada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan pengertian pajak yang dikemukakan di atas, dapat

disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. luran dan rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah

negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan

kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat

ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Asas-Asas dan Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

2.1.2.1 Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pelaksanaan pemungutan pajak dapat dijumpai adanya beberapa

asas, yaitu: asas yuridis, asas ekonomis, asas umum dan merata, asas domisili,

asas sumber, asas kebangsaan, asas waktu, asas rentabilitas dan asas resiprositas.55

55 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, 2004, Asas Dan Dasar Perpajakan Jilid 1,

Rafika Aditama, Bandung, hal. 39

Page 4: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

41

1. Asas Yuridis

Asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus berdasar

undang-undang, artinya pemungutan pajak tersebut harus terlebih dulu

mendapat persetujuan rakyat (melalui wakil-wakil rakyat). Di Indonesia

hal tersebut tertuang dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi : “Segala pajak untuk

keperluan negara berdasarkan undang-undang”, yang setelah dilakukan

amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 selanjutnya dicantumkan dalam Pasal 23 A, yang berbunyi : “Pajak

dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur

dengan Undang-Undang”.

2. Asas Ekonomi

Dalam asas ini disyaratkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Pajak harus dapat dibayar dari penghasilan rakyat dan tidak boleh

menghalangi usahanya dalam menuju ke kebahagiaan rakyat;

b. Pajak tidak boleh menghalang-halangi lancarnya usaha perdagangan

dan industri atau produksi;

c. Pajak tidak boleh bertentangan dengan atau merugikan kepentingan

umum.

Kepentingan umum jangan sampai dirugikan, misalnya bantuan

terhadap bencana alam menurut saluran-saluran tertentu yang dilakukan

oleh orang-orang atau badan dapat dianggap sebagai pengeluaran yang

Page 5: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

42

dapat dipergunakan untuk mengurangi jumlah penghasilannya dalam

rangka menghitung penghasilan bersih.

3. Asas Umum dan Merata

Umum artinya adalah bahwa dalam asas ini menyatakan bahwa

pemungutan pajak harus dikenakan kepada semua orang (yang memenuhi

syarat) tanpa pandang bulu dan merata artinya tekanan beban pajaknya

sama (sesuai dengan kemampuan masing-masing Wajib Pajak).

4. Asas Domisili

Asas ini memberikan kewenangan kepada negara untuk memungut pajak

kepada wajib pajak (tax payer) yang bertempat tinggal di wilayahnya.

Dengan kata lain pemungutan pajak didasarkan atas tempat tinggal atau

domisili Wajib Pajak. Misalnya, apabila seorang Warga Negara Indonesia

(WNI) memperoleh penghasilan dari Indonesia dan dari luar Indonesia

maka pemerintah Indonesia berwenang memungut pajak kepada WNI

yang bersangkutan baik atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia

maupun dari luar tersebut.

5. Asas Sumber

Asas ini memberikan kewenangan kepada negara asal sumber pendapatan

yang diperoleh oleh wajib pajak. Dengan kata lain pemungutan pajak

didasarkan atas letak sumber pendapatan yang diperoleh tanpa

memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Misalnya, jika seorang Warga

Negara Asing (WNA) memperoleh penghasilan dari Indonesia, maka

berdasar atas asas ini pemerintah Indonesia berwenang memungut pajak

kepada WNA tersebut.

Page 6: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

43

6. Asas Kebangsaan

Asas kebangsaan ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan

dari suatu negara sehingga pengenaan/pemungutan pajak didasarkan atas

kebangsaan Wajib Pajak. Asas ini mengandung dua arti yaitu :

a. Dalam arti aktif ; artinya negara berwenang memungut pajak kepada

semua warga negaranya dimana pun berada.

b. Dalam arti pasif ; artinya negara berwenang untuk memungut pajak

terhadap warga negara asing yang tinggal di wilayah negaranya.

7. Asas Waktu

Asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus dilakukan pada saat

Wajib Pajak dalam keadaan mampu membayar pajak. Misalnya,

memungut pajak pada saat rakyat menikmati panen atau saat wajib pajak

yang berstatus pegawai mendapat gaji, jangan memungut pajak saat rakyat

dalam keadaan paceklik.

8. Asas Rentabilitas

Asas ini mensyaratkan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih

besar dari pajaknya, atau dengan kata lain pemungutan pajak harus

memberikan hasil. Salah satu fungsi pajak adalah fungsi budgetair atau

fungsi keuangan, yaitu untuk mendapatkan keuangan yang sebesar-

besarnya bagi negara, sehingga jika pemungutan pajak akan merugikan

negara atau tidak menghasilkan, maka pemungutan pajak tidak perlu

dilakukan.

Page 7: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

44

9. Asas Resiprositas

Asas ini menyatakan bahwa negara memberikan kebebasan subyektif

dengan syarat timbal balik. Misalnya, duta besar suatu negara yang berada

di Indonesia dapat dibebaskan membayar pajak tertentu dengan syarat

bahwa negara dari duta besar tersebut juga membebaskan duta besar

Indonesia di negara sahabat tersebut.

