Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari the resource
dependence theory (Pfeffer & Salancik, 1978), teori pandangan berbasis sumber
daya (Barney, 1991), dan teori tindakan beralasan (Ajzen dan Fishbein, 1980).
Teori pandangan berbasis sumber daya menjelaskan bahwa kinerja bisnis mampu
diraih dengan memanfaatkan sumber daya unik dan langka yang dimiliki oleh
perusahaan. Sedangkan the resource dependence theory menjelaskan bahwa
budaya dan perilaku orientasi pasar organisasi dilakukan dengan cara membangun
hubungan kolaborasi baik dengan sumber eksternal dan sumber internal, serta
mengatur sumber daya untuk mencapai keunggulan kompetitif. Orientasi pasar
dimotivasi oleh keinginan untuk memberikan nilai superior bagi pelanggan; dan
teori tindakan beralasan atau theory of reasoned action yang menyatakan perilaku
individu ditentukan oleh niat seseorang untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Dan
niat pelaku sering dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku untuk menghasilkan
tatanan sumber daya yang lebih tinggi. Sikap positif terhadap persepsi dari belajar
akan mempengaruhi niat belajar untuk meningkatkan kompeensi. Bila dikaitkan
dengan konteks orientasi pasar, orientasi belajar, kompetensi pengetahuan, inovasi,
dan kinerja bisnis, teori-teori tersebut memberikan pemahaman bahwa keputusan
untuk mencapai tujuan dipengaruhi oleh sumber daya internal dan faktor
lingkungan eksternal.
Page 2
2.1 Landasan Teori
2.1.1 The Resource Based View Theory
Gagasan RBV pertama kali dicetuskan oleh Wernerfelt pada tahun 1984
(Tan et al., 2011). The resource based view theory atau pandangan berbasis sumber
daya telah banyak digunakan dalam manajemen stratejik dan manajemen
pemasaran. RBV fokus pada analisis tingkat internal tentang kekuatan dan
kelemahan perusahaan. Teori pandangan berbasis sumber daya perusahaan telah
dieksplorasi di literatur akademis sebagai sarana menjelaskan keunggulan
kompetitif yang pada akhirnya menghasilkan kinerja unggul dalam perusahan
(Barney, 1991; Clulow et al., 2007). Teori pandangan berbasis sumber daya
berpendapat pentingnya sumber daya kunci yang menunjukkan karakteristik
tertentu memungkinkan perusahaan melaksanakan strategi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan, sehingga meningkatkan kemampuan perusahaan untuk
mengamankan sumber keunggulan kompetitif dan pada gilirannya kinerja yang
unggul di perusahaan.
Pandangan berbasis sumber daya fokus pada analisis berbagai sumber daya
yang dimiliki perusahaan, menyatakan bahwa perbedaan kinerja perusahaan dapat
dikaitkan dengan perbedaan sumber daya dan kemampuan. Sumber daya dapat
didefinisikan sebagai faktor tidak berwujud dan berwujud yang mampu
dikendalikan perusahaan (Amit and Schoemaker 1993). Agar memiliki sumber
daya beragam dan heterogen, perusahaan harus mendapatkan dan mengembangkan.
Sumber daya tidak berwujud termasuk kemampuan dan aset termasuk pengetahuan,
keterampilan, reputasi, dan kemampuan manajerial (Barney, 1991; Hall, 1992).
Page 3
Clulow et al. (2007) mengenalkan suatu model untuk menunjukkan
hubungan sumber daya aset tidak berwujud (misalnya kepercayaan klien, reputasi,
jaringan dan kekayaan intelektual) dan kemampuan (misalnya pengetahuan, budaya
organisasi, keterampilan dan pengalaman) sebagai sumber daya berharga, unik
dan kompleks mengakibatkan ditiru dengan keunggulan kompetitif berkelanjutan
(sustainable competitive advantage). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan
berkinerja tinggi di industri jasa keuangan Australia. Nilai aset tidak berwujud dan
kemampuan dapat disesuaikan oleh perusahaankarena kombinasi unik dari filsafat
perusahaan, pengetahuan dan keterampilankaryawan dan kemampuan istimewa
lainnya yang sulit dipisahkan atau transfer. Sebaliknya, aset berwujud sementara
memiliki nilai bagi perusahaan, bertekad untuk tidak sesuai dengan konstruk dari
sumber daya kunci, karena sumberdaya berwujud ditemukan untuk menjadi kausal
eksplisit dan karenanya dapat ditiru. Sumber daya tangible tidak memenuhi kriteria
mendasar untuk pencapaian keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Bagaimana
peran strategis manajemen menemukan identifikasi integral, pengembangan dan
penyebaran sumber daya utama/kunci dan dampaknya terhadap keunggulan
kompetitif dan kinerja yang unggul dapat dilihat pada Gambar 2.1. Mengetahui
nilai sumber daya akan memungkinkan perusahaan untuk fokus pada sumberdaya
utama dalam rangka mempertahankan keunggulan kompetititf mereka.
Page 4
Sumber: Clulow et al. (2007).
Gambar 2.1
A Resource-Based View dan hubungannya dengan
keunggulan kompetitif berkelanjutan
Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat garis nilai (value) mengidentifikasi
bagaimana sumber daya kunci (key resources) mengembangkan nilai menurut
RBV. Panah menghubungkan nilai (value) dan keunggulan kompetitif. Sumber
bernilai dari perspektif RBV artinya adalah nilai mengalir dari sumber yang
memiliki atribut tertentu. Ketika penekanan utama strategi pemasaran adalah pada
penciptaan nilai bagi pelanggan, pemahaman tentang sumber daya dari perspektif
pelanggan menjadi sangat penting. Pengaruh langsung hubungan antara aset dan
kemampuan yang menunjukkan atribut yang diinginkan untuk diberikan menjadi
titik fokus RBV.
Page 5
2.1.2 The Resource Dependence Theory
The resource dependence theory (De Ven, 1976; Pfeffer dan Salancik,
1978) menyatakan, sebuah organisasi membangun hubungan kolaborasi dan
mengatur sumber daya untuk menanggapi ketidakpastian lingkungan. Resource
dependence theory mencirikan perusahaan sebagai suatu sistem terbuka, tergantung
pada kontijensi dalam lingkungan ekstenal. Organisasi tidak otonom, melainkan
dibatasi oleh jaringan saling ketergantungan dengan organisasi lainnya. Teori
ketergantungan sumber daya mencirikan perusahaan sebagai suatu sistem terbuka,
tergantung pada variabel kontinjensi dalam lingkungan eksternal.Teori ini
mengakui pengaruh faktor eksternal pada perilaku organisasi, dan meskipun
dibatasi oleh konteks mereka, manajer dapat bertindak untuk mengatasi
ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan, dengan cara meningkatkan
kekuatan mereka di atas yang lain.
