Top Banner

of 26

Bab II Tinjauan Pustaka(2) skripsi

Mar 10, 2016

Download

Documents

tinjauan pustaka skripsi dengan judul perbedaan pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei antara MRS modifikasi dengan penambahan air tebu dan limbah cair tempe dengan media pertumbuhan standar MRS tanpa modifikasi. dengan tujuan bisa menjadi pilihan alternatif media pertumbuhan L. casei
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

26

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Media Pertumbuhan Bakteri2.1.1 Definisi Media Pertumbuhan BakteriMedia pertumbuhan bakteri merupakan suatu media yang menyediakan nutrisi dan sejumlah komponen kimia yang dapat mendukung pertumbuhannya. Kebutuhan nutrien mikroba disuplai dari media pertumbuhannya. Selama ini media pertumbuhan bakteri menggunakan bahan-bahan kimia sintetis, namun terdapat pula media yang terbuat dari bahan alami seperti susu skim, kaldu, dan pepton (Ashory et al., 2011).

2.1.2 Syarat Media Pertumbuhan BakteriMedia pertumbuhan yang baik harus mengandung seluruh nutrien yang dibutuhkan oleh organisme untuk perkembang biakannya, dan sejumlah faktor seperti pH, temperatur, dan aerasi harus benar-benar dikontrol. Nutrien yang diperlukan adalah hidrogen, sumber karbon, sumber nitrogen, mineral, faktor pertumbuhan seperti asam amino, purin, pirimidin, dan vitamin (Jawetz et al., 2005). Syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembuatan media adalah : a. Susunan makanan Media yang digunakan untuk pertumbuhan harus mengandung air, sumber karbon, sumber nitrogen, mineral, vitamin, dan gas (Jawetz et al., 2001). b. Tekanan osmose Sifat-sifat bakteri juga seperti sifat-sifat sel yang lain terhadap tekanan osmose. Maka bakteri untuk pertumbuhannya membutuhkan media yang isotonis (Jawetz et al., 2001). c. Derajat keasaman Pada umumnya bakteri membutuhkan pH sekitar netral (Jawetz et al., 2005).d. Temperatur Umumnya bakteri yang patogen membutuhkan temperatur sekitar 37C sesuai dengan suhu tubuh (Jawetz et al., 2001). e. Sterilisasi Sterilisasi media merupakan syarat yang sangat penting. Untuk mendapatkan suatu media yang steril maka setiap tindakan serta alat-alat yang digunakan harus disterilkan dahulu dan dalam pengerjaannya haruslah aseptik (Jawetz et al., 2001).

2.1.3 Klasifikasi Media Pertumbuhan BakteriBerdasarkan fungsi dan aplikasinya media dapat dibagi menjadi :a. Media selektifMedia ini digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, misalnya media Mc. Conkey. Media ini mengandung agar-agar nutrien ditambah dengan garam empedu, berwarna merah muda, dan transparan. Media ini digunakan untuk isolasi kuman-kuman perut.b. Media differensialMedia ini dipakai untuk menumbuhkan bakteri tertentu dan dapat membedakan berbagai jenis bakteri, misalnya media agar darah. Media ini terdiri dari agar nutrien yang ditambahkan darah. Permukaannya tampak bergranul, digunakan untuk agar membedakan bakteri hemolitik dan non hemolitik (bakteri Streptococcus dan Staphylococcus).c. Media perhitunganMedia ini dipakai untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam suatu bahan, misalnya media PCA (Plate Count Agar) dan PDA (Plate Dextrosa Agar) (Suendra et al., 1991).Media pertumbuhan juga dapat dikelompokkan berdasarkan bahan penyusunan, yaitu:

a. Media alamiMedia ini disusun oleh bahan alami, kentang, daging, susu, telur,dan lain-lain.b. Media sintetikMedia sintetik disusun dari senyawa kimia.c. Media semi sintetisMedia ini disusun berdasarkan campuran bahan alami dan bahan sintetis (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).Selain klasifikasi di atas, terdapat klasifikasi lain berdasarkan bentuknya, yaitu:a. Media cair (kaldu cair)Pada media cair ini tidak ditambahkan zat pemadat, digunakan untuk bakteri dan ragi.b. Media padatPembuatan media ini menggunakan agar dan merupakan media umum yang dipergunakan untuk pertumbuhan bakteri heterotrof, ragi, dan jamur.c. Media semi padat atau semi cairPada pembuatan media ini dilakukan penambahan zat padat 50%, digunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan air, anaerobik atau fakultatif (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).