Berbeda dengan pendapat Rochmat Soemitro yang membagi asas-asas

pemungutan pajak menjadi 9 (sembilan) asas seperti yang dikemukakan di atas,

Mardiasmo membagi asas pemungutan pajak menjadi 3 (tiga) asas saja, yaitu:56

1. Asas domisili (asas tempat tinggal)

2. Asas sumber

3. Asas kebangsaan

2.1.2.2 Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Rochmat Soemitro, pemungutan pajak harus memenuhi syarat-

syarat yaitu syarat yuridis, syarat ekonomis, syarat finansial, dan syarat sosiologis,

yang diuraikan sebagai berikut:57

1. Syarat yuridis mengharuskan bahwa undang-undang pajak yang menjadi dasar

pelaksanaan perpajakan harus memberikan kepastian hukum, memberikan

keadilan, dan juga harus memberikan manfaat.

2. Syarat ekonomis mensyaratkan bahwa pemerintah dalam memungut pajak

harus benar-benar memperhatikan dampak ekonomi pada individu, jangan

sampai pajak merupakan beban bagi individu atau warga masyarakat.

56 Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta, hal. 7. 57 Rochmat Soemitro, Op.Cit, hal. 42.

Page 8: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

45

3. Syarat finansial mensyaratkan bahwa dalam pemungutan pajak harus

memberikan hasil atau cukup memberikan hasil pada kas negara, jangan

sampai biaya yang digunakan untuk memungut pajak melebihi hasil dari pajak.

4. Syarat sosiologis mensyaratkan bahwa pajak harus dipungut sesuai dengan

kebutuhan masyarakat serta memperhatikan keadaan dan situasi masyarakat

pada waktu itu. Karena pajak adalah untuk keperluan masyarakat dan dipungut

dari anggota masyarakat, maka pungutan pajak harus mendapatkan persetujuan

dari masyarakat.

2.1.3 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,

yaitu:

1. Fungsi Anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara

dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.

2. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan.

Page 9: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

46

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan

yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan

sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat

2.1.4 Subyek Pajak dan Obyek Pajak

2.1.4.1 Subyek Pajak

Pengertian subjek pajak berbeda dengan pengertian wajib pajak. Pengertian

subjek pajak tidak dapat ditemukan baik dalam UUKUP tahun 1983 maupun

dalam perubahan-perubahannya sampai dengan yang terakhir saat ini yaitu

UUKUP tahun 2007. Namun dalam UUKUP tahun 2007 hanya dijelaskan tentang

pengertian wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Pengertian subjek pajak dapat ditemukan dalam beberapa Undang-Undang Pajak

yang tergolong Hukum Pajak Materiil, seperti yang dapat dilihat di Undang-

Undang tentang Pajak Penghasilan (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

sebagaimana terakhir dirubah dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008)

dijelaskan mengenai subjek pajak yaitu :

Page 10: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

47

1. Dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa yang menjadi Subjek Pajak

adalah : (a) 1) orang pribadi atau perseorangan; dan 2) warisan yang belum

terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak; dan (b) badan;

dan (c) bentuk usaha tetap.

2. Dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak

dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Selanjutnya yang dimaksud

dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah : (a) orang pribadi yang

bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; (b)

badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; dan (c)

warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.

Subjek Pajak luar negeri adalah : (a) orang pribadi yang tidak

bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183

(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia; (b) orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan

Page 11: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

48

dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia.

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : (a) tempat

kedudukan manajemen; (b) cabang perusahaan; (c) kantor perwakilan; (d)

gedung kantor; (e) pabrik; (f) bengkel; (g) pertambangan dan penggalian

sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi

pertambangan; (h) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau

kehutanan; (i) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; (j)

pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan; (k) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang

kedudukannya tidak bebas; (l) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

3. Pasal 3 dijelaskan tentang badan dan orang yang tidak termasuk Subjek

Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu : (a) badan perwakilan

negara asing; (b) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau

pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan

kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama

mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia

Page 12: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

49

tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau

pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik; (c) organisasi-organisasi internasional yang

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : (1)

Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; (2) tidak menjalankan usaha

atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain

pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran

para anggota; dan (d) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan

warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau

pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan dinyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak

adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas

bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,

menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek pajak

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak menjadi wajib pajak menurut Undang-undang ini.

Selanjutnya mengenai Wajib Pajak pengertiannya ditegaskan

dalam Pasal 1 angka 1 UUKUP 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi

atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Orang pribadi atau badan

dalam hukum pajak merupakan subjek pajak, sehingga wajib pajak adalah

Page 13: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

50

juga merupakan subjek pajak. Oleh karena itu, subjek pajak (orang pribadi

atau badan) yang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Undang-

Undang Perpajakan adalah Wajib Pajak.

Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat

Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib

melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan

tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak.

2.1.4.2 Obyek Pajak

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan 2008

menyatakan, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

Page 14: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

51

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. laba usaha;

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan

pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan

dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-

pihak yang bersangkutan;

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya;

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil

usaha koperasi; royalti;

Page 15: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

52

8. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

9. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

10. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

11. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

12. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

13. premi asuransi;

14. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

15. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

Undang-undang tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (3), yang tidak

termasuk sebagai Objek Pajak adalah :

1. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat

atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan

para penerima zakat yang berhak;

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau

badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang

bersangkutan;

3. warisan;

Page 16: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

53

4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyertaan modal;

5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari

Wajib Pajak atau Pemerintah;

6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa;

7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara,

atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha

yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha

Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan

yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)

dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di

luar kepemilikan saham tersebut;

8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja

maupun pegawai;

9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Page 17: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

54

10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,

perkumpulan, firma dan kongsi;

11. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama

5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin

usaha;

12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan

usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha

tersebut:

a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan; dan

b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

2.1.5 Tarif Pajak

2.1.5.1 Tarif Pajak Pada Umumnya

Pengaturan tarip pajak dapat diketemukan dalam Hukum Pajak Materiil.