Saling ketergantungan ketika digabungkan dengan ketidakpastian akan
mengarah ke kesuksesan. Teori ketergantungan sumber daya menjadi salah satu
dasar pemikiran teoritis mengapa perusahaan penting untuk terlibat dalam
relationship. Perusahaan akan meningkatkan relationship untuk memfasilitasi
pertukaran informasi dengan pelanggan dan pemasok mereka, untuk
mengembangkan pengetahuan sebagai aktivitas belajar dari faktor eksternal (Chen
et al., 2009).
Aktivitas inovasi dianggap sebagai pendorong kuat untuk mencapai
keunggulan kompetitif dan pertumbuhan bisnis, di tengah gejolak lingkungan.
Perilaku berorientasi pasar akan memotivasi karyawan untuk berinovasi dan
Page 6
meningkatkan kinerja bisnisnya. Untuk memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan terlebih dahulu diawali upaya mencari informasi dari sumber eksternal
dan melakukan akuisisi informasi dan pengetahuan. Ketika perusahaan memiliki
kemampuan memanfaatkan sumber internal perusahaan dan memanfaatkan
peluang eksternal, melakukan kolaborasi antara perilaku stratejik internal dan
lingkungan eksternal, mengkonfigurasi sumber daya dan proses, maka tercipta
produk inovatif yang akan meningkatkan kinerja bisnisnya (Chang dan Li, 2015).
Dalam era ekonomi saat ini, inovasi merupakan sumber utama keuntungan
kompetitif (Chen et al., 2009). Suksesnya inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan dan faktor kontekstual. Untuk meningkatkan kinerja, perusahaan akan
terlibat dalam rangka meningkatkan inovasi. Perusahaan dapat belajar satu sama
lain untuk meningkatkan basis pengetahuan dengan membangun koneksi dan
memanfaatkan hubungan atau relationship. Hubungan dalam rangka pembelajaran
artinya manajemen mengembangkan dan meningkatkan kemampuan belajar dari
hubungan dengan target pelanggan, pemasok, dan distributor. Perusahaan
mengandalkan jaringan eksternal untuk mengakuisisi informasi pasar menjadi
sumber daya internal, menyebarkan dan mengeksploitasi pengaruh pengetahuan
tersebut untuk meningkatkan kinerja inovasi (Selnes dan Sallis, 2003).
2.1.3 The Theory of Reasoned Action
Theory of reasoned action (Ajzen dan Fishbein, 1980) menghubungkan
antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku
(behavior). Teori TRA digunakan secara luas dalam penelitian untuk memahami
keterlibatan seseorang dalam berbagai perilaku (Gillison et al., 2014). Kehendak
Page 7
merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang akan
dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut.
Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang
sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Seseorang akan memiliki
niat atau kehendak (intention) untuk melakukan perilaku ditentukan oleh (1) norma
subjektif terhadap perilaku tersebut tinggi, dan (2) memiliki sikap positif terhadap
perilaku tersebut. Norma subyektif merupakan persepsi seseorang bahwa jika
seseorang percaya beberapa perilaku itu diterima secara sosial di kelompoknya,
orang tersebut cenderung terlibat dalam perilaku. Sikap individu terhadap perilaku
menunjukkan perasaan individu atau keyakinan akan hasil atau manfaat/kerugian
dari melakukan tindakan itu (Ajzen, 1991). Sikap mempengaruhi perilaku lewat
suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya
terbatas hanya pada tiga hal: Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap
umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku
dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subyektif
(subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar
kita berbuat. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain
serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut. Ketiga, sikap terhadap suatu
perilaku bersama norma-norma subyektif membentuk suatu atensi atau niat
berperilaku tertentu. Secara sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan
melakukan suatu tindakan, ketika ia memandang bahwa perbuatan tersebut positif
(Foong and Khoo, 2015)
Page 8
Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap
individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu
terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang
disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut
Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat
dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh
keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi
oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat
tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan
melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia
percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya (Foong dan Khoo, 2015).
2.2 Usaha Kecil Menengah
Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2008 memberikan definisi seperti disajikan
berikut:
a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan, dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang peroranganatau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
Page 9
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
d. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau
swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi
di Indonesai.
Pengembangan usaha kecil menengah baik oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia uaha, dan masyarakat perlu dilakukan dan diperkuat untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing. Usaha kecil
menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupu tidak langsung dari usaha besar (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008). Kriteria usaha kecil menengah dari BPS (2014)
ditentukan menurut jumlah pekerja sebagai dasar menentukan ukuran perusahaan,
disajikan pada Tabel 2.1.
Page 10
Tabel 2.1
Kriteria Usaha Kecil Menengah
Uraian Kecil Menengah
Kekayaan bersih (tidak
termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha)
(juta rupiah)
50 -500 ≥ 500 – 10.000
Hasil penjualan tahunan
(juta rupiah)
≥ 300 – 2.500 ≥ 2.500 – 50.000
Tenaga kerja
(orang)
5-19 20-99
Sumber: BPS Bali (2014)
2.3 Orientasi Pasar
2.3.1 Konsep orientasi pasar
Gagasan orientasi pasar berkaitan dengan penerapan konsep pemasaran
sebagai filosofi bisnis. Menurut Keskin (2006) dan Lin et al. (2015), orientasi pasar
bisa dipahami dari perspektif pelanggan, budaya dan perilaku. Perspektif
pelanggan memfokuskan pada pentingnya kepuasan pelanggan. Perusahaan
berorientasi pasar diharapkan memiliki keterampilan lebih baik dalam memahami
dan memuaskan pelanggannya. Orientasi pasar memiliki tujuan utama untuk
mendapatkan informasi tentang pelanggan dan pesaing di pasar sasaran untuk
menciptakan produk baru yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan (Kohli dan
Jaworski, 1990). Fokus pada pasar, termasuk pelanggan dan faktor yang
mempengaruhi pelanggan menunjukkan orientasi pasar organisasi (Xie et al.,
2007).
Dari perspektif budaya, Narver dan Slater (1990) mengkonseptualisasikan
orientasi pasar sebagai budaya organisasi yang paling efektif dan efisien
Page 11
menciptakan diperlukan perilaku untuk penciptaan nilai superior bagi pembeli dan
dengan demikian terus menerus kinerja superior untuk bisnis. Budaya organisasi
yang efisien melakukan koordinasi perilaku diperlukan untuk menghasilkan nilai
bagi pelanggan. Organisasi yang menjadi berorientasi pasar tertanam dalam nilai-
nilai bersama organisasi. Perusahaan yang berorientasi pasar tentu akan cenderung
berorientasi pada pelanggan, pesaing dan mahir melakukan koordinasi antar
fungsional. Orientasi pasar adalah budaya organisasi yang mendorong munculnya
perilaku yang diperlukan untuk menciptakan nilai pelanggan unggul yang efektif,
dan dengan demikian menghasilkan kinerja superior untuk bisnis (Deshpande et al.,
1993).