2.1.4 Cara Pembuatan Media Pertumbuhan BakteriMedia yang umum digunakan adalah nutrient agar (Fransiska dan Murdinah, 2007), oleh karena itu akan dijelaskan cara pembuatan media nutrient agar sebagai berikut.a. Cara pembuatan media padatSerbuk nutrient agar ditimbang sebanyak 23 gram, kemudian dilarutkan dalam 1 L akuades lalu dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan magnetic strirrer hingga homogen. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung reaksi diisi dengan 5 mL larutan. Tabung-tabung ini ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 1.5 atm dan suhu 121C selama 15 menit. Media dibiarkan selama 24 jam hingga mengeras (Yuningsih, 2007).b. Cara pembuatan media cair atau brothSebanyak 3 gram beef extract dan 5 gram bacti peptone serta 5 gram NaCl dilarutkan dalam 1 liter akuades dan dipanaskan sambil dikocok dengan menggunakan pengaduk magnetik hingga homogen. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 10 ml dan ditutup dengan kapas dan aluminium foi;. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 1.5 atm dan suhu 121C selama 5 menit (Yuningsih, 2007).

2.2 Lactobacillus casei2.2.1 Morfologi dan Manfaat Lactobacillus caseiTabel 2.1 Klasifikasi ilmiah Lactobacillus caseiKlasifikasi Ilmiah

KingdomBacteria

PhylumFirmicutes

ClassBacilli

OrderLactobacillales

FamilyLactobacillaceae

GenusLactobacillus

SpeciesLactobacillus casei

Sumber: Orla-Jensen (1916); Hansen dan Lessel (1971).