Tarip digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besarnya utang pajak yang

harus dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi ataupun badan. Dalam praktik

pemungutan pajak, tarip pajak yang digunakan dalam berbagai peraturan

perundang-undangan pajak dapat berupa tarip-tarip pajak sebagai berikut :

1. Tarip proporsional/sebanding

Tarip proporsional atau sebanding adalah tarip pajak yang persentasenya

tetap atau tidask berubah, artinya semakin besar jumlah yang dipakai

Page 18: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

55

sebagai dasar menentukan besarnya pajak yang terutang maka semakin

besar pula jumlah utang pajak yang harus dibayar. Namun, kenaikan

besarnya utang pajak tersebut diperoleh dengan persentase yang

sama/tetap. Misalnya dalam Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah (Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2000) dinyatakan bahwa untuk Pajak

Pertambahan Nilai ditetapkan 10 % (sepuluh per seratus).

2. Tarip tetap

Tarip tetap adalah tarip pajak yang besarnya tetap terhadap berapapun

jumlah atau nilai objek yang dikenakan pajak. Misalnya tarip dalam

menetapkan besarnya pajak berupa bea meterai atas diterbitkannya

dokumen suatu perjanjian sebesar Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah).

3. Tarip progresif

Tarip progresif adalah tarip pajak yang persentase pengenaannya semakin

meningkat bila jumlah atau nilai objek yang dikenai pajak. Misalnya tarip

dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menentukan bahwa bagi

wajib pajak orang pribadi akan dikenai tarip sesuai dengan lapisan

penghasilan kena pajak.

Apabila dilihat dari kenaikan persentase tarifnya, dalam tarip

progresif dikenal :

a. Tarip progresif progresif, yaitu kenaikan persentase tarifnya semakin

besar;

b. Tarip progresif tetap, yaitu kenaikan persentase tarifnya tetap;

Page 19: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

56

c. Tarip progresif degresif, yaitu kenaikan persentase tarifnya semakin

kecil.

4. Tarip degresif

Tarip progresif adalah tarip pajak yang persentase pengenaannya semakin

menurun sejalan dengan pertambahan penghasilan atau dengan kata lain

persentase tarip yang digunakan akan semakin kecil jika jumlah atau nilai

objek yang dikenai pajak semakin besar. Dalam penerapannya tarip

progresif juga dapat berupa degresif progresif, degresif tetap dan degresif

degresif.

2.1.5.2 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. Besarnya

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Kantor

Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Mentri Keuangan dengan

mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah)

setempat. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan

memperhatikan kondisi ekonomi nasional. NJOP ditentukan per wilayah

berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan

terlebih dahulu memperhatikan :

1. Harga rata-rata diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya

berdekatan dan telah diketahui harga jualnya

3. Nilai perolehan baru

4. Penentuan nilai jual objek pengganti

Page 20: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

57

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak

dengan NJKP.58

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

= 0,5% x (Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP))

Besarnya persentase NJKP ditentukan sebagai berikut :

1. Sebesar 40% dari NJOP untuk :

a. Objek pajak perkebunan;

b. Objek pajak kehutanan;

c. Objek pajak lainnya, yang wajib pajak perseorangan dengan NJOP atas

bumi dan bangunan sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah).

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk :

a. Objek pajak pertambangan;

b. Objek pajak lainnya yang NJOP kurang dari 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah).

3. Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

58 Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, hal. 317.

Page 21: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

58

2.2 Pajak Daerah

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Pajak Daerah merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang

diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah

dan pembangunan daerah untuk memajukan daerah tersebut, antara lain dapat

ditempuh suatu kebijaksanaan yang mewajibkan setiap orang untuk membayar

pajak sesuai dengan kewajibannya. Setiap daerah berhak mengurus rumah

tangganya sendiri (otonom). Pajak Daerah menurut Mardiasmo adalah pajak yang

dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah

(melalui Perda) untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah

daerah.59

Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-

undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang

dimaksud dengan Pajak Daerah adalah :

“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.” Apabila memperhatikan prinsip umum perpajakan yang baik dengan

bertitik tolak dengan pendapat Adam Smith dan ekonom-ekonom Inggris yang

lain, maka menurut Musgrave haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Penerimaan/pendapatan harus ditentukan dengan tepat; 2. Distribusi beban pajak harus adil artinya setiap orang harus dikenakan

pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya; 3. Yang menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik mana pajak

tersebut harus dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut akhirnya harus ditanggung.

59 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 62.

Page 22: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

59

4. Pajak harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap keputusan perekonomian dalam hubungannya dengan pasar efisien.

5. Struktur pajak harus memudahkan penggunaan kebijakan fiscal untuk mencapai stabilitasi dan pertumbuhan ekonomi.

6. Sistem pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas/pasti serta harus dipahami oleh wajib pajak.

7. Biaya administrasi dan biaya-biaya lain harus serendah mungkin jika dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.60 Untuk mempertahankan prinsip tersebut di atas, maka perpajakan daerah

harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara

penerimaan pajak harus lebih besar dari ongkos pemungutannya;

2. Relatif stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar,

kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara

tajam;

3. Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan

(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).