Narver dan Slater (1990) menggambarkan orientasi pasar dari aspek
budaya, dan memperluas batas konsep orientasi pasar dengan memasukkan
pengembangan informasi tentang pesaing, dan kolaborasi interfungsional. Literatur
pemasaran telah menganggap orientasi pasar menjadi bagian kunci dari budaya
organisasi (Raju et al., 2011). Orientasi pasar menekankan pada budaya organisasi
yang menimbulkan perilaku yang dibutuhkan untuk menciptakan nilai superior bagi
pelanggan, dan dengan demikian menciptakan kinerja yang unggul. Penelitian
empiris telah menemukan bahwa aktivitas di mana perusahaan terlibat dalam
kegiatan pengembangan produk baru, dikaitkan dengan tingkat orientasi pasarnya.
Tiga komponen perilaku seperti orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan
koordinasi interfungsional menjadi kunci keberhasilan organisasi (Narver dan
Slater, 1990; Wang dan Chung, 2013).
Page 12
Orientasi pasar menunjukkan aspek kognitif, budaya, dan perilaku dari
konsep pemasaran perusahaan yang menempatkan nilai pelanggan sebagai tujuan
utama (Keskin, 2006). Raju et al. (2011) menekankan aspek orientasi pelanggan,
orientasi pesaing, koordinasi interfungsional, dan respon atas intelijen pasar sebagai
dimensi orientasi pasar. Suliyanto dan Rahab (2012) melakukan pengukuran
variabel orientasi pasar dengan menggunakan 15 butir yang dibagi menjadi tiga
kategori yaitu. orientasi pesaing, orientasi konsumen, dan koordinasi
interfungsional.
Dari perspektif perilaku, konsep orientasi pasar menurut Kohli dan Jaworski
(1990) adalah kesediaan dan upaya perusahaan mengumpulkan informasi pasar
(misalnya informasi tentang produk, harga, pelanggan, pesaing, pemasok,
peraturan, perubahan lingkungan), dan kemudian menyebarkan informasi di
seluruh organisasi serta membuat respon strategis untuk intelijen pasar. Perilaku ini
memberikan bukti konkrit tingkat orientasi perusahaan. Anggapan yang mendasari
adalah semakin suatu perusahaan terlibat dalam perilaku ini, semakin organisasi
berorientasi pasar. Merancang proses untuk mengumpulkan dan menyebarkan
informasi pelanggan di seluruh organisasi dan memantau tingkat komitmen
organisasi untuk melayani kebutuhan pelanggan secara rutin adalah contoh perilaku
tertentu yang memperkuat identitas perusahaan yang berorientasi pasar (Roach,
2014).
Javalgi (2011) meneliti peran orientasi pasar terhadap inovasi dan kinerja
UKM India berorientasi ekspor. Perkembangan UKM India semakin berkembang
sebagai reaksi atas perubahan kebijakan pemerintah dalam praktik perdagangan,
Page 13
mengakui pentingnya strategi bisnis untuk memperluas pasar baru dan menghadapi
persaingan baru. Di bawah ketidakpastian lingkungan bisnis dan intensitas
persaingan domestik yang diciptakan oleh reformasi pemerintah, orientasi pasar
merupakan strategi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan
dengan perilaku mengukur kepuasan pelanggan, memantau komitmen melayani
kebutuhan pelanggan, dan memahami kebutuhan pelanggan untuk menciptakan
nilai lebih bagi pelanggan.
Literatur menggambarkan orientasi pasar sebagai seperangkat perilaku dan
proses yang berkaitan dengan generasi, penyebaran intelijen di seluruh departemen,
dan respon terhadap intelijen pasar yang berkaitan dengan kebutuhan dan
preferensi pelanggan saat ini dan masa depan. Sejak studi Kohli dan Jaworski
(1990), istilah orientasi pasar menemukan daya tarik luas dalam literatur
pemasaran. Kohli dan Jaworski (1990) telah mengidentifikasi generasi intelijen,
penyebaran intelijen, dan responsif keseluruhan di organisasi sebagai dimensi dari
orientasi pasar. Generasi intelijen mengacu pada kecenderungan perusahaan
mengumpulkan informasi sekunder maupun primer dari pemangku kepentingan
organisasi (seperti pelanggan, pesaing, perantara, pemasok) dan kekuatan pasar
(yaitu budaya, sosial, dan faktor ekonomi makro (Matsuno et al., 2000).
Pengumpulan informasi yang relevan yaitu sejauh mana upaya organisasi
mengakuisisi informasi sekunder dan primer baik dari pelanggan, pesaing, dan dari
kekuatan pasar terkait dengan efektivitas pengambilan keputusan (Matsuno dan
Metzer., 2000; Benito et al., 2009); diseminasi mengacu pada sejauh mana
informasi yang sudah diperoleh disebarkan dan didiskusikan di antara pengguna
Page 14
yang relevan (Akgun et al., 2007). Diseminasi adalah upaya organisasi untuk
mendistribusikan dan mendiskusikan informasi di antara pengguna yang relevan
dalam sebuah organisasi (Carbonell dan Escudero, 2010); Responsif mengacu pada
upaya organisasi memanfaatkan informasi untuk meningkatkan efektivitas
pengambilan keputusan (Moorman, 1995). Responsif mencerminkan tindakan
menggunakan informasi telah dihasilkan dan disebarluaskan, untuk menerapkan
dan mengembangkan startegi disesuaikan dengan ancaman dan peluang lingkungan
eksternal (Jaworski dan Kohli, 1993; Benito et al., 2009).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa orientasi pasar
merupakan budaya organisasi yang berusaha memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan yang menciptakan perilaku penting memperoleh informasi dan
menyebarkan informasi tentang pembeli dan pesaing, dalam rangka menciptakan
nilai lebih bagi pelanggan. Implementasi orientasi pasar dibagi dalam tiga kriteria
yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi-interfungsional.
2.3.2 Dimensi dan pengukuran orientasi pasar
(1) Orientasi pelanggan
Orientasi pelanggan menunjukkan fokus dan arah perusahaan untuk
mengumpulkan dan mendistribusikan informasi tentang pelanggan sasaran (Narver
dan Slater, 1990). Orientasi pelanggan dalam implementasinya dapat dilakukan
dalam berbagai kegiatan sebagai langkah untuk meningkatkan perhatian
perusahaan terhadap kebutuhan target pasar saat ini dan masa depan, dalam rangka
menciptakan nilai yang lebih besar bagi pelanggan dari aspek 1) kualitas yang
diterima konsumen dengan harga yang bersedia dibayar, 2) harga rendah, 3) hal
Page 15
yang membuat konsumen menyerah, dan 4) apa yang dinginkan dalam suatu produk
(Nasution et al., 2011). Orientasi pelanggan memungkinkan perusahaan
memantau tren pelanggan dan merespon kebutuhan pelanggan dengan tepat waktu,
melalui hubungan yang erat dengan pelanggan (Ozkaya et al., 2015). Beberapa
implementasi orientasi pelanggan adalah sebagai berikut:
1) Mendengarkan pelanggan (Listens to opinions of customers)
Organisasi membutuhkan adanya pemahaman yang jelas atas isu-isu
spesifik tentang kebutuhan dan harapan pelanggan, melalui aktivitas mendengarkan
(Keskin, 2006). Kecenderungan mendengarkan sebagai alat untuk memperoleh
informasi tentang kebutuhan pelanggan, preferensi, dan persepsi dengan
menggunakan beberapa alat termasuk survei hubungan, survei transaksi, dan
keluhan pelanggan, survei ketidakpuasan, kunjungan konsumen, fokus group, dan
observasi, yang akan memberikan pandangan taktis interaksi kritis dengan
pelanggan (Maguire et al., 2007).