Berdasarkan bentuknya, Lactobacillus termasuk golongan bakteri basil (bacillus), dimana bakteri golongan ini berbentuk batang atau silinder. Adapun variasi bentuk dari golongan ini adalah,a. Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua.b. Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai.Bakteri bacillus mempunyai alat gerak berupa flagel. Ukuran flagel bakteri sangat kecil, tebalnya 0,02 0,1 mikro, dan panjangnya melebihi panjang selbakteri. Berdasarkan tempat dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima golongan, yaitu:a. Atrik, tidak mempunyai flagel.b. Monotrik, mempunyai satu flagelpada salah satu ujungnya.c. Lofotrik, mempunyai sejumlah flagelpada salah satu ujungnya.d. Amfitrik, mempunyai sejumlah flagelpada kedua ujungnya.e. Peritrik, mempunyai flagelpada seluruh permukaan tubuhnya (Irianto, 2008).Lactobacillus sendiri bergerak dengan peritrik flagel (Bergeys Manual, 2002).Pengamatan morfologi Lactobacillus juga dilakukan dengan melakukan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram ini dilakukan dengan menambahkan larutan Gram A (crystal violet), Gram B (iodin), Gram C (90% etanol), dan Gram D (safranin), dengan interpretasi jika berwarna ungu menunjukkan Gram positif (+) dan jika berwarna merah menunjukkan Gram negatif (-). Hasil yang diperoleh dari pewarnaan Gram ini adalah isolat berwarna ungu yang menunjukkan bahwa bakteri ini termasuk dalam Gram positif (+) (Zaenuri, 2009).Uji penggunaan oksigen selanjutnya dilakukan untuk mengetahui sifat Lactobacillus dalam perolehannya terhadap oksigen. Uji penggunaan O2 ini dengan menumbuhkan isolat pada media MRS agar dengan tiga perlakuan, yaitu hanya menumbuhkan isolat pada permukaan media, pada media dengan sedikit ditusukkan ke dalam, dan dengan menusukkan media lebih dalam lagi. Hasil yang diperoleh setelah inkubasi selama 2x24 jam adalah bakteri paling banyak tumbuh dalam semua perlakuan. Lactobacillus merupakan bakteri yang dapat sedikit tumbuh di udara, tapi akan lebih baik pertumbuhannya pada kondisi dibawah tekanan oksigen rendah dan beberapa anaerob pada isolasi (Firmansyah, 2009), yang lebih dikenal dengan sifat fakultatif anaerob (Bergeys Manual, 2002).Pada uji ketahanan suhu dilakukan penumbuhan isolat pada MRS broth pada suhu 15C dan 45C dan diinkubasi selama 2x24 jam. Hasil yang diperoleh pada suhu 15C, bakteri ini dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 45C (Zaenuri, 2009). Menurut Firmansyah (2009), Lactobacillus merupakan bakteri yang suhu optimal pertumbuhannya adalah 30C - 37C.Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat (Napitulu et al.,1997), dimana bakteri golongan ini menghasilkan asam laktat dari pemecahan glukosa (Kunaepah, 2008). Kompleksitas struktur karbohidrat mempengaruhi fermentasi yang dilakukan oleh organisme. Monosakarida lebih sering difermentasikan terlebih dahulu daripada disakarida.Penumbuhan Lactobacillus di media MRS agar menunjukkan gambaran warna koloni putih susu dan bentuk koloni bulat dengan tepian seperti bentuk wol (Firmansyah, 2009). Menurut Waspodo (2009), koloni dari Lactobacillus yang ditumbuhkan pada media agar biasanya berukuran 2-5 mm, permukaannya cembung, entire, buram (opaque), dan tanpa pigmen. Sifat lain dari Lactobacillus adalah tidak berspora.Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat yang sering dijumpai pada makanan fermentasi, produk olahan ikan, daging, susu, dan buah-buahan (Napitupulu et al., 1997). Sejauh ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri ini tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai produk probiotik. Sifat yang menguntungkan dari bakteri Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk mendukung peningkatan kesehatan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora normal dalam sistem pencernaan. Fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam kolon konstan. Jumlah Lactobacillus di usus halus dapat mencapai 106 107 sel/g, sedangkan pada usus besar jumlahnya berkisar antara 1010 1011 sel/g (Zaenuri, 2009). Selain itu, berbagai senyawa hasil metabolisme seperti asam laktat, H2O2, bakteriosin yang bersifat antimikroba, berbagai enzim yang dimilikinya seperti laktase yang membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, dan bile salt hydrolase yang membantu menurunkan kolesterol, serta adanya aktivitas antikarsinogenik dan stimulasi sistem imun (Nagano et al,. 2000; Usman dan Hosono, 1999; Matar et al,. 2001; Horie et al,. 2002).2.2.2 Syarat Pertumbuhan untuk Lactobacillus caseiSyarat-syarat pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei meliputi kebutuhan nutrisi, pH, dan temperatur (Sneath, Mair, Sharpe dan Holt, 1986). a. Nutrisi Unsur kimia untuk pertumbuhan sel yaitu karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Karbon dan sumber energi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari berbagai jenis gula karbohidrat sederhana. Sedangkan kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari sumber anorganik berupa garam amonium,atau garam fosfat. Berikut adalah tabel 2.2. kebutuhan nutrisi media basal untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei.

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi media basal Lactobacillus caseiKandunganKonsentrasi (mg/ml)

