1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Dalam tinjauan empiris ini akan menampilkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai metode dan hasil dari pengidentifikasian bahasa isyarat. Berikut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan sebelumnya. Tabel 2.1 Beberapa Hasil Penelitian Nama Judul Metode Hasil Nachmai Alphabet Recognition of American Sign Language Image Processing, Nearest Neighbor dan SIFT America sign language yang terdiri dari 26 huruf dan 10 entri alphabet perulangan dengan perbedaan cahaya dan orientasi. 80% dari sampel uji digunakan untuk pelatihan dan 20% untuk pengujian. Hasil uji memberikan 100% akurasi dalam mengidentifikasi sampel uji untuk data set yang digunakan. Atwod, J dan Justin, F American Sign Language Recognition System Euclidean distance dan SIFT Hasil tes adalah 99,2% tetapi jika user tes tidak ada dalam data pelatihan, maka akurasi pengenalan menurun drastis menjadi 35-45%, karena user baru memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda. Ashwin, et al Sign Language Recognition using Scale Invarian Feature SIFT, Book of word Hasil memperlihatkan bahwa metode ini kuat terhadap kondisi cahaya
13
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · matriks, dimana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam ... beraturan membentuk baris-baris
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Empiris
Dalam tinjauan empiris ini akan menampilkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai metode dan hasil dari
pengidentifikasian bahasa isyarat. Berikut adalah hasil dari penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
Tabel 2.1 Beberapa Hasil Penelitian
Nama Judul Metode Hasil
Nachmai Alphabet
Recognition of
American Sign
Language
Image
Processing,
Nearest
Neighbor
dan SIFT
America sign language yang terdiri
dari 26 huruf dan 10 entri alphabet
perulangan dengan perbedaan cahaya
dan orientasi. 80% dari sampel uji
digunakan untuk pelatihan dan 20%
untuk pengujian. Hasil uji memberikan
100% akurasi dalam mengidentifikasi
sampel uji untuk data set yang
digunakan.
Atwod, J
dan
Justin, F
American Sign
Language
Recognition
System
Euclidean
distance
dan SIFT
Hasil tes adalah 99,2% tetapi jika user
tes tidak ada dalam data pelatihan,
maka akurasi pengenalan menurun
drastis menjadi 35-45%, karena user
baru memiliki ukuran dan bentuk yang
berbeda.
Ashwin,
et al
Sign Language
Recognition
using Scale
Invarian
Feature
SIFT, Book
of word
Hasil memperlihatkan bahwa metode
ini kuat terhadap kondisi cahaya
2
Transform and
SVM
(BOW) dan
SVM
berbeda, jarak dan sudut pengambilan
gambar
3
Asriani,
F dan
Susilawa
ti, H.
Pengenalan
Isyarat Tangan
Statis pada
Sistem Isyarat
Bahasa
Indonesia
berbasis
Jaringan Syaraf
Tiruan
Perambat Balik
Jaringan
syaraf
tiruan
Dari hasil pengujian ditetapkan bahwa
jaringan syaraf tiruan dengan arsitektur
4096-75-15 merupakan jaringan yang
paling optimal dengan tingkat
pengenalan 69%.
Pradana,
F.A
Pengenalan
Huruf Isyarat
menggunakan
Modified K-
Nearest
Neighbor
Modified
K-Nearest
Neighbor
dan
invariant
moment
Peneliti membandingkan KNN dan
MKNN dimana hasil dari KNN
memberikan tingkat akurasi
maksimum sebesar 89,1% sementara
MKNN memperoleh tingkat akurasi
sebesar 77,5%
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Bahasa Isyarat
Bahasa isyarat merupakan bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, yaitu
menggunakan bahasa tubuh, tangan dan gerak bibir, bukan suara lisan. Kaum tunarungu adalah
kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk
tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
pikiran mereka.
Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di
negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki
4
bahasa tertulis yang sama, memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign
Language dan British Sign Language).
Untuk di negara Indonesia sendiri, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dimana sistem ini sama dengan bahasa isyarat yang diterapkan
di Amerika (ASL - American Sign Language).