2) Memahami kebutuhan pelanggan (understanding customer needs)
Pemahaman kebutuhan pelanggan telah menjadi perhatian bagi perusahaan
yang bermain di pasar global (Newman et al., 2016). Perusahaan wajib
menempatkan usaha mereka pada usaha memenuhi kebutuhan pelanggan dalam
rangka mencapai kepuasan pelanggan melalui produk inovatif sesuai dengan
kebutuhan tetap kompetitif di pasar (Wang dan Ji, 2010; Suliyanto dan Rahab,
2012). Kecenderungan organisasi untuk mengetahui apa yang pelanggan inginkan
adalah dengan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan merasa
puas dengan menjalin hubungan yang erat (Lin et al., 2015). Dalam beberapa kasus
Page 16
efisiensi, akurasi, biaya yang melekat pada produk, perilaku, pemenuhan kebutuhan
produk dan layanan, dan kualitas produk merupakan faktor yang menyebabkan
pelanggan puas (Pawar, 2015).
3) Fokus pada komitmen pelanggan (customer commitment)
Organisasi dengan fokus pada komitmen pelanggan merefleksikan orientasi
pelanggan (Ozkaya et al., 2015). Perusahaan perlu memperhatikan pelanggan, dan
basis pelanggan mereka untuk menghadapi tantangan kompetisi. Hubungan jangka
panjang membutuhkan elemen komitmen (Morgan & Hunt, 1994). Komitmen
menunjukkan keinginan untuk terus mempertahankan hubungan saling
menghargai. Untuk memastikan pelanggan berkomitmen, perusahaan harus fokus
pada komitmen pelanggan dengan menyusun strategi berpusat pada pelanggan,
berjangka panjang, dan memiliki hubungan yang saling menguntungkan (Hazra,
2013).
4) Menawarkan kepuasan pelanggan (provider customer satisfaction)
Kepuasan pelanggan mengarah ke pembentukan hubungan jangka panjang.
Kepuasan mampu mengalahkan ekspektasi pelanggan. Kepuasan pelanggan
menjadi salah satu konsep pemasaran inti. Kepuasan secara keseluruhan termasuk
dengan semua unsur pembelian seperti kepuasan produk, kepuasan dengan perilaku
personel penjualan yang bertanggung jawab dan proses penjualan, kepuasan dengan
dukungan pasca penbelian, kepuasan dengan kualitas layanan, dan pengalaman
selama pembelian, mampu menjaga perusahaan tetap kompetitif. Kepuasan
pelanggan perlu diberikan oleh perusahaan yang berorientasi pasar sebagai
implementasi dari konsep pemasaran (Tahir et al., 2013; Pizam et al., 2015).
Page 17
(2) Orientasi pesaing
Orientasi pesaing menunjukkan fokus dan arah perusahaan untuk
mengidentifikasi, memantau, menganalisis, dan merespon tindakan pesaing,
menungkinkan perusahaan untuk mendeteksi dengan cepat, dan memperbaiki
teknologi yang ada.
1) Fokus penetapan target pelanggan (Customers are targeted)
Penetapan target pelanggan menjadi penting ketika perusahaan memiliki
kesempatan pada keunggulan produk dibandingkan produk pesaing (Newman et
al., 2016). Penetapan target pelanggan memberikan respon kuat pada perusahaan
untuk memperhatikan kualitas produk/layanan, dan komunikasi, manajemen
hubungan dengan pelanggan yang lebih kuat, dan reputasi dalam rangka
memberikan nilai superior. Pelanggan sasaran dalam hal ini adalah orang-orang
yang menerima perhatian perusahaan dan menerima penawaran pemasaran dan atau
orang-orang yang tidak secara eksplisit menerima tawaran pemasaran tertentu
(Nguyen et al., 2012).
2) Pencarian informasi pesaing (generation information)
Kegiatan organisasi dirancang mengumpulkan informasi pesaing, untuk
memberikan pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan jangka pendek, serta
strategi dan kemampuan jangka panjang pesaing utama (Nasution et al., 2011;
Casidy, 2014). Pencarian informasi (misalnya memanfaatkan penginderaan) seperti
teknologi baru, regulasi, informasi lingkungan bisnis, dan juga informasi pesaing
baru, serta berbagai sumber informasi memainkan peran penting kunci
Page 18
pengambilan keputusan stratejik manajerial (Sandvik and Sandvik, 2003).
Informasi dapat diperoleh melalui stimulasi sensorik membaca, mendengarkan dan
mengamati orang lain (Day, 1994). Informasi termasuk informasi pesaing diperoleh
melalui sumber eksternal seperti fasilitas komunikasi (misalnya internet),
konferensi, publikasi jurnal, asosiasi profesional, semuanya terpadu untuk
menghasilkan informasi dan pengetahuan (Lindblom, 2008). Informasi pesaing
berperan dalam diagnosa benchmark dan posisi perusahaan dalam persaingan. Di
pasar produk tertentu, perusahaan dapat dikelompokkan dalam tiga posisi:
keunggulan, paritas, atau inferioritas. Keunggulan artinya perusahaan lebih unggul
dari pesaingnya. Dalam posisi kedua, perusahaan memiliki keunggulan yang sama
dengan pesaing. Pada posisi ketiga, perusahaan lebih rendah dari pesaing dalam hal
pengendalian sumber daya, kepemilikan teknologi, dan karakteristik produk
(bentuk, fungsi, dan kinerja). Informasi pesaing penting sebagai dasar menyusun
strategi memenangkan persaingan melalui diferensiasi produk (Day dan Wensley,
198; Kohli dan Jaworski, 1990).
3) Pembagian informasi pesaing (information dissemination)
Pembagian informasi pesaing mengacu pada sejauh mana pertukaran
informasi penting tentang pesaing yang dapat memfasilitasi kolaborasi inter-
organisasi (Mauludin et al., 2013). Perusahaan akan mendapat keuntungan cukup
besar melalui efektif berbagi informasi. Berbagi informasi pesaing membantu
memahami kekuatan dan kelemahan pesaing, dan menumbuhkan koordinasi
internal. Berbagai faktor mempengaruhi praktek pembagian informasi pesaing
seperti komitmen, kepercayaan, ketidakpastian lingkungan, dan teknologi
Page 19
informasi (Li et al., 2014). Metode berbagi informasi pesaing meliputi penggunaan
kontak pribadi, pertemuan tatap muka, dan event bisnis dan sosial (Jraisat et al.,
2013).