D-glucose10

Sodium acetate30

Ammonium chloride3

KH2PO42

K2HPO42

Tween 801

Sodium chloride0.02

MgSO4.7H2O0.2

MnSO4.7H2O0.04

FeSO4.7H2O0.02

L-Arginine0.1

L-Aspartic acid0.4

L-Cystine0.1

L-Glutamic acid0.4

L-Isoleucine0.1

L-Leucine0.1

L-Lysine0.1

L-Methionine0.1

L-Phenylalanine0.1

L-Serine0.1

L-Threonine0.1

L-Tryptophan0.1

L-Tyrosine0.1

L-Valine0.1

Riboflavine0.001

Panthothenic acid0.001

Pyridoxal0.001

Nicotinic acid0.001

Folic acid0.0001

Adenine0.02

Uracil0.02

Xanthine0.02

Sumber : Morishita et al. (1974)Batas konsentrasi untuk nutrisi yang diperbolehkan agar tidak menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah ion ammonium 5 gram/liter, garam phospat 10 gram/liter, nitrat 5 gram/liter, ethanol 100 gram/liter, dan glukosa 100 gram/liter (10-18%). Jika konsentrasi glukosa terlalu tinggi maka kecepatan fermentasi akan menurun dan akan menghambat aktivitas yeast sehingga waktu fermentasi berjalan lebih lama. Jika konsentrasi lebih kecil dari 10%, produk yang dihasilkan lebih sedikit karena nutrisi dan medianya terlalu sedikit. b. pH media Setiap mikroorganisme memiliki karakteristik pH masing-masing didalam kisaran yang mampu untuk berkembang. , pH optimal biasanya 5,5 6,2; pertumbuhan umumnya terjadi sampai pH mencapai 5,0 atau kurang dari 5,0; dan laju pertumbuhan menurun dalam suasana awal media yang bersifat basa (Sneath, Mair, Sharpe dan Holt, 1986). Lactobacillus tumbuh pada media MRS broth (media untuk Lactobacillus) dengan pH antara 5,5 6,5 (Todorov dan Dicks, 2005).c. Temperatur Dari faktor fisika yang mempengaruhi dan dapat menyeleksi pertumbuhan mikroorganisme yang paling penting adalah temperature. Mikroorganisme hanya dapat hidup pada kondisi temperatur yang spesifik. Menurut Firmansyah (2009), Lactobacillus merupakan bakteri yang suhu optimal pertumbuhannya adalah 30C - 37C.

2.2.3 Media Pertumbuhan Standar untuk Lactobacillus caseiMedia pertumbuhan spesifik untuk Lactobacillus casei adalah MRS agar (Kious, 2000). MRS agar pertama kali dikembangkan oleh de Man, Rogosa, dan Sharpe (1960) untuk membiakkan Lactobacillus dari berbagai sumber dengan tujuan membuat media sebagai pengganti agar air tomat. Media ini mungkin dapat digunakan untuk membiakkan seluruh jenis bakteri asam laktat (ISO, 1984; Reuter, 1985). Komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan bakteri ini dalam suatu media standar MRS agar dipaparkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi media MRS agarKandunganJumlah (gr/L)

Pepton10.0

Beef extract8.0

Yeast4.0

Glukosa20.0

Sorbitan monooleate (tween 80)1.0

Di-potassium hydrogen orthophosphate 3H2O 2.0

Magnesium sulphate 7H2O0.2

Manganese (II) sulphate 4H2O + 0.05

Ammonium citrate2.0

Sorbic acid 1.4

Sodium acetate 3H2O 5.0

Agar 15.0

Distilled or deionized water1000.0

Sumber: Corry et al., 2003.

Sediaan lain dari MRS agar adalah MRS broth (cair). Untuk MRS broth, komposisinya sama seperti MRS agar namun tanpa penambahan agar (Biomerieux, 2009).Media MRS selektif untuk Lactobacillus, tapi terdapat kemungkinan adanya pertumbuhan Leuconostocs dan Pediococcus. Selektivitas media dapat berubah tergantung pada pH media. Lactobacillus sendiri tumbuh pada pH 5.0 6.5 dan dapat menoleransi pH yang lebih rendah dari yang telah disebutkan (Reuter, 1985). Inkubasi juga harus dilakukan di lingkungan CO2 selama 24 72 jam (Biomerieux, 2009).

2.3 Limbah Tempe2.3.1 Proses Pembuatan TempeTempe adalah makanan khas Indonesia. Tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada bahan dasarnya (Anggrahini, 1983). Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80% (Ferlina, 2009).Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar diperoleh hasil yang baik ialah:a. Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor;b. Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit;c. Cara pengerjaannya harus bersih;d. Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal) (Deputi Menegristek, 2000).Adapun tahap-tahap pembuatan tempe menurut Ali (2008) dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini.

