BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hal-hal yang dipaparkan pada bab ini adalah penelahan kepustakaan yang mendasari proses perancangan dan pembuatan aplikasi, meliputi teori citra digital, penginderaan jauh, image fusion, pansharpening, dan metode yang dipergunakan dalam pembuatan aplikasi seperti IHS (Intensity Hue Saturation) dan Transformasi Brovey. 2.1 State of the Art Hasil dari penginderaan jauh (remote sensing) sangat dipengaruhi oleh data yang diperoleh pada satelit, data setelit yang mempunyai kualitas yang bagus menunjang keakuratan dari proses remote sensing tersebut. Kualitas citra yang didapat pada satelit yang baik contohnya dari segi tekstur mempunyai tekstur yang halus dan tidak buram, dari segi warna yaitu warna yang ditampilkan mendekati warna asli dari citra tersebut, dari segi bentuk yaitu objek yang ada pada citra dapat ditampilkan dengan jelas sehingga dapat dikenali bentuk yang ada pada citra, misalnya pada citra terdapat bentuk persegi panjang, jadi dapat diasumsikan bahwa bentuk tersebut adalah bangunan pada keadaan nyata. Contoh dari citra yang tidak memiliki kualitas yang bagus, contohnya citra terlihat buram atau banyak terdapat noise yang ada pada citra, disinilah diperlukanya perbaikan citra sehingga kualitas suatu citra dapat ditingkatkan. Penelitian sebelumnya yang juga menggunakan metode pansharpening berjudul Pemetaan Manggrove dengan Teknik Image Fusion Citra Spot dan Quickbird di Pulau Los Kota Tanjungpinang oleh Reygian Freila Chevalda, Yales Veva Jaya, S.Pi, M.Si, dan Dony Apdillah, S.Pi, M.Si yaitu untuk mengetahui kemampuan dari citra hasil fusi dalam mendeteksi mangrove, menghitung luasan mangrove, dan memetakan vegetasi mangrove yang ada di Pulau Los. Penelitian ini dimulai dari Bulan Desember 2012 hingga April 2013 dengan menggunakan
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · bentuk tersebut adalah bangunan pada keadaan nyata. ... intensitas citra pada koordinat ... citra hardcopy ataupun citra yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hal-hal yang dipaparkan pada bab ini adalah penelahan kepustakaan yang
mendasari proses perancangan dan pembuatan aplikasi, meliputi teori citra digital,
penginderaan jauh, image fusion, pansharpening, dan metode yang dipergunakan
dalam pembuatan aplikasi seperti IHS (Intensity Hue Saturation) dan Transformasi
Brovey.
2.1 State of the Art
Hasil dari penginderaan jauh (remote sensing) sangat dipengaruhi oleh data
yang diperoleh pada satelit, data setelit yang mempunyai kualitas yang bagus
menunjang keakuratan dari proses remote sensing tersebut. Kualitas citra yang
didapat pada satelit yang baik contohnya dari segi tekstur mempunyai tekstur yang
halus dan tidak buram, dari segi warna yaitu warna yang ditampilkan mendekati
warna asli dari citra tersebut, dari segi bentuk yaitu objek yang ada pada citra dapat
ditampilkan dengan jelas sehingga dapat dikenali bentuk yang ada pada citra,
misalnya pada citra terdapat bentuk persegi panjang, jadi dapat diasumsikan bahwa
bentuk tersebut adalah bangunan pada keadaan nyata. Contoh dari citra yang tidak
memiliki kualitas yang bagus, contohnya citra terlihat buram atau banyak terdapat
noise yang ada pada citra, disinilah diperlukanya perbaikan citra sehingga kualitas
suatu citra dapat ditingkatkan.
Penelitian sebelumnya yang juga menggunakan metode pansharpening
berjudul Pemetaan Manggrove dengan Teknik Image Fusion Citra Spot dan
Quickbird di Pulau Los Kota Tanjungpinang oleh Reygian Freila Chevalda, Yales
Veva Jaya, S.Pi, M.Si, dan Dony Apdillah, S.Pi, M.Si yaitu untuk mengetahui
kemampuan dari citra hasil fusi dalam mendeteksi mangrove, menghitung luasan
mangrove, dan memetakan vegetasi mangrove yang ada di Pulau Los. Penelitian ini
dimulai dari Bulan Desember 2012 hingga April 2013 dengan menggunakan
2
metode Principal Component Analysis. Objek yang dikaji adalah mangrove di
Pulau Los.