(3) Koordinasi interfungsional
Mekanisme yang digunakan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya
perusahaan yang terkoordinasi dalam menciptakan nilai terbaik bagi pelanggan
berdasarkan informasi pelanggan dan pesaing mencerminkan koordinasi antar
departemen (Narver dan Slater, 1990). Koordinasi interfungsional adalah
koordinasi pemanfaatan sumber daya perusahaan, yang mendorong aktivitas
kolaborasi, komunikasi, komitmen kekompakan, dan kepercayaan antar area
fungsional yang berbeda dalam rangka menciptakan nilai superior bagi pelanggan
sasaran (Auh dan Meguc, 2005; Casidy, 2014). Koordinasi inter-organisasi
memungkinkan sebuah perusahaan memiliki kecepatan merespon mitra eksternal
(Chen et al., 2013).
1) Pengintegrasian fungsi (All functions are integrated)
Pengintegrasi fungsional mengacu pada sejauh mana suatu organisasi
fungsional berinteraksi, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan orang lain untuk
mengumpulkan, menyebarkan, dan menggunakan informasi terkait pasar (Lin et
al., 2008; Nasution et al., 2011). Berdasarkan komunikasi yang efektif dan interaksi
antara unit berbeda perusahaan dapat menginterpretasikan informasi dari mitra
dengan lebih efektif dalam rangka memenuhi kebutuhan target pasar (Chen et al.,
2013).
2) Melakukan kerjasama antar fungsi (Cooperation between divisions)
Page 20
Perusahaan melakukan kerja sama (cooperation) dalam merumuskan strategi
pemasaran (Suliyanto dan Rahab, 2012). Budaya bekerja sama menunjukkan
perilaku berkomunikasi antar fungsi yang berhubungan dengan koordinasi tentang
kepentingan bersama, termasuk berbagi sumber daya, pertukaran informasi,
keselarasan tujuan stratejik, dan pertukaran pengetahuan yang penting dalam
rangka tata kelola inovasi produk dan layanan. Teori kerjasama berbasis manfaat
penting dalam menanggapi lingkungan yang tidak terduga dan bersifat merugikan,
dan menjadi alat merumuskan strategi pemasaran (Fischer and Charnley, 2012).
3) Melakukan komunikasi yang baik antar fungsi (There is good
communication between the different departments)
Organisasi melakukan komunikasi internal, baik komunikasi antar karyawan
dan hubungan publik internal. Komunikasi memainkan peran penting dalam
transfer informasi dan koordinasi yang tepat kepada orang yang tepat di organisasi
dalam mendukung keberhasilan (Casidy, 2014). Komunikasi internal ke bawah, ke
atas, dan komunikasi horisontal yang efektif merupakan proses di mana karyawan
antar fungsi berbagi informasi, menciptakan hubungan, dan membangun budaya.
Perilaku komunikasi antar fungsi pada akhirnya meningkatkan keterlibatan
karyawan, produktivitas, organisasi belajar, hubungan eksternal yang lebih baik,
dan kinerja bisnis (Men, 2012).
Page 21
2.4 Orientasi Belajar
2.4.1 Konsep orientasi belajar
Konsep asli orientasi belajar dikembangkan oleh Sinkula et al. (1997) di
mana orientasi belajar adalah sikap dasar terhadap pembelajaran yang
memungkinkan organisasi melakukan pembelajaran, kemampuan menciptakan,
menyebarkan, dan memanfaatkan pengetahuan. Sedangkan pembelajaran
organisasi adalah proses dinamis akumulasi pengetahuan (Frank, et al., 2012).
Orientasi belajar sebagai sikap atau sistem nilai akan berpengaruh terhadap
kecenderungan organisasi untuk membuat dan memanfaatkan pengetahuan. Upaya
mengembangkan pengetahuan baru atau wawasan yang memiliki potensi
mempengaruhi perilaku melalui nilai-nilai dan keyakinan dalam budaya organisasi
menunjukkan orientasi belajar sebuah organisasi (Huber, 1991). Nilai-nilai
organisasi terdiri dari set nilai komitmen belajar, berbagi visi, dan keterbukaan
pikiran (Baker dan Sinkula, 1999). Organisasi yang memiliki komitmen tinggi
untuk belajar secara eksplisit meningkatkan budaya belajar, karena ada anggapan
bahwa belajar sangat penting untuk pengembangan masa depan organisasi.
Organisasi yang berpikiran terbuka secara teratur dan proaktif mempertanyakan
rutinitas mereka, keyakinan, asumsi yang dipandang penting sebagai syarat untuk
akuisisi pengetahuan baru, dan mengubahnya melalui pembelajaran organisasi
(Frank et al., 2012).
Wolff et al. (2015) mengenalkan suatu kerangka konsep orientasi belajar
sebagai nilai-nilai organisasi, berpengaruh terhadap perilaku organisasi yang pada
akhirnya menghasilkan hasil organisasi. Dengan demikian nilai-nilai dan budaya
Page 22
adalah kondisi awal, sehingga muncul konsep orientasi belajar. Pemahaman logis
hubungan antara nilai, perilaku, dan hasil digambarkan pada Gambar 2.2.
Sumber: Wolff et al. (2015)
Gambar 2.2
Pemahaman logis nilai, perilaku, dan hasil
Gambar 2.2 memperjelas pandangan bahwa nilai-nilai mempengaruhi
perilaku atau tindakan. Hal ini disebabkan karena individu mengadopsi nilai-nilai
dari nilai sosial dan kerangka kelembagaan di mana dia tinggal. Sistem nilai sebagai
unsur budaya secara langsung mempengaruhi perilaku individu dan organisasi, dan
pada gilirannya memberikan hasil bagi organisasi (Robaro and Mamuzo, 2012).
Demikian juga tingkat pembelajaran organisasi dimulai dengan nilai-nilai
perusahaan seperti keterbukaan pikiran dan komitmen untuk belajar dengan
demikian orientasi belajar membutuhkan unsur-unsur keterbukaan pikiran dan
komitmen belajar sebagai pendorong pembelajaran orgnisasi dan adaptasi yang
berhasil. Para ahli telah memberikan perhatian terhadap topik pembelajaran di
tingkat organisasi. Salah satu keyakinan kunci adalah bahwa pembelajaran harus
beradaptasi dengan kondisi lingkungan atau kompetitif dinamis sebuah perusahaan.
Pembelajaran terjadi ketika anggota organisasi sebagai agen pembelajaran
melakukan respon atas perubahan lingkungan eksternal dan internal organisasi,
Page 23
dengan mendeteksi dan mengoreksi kesalahan dalam penggunaan teori organisasi
(Wolff et al., 2015).