Melihat definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pajak daerah

merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah

Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Diatur

berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan

daerah. Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah, pajak

daerah dibagi menjadi 2 (dua) yakni :

1. Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi

2. Pajak Daerah yang dipungut oleh Kabupaten /kota

60 Rochmat Soemitro, Op.Cit, hal. 15-16.

Page 23: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

60

Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut oleh

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yakni sebagai berikut :

1. Pajak provinsi kewenangan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah

Provinsi, sedangkan untuk pajak kabupaten/kota kewenangan pemungutan

terdapat pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

2. Objek pajak kabupaten/kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak

provinsi dan objek pajak kabupaten/kota masih dapat diperluas berdasarkan

peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang

ada. Sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus

melalui perubahan dalam undang-undang.

Perpajakan Daerah oleh K. J. Davey61 dapat diartikan sebagai berikut:

1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri;

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;

3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah.

2.2.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Kriteria Pajak daerah secara spesifik dapat diuraikan dalam 4 (empat) hal

yakni :

1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang

dilaksanakan oleh daerah itu sendiri;

2. Pajak yang dipungut berdasarkan pengaturan dari pemerintah pusat tetapi

penetapan besarnya tarif pajak oleh pemerintah daerah;

3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah itu

sendiri;

61 K. J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 39.

Page 24: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

61

4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi

hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Pajak daerah di Indonesia dapat di golongkan berdasarkan tingkatan

Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat Provinsi dan pajak daerah tingkat

Kabupaten/Kota. Penggolongan pajak seperti tersebut di atas diatur dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dalam Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Republik

Indonesia tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 2 ayat (1) dan (2))

serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang obyek, subyek, dasar pengenaan

pajak dan ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku, baik sebelum maupun

sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Selanjutnya Pajak Daerah saat ini yang hak kewenangan pemungutnya

dapat diklasifikasikan menurut wilayah pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Pajak Daerah Provinsi, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah

provinsi, terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan.

e. Pajak Rokok.

2. Pajak Daerah Kabupaten/Kota, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh

pemerintah daerah Kabupaten/Kota, terdiri dari :

Page 25: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

62

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Reklame;

d. Pajak Hiburan;

e. Pajak Parkir;

f. Pajak Penerangan Jalan;

g. Pajak Pengambilan dan Pengelohan Bahan galian Golongan C;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan;

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Tarif pajak Provinsi yang berlaku dalam rangka keseragaman akan diatur

dalam suatu peraturan pemerintah. Sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang pajak daerah provinsi yang seragam ditentukan dalam suatu peraturan

pemerintah. Dalam hal ini, yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Sedangkan pajak daerah Kabupaten/Kota, khususnya yang menyangkut

masalah tarif pajak Kabupaten/Kota ditentukan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan perlakuannya sama dengan tarif

yang terdapat dalam Undang-undang pajak daerah. Tarif tersebut merupakan tarif

tertinggi yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota dalam

pemungutan pajak daerah.

Page 26: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

63

2.2.3 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak

Daerah

2.2.3.1 Pajak Bumi dan Bangunan

1. Dasar Hukum

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1994.62

2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di

bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman

(termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik

Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau

dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.63

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dimaksud adalah pajak

yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh

keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. (Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1994). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak

yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau bangunan.64

Sedangkan menurut Waluyo Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang

bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh

keadaan Objek Pajak yaitu Bumi dan Bangunan, keadaan Subjek (siapa

62 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 20. 63 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 311. 64 Agus Setiawan dan Hardi, 2006, Perpajakan Bendaharawan Pemerintah, Rajawali,

Jakarta, hal. 125.

Page 27: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

64

yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang

terutang.65

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi

dan Bangunan adalah pungutan pajak yang dikenakan terhadap bumi yang

meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak,

perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia dan atau bangunan yang

meliputi konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan atau perairan.

3. Asas Pajak Bumi dan Bangunan

Berikut ini adalah asas-asas Pajak Bumi dan Bangunan:66

a. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

b. Adanya kepastian hukum

c. Mudah dimengerti dan adil

d. Menghindari pajak berganda

4. Termasuk Dalam Pengertian Bangunan

Berikut ini yang termasuk dalam pengertian bangunan baik

pendirian untuk perumahan tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang

diusahakan lainnya menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1994 adalah :

a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.

b. Jalan tol, galangan kapal, dermaga.

c. Tempat olahraga, kolam renang.

d. Pagar mewah, taman mewah.

65 Waluyo, Op.Cit, hal. 196. 66 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 311.

Page 28: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

65

e. Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak.

f. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

5. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan

untuk melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak

dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.67 Menurut Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1985 definisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak

(SPOP) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan

data objek menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

6. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Pasal 10 ayat (1) Surat

Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak untuk membantu atau memberitahukan besarnya

pajak terutang kepada Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan

surat SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) berdasarkan SPOP

(Surat Pemberitahuan Objek Pajak) wajib pajak.

7. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat

transaksi jual beli. Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan

harga dengan objek lain yang sejenis, atau Nilai Jual Objek Pajak

Pengganti.68 Yang dimaksud dengan :

67 Erly Suandy, 2008, Hukum Pajak, Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta, hal. 157. 68 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 312.