Penelitian selanjutnya yang memakai pansharpening sebagai metode di
dalam proses penajaman citra adalah Metode Penajaman (Pansharpen) Citra
Landsat 8 oleh Dianovita dan Fadilah Muchsin dari Pusat Teknologi Penginderaan
Jauh, LAPAN. Penelitian ini membahas tentang teknik pansharpening secara
umum dengan contoh kasus dengan menggunakan metode Brovey dan IHS-RGB.
Penelitian selanjutnya berjudul Teknik dan Metode Fusi (Pansharpening)
Data ALOS (AVNIR-2 dan PRISM) untuk Identifikasi Penutupan Lahan/Tanaman
Pertanian Sawah oleh Gokmaria Sitanggang dari Peneliti Bidang Bangfatja, Pusat
Pengembangan Pemanfaatan, LAPAN. Penelitian ini membahas tentang teknik
pansharpening menggunakan citra satelit ALOS dengan studi kasus daerah Bantul,
Yogyakarta.
2.2 Citra Digital
Citra digital adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog
dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Citra
digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah
koordinat spasial sedangkan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat
tersebut. Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra
digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari
tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB) (Gonzales,
2004).
2.3 Format File Citra
Format citra harus dapat menyatukan kualitas citra, ukuran file dan
kompatibilitas dengan berbagai aplikasi. Tersedianya banyak format grafik dan
format baru tersebut dikembangkan, di antaranya yang terkenal adalah BMP, JPEG,
dan GIF. Program pengolahan citra biasanya memiliki format citra tersendiri.
Format dan metode dari suatu citra yang baik juga sangat bergantung pada jenis
citranya. Format file citra memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
3
dalam hal citra yang disimpan. Citra tertentu dapat disimpan dengan baik (dalam
arti ukuran file lebih kecil dan kualitas gambar tidak berubah) pada format file citra
tertentu, karena jika disimpan pada format lain, maka terkadang dapat
menyebabkan ukuran file menjadi lebih besar dari aslinya dan kualitas citra dapat
menurun. Penyimpanan suatu citra harus diperhatikan citra dan format file citra apa
yang sesuai. Format citra GIF sangat tidak cocok untuk citra fotografi karena
biasanya citra fotografi kaya akan warna, sedangkan format GIF hanya mendukung
sejumlah warna sebanyak 256 (8 bit) saja. Format JPEG merupakan pilihan yang
tepat untuk citra-citra fotografi karena JPEG sangat cocok untuk citra dengan
perubahan warna yang halus. Tagged Image File Format (TIFF) salah satu format
umum yang digunakan untuk menyimpan foto-foto digital. TIFF merupakan format
yang tak gampang hilang, sehingga kualitas tidak berkurang karena penyimpanan.
Format bitmap yaitu format citra yang disimpan sebagai suatu matriks
dimana masing-masing elemennya digunakan untuk menyimpan informasi warna
untuk setiap pixel. Jumlah warna yang dapat disimpan ditentukan dengan satuan
bit-per-pixel. Semakin besar ukuran bit-per-pixel dari suatu bitmap, semakin
banyak pula jumlah warna yang dapat disimpan. Format bitmap ini cocok
digunakan untuk menyimpan citra digital yang memiliki banyak variasi dalam
bentuknya maupun warnanya, seperti foto, lukisan, dan frame video.
Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis.
Format-format ini digunakan dalam menyimpan citra dalam sebuah file. Format
memiliki karakteristik masing-masing. (Sutoyo,2009).
1. Bitmap (.bmp)
Format bitmap, citra disimpan sebagai suatu matriks di mana masing-
masing elemennya digunakan untuk menyimpan informasi warna untuk setiap
pixel. Jumlah warna yang dapat disimpan ditentukan dengan satuan bit-per-pixel.
