6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PPK BLUD 2.1.1 Pengertian PPK BLUD Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang dimaksud dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sedangkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah- kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. 2.1.2 Tujuan dan Azas BLUD Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Pola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah bertujuan untuk meningkatkan kualitas
22
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdfmasyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang ... bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi ... Pengadaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PPK BLUD
2.1.1 Pengertian PPK BLUD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang
dimaksud dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas. Sedangkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan praktek
bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-
kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan
berkesinambungan.
2.1.2 Tujuan dan Azas BLUD
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Pola
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah bertujuan untuk meningkatkan kualitas
7
kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan azas terbentuknya BLUD adalah sebagai
berikut:
1. BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan
pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan
praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah
2. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk
untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum
tidak terpisah dari pemerintah daerah
3. Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama
pada aspek manfaat yang dihasilkan
4. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan oleh kepala daerah
5. Dalam pelaksanaan kegiatan, BLUD harus mengutamakan efektivitas dan
efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa
mengutamakan pencarian keuntungan
6. Rencana kerja dari anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLUD disusun
dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah
7. Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat,
BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya.
8
2.1.3 Karakteristik BLUD
BLUD memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan instansi
pemerintah lainnya, yaitu:
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari
kekayaan negara
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat
3. Tidak bertujuan untuk mencari laba
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi
5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada
instansi induk
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara
langsung
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil
8. BLUD bukan sumber pajak.
Selain itu BLUD mempunyai keistimewaan/privilege atau pengecualian dalam
hal fleksibilitas pengelolaan keuangan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung, sesuai Rencana Bisnis dan
Anggaran nya tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara.
Namun demikian, seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP, sehingga
wajib dilaporkan dalam laporan Realisasi Anggaran
2. Anggaran belanja BLUD merupakan anggaran fleksibel berdasarkan
kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, atau
dengan kata lain, belanja dapat bertambah atau berkurang dari yang
9
dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang,
setidaknya professional
3. Dalam rangka pengelolaan kas, BLUD menyelenggarakan hal-hal sebagai
berikut: Merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas; Melakukan
pemungutan pendapatan atau tagihan; Menyimpan kas dan mengelola rekening
bank; Melakukan pembayaran; Mendapatkan sumber dana untuk menutup
defisit jangka pendek; Memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka
pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan
4. BLUD dapat mengelola piutang, sepanjang dikelola dan diselesaikan secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta memberikan
nilai praktik bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan
5. BLUD dapat mengelola utang sepanjang dikelola dan diselesaikan secara
tertib, efisien, eknomis, transparan, dan bertanggung jawab serta memberikan
nilai praktik bisnis yang sehat. Pembayaran kembali utang BLUD merupakan
tanggung jawab BLUD
6. BLUD dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
Khusus investasi jangka panjang, harus mendapat persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur
7. Pengadaan barang/jasa BLUD yang sumber dananya berasal dari pendapatan
operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lainnya dapat
dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan.
8. BLUD dapat mengembangkan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan
Keuangan
9. BLUD dapat memperkerjakan tenaga professional non PNS
10
10. Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLUD dapat diberikan
remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme
yang diperlukan.
2.1.4 Persyaratan BLUD
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) atau unit kerja dapat melaksanakan PPK BLUD apabila
telah memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan administratif.
1. Persyaratan substantif terpenuhi apabila tugas dan fungsi SKPD atau unit kerja
bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang
menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi-public goods). Pelayanan yang
dimaksud berhubungan dengan:
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
2. Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD atas rekomendasi sekretaris
daerah untuk SKPD atau unit kerja;
b. Kinerja keuangan SKPD atau unit kerja yang sehat
11
3. Persyaratan administratif terpenuhi apabila SKPD atau unit kerja membuat dan
menyampaikan dokumen yang meliputi:
a. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Standar pelayanan minimal;
e. Laporan keuangan pokok/prognosa laporan keuangan; dan
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen
2.2 Evaluasi
2.2.1 Pengertian Evaluasi
Menurut Samsul Hadi dkk (2011) evaluasi merupakan proses mengumpulkan
informasi mengenai suatu objek, menilai suatu objek, dan membandingkannya dengan
kriteria, standar, dan indikator. Menurut United Nations Development Programe
(2009) dalam buku Handbook on Planning, Monitoring, and Evaluating for
Development Results evaluasi adalah suatu pengukuran secara bebas dan teliti baik
terhadap aktivitas yang telah selesai maupun yang masih berjalan untuk menentukan
sejauh mana tujuan aktivitas tersebut telah tercapai dan berkontribusi dalam
pengambilan keputusan. Objek evaluasi dapat berupa kebijakan, program, aktivitas,
proyek, strategi, sektor, maupun organisasi.