Orientasi belajar juga menunjukkan kemampuan organisasi untuk
menciptakan, menyebarkan, dan memanfaakan pengetahuan. Kemampuan
menghasilkan pengetahuan menunjukkan tingkat orientasi belajar yang tinggi (Hult
et al., 2004). Orientasi belajar termasuk upaya mendapatkan dan berbagi informasi
tentang kebutuhan pelanggan, tindakan pesaing, dan perubahan pasar untuk
menghasilkan produk melebihi produk pesaing (Calantone et al., 2002). Aktivitas
organisasi menciptakan dan menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan
kompetitif perusahaan menunjukkan tingkat orientasi belajar organisasi (Keskin,
2006). Orientasi belajar organisasi dapat dilihat dari sejauh mana komitmen
organisasi secara sistematis mampu menghadapi tantangan pasar (Lin et al., 2008).
Orientasi terhadap belajar memungkinkan adanya wawasan pengambil keputusan
untuk mengenali dan mengeksploitasi peluang (Wolff et al., 2015). Kepercayaan
kemampuan belajar sebagai sumber keunggulan kompetitif, nilai-nilai dasar belajar
merupakan sumber melakukan perbaikan, menempatkan nilai tinggi pada
keterbukaan, dan komitmen berhubungan dengan mitra menunjukkan karakteristik
orientasi belajar (Wu dan Lin, 2013).
Kemampuan yang ditunjukkan dengan kesediaan untuk belajar, berbagi visi
dan keterbukaan pikiran dalam menghadapi tantangan lingkungan yang kompetitif
dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan orientasi belajar. Komitmen
belajar dapat dilihat dari kemampuan organisasi mencari dan memanfaatkan
pengetahuan untuk menambah wawasan dalam rangka pengambilan keputusan,
Page 24
sedangkan berbagi visi adalah kemampuan organisasi memberikan arah yang jelas
untuk pembelajaran yang cenderung membentuk kekuatan organisasi dan
kompetensi inti; keterbukaan pikiran menunjukkan kemampuan organisasi
mengevaluasi secara kritis rutinitas operasional organisasi dan kesediaan menerima
ide-ide baru (Calantone et al., 2002; Frank et al., 2012; Wolff et al., 2015).
2.4.2 Dimensi dan Pengukuran Orientasi Belajar
Sinkula et al. (1997) menyatakan bahwa organisasi yang memiliki komtmen
tinggi untuk belajar akan memiliki komitmen meningkatkan budaya belajar, karena
ada pandangan kecenderungan belajar menjadi kunci penting untuk pengembangan
masa depan organisasi. Berbagi visi bersama akan memberikan arah pembelajaran.
Organisasi cenderung memahami harapan organisasi. organisasi yang memiliki
pikiran terbuka akan rutin mepertanyakan rutinitas mereka, keyakinan, asumsi,
yang dianggap penting sebagai syarat mengakuisisi pengetahuan baru melalui
pembelajaran organisasi. Pembelajaran merupakan sarana agar organisasi dan
lingkungannya tetap mencapai keadaan yang fit (Levinthal, 1991; Frank et al.,
2012).
Literatur menunjukkan orientasi belajar terdiri dari beberapa faktor seperti
komitmen untuk belajar, keterbukaan pikiran, berbagi visi, dan berbagi
pengetahuan antar organisasi (Calantone et al., 2002); peningkatan tim kreatif,
berpikir kreatif (Lee dan Tsai, 2005); perspektif sistem, komitmen manajerial,
keterbukaan dan eksperimen, transfer pengetahuan dan integrasi (Akgun et al.,
2007); interaksi dengan lingkungan eksternal. dialog, eksperimen, pengambilan
risiko, dan pengambilan keputusan partisipatif (Alegra dan Chiva, 2008).
Page 25
Calantone et al. (2002) dalam penelitiannya menguji dimensi orientasi belajar
dalam kaitannya dengan inovasi dan kinerja bisnis. Model diuji menggunakan data
yang dikumpulkan dari 187 perusahaan-perusahaan besar di AS. Hasil studi
menemukan orientasi belajar berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi dan
kinerja bisnis.
Yeung et al. (2007) menyatakan orientasi belajar sebagai strategi organisasi
tercermin dengan open mindedness terkait gagasan, yaitu selalu mempertanyakan
rutinitas, keyakinan, dan asumsi lama; sementara visi bersama memberikan arahan
untuk fokus belajar yang akan menumbuhkan energi, dan komitmen tujuan di antara
anggota organisasi akan mendorong inovasi. Orientasi belajar yang mengacu pada
aktivitas organisasi menciptakan dan menggunakan pengetahuan meningkatkan
keuntungan kompetitif (Keskin, 2006).
Orientasi belajar UKM tampaknya berakar pada budaya organisasi untuk
belajar berkomitmen belajar, open-mindedness, dan berbagi visi (Frank et al.,2012).
Selanjutnya, Lages et al. (2009) menerapkan perspektif pembelajaran untuk inovasi
dalam kaitannya dengan kinerja ekspor. Westerlund dan Rajala (2010) menetapkan
bahwa eksplorasi dan eksploitasi pengetahuan baru merupakan implementasi dari
orientasi belajar yang memiliki hubungan positif dengan co-inovasi. Orientasi
belajar sebagai karaketeristik perilaku organisasi belajar yang mampu ditingkatkan
dengan cara interaksi organisasi di luar, dengan menekankan pada nilai-nilai
komitmen organisasi untuk belajar, berbagi visi, dan memiliki pikiran terbuka (Wu
dan Lin, 2013).
Page 26
Mahmoud (2016) menyoroti peran orientasi belajar yang akan memberikan
hasil yang unggul seperti kesuksesan produk baru, pertumbuhan, retensi pelanggan,
dan profitabilitas. Skala pengukuran orientasi belajar menggunakan komponen
indikator meliputi: komitmen untuk pembelajaran; visi bersama dan fokus
organisasi yang luas pada arah pembelajaran; pikiran terbuka yang menunjukkan
kecenderungan organisasi mengevaluasi secara kritis operasional rutin dan
kesediaan menerima ide-ide baru; dan berbagi pengetahuan dengan melakukan
upaya penyebaran pembelajaran antar unit yang berbeda dalam organisasi.
Simpulannya, orientasi belajar mengacu pada sikap organisasi terhadap
pengembangan pengetahuan baru dan wawasan, dan memiliki potensi untuk
mempengaruhi perilaku dan kemampuan organisasi untuk meningkatkan
keuntungan kompetitif. Implementasi orientasi belajar dibagi menjadi beberapa
kriteria sebagai berikut:
(1) Komitmen belajar
Keteguhan pada pembelajaran menunjukkan tingkat komitmen untuk belajar.