Penirisan dan PendinginanPerebusan IIPerendamanPengupasan KulitPerebusan IPencucianPenyortiranPemeraman (Fermentasi)PembungkusanPenginokulasian (Peragian)

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Tempe (Ali, 2008)

Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur di antara biji kedelai (Dwinaningsih, 2010).Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang kemungkinan tumbuh selama perendaman.Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan (Ali, 2008). Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga betujuan untuk memberikan kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa atau air yang ditambah asam asetat sehingga pH larutan mencapai 4-5. Perendaman dilakukan selama 12-16 jam pada suhu kamar (25-30C) (Ali, 2008). Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,55,3. Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei, Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis. Kondisi ini memungkinkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen dan pembusuk yang tidak tahan terhadap asam. Selain itu, peningkatan kualitas organoleptiknya juga terjadi dengan terbentuknya aroma dan flavor yang unik ( Hidayat, 2008).Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhiosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut ( Hidayat, 2008). Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam ( Hidayat, 2008).Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida (Ali, 2008). Menurut Buku Panduan Teknologi Pangan (2000), fermentasi dilakukan selama satu malam.

2.3.2 Pengertian dan Jenis Jenis Limbah TempeHampir disetiap kota di Indonesia, khususnya di pulau Jawa akan mudah dijumpai pabrik pembuatan tempe. Jumlah pabrik tempe yang banyak dan sebagian besar mengambil lokasi disekitar sungai ataupun selokan selokan guna memudahkan proses pembuangan limbahnya, akan sangat mencemari lingkungan perairan disekitarnya (Wiryani, 2007).Pada industri tempe, sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain) (Darmono, 2001).

KEDELAI

PEREBUSANAir untuk merebusair limbah

Kedelai masak

PERENDAMANAir rendamanair limbah

Kedelai rendaman

PENCUCIANair limbah

Campuran kedelai kupas dan kulit

PEMISAHAN KULITAir untuk pemisahanair limbah + kulitKedelai kupas

PENCUCIANAir pencuciair limbah

Kedelai bersih

PERAGIANAir pelarut ragi

PENIRISANAir limbah

PEMBUNGKUSAN(Dengan Daun Pisang)

TEMPE

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe dan Produksi Limbah (Said dan Herlambang, 2003)

Berdasarkan bagan diatas tampak bahwa hampir disetiap tahap pembuatan tempe menghasilkan limbah (Wiryani, 2007). Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut (Wardoyo,1975). Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidak seimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut .Selain itu pada pengembangan proses pembuatan dalam skala menengah atau pilot plant telah dilakukan oleh Steinkraus et al. (1965) dalam (Winarno, 1984). dengan menggunakan prinsip pembuatan secara tradisional, disebutkan bahwa bahan yang terbuang dalam proses pembuatan tempe yang berasal dari 1000 gram tempe kedelai adalah sebesar 21,9 %. Bahan-bahan tersebut terdiri dari 8 % kulit, 12,2 % larut dalam proses perebusan, dan 1,7 % hilang pada proses inkubasi.Pada penelitian ini, limbah cair tempe yang digunakan adalah air rendaman kedelai karena air rendaman kedelai merupakan limbah utama dari industri tempe. Di Indonesia limbah ini terdapat dalam jumlah yang melimpah, mengingat industri tempe juga terdapat dalam jumlah yang besar (Timotius dan Hartani, 1998). Menurut Koswara (1990), air limbah tersebut berasal dari tahap perendaman kedelai. Selama proses tersebut banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih mudah larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa dalam air rendaman kedelai masih banyak dijumpai senyawa-senyawa organik, seperti karbohidrat, asam amino, vitamin, dan mineral.