Semakin besar ukuran bit-per-pixel dari suatu bitmap, semakin banyak pula jumlah
warna yang dapat disimpan. Format bitmap ini cocok digunakan untuk menyimpan
citra digital yang memiliki banyak variasi dalam bentuknya maupun warnanya,
seperti foto, lukisan, dan frame video. Format file yang menggunakan format
bitmap ini antara lain adalah BMP, DIB, PCX, GIF, dan JPG. Format yang menjadi
4
standar dalam sistem operasi Microsoft Windows adalah format bitmap BMP atau
DIB.
Karakteristik lain dari bitmap yang juga penting adalah jumlah warna yang
dapat disimpan dalam bitmap tersebut, Ini ditentukan oleh banyaknya bit yang
digunakan untuk menyimpan setiap titik dari bitmap yang menggunakan satuan bpp
(bit per pixel). Windows mengenal bitmap dengan 1, 4, 8, 16, dan 24 bit per pixel.
Jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam suatu bitmap adalah
sebanyak 2n, dimana n adalah banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan satu
titik dari bitmap.
2. Tagged Image Format (.tif, .tiff)
Format .tif merupahkan format penyimpanan citra yang dapat digunakan
untuk menyimpan citra bitmap hingga citra dengan warna palet terkompresi.
Format ini dapat digunakan untuk menyimpan citra yang tidak terkompresi dan juga
citra terkompresi.
3. Portable Network Graphics (.png)
Format .png adalah format penyimpanan citra terkompresi. Format ini dapat
digunakan pada citra grayscale, citra dengan palet warna, dan juga citra fullcolor.
Format .png juga mampu menyimpan informasi hingga kanal alpha dengan
penyimpanan sebesar 1 hingga 16 bit per kanal.
4. Joint Photographic Expert Group (.jpg)
Format .jpg adalah format yang sangat umum digunakan saat ini khususnya
untuk transmisi citra. Format ini digunakan untuk menyimpan citra hasil kompresi
dengan metode JPEG. Format JPEG merupakan format yang paling terkenal sampai
sekarang ini. Sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja), dan
bersifat portable. Format file ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk
menyimpan file foto hasil perekaman analog to digital converter (ADC). Ukuran
yang kecil maka file ini banyak digunakan di web (internet).
5
5. Graphics Interchange Format (.gif)
Format ini dapat digunakan pada citra warna dengan palet 8 bit. Penggunaan
umumnya pada aplikasi web. Kualitas yang rendah menyebabkan format ini tidak
terlalu populer dikalangan peneliti pengolahan citra digital.
6. RGB (.rgb)
Format ini merupakan format penyimpanan citra yang dibuat oleh silicon
graphics untuk menyimpan citra berwarna.
7. RAS (.ras)
Format .ras diigunakan untuk menyimpan citra dengan format RGB tanpa
kompresi.
2.4 Pengolahan Citra
Sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki
mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau
(noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya.
Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi
yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Citra yang mengalami
gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra
tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang
studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing).
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
Operasi-operasi yang dilakukan dalam pengolahan citra sangat beragam.
Umumnya, dikenal enam operasi pengolahan citra antara lain:
1. Perbaikan Citra (image restoration)
Hakikatnya semua operasi dalam pengolahan citra bertujuan untuk
memperbaiki kualitas citra untuk suatu keperluan tertentu. Perbaikan citra diartikan
sebagai proses untuk mengolah citra digital yang didapat agar lebih mendekati
6
bentuk citra aslinya, atau sering disebut sebagai proses mendapatkan kembali
(rekonstruksi) citra asli dari suatu citra yang telah mengalami proses degradasi.
2. Perbaikan Kualitas Citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Ciri-ciri khusus yang terdapat didalam
citra lebih ditonjolkan.
Contoh-contoh operasi perbaikan kualitas citra:
a. Perbaikan kontras gelap/terang.
b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement).
c. Penajaman (sharpening).
d. Pemberian warna semu (pseudocoloring).
e. Penapisan derau (noise filtering).