Evaluasi merupakan pemeriksaan yang bersifat teknis. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengetahui dan mengukur kemajuan atau pencapaian hasil dari suatu kegiatan
atau program yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan sasaran yang
12
direncanakan sebelumnya. Dengan melakukan evaluasi manajer atau pimpinan dapat
mengetahui kinerja program, tujuan mana saja yang berhasil dicapai dan tujuan yang
belum tercapai sesuai dengan data-data yang terkumpul. Dengan begitu manajer atau
pimpinan dapat melakukan perbaikan baik terhadap perencanaan maupun pelaksanaan
program. Melalui data dan fakta yang ada evaluasi dapat digunakan oleh manajer
untuk membuat keputusan dan perencanaan strategis demi keberlangsungan program
di masa mendatang (Wholey et al, 2010).
2.2.2 Tujuan Evaluasi
Menurut Subarsono (2009) evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja (efektivitas) suatu kebijakan. Melalui evaluasi
dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui
berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan
untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun
negatif.
5. Untuk mengetahui adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk
mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara
membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan
ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
13
2.2.3 Jenis Evaluasi
Menurut Azwar (2010) jenis evaluasi terdiri dari evaluasi formatif, evaluasi
proses, evaluasi sumatif, evaluasi dampak program, dan evaluasi hasil.
1. Evaluasi Formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pengembangan
program atau sebelum program dimulai supaya lebih sesuai dengan situasi dan
kondisi sasaran program.
2. Evaluasi Proses, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program
berlangsung sehingga dapat memberikan gambaran tentang pelaksanaan
program dan memastikan program berjalan sesuai dengan perencanaan.
3. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menilai efektivitas
suatu program dalam kurun waktu tertentu setelah program berjalan.
4. Evaluasi Dampak Program, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untu menilai
secara keseluruhan efektivitas program dalam mencapai sasaran.
5. Evaluasi Hasil, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menilai perubahan-
perubahan yang dihasilkan oleh suatu program atau pengaruh program
terhadap sasaran.
Berdasarkan ruang lingkupnya evaluasi dibedakan menjadi empat kelompok
(Azwar, 2010), yaitu:
1. Evaluasi terhadap masukan (input), yaitu mencakup pemanfaatan sumber daya
baik dana, tenaga, sarana prasarana, dan sumber daya lainnya.
2. Evaluasi terhadap proses (process), yaitu mencakup pelaksanaan program
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi.
3. Evaluasi terhadap keluaran (output), yaitu mencakup hasil yang dicapai
program.
14
4. Evaluasi terhadap dampak (impact), yaitu mencakup pengaruh yang timbul
akibat adanya program.
2.2.4 Program Logic Model
Program logic model adalah cara sistematis dan visual yang menggambarkan
dan memberikan pengertian terhadap hubungan antara sumber daya yang digunakan
dalam program, aktivitas yang direncanakan, dan perubahan-perubahan atau hasil
yang ingin dicapai (W.K. Kellogg Foundation, 2004). Logic model merupakan alat
yang berfungsi untuk perencanaan, manajemen, dan evaluasi suatu program.
Gambar 2.1 Logic Model Dasar (W.K. Kellogg Foundation)
Yang termasuk dalam input pada logic model tersebut adalah SDM, keuangan,
organisasi, sumber daya lain yang diperlukan untuk mengimplementasikan program.
Yang dimaksud dengan proses atau aktivitas program adalah hal-hal yang dilakukan
terhadap input. Hasil yang diharapkan suatu program terbagi menjadi tiga yaitu output,
outcome, dan impact. Output adalah hasil langsung dari aktivitas program. Outcome
adalah perubahan spesifik terhadap sasaran program. Outcome sendiri dibedakan
menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Outcome jangka pendek dicapai dalam
jangka waktu 1-3 tahun, sedangkan outcome jangka panjang dicapai dalam jangka
waktu 4-6 tahun. Impact adalah perubahan fundamental pada organisasi, komunitas
15
maupun sistem sebagai hasil dari aktivitas program selama 7-10 tahun (W.K. Kellogg
Foundation, 2004).
Dalam evaluasi logic model dapat digunakan sebagai framework perencanaan
evaluasi. Logic model yang baik dan jelas dapat mengilustrasikan tujuan dan isi dari
suatu program dan memudahkan evaluator untuk mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan evaluasi sehingga didapatkan hasil evaluasi yang efektif (W.K. Kellogg
Foundation, 2004). Dalam evaluasi logic model dasar terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu konteks, implementasi, dan hasil (termasuk output, outcome, dan impact). Yang
termasuk konteks adalah hal-hal yang berpengaruh terhadap implementasi program
yaitu input. Evaluasi pada bagian ini dapat menjawab kelebihan dan kekurangan
program serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan atau
ketidakberhasilan program. Evaluasi pada bagian implementasi dapat menjawab
proses atau aktivitas mana yang telah atau belum dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan serta menjawab hal apa saja yang terjadi dan bagaimana hal tersebut
terjadi saat program berlangsung. Sedangkan evaluasi pada bagian hasil menjawab
perubahan yang terjadi pada sasaran sebagai hasil implementasi program. Biasanya
hasil evaluasi pada bagian hasil tersebut menjawab efektivitas aktivitas program dalam
mencapai ukuran atau kepuasan tertentu sesuai target program (W.K. Kellogg
Foundation, 2004).