2.3.3 Kandungan Limbah Cair TempeTabel 2.4 Kandungan Limbah Cair Tempe (Gross) (Nusa Idaman dan Heru Dwi, 1999)NoKandunganPresentaseTotal (mg/L)

1.Lemak10 %56,515 mg/L

2.Karbohidrat25% - 50%141,2875 mg/L 282,7 mg/L

3.Protein40% - 60%226,06 mg/L 339,1 mg/L

Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnyapun dapat diduga akan terkandung unsur unsur tersebut (Wiryani, 2007). Menurut Astuti dan Indira (1994) limbah tempe masih mengandung nilai gizi yaitu protein, karbohidrat, vitamin B, lesitin, dan oligosakarida. Hasil analisis kandungan limbah pada penelitian ini yaitu: gula reduksi (1,4%), Nitrogen (7,6%), zat padat total (4,55 mg/l) dan derajat keasaman (pH) 5. Nurhasan dan Pramudyanto (1987) menyatakan bahwa senyawa yang paling besar jumlahnya adalah protein dan lemak. Sugiharto (1987) menyatakan bahwa kandungan protein sebesar 40 60%, kandungan karbohidrat sebesar 25 50%, dan kandungan lemak sebesar 10% dari total seluruh senyawa yang ada di limbah cair tempe, dimana untuk jumlah proteinnya mencapai 226,06 434,78 mg/L (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Besarnya jumlah senyawa-senyawa tersebut, jika dibuang ke perairan, akan meningkatkan total hidrogen di daerah tersebut. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2), dan metana (CH4) (Said dan Wahjono,1999). Senyawa-senyawa yang terkandung dalam limbah cair tempe dapat menjadi polutan organik yang yang dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena dibutuhkan untuk proses penguraian zat-zat organik, sehingga juga memberikan pengaruh terhadap kualitas air (Wiryani, 2007). Berikut tabel yang menyajikan analisis kandungan limbah cair tempe dibandingkan dengan Baku Mutu Limbah Cair Golongan IV (standar paling rendah) berdasarkan Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan oleh Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1991).

Tabel 2.5 Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik TempeNo.ParameterSatuanBaku Mutu Air Limbah (Gol. IV)Limbah Cair dari Rebusan Kedelai (Rata-rata)Limbah Cair dari Rendaman Kedelai (Rata-rata)

1.SuhuoC457532

2.TDS (Total Dissolve Solid)mg / l5.00025.06025.254

3.TSS (Total Suspended Solid)mg / l5004.0124.551

4.pH-5-964,16

5.NH3N (Amoniak bebas)mg / l2016.526,7

6.NO3N (Nitrat)mg / l5012.5214,08

7DO (Dissolve Oxygen)mg / l-TtdTtd

8.BOD (Biological Oxygen Demand)mg / l3001.302,0331.380,87

9.COD (Chemical Oxygen Demand)mg / l6004.188,2735.398,87

1. Tercetak tebal berarti melampaui Standar Baku Mutu Limbah Cair;2. Ttd berarti tidak terdeteksi.Sumber : Erry Wiryani (2007)