3. Pemampatan Citra (image compression)
Operasi ini bertujuan untuk memampatkan citra sehingga memori yang
dibutuhkan untuk menyimpan citra lebih kecil, tetapi hasil citra yang telah
dimampatkan tetap memiliki kualitas gambar yang bagus. Contohnya adalah
metode JPEG atau Joint Photographic Experts Group yang mendukung warna 24
bit (jutaan warna) dan mendukung banyak jenis dan variasi dari kecerahan,
pewarnaan, dan tata cahaya.
4. Segmentasi Citra (Image Segmentation)
Operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen
dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini erat kaitannya dengan pengenalan
pola.
5. Analisis Citra (Image Analysis)
Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu
yang membantu dalam identifikasi obyek. Proses segmentasi kadang kala
diperlukan untuk melokalisasi obyek yang diinginkan dari sekelilingnya.
Klasifikasi analisis citra antara lain:
a. Pendeteksian tepian (edge detection).
b. Ekstraksi batas (boundary).
7
c. Representasi daerah (region).
6. Rekonstruksi Citra (image reconstruction).
Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang obyek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.
Contohnya adalah foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang
gambar organ tubuh.
2.5 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang
dikaji. Menurut Lindgren dalam Sutanto (1986) penginderaan jauh adalah teknik
yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi,
informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi. Mather (1987) mengatakan bahwa penginderaan
jauh terdiri atas pengukuran dan perekaman terhadap energi elektromagnetik yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi dan atmosfer dari suatu tempat
tertentu di permukaan bumi. Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa
penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Pengertian penginderaan jauh berdasarkan pandangan para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh adalah teknik yang digunakan untuk
memperoleh data tentang permukaan bumi yang menggunakan media satelit
ataupun pesawat terbang. Penginderaan jauh dalam Bahasa Inggris disebut Remote
Sensing, Bahasa Perancis disebut Teledetection, Bahasa Jerman adalah
Fernerkundung, Portugis menyebutnya dengan Sensoriamento Remota, Rusia
disebut Distantionaya, dan Spanyol disebut Perception Remota.
Jenis data penginderaan jauh, yaitu citra. Citra adalah gambaran rekaman
suatu objek atau biasanya berupa gambaran objek pada foto. Sutanto (1986)
8
menyebutkan bahwa terdapat beberapa alasan yang melandasi peningkatan
penggunaan citra penginderaan jauh, yaitu sebagai berikut:
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan
wujud dan letaknya yang mirip dengan di permukaan bumi.
2. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala yang relatif lengkap,
meliputi daerah yang luas dan permanen.
3. Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensi apabila
pengamatannya dilakukan dengan stereoskop.
4. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara terestrial.
Menurut Estes dan Simonett dalam Sutanto (1999) mengatakan bahwa
interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud
untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Pengenalan objek yang tergambar pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang
diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas
adanya objek, identifikasi adalah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi
dengan menggunakan keterangan yang cukup, sedangkan analisis adalah tahap
mengumpulkan keterangan lebih lanjut.
Interpretasi citra dapat dilakukan secara visual maupun digital. Interpretasi
visual dilakukan pada citra hardcopy ataupun citra yang tertayang pada monitor
komputer. Menurut Howard dalam Suharyadi (2001) interpretasi visual adalah
aktivitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi yang tergambar pada citra
untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya.
Prinsip pengenalan objek pada citra secara visual bergantung pada
karakteristik atau atribut yang tergambar pada citra. Karakteristik objek pada citra
digunakan sebagai unsur pengenalan objek yang disebut unsur-unsur interpretasi.
Menurut Sutanto (1999) unsur-unsur interpretasi meliputi sebagai berikut:
1. Rona atau warna (tone/color). Rona adalah tingkat kegelapan atau
kecerahan objek pada citra, sedangkan warna adalah wujud yang tampak
oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap-putih. Pantulan rendah, ronanya
gelap, pantulan tinggi ronanya putih.
9
2. Bentuk (shape) adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak
objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti bentuk
memanjang, lingkaran, dan segi empat.
3. Ukuran (size) adalah atribut objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi,
kemiringan lereng, dan volume.