Organisasi yang memiliki komitmen pada tujuan akan menganggap belajar sebagai
investasi bagi kelangsungan hidup. Komitmen belajar akan mempengaruhi
intensitas organisasi untuk belajar (Sinkula et al., 1997; Wolff et al., 2015).
Kuatnya pandangan pentingnya belajar dan keteguhan pada pembelajaran dalam
organisasi menunjukkan derajat organisasi untuk belajar (Sinkula et al., 1997).
Organisasi dengan komitmen belajar tinggi secara eksplisit akan berusaha untuk
meningkatkan budaya belajar, karena mereka beranggapan bahwa dalam rangka
Page 27
pengembangan masa depan organisasi, belajar merupakan hal yang sangat penting.
Komitmen belajar sebagian besar terjadi melalui interaksi organisasi dan
pengamatan lingkungan yang akan membangun pemahaman perusahaan akan
kebutuhan pelanggan (Calantone et al., 2002), meluangkan waktu bagi karyawan
menyerap pengetahuan, dan mengasah keterampilan. Dalam lingkungan globalisasi
saat ini, daya saing, dan dinamisme, keberhasilan tergantung pada kemampuan
organisasi untuk belajar dari interaksinya dengan lingkungan pada dinamika
internal, pengetahuan dan keahlian karyawannya. Menyadari pentingnya
pengetahuan dalam ekonomi modern saat ini, menyebabkan pentingnya
kemampuan belajar organisasi dengan aktif memperoleh pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian kemampuan
organisasi untuk belajar diterjemahkan dalam kemampuan memperoleh,
mendistribusikan, dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh dari pelanggan
dan pesaing untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal (Senge,
1990; Luntraru, 2011). Indikator-indikator dari dimensi komitmen belajar dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Fokus belajar secara kontinyu (A strong focus on continuous learning)
Organisasi harus terus-menerus belajar dari pengalaman masa lalu, dan
bersedia beradaptasi jika ingin berkembang untuk kelangsungan hidup perusahaan
(Mauludin 2013). Semua tingkatan, individu dan kolektif terus meningkatkan
kapasitas mereka untuk menghasilkan karya dengan meluangkan waktu untuk
belajar. Organisasi untuk terus belajar menjadi semakin penting dalam organisasi
dengan cara berpartisipasi dalam pelatihan, fleksibel dalam melakukan tugas
Page 28
berbeda menjadi inti kompetensi karir. Orang yang terus-menerus belajar memiliki
manfaat seperti mengakuisisi pengetahuan, pengembangan keterampilan dan
perubahan perilaku inovatif (Maurer and Weiss, 2010).
2) Komitmen menjalin hubungan dengan mitra (Relationship with relevant
partners).
Komitmen berhubungan dengan mitra akan mempengaruhi intensitas organisasi
untuk belajar (Sinkula et al., 1997; Wolff et al., 2015). Kemampuan sebagai salah
satu sumber daya termasuk kemampuan belajar dibutuhkan untuk menciptakan
nilai dan mempertahankan keuntungan kompetitif. Strategi yang dapat dilakukan
untuk keunggulan kompetitif adalah memanfaatkan kekuatan internal dan peluang
eksternal dalam rangka belajar. Komitmen berhubungan dengan mitra akan
mempengaruhi intensitas organisasi untuk belajar (Sinkula et al., 1997; Wu dan
Lin, 2013; Wolff et al., 2015). Perusahaan termotivasi belajar untuk menyerap
informasi melalui relationship dalam rangka meningkatkan inovasi (Chen et al.
2009). Manajer dapat mengembangkan kemampuan belajar melalui upaya
membangun koneksi dengan hubungan pelanggan-pemasok yang ditargetkan.
Budaya kolaborasi, komunikasi, mengobrol merupakan perilaku berhubungan
untuk menyerap informasi sebagai basis pengetahuan (Griese, 2012).
3) Memiliki motivasi untuk kegiatan belajar sebagai kunci keunggulan
kompetitif (Learn is the key to our competitive advantage)
Kuatnya pandangan pentingnya belajar dan keteguhan pada pembelajaran
dalam organisasi menunjukkan derajat organisasi untuk belajar (Sinkula et al.,
1997). Memiliki motivasi untuk kegiatan belajar diterjemahkan dalam kemampuan
Page 29
memperoleh, mendistribusikan, dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh
dari pelanggan dan pesaing untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
eksternal (Senge, 1990; Luntraru, 2011). Dalam lingkungan globalisasi saat ini,
daya saing, dan dinamisme, keberhasilan tergantung pada niat untuk belajar dari
interaksi organisasi dengan lingkungan pada dinamika internal, pengamatan
lingkungan, yang akan membangun pemahaman perusahaan akan kebutuhan
pelanggan. Menyadari pentingnya pengetahuan dalam ekonomi modern saat ini,
memotivasi organisasi untuk aktif memperoleh pengetahuan dan keterampilan
melalui interaksi dengan lingkungan (Calantone et al., 2002).
(2) Visi bersama
Visi bersama mengacu pada fokus organisasi yang kuat pada belajar. Iklim
belajar yang positif membutuhkan fokus organisasi, ketika pengetahuan baru
diimplementasikan. Visi bersama memberikan arah pembelajaran, cenderung
meningkatkan kualitas pembelajaran, membentuk kekuatan organisasi bahkan
kompetensi inti. Dengan visi bersama ada kecenderungan organisasi untuk
mengetahui apa harapan organisasi, dan bagaimana mengukur hasil yang
diharapkan (Calantone et al., 2002). Interaksi sosial, visi dan keterlibatan bersama,
kepercayaan menunjukkan kecenderungan berbagi visi dalam organisasi (Molina-
Morales and Martina-Fernandez, 2010). Indikator-indikator dari dimensi berbagi
visi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Keterlibatan semua karyawan pada tujuan (All employees are committed to
the goals).
Page 30
Keterlibatan karyawan menunjukkan sejauh mana karyawan memiliki
kesediaan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, untuk
terlibat dalam pekerjaan dan tujuan organisasi (Albdour dan Altarawneh, 2014),
berperan dalam mencapai tujuan organisasi (Frank et al., 2012). Manajer memiliki
peran penting dalam mendorong keterlibatan semua karyawan pada tujuan.
Interaksi sosial yang dekat dan sering mengurangi perbedaan kognitif/persepsi,
keterlibatan bersama, kepercayaan top manajemen untuk berbagi visi dengan unit
bisnis yang lebih rendah mampu mendorong keterlibatan semua karyawan pada
tujuan. Keterlibatan karyawan berpengaruh pada inovasi, produktivitas, kepuasan
pelanggan, keuntungan, dan retensi pelanggan (Molina-Morales and Martina-
Fernandez, 2010).