Page 29: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

66

a. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu

pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara

membandingkan dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya

berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

b. Nilai Perolehan Baru adalah suatu cara pendekatan/ metode penentuan

nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian

dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik

objek tersebut.

c. Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai

jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak

tersebut.

Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :

a. Objek pajak sektor perdesaan.

b. Objek pajak sektor perkebunan.

c. Objek pajak sektor kehutanan atas hak pengusaha hutan, hak pengusaha

hasil hutan, izin pemanfaatan kayu serta izin sah lainnya selain hak

pengusaha hutan tanaman industri.

d. Objek pajak sektor kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman

industri.

e. Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi.

f. Objek pajak sektor pertambangan energi panas bumi.

g. Objek pajak sektor pertambangan non migas selain penambangan

energi panas bumi dan galian C.

Page 30: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

67

h. Objek pajak sektor pertambangan non migas galian C.

i. Objek pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan karya atau

kontrak kerjasama.

j. Objek pajak bidang usaha perikanan laut.

k. Objek pajak bidang usaha perikanan darat.

l. Objek pajak yang bersifat khusus.

8. Objek Pajak

Objek pajak PBB yang dimaksud adalah bumi dan atau bangunan.

Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan

menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk

memudahkan perhitungan pajak yang terutang.69

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-

faktor sebagai berikut :

a. Letak

b. Peruntukan

c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut :

a. Bahan yang digunakan

b. Rekayasa

c. Letak

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain

69 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 313.

Page 31: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

68

Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah

negara kita ini bisa dimasukkan sebagai “objek Pajak”. Namun terhadap

tanah dan bangunan tertentu dapat dikecualikan atau tidak dikenakan

pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak

dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :70

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak

untuk mencari keuntungan, antara lain :

1) Dibidang ibadah, contoh : masjid, gereja, vihara, pura.

2) Diidang sosial, contoh : panti asuhan, tanah wakaf.

3) Di bidang kesehatan, contoh : rumah sakit pemerintah.

4) Di bidang pendidikan, contoh : sekolah/madrasah, pesantren.

5) Di bidang kebudayaan nasional, contoh : museum, candi.

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis

dengan itu.

1) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah

negara yang belum dibebani sesuatu hak dan lain-lain.

2) Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatic

atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila

tanah/gedung perwakilan RI dinegara tertentu tidak dikenai PBB,

hal yang sama kita perlakukan terhadap tanah/gedung negara

tersebut yang ada disini.

70 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 314.

Page 32: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

69

3) Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional

yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

c. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan

pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut

dengan peraturan pemerintah.

d. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

ditetapkan untuk masing-masing kabupaten/kota dengan besar setinggi-

tingginya Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib

pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang

nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara

penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

9. Subjek Pajak

Berikut ini yang menjadi subjek pajak yaitu :71

a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas

bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan

merupakan bukti kepemilikan hak.

b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 yang dikenakan

kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.

c. Dalam hal atas suatu objek belum jelas diketahui wajib pajaknya,

Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana

dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.

71 Mardiasmo, Op.Cit, hal. 316.

Page 33: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

70

d. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no.3 dapat

memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak

bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.

e. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no.4 disetujui,

maka Direktorat Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib

pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan sejak

diterimanya surat keterangan dimaksud.

f. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur

Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai

alasan-alasannya.

g. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya

keterangan sebagaimana dalam no.4 Direktur Jenderal Pajak tidak

memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap

disetujui.

10. Tarif Pajak

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 jo Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1994 tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak

adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).

11. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Mentri

Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota

(Pemerintah Daerah) setempat. Dasar perhitungan pajak adalah yang

Page 34: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

71

ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya persentase ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :

a. Harga rata-rata diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara

wajar;

b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya

berdekatan dan telah diketahui harga jualnya

c. Nilai perolehan baru

d. Penentuan nilai jual objek pengganti.

2.2.3.2 Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pajak Daerah

Pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(selanjutnya disebut BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan (selanjutnya disebut PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Undang-

undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(selanjutnya disebut Undang-Undang PDRD). Hal ini adalah titik balik dalam

pengelolaan BPHTB dan pengelolaan PBB-P2. Dengan pengalihan ini maka

kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian,

pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).

Page 35: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

72

Adanya kebijakan tersebut maka kegiatan proses pendataan, penilaian,

penetapan, pengadministrasian, pemungutan atau penagihan dan pelayanan PBB-

P2 akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sehingga dengan kebijakan

yang baru pemerintah daerah memperoleh pendapatan tambahan, yang awalnya

hanya menerima tujuh jenis pajak, setelah adanya pengalihan pemerintah daerah

menerima empat tambahan jenis pajak menjadi sebelas jenis pajak, empat

tambahan jenis pajak tersebut adalah pajak air tanah, pajak sarang burung walet,

PBB-P2, dan BPHTB.

Dalam pengalihan tersebut, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk

ke pemerintah Kabupaten/Kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan

jumlah pendapatan daerah. Pada saat PBB dikelola oleh pemerintah pusat, PBB

masuk dalam akun dana bagi hasil, setelah dialihkan menjadi pajak daerah PBB

masuk dalam akun Pendapatan Asli Daerah. Ketika PBB dikelola oleh pemerintah

pusat, pemerintah Kabupaten/Kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8%.

Setelah pengalihan ini semua pendapatan dari sektor PBB-P2 akan masuk ke

dalam kas pemerintah daerah.72 Pengalihan PBB-P2 tidak dilakukan secara

serentak oleh masing-masing daerah di Indonesia tergantung pada kesiapan

masing-masing daerah.

Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai

dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:

1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah

2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan

baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah),

72 www.pajak.go.id, diakses 26 Maret 2015.

Page 36: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

73

3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi

dengan memperluas basis pajak daerah,

4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak

daerah, dan

5. menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan

pengaturan pada daerah.

Ada beberapa alasan peralihan pengelolaan PBB-P2 kepada Pemerintah

Daerah, yaitu sebagai berikut.

1. Transparansi dan akuntabilitas dinilai akan dapat lebih diwujudkan jika

pengelolaan PBB diserahkan kepada masing-masing daerah otonom. Hal

ini pada gilirannya akan membawa iklim demokrasi yang lebih baik dan

berakar langsung pada persoalan-persoalan konkrit di daerah yang

bersangkutan. Mereka melihat bahwa pembiayaan kebutuhan daerah yang

sebagian besar dibiayai dana transfer dari pusat kurang mencerminkan

akuntabilitas dari pengenaan pajak daerah dan tidak memberikan insentif

bagi daerah untuk menggunakan anggaran secara efisien. Asumsinya jika

pembiayaan kebutuhan daerah dibiayai sebagian besar dari alokasi dana

pusat, maka otomatis kurang memberikan dorongan kepada daerah untuk

menggunakan dana tersebut bagi peningkatan pelayanan kepada

masyarakat. Selanjutnya bila derajat transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan pajak tersebut tinggi, maka kesadaran untuk membayar pajak

dan retribusi daerah atas pelayanan publik yang langsung mereka nikmati

juga makin tinggi. Bersamaan dengan itu pemerintah daerah akan

terdorong untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat karena setiap

Page 37: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

74

pembebanan kepada masyarakat memerlukan peningkatan pelayanan

kepada masyarakat.

2. Objek pajak PBB-P2 dan BPHTB bersifat immobile, dalam arti tidak dapat

direlokasi ke daerah lainnya, sehingga lebih pantas apabila dijadikan pajak

daerah.

3. Objek PBB-P2 dan BPHTB tersebut lokasinya berada di suatu daerah

kabupaten/kota, dan aparat pemerintah daerah jelas lebih mengetahui dan

lebih memahami karakteristik dari objek dan subjeknya sehingga kecil

kemungkinan wajib pajak dapat menghindar dari kewajiban perpajakannya.

Pemerintah pusat lebih suka untuk mengalihkan PBB-P2 menjadi pajak

daerah didasarkan karena adanya beberapa kenyataan,73 antara lain sebagai

berikut.

1. Mayoritas negara maju menyerahkan urusan Pajak Properti (jika di

Indonesia adalah PBB) menjadi urusan pemerintah daerah.

2. Migas (minyak dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai

sumber pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), mengingat Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor

minyak bumi, sebaliknya kini sebagai negara yang mengimpor minyak

bumi. Akibatnya, sumber pendapatan bagi APBN bergeser dari penerimaan

migas kepada penerimaan pajak. Dengan demikian, pajak menempati posisi

strategis dalam APBN.

3. Reformasi birokrasi di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah

berhasil membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang

73 Supriyanto, Heru, 2012, Peluang dan Tantangan Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB,

Online, http://www.formasi.com/index.php?page=showartikel&id=9, diakses 26 Maret 2015.

Page 38: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

75

merupakan peleburan dari KPP, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor

Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jika diamati, keberadaan PBB dengan

sejumlah permasalahan dan tidak diimbangi dengan jumlah

penerimaannya, memang bisa dirasakan mengganggu konsentrasi Ditjen

Pajak sebagai tulang punggung pemenuhan APBN, sehingga pembentukan

KPP Pratama ini merupakan cara cerdas membuat biaya pemungutan PBB

menjadi lebih efisien.

Berdasarkan Undang-Undang PDRD, maka sejak tanggal 1 Januari 2010

Pemerintah Kabupaten/Kota sudah diperbolehkan untuk menerima pengalihan

PBB-P2 dan BPHTB, atau paling lambat 31 Desember 2013. Berikut ini

merupakan ketentuan pengalihan PBB-P2:

1. Pengalihan PBB P2 hanya dapat dilakukan pada 1 Januari tahun

pengalihan;

2. Pengalihan PBB P2 sebelum tahun 2014 pemerintah daerah harus

memberitahu menteri keuangan dan menteri dalam negeri paling lambat

tanggal 30 Juni sebelum tahun pengalihan;

3. Penyampaian pemberitahuan dilampiri dengan peraturan daerah.

2.2.4 Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Perpajakan

Penerapan desentralisasi sistem perpajakan dalam bidang kebijakan fiscal

di samping kebijakan moneter, merupakan kebijakan yang tengah dilaksanakan

oleh banyak negara. Pajak berfungsi sebagai pengumpul dana untuk pelayanan

publik dan memperbaiki ketidaksempurnaan pasar sehingga tercipta efisiensi

ekonomi sektor publik. Pajak juga digunakan untuk alat redistribusi pendapatan

dan kekayaan.

Page 39: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

76

Pajak dipungut oleh pemerintah pada setiap tingkatan, mulai dari

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pada

berbagai negara sebagian besar pajaknya dipungut oleh pemerintah pusat.