4. Kekasaran (texture) adalah frekwensi perubahan rona pada citra atau
pengulangan rona terhadap objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara
individual.
5. Pola (pattern) adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri
yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.
6. Bayangan (shadow) adalah aspek yang menyembunyikan detail objek yang
berada di daerah gelap.
7. Situs (site) adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
8. Asosiasi (association) adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek
lainnya.
Lo (1976) mengemukakan bahwa pada dasarnya kegiatan penafsiran citra
terdiri atas dua tingkat, yaitu tingkat pertama yang berupa pengenalan objek melalui
proses deteksi dan identifikasi. Tingkat kedua yang berupa penilaian atas
pentingnya objek yang telah dikenali tersebut. Tingkat pertama berarti perolehan
data, sedangkan tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data.
Sutanto (1999) mengemukakan bahwa interpretasi citra pada dasarnya
terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu penyadapan data dari citra dan penggunaan
data tersebut untuk tujuan tertentu. Penyadapan data dari citra berupa pengenalan
objek yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke tabel, grafik, dan peta
tematik. Urutan pekerjaannya dimulai dari menguraikan atau memisahkan objek
yang rona atau warnanya berbeda, diikuti oleh delineasi atau penarikan garis batas
bagi objek yang memiliki rona atau warna sama. Objek yang telah dikenali jenisnya
kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasi dan digambarkan pada
peta.
10
2.6 Satelit Landsat
Landsat (Land Satellites) merupakan satelit sumber daya bumi yang paling
sering digunakan. Pertama kali bernama ERTS-1 (Earth Resources Technology
Satellite). Diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hanya sampai
dengan tanggal 6 Januari 1978. Satelit Landsat mengorbit bumi selaras matahari
(sunsynchronous). Bersamaan dengan waktu peluncuran ERTS-B tanggal 22 Juli
1975, NASA (National Aeronautic and Space Administration) secara resmi
mengubah program ERTS menjadi program Landsat (untuk membedakan dengan
program satelit oseanografi ”Seasat” yang telah direncanakan) sehingga ERTS-1
dan ERTS-B menjadi Landsat -1 dan Landsat-2. Peluncuran Landsat -3 dilakukan
pada tanggal 5 Maret 1978.
Konfigurasi dasar satelit Landsat 1, 2, dan 3 adalah berbentuk kupu-kupu
dengan tinggi kurang lebih 3 (tiga) meter, bergaris tengah 1,5 meter dengan panel
matahari yang melintang kurang lebih 4 meter. Berat satelit Landsat kurang lebih
815 kg dan diluncurkan dengan orbit lingkarnya pada ketinggian 920 km. Orbit
satelit melalui Kutub Utara dan Kutub Selatan, mengelilingi bumi satu kali dalam
103 menit pada jarak 2.760 km di equator sehingga menghasilkan 14 kali orbit
dalam sehari. Landsat 1, 2, dan 3 diluncurkan ke orbit, melintasi equator pada jam
9.42 siang hari waktu setempat. Sensor Landsat meliput lebar rekaman 185 km.
Landsat 1 dan 2 membawa 2 sensor, yaitu RBV (Return Beam Vidicon) dan MSS
(Multispectral Scanner). Landsat-3, memiliki rancang bangun yang berbeda, yaitu
ada tambahan saluran termal (10,4-12,6) mm pada sensor MSS dan resolusi spasial
sistem RBV ditingkatkan dengan menggunakan sistem 2 kamera lebar (bukan
multispectral). Saluran termal pada Landsat-3 MSS mengalami masalah dalam
pengoperasiannya, menyebabkan kegagalan, sehingga hanya empat saluran yang
dapat meyajikan data dan resolusinya 79 m. Sensor RBV pada Landsat-3 ini
membuahkan citra ber-spektrum lebar dengan faktor peningkatan medan sebesar
2,6 dibandingkan RBV multispectral pada Landsat-1 dan Landsat-2.