2.3 Penilaian Kinerja Rumah Sakit BLUD
Menurut Mahsun (dalam Gusnardi & Azizah, 2013) kinerja merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam
16
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, kinerja adalah keluaran atau hasil dari
kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubung dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja menekankan pada
sesuatu yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan.
Menurut Hansen & Mowen (2006) penilaian kinerja organisasi tidak hanya
menilai suatu keluaran aktivitas dari sisi keuangan saja namun juga dari sisi non
keuangan. Penilaian ini dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas yang
dikerjakan dan hasil yang dicapai. Penilaian juga dirancang untuk mengetahui apakah
terjadi perbaikan yang konstan. Begitu juga dengan penilaian kinerja rumah sakit
BLUD. Ukuran kinerja yang digunakan tidak hanya dari aspek keuangan melainkan
juga dari aspek non keuangan yang terdiri dari perspektif pelanggan, perspektif proses
internal pelayanan, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Permendagri
Nomor 61 Tahun 2007).
Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Purnamanita dkk (2012) dan
Wijayanti (2012) dalam analisis kinerja, pengukuran kinerja rumah sakit dilakukan
dengan mengukur empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses internal pelayanan, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.3.1 Perspektif Keuangan
Kinerja perspektif keuangan diukur berdasarkan laporan keuangan. Sebelum
berstatus Badan Layanan Umum Daerah, laporan keuangan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). SAP dibuat
berdasarkan cash basis. Sistem cash basis mengakui pendapatan ketika uangnya sudah
benar-benar diterima atau dikeluarkan. Setelah mendapatkan status BLUD laporan
dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sesuai dengan Peraturan
17
Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan. Berbeda dengan SAP, SAK dibuat berdasarkan sistem accrual basis yang
mengakui pendapatan ketika transaksi terjadi, meskipun uang belum diterima atau
dikeluarkan (Armen & Azwar, 2013). Laporan berdasarkan SAP terdiri dari neraca
dan laporan realisasi anggaran. Sedangkan laporan berdasarkan SAK terdiri dari
neraca, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Penilaian kinerja keuangan rumah sakit BLU diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor 36/PB/2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
Keuangan Satuan Kerja Badan Layanan Umum. Penilaian kinerja keuangan satuan
kerja BLU terdiri dari dua aspek yaitu aspek keuangan dan aspek kepatuhan
pengelolaan keuangan BLU. Aspek keuangan dihitung dengan menggunakan dua rasio
yaitu rasio keuangan dan rasio pendapatan PNBP terhadap biaya operasional. Rasio
keuangan yang digunakan dalam penilaian kinerja keuangan satuan kerja BLU adalah
rasio kas (cash ratio), rasio lancar (current ratio), periode penagihan piutang
(collection period), perputaran asset tetap (fixed asset turnover), imbalan atas aktiva
tetap (return on asset), dan imbalan ekuitas (return on equity) (Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor 36/PB/2012).
Rasio keuangan menurut James C Van Horne (dalam Kasmir, 2011)
merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dengan
membandingkan angka yang satu dengan yang lainnya. Analisis rasio keuangan
merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan
atau antar laporan keuangan. Dengan melakukan analisis rasio keuangan maka dapat
disimpulkan posisi keuangan pada periode tertentu sehingga dapat diketahui apakah
kinerja manajemen dalam suatu periode telah mencapai target yang ditetapkan
(Kasmir, 2011).
18
Rasio keuangan yang biasa digunakan antara lain rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, rasio aktivitas, dan rasio rentabilitas.
1. Rasio Likuiditas
Menurut Fred Weston (dalam Kasmir, 2011) rasio likuiditas menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini
dihitung dengan membandingkan total aktiva lancar dengan total pasiva lancar (utang
jangka pendek). Pada umumnya standar likuiditas yang baik adalah 200% atau 2:1.
Dengan kata lain jika rumah sakit mempunyai kewajiban jangka pendek sebesar Rp
100.000,00 maka total aktiva lancar yang harus dimiliki rumah sakit adalah Rp
200.000,00 (Kasmir, 2011). Jenis rasio likuiditas yang biasa digunakan adalah rasio
kas (cash ratio) dan rasio lancar (current ratio) yang dapat dihitung dengan rumus