Sementara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memungut

sebagian kecil dari jenis pajak tertentu saja. Perkembangan selanjutnya melalui

kebijakan desentralisasi sistem perpajakan, beberapa jenis pajak yang semula

dipungut oleh pemerintah pusat, dilimpahkan kewenangan pemungutannya

kepada pemerintah daerah, serta beberapa jenis pajak lainnya dibagihasilkan

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Desentralisasi sistem perpajakan adalah pelimpahan kewenangan

pemajakan dan penggunaan dana bagi hasil pajak kepada pemerintah daerah.

Desentralisasi sistem perpajakan bertujuan agar daerah mampu mengurus dan

mengelola rumah tangganya sendiri secara mandiri, termasuk menyangkut

penyediaan sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dari penerimaaan pajak.

Kebijakan desentralisasi sistem perpajakan yang termasuk dalam kebijakan

desentralisasi fiskal diterapkan di Indonesia mulai tahun 2001. Sebelumnya

selama 30 tahun lebih Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat

sentralistik. Kebijakan ini tertuang dalam bentuk perundang-undangan yang

mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah, dan perundangan tentang pajak dan retribusi daerah. Perimbangan

keuangan mengatur tentang bagi hasil pajak dan sumber daya alam serta dana

transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perundangan pajak dan

retribusi daerah mengatur jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah

daerah untuk memungutnya.

Page 40: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

77

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

menegaskan kewenangan yang menjadi urusan pemerintah daerah, terutama

pemerintah kabupaten/kota adalah pelayanan publik dasar. Kualitas pelayanan

publik ini terutama dalam penyediaan barang dan jasa untuk pelayanan dasar

seperti kesehatan, pendidikan serta sarana dan prasarana umum. Sementara

pemerintah pusat hanya menangani kewenangan dalam urusan politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan agama.

Menurut Soemitro ditinjau dari aspek ekonomi, pajak merupakan

pemindahan sumber daya dari sektor privat/perusahaan ke sektor publik/negara

yang digunakan untuk membiayai keperluan negara.74 Sedangkan Adriani

menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-

undang yang dapat dipaksakan dengan tidak menerima kontra prestasi langsung

yang dapat ditunjuk. Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam

menyelenggarakan pemerintahan.75

Sistem pemungutan pajak yang mudah dan didukung partisipasi

masyarakat dalam bentuk kepatuhan untuk membayar pajak, merupakan impian

setiap pemerintahan. Richard A. Musgrave yang turut mengembangkan fiscal

federalism theory mengemukakan prinsip yang luas dalam penyerahan kewenangan

pemungutan pajak dengan menggunakan kriteria keadilan dan efisiensi.76

Pemungutan pajak dari masyarakat harus bersifat adil. Asas Equity dalam

perpajakan mencakup dua aspek. Pertama, ability to pay principle di mana pajak

74Rahmat Soemitro, 1982, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung, hal.62. 75R. Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama,

Bandung, hal. 56. 76 Richard A. Musgrave, 1993, Public Finance in Theory and Practice. Fifth Edition,

McGraw-Hill Book Company, USA, hal. 37.

Page 41: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

78

dibebankan kepada pembayar pajak sesuai dengan kemampuan membayarnya.

Kedua, benefit principle di mana setiap pembayar pajak membayar pajak sejalan

dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan pemerintah.77

Pemungutan pajak merupakan kewenangan negara yang diamanahkan oleh

konstitusi, sebagaimana tertulis pada Pasal 23A UUD NRI 1945 Amandemen III

yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

negara diatur dengan undang-undang.” Kebijakan pemungutan perpajakan

merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah dalam

melakukan fungsi alokasi, distribusi, regulasi, dan stabilitasi.78

Ryaas Rasyid menyatakan bahwa untuk membebaskan pemerintah pusat

dari beban yang tidak perlu, dan untuk mendorong kemampuan prakarsa dan

kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar

kesejahteraan, maka desentralisasi menjadi suatu keharusan. Termasuk dalam hal

ini adalah penyerahan sebagian kewenangan pemungutan perpajakan dari

pemerintah pusat kepada pemerintahan di bawahnya.79

Desentralisasi dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan kepada

tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan dan

kewenangan untuk memungut pajak.80 Shah mengemukakan kerangka acuan

alternatif dalam penyerahan kewenangan pemungutan pajak menggunakan kriteria

efisiensi dalam administrasi pajak dan untuk memenuhi kebutuhan fiskal. Tingkat

pemerintahan yang memiliki informasi yang paling baik atas basis pajak, akan

77 Ibid. 78 Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave, 1989, Public Finance in Theory and

Practice, McGraw-Hill Inc, Singapore, hal. 79. 79 Ryaas Rasyid, 2005, ”Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya,” dalam

Desentralisasi & Otonomi Daerah, Editor Syamsudin Haris. LIPI Press, Jakarta, hal. 54. 80 Siddik, Machfud, 2002, “Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah

Yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional,” Makalah pada Seminar Nasional “Public Sector Scorecard”, Jakarta.

Page 42: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

79

menjadi tingkat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk mengenakan pajak

atas basis tersebut.81

Devano dan Rahayu mengemukaan tentang sistem perpajakan dalam arti

sebagai suatu kumpulan atau satu kesatuan terdiri dari: (1) hukum pajak (tax law)

yaitu peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah sebagai

pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak, (2) kebijakan perpajakan

(tax policy) yaitu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang

terarah dan (3) administrasi perpajakan (tax administration) yaitu tata cara atau

prosedur pengenaan dan pemungutan pajak.82

2.3 Kawasan Jalur Hijau dan Limitasi

Jalur Hijau yang dimaksud dalam Perda ini adalah Ruang Terbuka Hijau

yang berupa pertanian lahan basah (persawahan) yang dilestarikan keberadannya

secara berkelanjutan dengan tujuan untuk melestarikan lahan sawah beririgasi,

membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu

dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.