Gambar 2.1 Huruf SIBI yang mengacu pada ASL (Sumber: Pengenalan Bahasa Isyarat Menggunakan Metode PCA dan Haar Like Feature)
2.2.2 Citra Digital
Citra digital adalah citra yang dinyatakan secara diskrit (tidak kontinu), baik untuk posisi
koordinatnya maupun warnanya. Dengan demikian, citra digital dapat digambarkan sebagai suatu
matriks, dimana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam
citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut. Dalam citra digital
yang dinyatakan sebagai susunan matriks seperti ini, elemen–elemen matriks tadi disebut juga
dengan istilah piksel yang berasal dari kata picture element (Sari,2010). Citra digital dapat
didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), di mana x dan y adalah koordinat spasial
sedangkan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut, hal tersebut diilustrasikan
pada gambar berikut:
5
Gambar 2.2 Citra Fungsi Dua Variabel
Citra digital tersusun atas titik-titik yang biasanya berbentuk persegi panjang yang secara
beraturan membentuk baris-baris dan kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat dan biasanya
dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yaitu 0 atau 1 bergantung pada sistem yang digunakan.
Format nilai pixel sama dengan format citra keseluruhan. Pada kebanyakan sistem pencitraan, nilai
ini biasanya berupa bilangan bulat positif juga. Format citra digital yang banyak digunakan, yaitu:
1. Citra Biner (Monokrom)
Citra monokrom atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal di mana citra f(x,y)
merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih.
2. Citra Skala Keabuan (Gray Scale)
Dikatakan format citra skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah
warna hitam sebagai warna minimum dan warna putih sebagai warna maksimalnya, sehingga
warna antara ke dua warna tersebut adalah abu-abu.
3. Citra Berwarna
Citra warna terdiri atas 3 layer matriks, yaitu R-layer, G-layer, B-layer. sistem warna RGB
menggunakan sistem tampilan grafik kualitas tinggi yaitu mode 24 bit. setiap komponen warna
merah, hijau, biru masing-masing mendapatkan alokasi 8 bit untuk menampilkan warna. Pada
sistem warna RGB, tiap pixel akan dinyatakan dalam 3 parameter dan bukan nomor warna. setiap
warna mempunyai range nilai 00 (angka desimalnya adalah 0) dan f (angka desimalnya 255) atau
6
mempunyai nilai derajat keabuan 256 = 28. Dengan demikian, range warna yang digunakan adalah
(28)(28)(28) = 224 (atau dikenal dengan istilah True Color pada Windows). Nilai warna yang
digunakan merupakan gabungan warna cahaya merah, hijau dan biru.
2.2.3 SIFT (Scale Invariant Feature Transform)
Pada tahun 1999, David G. Lowe seorang peneliti dari University of British Columbia
memperkenalkan suatu metode baru dalam ekstrasi fitur dari suatu citra. Metode ekstrasi fitur ini
disebut sebagai Scale Invariant Feature Transform (SIFT). Dengan mengunakan SIFT ini, suatu
citra akan di ubah menjadi vector fitur lokal yang kemudian akan digunakan sebagai pendekatan
dalam mendeteksi objek yang dimaksud.
Sebagai metode ekstrasi fitur pada pengenalan objek, SIFT ini memiliki kelebihan-
kelebihan sebagai berikut:
a. Hasil ekstraksi fitur bersifat invarian terhadap ukuran, translasi dan rotasi dua dimensi.
b. Hasil ekstrasi fitur bersifat invarian sebagian terhadap perubahan iluminasi dan perubahan
sudut pandang tiga dimensi.
c. Mampu mengekstrak banyak keypoint dari citra yang tipikal.
d. Hasil ekstrasi fitur benar-benar mencirikan secara khusus (distinctive)
Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, penggunaan metode SIFT banyak dikembangkan untuk
aplikasi pengenalan objek.
Secara garis besar, algoritma yang digunakan pada metode SIFT terdiri dari empat tahap,
yaitu:
a. Mencari nilai ekstrim pada skala ruang
b. Menentukan keypoint
c. Penentuan Orientasi
d. Deskriptor keypoint
Setelah melalui tahapan tersebut maka akan diperoleh fitur-fitur lokal yang digunakan sebagai
descriptor dari suatu objek untuk diolah lebih lanjut.
7
2.2.3.1 Pencarian Nilai Ekstrim pada Skala Ruang
Pencarian nilai ekstrim pada skala ruang merupakan tahap awal dalam penentuan keypoint
dari suatu citra. Dengan menggunakan fungsi Gaussian, citra pada skala ruang dapat didefinisikan
sebagai fungsi 𝐿(𝑥, 𝑦, 𝜎), yang diperoleh dari hasil konvolusi skala variable Gaussian, 𝐺(𝑥, 𝑦, 𝜎),