Landsat-4 dan Landsat-5, yang merupakan pengembangan daripada
Landsat-1, 2 dan 3. Beberapa kelebihan daripada Landsat-4 dan 5 dibandingkan
dengan Landsat-1, 2 dan 3, antara lain:
11
1. Stabilitas yang semakin baik,
2. Peningkatan sensor spasial,
3. Kepekaan radiometrik,
4. Laju pengiriman datanya lebih cepat,
5. Fokus penginderaan informasi pada vegetasi dan
6. Pengembangan sistem sensor.
Sensor pada Landsat-4 dan 5 disamping memiliki 4 sensor MSS ditambah
juga dengan sensor TM (Thematic Mapper), dan ETM (Enhanced Thematic
Mapper). Landsat-4 diluncurkan pada Juli 1982, sedangkan Landsat-5 pada Maret
1984. Bulan Februari 1993, Landsat-6 diluncurkan namun mengalami kegagalan,
karena tidak mencapai orbit dan akhirnya jatuh ke laut. Landsat-6 ini telah
mengalami peningkatan pada kemampuan sensornya. Landsat 6 memiliki sensor
TM dan ETM, juga ditambahkan saluran termal (10,4-12,6 µm). Landsat-4, 5 dan
6, terjadi perubahan-perubahan mendasar dibandingkan dengan Landsat
sebelumnya antara lain:
a. Perubahan waktu lintas equator dari jam 9.42 menjadi jam 11.00,
b. Ketinggian orbit dari 920 km menjadi 705 km,
c. GPS (Global Positioning System) canggih untuk menghasilkan rekaman
letak ketinggian satelit yang tepat,
d. Sistem pengirim data lintas TDRSS (Tracking Data Relay Satellite System).
Sistem ini menggunakan 2 satelit komunikasi untuk melakukan pengiriman
data dari Landsat ke stasiun bumi di seluruh dunia,
e. Interval waktu pemotretan daerah yang sama yaitu 16 hari.
Kegagalan Landsat-6, menyebabkan EOSAT (Earth Observation Satellite)
sebagai operator teknis mulai mengambil langkah-langkah teknis dengan jalan
mengembangkan kemampuan Landsat-5 sebelum meluncurkan Landsat-7.
Langkah-langkah yang diambil antara meliputi mempertahankan orbit satelit
selaras matahari (sunsyncronous) penempatan saat lintas satelit di khatulistiwa
(equator) pada descending node yang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat
(awal pengoperasiannya pada pukul 09.30) sampai Bulan Mei 1996. EOSAT
mengharapkan Landsat-5 ini dapat dipertahankan sampai dengan tahun 1997/1998.
12
Sistem Landsat milik Amerika Serikat ini mempunyai 5 (lima) instrumen
pencitraan (imaging instrument) atau sensor, yaitu Return Beam Vidicon (RBV),
Multispectral Scanner (MSS), Thematic Mapper (TM) dan Enhanced Thematic
Mapper (ETM).
2.6.1 Satelit Landsat 8
Satelit Landsat 8 diluncurkan pada 11 Februari 2013 dari Vandenberg Air
Force Base, California pada roket Atlas-V 401 dengan Extended Payload Fairing
(EPF) dari United Launch Alliance, LLC. Landsat 8 dilengkapi oleh 2 sensor yaitu
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) yang
menyediakan cakupan musiman dari daratan global pada resolusi spasial 30 meter
(Visible, NIR, SWIR), 100 meter (Thermal) dan 15 meter (Panchromatic) (NASA,
2013).
Gambar 2.1 Satelit Landsat 8
Sumber: http://gallery.usgs.gov/
Beberapa perbedaan pada band satelit Landsat 8 dengan sebelumnya yaitu
Landsat 7 ETM+. Perbedaan band tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan band Landsat 7 ETM+ dengan Landsat 8 (Markham, 2013)
Band-band Landsat 7 ETM+ (µm) Band-band Landsat 8 OLI and TIRS (µm)
30 m Coastal/Aerosol 0.435–0.451 Band 1
Band 1 30 m Blue 0.441–0.514 30 m Blue 0.452-0.512 Band 2
Band 2 30 m Green 0.519–0.601 30 m Green 0.553-0.590 Band 3