Sebaran Kawasan Jalur Hijau, ditetapkan dengan luas kurang lebih 2.776,3

ha (dua ribu tujuh ratus tujuh puluh enam koma tiga hektar) meliputi :

1. Kecamatan Petang dengan luas kurang lebih 300,7 ha (tiga ratus koma

tujuh hektar);

2. Kecamatan Abiansemal dengan luas kurang lebih 807,5 ha (delapan ratus

tujuh koma lima hektar);

81 A. Shah, 1994. “Intergovernmental Fiscal Relations in Indonesia,” Issue and Reform

Options. World Bank Discussion Paper, Washington DC. 82 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006. Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 41.

Page 43: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

80

3. Kecamatan Mengwi dengan luas kurang lebih 1.421,4 ha (seribu empat

ratus dua puluh satu koma empat hektar);

4. Kecamatan Kuta Utara dengan luas kurang lebih 236,5 ha (dua ratus tiga

puluh enam koma lima hektar); dan

5. Kecamatan Kuta dengan luas kurang lebih 10,1 ha (sepuluh koma satu

hektar).

Secara fisik jalur hijau dapat dibedakan menjadi jalur hijau alami yang

berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun

jalur hijau non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan

kebun bunga. Multi fungsi penting jalur hijau ini sangat lebar spektrumnya, yaitu

dari aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara

ekologis jalur hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir,

mengurangi polusi udara, dan menurunkan suhu kota tropis yang panas terik.

Bentuk-bentuk jalur hijau perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti

sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lain-

lain. Secara sosial-budaya keberadaan jalur hijau dapat memberikan fungsi

sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger (landmark)

kota yang berbudaya. Bentuk jalur hijau yang berfungsi sosial-budaya antara lain

taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya.

Secara arsitektural jalur hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan

kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan

jalur-jalur hijau di jalan-jalan di Kabupaten Badung. Sementara itu jalur hijau juga

dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-

lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan (urban agriculture) dan

Page 44: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

81

pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan

wisatawan.

Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan jalur hijau dapat

merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. jalur hijau dengan

konfigurasi ekologis merupakan jalur hijau yang berbasis bentang alam seperti,

kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dsb.

jalur hijau dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk

mengikuti pola struktur kota seperti jalur hijau perumahan, jalur hijau kelurahan,

jalur hijau kecamatan, jalur hijau kota maupun taman-taman regional/nasional.

Sedangkan dari segi kepemilikan jalur hijau dapat berupa jalur hijau publik yang

dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau jalur hijau privat

(pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi.

Dalam masalah Kabupaten Badung, jalur hijau merupakan bagian atau

salah satu sub-sistem dari sistem Kabupaten Badung secara keseluruhan. Jalur

hijau sengaja dibangun secara merata di seluruh wilayah Kabupaten untuk

memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan menjadi:

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan jalur hijau

menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara, pengatur iklim mikro, agar

sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar,

sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat

satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta

penahan angin;

Page 45: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

82

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu

menggambarkan ekspresi budaya lokal, jalur hijau merupakan media

komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian;

3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan

berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan,

dan lain-lain;

4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota

baik (dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun

makro: lansekap kota secara keseluruhan).

Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga di Kabupaten

Badung. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain,

berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan

’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan

seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan

hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur

hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.

Manfaat jalur hijau di Kabupaten Badung secara langsung dan tidak

langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi

’alami’ ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor.

Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara

seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Taman

tempat peletakan tanaman sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap

karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain, khusus di siang hari,

Page 46: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

83

merupakan pembersih udara yang sangat efektif melalui mekanisme penyerapan

(absorbsi) dan penyerapan (adsorbsi) dalam proses fisiologis, yang terjadi

terutama pada daun, dan permukaan tumbuhan (batang, bunga, dan buah).

Adanya jalur hijau sebagai “paru-paru kota”, di Kabupaten Badung maka

dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini

ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara,

kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. jalur hijau membantu sirkulasi

udara. Pada siang hari dengan adanya jalur hijau, maka secara alami udara panas

akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun

di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik

sinar matahari, di samping sebagai penahan angina kencang, peredam kebisingan

dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang di

‘atas’ kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan

kadarnya pun akan semakin meningkat.

Sementara itu yang dimaksud kawasan limitasi pada Peraturan Bupati

Badung Nomor 89 Tahun 2012 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau

dan Kawasan Limitasi, yang mengacu pada Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan

bahwa Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;

b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

Page 47: BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK DAERAH DAN KAWASAN … II Agus Wira...39 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Ditinjau dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak

84

c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan

f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan dengan hal tersebut diatas maka Bupati Badung membuat

Peraturan Bupati Badung Nomor 89 Tahun 2012 tentang Pengurangan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek

Pajak Pada Jalur Hijau dan Kawasan Limitasi menyatakan pengurangan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 diberikan sebesar 100 % (seratus persen) kepada Wajib Pajak atas Pajak yang

terutang.