Berdasarkan Tabel 2.5 tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan disekitarnya (Wiryani, 2007). Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 75 C dengan suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 30C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air (Wardhana, 2004). Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut (DO) dalam air (Connel dan Miller, 1995).Limbah cair dari proses perebusan dan perendaman kedelai, mempunyai nilai TDS dan TSS yang jauh melewati standart baku mutu limbah cair. Pengaruh Padatan tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) sangat beragam, tergantung dari sifat kimia alamiah bahan tersuspensi tersebut. Pola yang ditemukan pada sungai yang menerima sebagian besar padatan tersuspensi secara umum adalah berkurangnya jumlah spesies dan jumlah individu makhluk hidup . hal ini terjadi karena adanya pengaruh yang berbahaya pada ikan, zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya berupa terjadinya penyumbatan insang oleh partikel partikel yang menyebabkan asfiksiasi. Disamping itu juga adanya pengaruh pada perilaku ikan dan yang paling sering terjadi adalah penolakan terhadap air yang keruh, adanya hambatan makan serta peningkatan pencarian tempat berlindung (Connel dan Miller, 1995).Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai diketahui telah melampaui standart baku mutu seperti yang telah tercantum pada tabel 2.4 Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5 (Wardhana, 2004).Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung didalamnya akan dihancurkan oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan sering dibarengi dengan keluarnya bau busuk. Dalam limbah domestik, sebagian besar nitrogen organik akan diubah menjadi amoniak pada pembusukan anaerobik dan menjadi nitrat atau nitrit pada pembusukan aerob (Mahida, 1986). Kandungan limbah cair dari proses pembuatan tempe tersebut diatas menyebutkan bahwa amoniak bebas dari limbah rendaman kedelai sudah melampaui ambang batas, hal ini tentu dapat membahayakan lingkungan perairan (Wiryani, 2007).Bahan buangan biodegradable juga merupakan nutrien bagi tumbuhan air (Prawiro, 1988). Kandungan bahan buangan biodegradable yang tinggi pada perairan dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga menyebabkan terjadinya blooming population beberapa tumbuhan air seperti Alga, Phytoplankton maupun eceng gondok (Eichhornia crassipes Solm) (Wardhana, 2004). Terjadinya peningkatan eutrofikasi mengakibatkan daerah bentik yang kekurangan oksigen terlarut akan semakin meluas. Hal ini dapat menurunkan jumlah habitat yang sesuai untuk ikan dan dapat menyebabkan penurunan jumlah ikan secara keseluruhan (Connel dan Miller, 1995).Nilai Biological Oxygen Demand (BOD atau kebutuhan oksigen biologis) dari limbah cair ini sangat tinggi sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam perairan untuk mendegradasi limbah tersebut sangat besar. Bahan organik akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi gas CO2, H2O dan gas NH3 yang dapat menyebabkan bau busuk. Chemical Oxigen Demand (COD atau kebutuhan oksigen kimiawi) juga sangat tinggi pada limbah cair tempe sehingga akan membutuhkan oksigen yang sangat besar agar limbah cair tersebut dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini limbah organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan H2O serta ion Chrom (Wardhana, 2004).Berdasarkan kondisi diatas, air limbah tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Limbah cair tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi (Said dan Wahjono, 1999).

2.4 Air Tebu2.4.1 TebuTanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi menurut Daniels et al., (1987) sebagai berikut:

Tabel 2.6 Klasifikasi ilmiah TebuKlasifikasi Ilmiah

KingdomPlantae

DivisioSpermatophyta

KelasMonocotyledonae

OrdoPoales

FamiliPoaceae

GenusSaccharum

SpeciesSaccharum Officanarum L

Tebu (Saccharum officinarum L.) banyak tersebar di berbagai negara terutama di daerah beriklim panas. Tanaman tebu berasal dari India, tumbuh dengan baik pada ketinggian 900 1100 meter di atas permukaan laut dengan pertumbuhan tanaman yang lebat dan rapat (Maradjo et al., 1977). Menurut Sutjahjo (1992) tanaman tebu ini umumnya diperbanyak melalui stek. Batang tanaman tebu beruas-ruas dari bagian pangkal sampai pertengahan, ruasnya panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya pendek. Tinggi batang antara 2 sampai 5 meter, tergantung baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan. Batang dengan mata tunas pada ruas, di bawah ruas berlilin (Steenis, 2005).Akar tanaman tebu adalah serabut, hal ini sebagai salah satu tanda bahwa tanaman ini termasuk kelas Monocotyledone. Akar tebu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek disebut pula akar bibit yang masa hidupnya tidak lama. Akar ini tumbuh pada cincin akar dari stek batang. Sedangkan akar tunas merupakan pengganti akar bibit.Pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah, ada yang mendatar dekat permukaan tanah (Steenis, 2005).Daun tanaman tebu adalah daun tidak lengkap, karena terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak ada. Kedudukan daun berpangkal pada buku. Panjang helaian daun adalah antara 1 sampai 2 meter, sedangkan lebarnya 4-7 cm, ujungnya meruncing, tepinya seperti gigi dan mengandung kersik yang tajam (Sastrowijono,1987). Diantara pelepah daun dan helaian daun terdapat sendi segitiga dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi antara helaian daun dan pelepah daun. Ukuran lebar daun sempit kurang 4 cm, sedang antara 4-6 cm dan lebar 6 cm.Bunga tebu merupakan malai yang bentuknya piramida, panjangnya antara 70 90 cm. Bunga tebu biasanya muncul pada bulan April-Mei. Bunganya terdiri dari tenda bunga yaitu 3 helai daun tajuk bunga. Bunga tebu mempunyai 1 bakal buah dan 3 benang sari, kepala putiknya berbentuk bulu (Steenis, 2005).Tanaman tebu (Saccharum sp.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer dalam rumah tangga, hal ini dikarenakan dalam batangnya terkandung 20% cairan gula (Royyani dan Lestari, 2009). Bagian lainnya dapat pula dimanfaatkan dalam industri jamur dan sebagai hijauan pakan ternak (Farid, 2003).

2.4.2 Air Tebu dan KandungannyaTebu merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan produk gula. Bila batang tebu dipotong akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut dengan sabut dan cairannya disebut dengan nira. Nira terdiri dari air dan bahan kering baik yang larut maupun yang tidak larut dalam nira. Nira sebagai hasil pemisahan dari bahan sabut penyusun batang tebu yang dilakukan dalam stasiun gilingan. Pada stasiun gilingan, batang atau ampas tebu diperas untuk mendapatkan nira sebanyak mungkin (Mardhia, 2008).Batang tanaman tebu mengandung sukrosa 11-19%, monosakarida 0,5%, serat kasar 11-19%, senyawa organik lain 0,5-1,5%, air 65-75%, sedikit zat warna, senyawa nitrogen, getah, dan lilin. Komposisi tersebut dapat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh umur panen dan varietas (Martoharsono, 1979). Komposisi nira atau air tebu yang lengkap dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.7 Komposisi Nira atau Air TebuKomposisiKadar (%)

Air74.50

Abu0.50

- silika (SiO2)0.25

- kalium (K2O)0.12

- natrium (Na2O)0.01

- kalsium (CaO)0.02

- magnesium (MgO)0.01

- besi (Fe2O3) Trace element

- fosfat (P2O5)0.07

- sulfat (SO3)0.02

- klorin Trace element

Serat 10.0

- selulosa5.50

Pentosan2.00

Grum tebu0.50

lignin2.00

Gula14.0

sukrosa12.5

glukosa0.90

fruktosa0.60

Nitrogen0.40

Albumin0.12

Asparagin0.07

Aspartat0.20

Asam nitrat0.01

AmoniaTrace element

Lemak dan lilin0.20

Pektin0.20

Asam bebas0.08

Asam lain0.12

Sumber : Meade and Spencer (1963)

Media pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

Media alamiMedia sintetik (MRS agar dan broth)

Air tebuLimbah tempe

Campuran limbah tempe dan air tebu diuji untuk menumbuhkan Lactobacillus casei

Lactobacillus casei dapat tumbuh pada media campuran limbah tempe dan air tebu

Keterangan :------: Tidak diteliti : Diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual penelitian

Media pertumbuhan bakteri secara umum terbagi atas dua jenis, yaitu media sintetik dan media alami. Bakteri Lactobacillus casei juga dapat tumbuh pada kedua jenis tersebut. MRS agar dan broth merupakan media sintetik yang merupakan media pertumbuhan spesifik untuk Lactobacillus casei. Penelitian ini menitikberatkan pada pembuatan media pertumbuhan alternatif dengan harga yang murah dan bahan dasarnya yang mudah didapat sekaligus memenuhi kriteria media pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei. Campuran limbah tempe dan air tebu memiliki kandungan-kandungan zat yang dibutuhkan oleh bakteri ini untuk tumbuh, oleh karena itu dilakukan pengujian dengan menumbuhkan bakteri Lactobacillus casei shirota strain pada media campuran limbah tempe dan air tebu, lalu diamati pertumbuhannya yang terjadi pada akhir penelitian.

2.6 Hipotesis penelitianHipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah Bakteri Lactobacillus casei dapat tumbuh pada media pertumbuhan alami yang terdiri dari campuran limbah tempe dan air tebu sebagai bahan modifikasi media pertumbuhan Lactobacillus casei dan menunjukkan hasil pertumbuhan koloni bakteri yang berbeda pada media modifikasi MRS jika dibandingkan dengan MRS tanpa modifikasi.