2) Top manajemen percaya untuk berbagi visi dengan tingkat yang lebih
rendah (Top leadership believes in sharing its vision)
Visi bersama adalah pemahaman bersama tentang arah masa depan yang
memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan (seperti keputusan produk
dan layanan baru). Visi bersama memberikan arah yang jelas untuk belajar yang
cenderung meningkatkan kualitas pembelajaran, membentuk kekuatan organisasi
bahkan kompetensi inti (Frank et al., 2012). Iklim belajar yang positif
membutuhkan fokus organisasi, ketika pengetahuan baru diimplementasikan. Top
manajemen dengan tingkat yang lebih rendah yang berbagi visi lebih mungkin
untuk berpartisipasi dalam berbagi pengetahuan Visi bersama memberikan arah
pembelajaran, cenderung meningkatkan kualitas pembelajaran, membentuk
kekuatan organisasi bahkan kompetensi inti. Dengan berbagi visi bersama ada
Page 31
kecenderungan organisasi untuk mengetahui apa harapan organisasi, dan
bagaimana mengukur hasil yang diharapkan (Calantone et al., 2002; Hoe, 2007).
3) Memiliki pemahaman bersama tentang arah masa depan (A commonality of
purpose in my organization)
Visi bersama adalah pemahaman bersama tentang tujuan dan arah masa depan.
Visi bersama meningkatkan perilaku berorientasi pada tujuan, merupakan pilar
utama untuk organisasi belajar, cenderung meningkatkan kualitas pembelajaran,
membentuk kekuatan organisasi bahkan kompetensi inti (Senge, 1990; Frank et al.,
2012). Visi bersama merupakan syarat dalam mengembangkan kemampuan
organisasi belajar (Hoe, 2007). Untuk menjamin pembelajaran, pemahaman
bersama tentang arah masa depan menjadi penting (Calantone et al., 2002).
Pemahaman bersama tentang arah masa depan memungkinkan perusahaan
menciptakan konsensus dan fokus untuk menentukan produk/layanan mana yang
akan dikembangkan, meningkatnya kemampuan bekerjasama dalam tim, dan terus
mengembangkan kompetensi karyawan sebagai strategi perusahaan
(Limpibunterng dan Johri, 2009; Calisir et al., 2013).
(3) Keterbukaan pikiran
Syarat utama pembelajaran adalah keterbukaan pikiran. Organisasi yang
memiliki pikiran terbuka akan bersedia mengevaluasi secara kritis, rutin, dan
proaktif menanyakan asumsi, rutinitas mereka, dan keyakinan yang dianggap
penting sebagai prasyarat untuk melakukan akuisisi terkait ide dan pengetahuan
baru, dan mengubahnya melalui tindakan pembelajaran organisasi yang meliputi
akuisisi pengetahuan, distribusi, interpretasi informasi, dan memori organisasi
Page 32
(Huber, 1991; Baker dan Sinkula, 1999). Indikator-indikator dari dimensi
keterbukaan pikiran dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Memberikan dukungan atas ide-ide asli (Original ideas are highly valued)
Kemampuan yang memungkinkan untuk menciptakan art, dan ide-ide asli
merupakan salah satu aspek kunci dari kreativitas (Calisir et al., 2013). Kreativitas
mengacu pada penemuan besar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan,
upaya memecahkan masalah, dan memunculkan ide-ide orisinal. Orisinal dalam
hal ini didefinisikan sebagai kebaruan dan kelangkaan ide-ide asli yang berperan
dalam sukses produk (Mayseless et al., 2015).
2) Penempatan nilai tinggi pada keterbukaan (Places a high value on open-
mindedness)
Keterbukaan pikiran adalah sikap secara teratur dan proaktif mempertanyakan
rutinitas, asumsi, dan keyakinan yang dianggap penting sebagai prasyarat yang
dianggap penting untuk melakukan akuisisi terkait ide dan pengetahuan baru, dan
mengubahnya melalui tindakan pembelajaran organisasi yang meliputi akuisisi
pengetahuan, distribusi, interpretasi informasi, dan memori organisasi (Huber,
1991; Baker dan Sinkula, 1999; Calisir et al., 2013). Perilaku open-mindedess
didorong oleh pandangan pentingnya belajar sebagai kunci melakukan perbaikan
(Wu and Lin, 2013). Keterbukaan pikiran menyebabkan peningkatan keinginan
mencari informasi dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan seringnya berdiskusi,
berkomunikasi, dan kontribusi tugas, maka nilai-nilai keterbukaan pikiran akan
memfasilitasi perbedaan sudut pandang berbeda dan pertukaran informasi serta
meningkatkan pemahaman bersama dalam tim sebagai proses belajar (Tjosvold &
Page 33
Sun 2003). Organisasi yang berpikiran terbuka secara teratur dan proaktif
mengevaluasi rutinitas operasional, keyakinan, asumsi yang dipandang penting
sebagai syarat untuk mencari informasi baru, melalui organisasi belajar (Frank et
al., 2012). Keterbukaan pikiran akan berdampak pada penciptaan pengetahuan,
karena norma keterbukaan pikiran membantu individu memahami, menerima, dan
memikirkan ide-ide baru dalam proses menciptakan pengetahuan (Tse and
Mitchell, 2010).
3) Keberanian mempertanyakan keyakinan bersama yang selama ini
dipegang (Not afraid to reflect critically on the shared assumptions)
Keberanian mengkritisi dan mempertanyakan operasi perusahaan sehari-hari
organisasi dan penerimaan ide-ide baru menunjukkan keterbukaan pikiran (Keskin,
2006; Griese et al., 2012). Dengan keberanian mengkritisi, bertanya, organisasi
bergerak meninjau pengetahuan yang ada, atau kebiasaan dan asumsi lama,
sehingga selalu ada kebutuhan untuk mengembangkan pengetahuan baru. Ketika
wirausaha terlibat dalam penciptaan sumber daya baru, dan atau kombinasi sumber
daya dengan metode baru dengan tujuan untuk komersialisasi produk baru, maka
akan ada kebutuhan untuk mengembangkan pengetahuan baru, dan keberanian
mengkritisi mendukung sikap keterbukaan pikiran. Dengan kata lain, sikap
keterbukaan pikiran meningkatkan keberanian mengkritisi (Ma’atoofi dan
Tajeddini, 2010).
Page 34
2.5 Kompetensi Pengetahuan
2.5.1 Konsep Kompetensi Pengetahuan
Sebelum mendefinisikan kompetensi pengetahuan, sebaiknya perlu diulas
yang dimaksud kompetensi. Pendekatan kompetensi fokus pada faktor internal
perusahaan, di mana istilah kompetensi pertama kali dikenalkan oleh Selznick
(1957), mengacu pada hal-hal yang dilakukan sangat baik oleh organisasi
dibandingkan pesaingnya (Kandemir (2005). Kompetensi adalah kumpulan
komplek dari keterampilan dan pembelajaran kolektif, dilakukan melalui proses
pembelajaran organisasi (Day, 1994).
Ada dua perspektif berbeda dalam memahami kompetensi: individu dan
organisasi. Perspektif kompetensi individu mendefinisikan kompetensi sebagai
kombinasi sumber daya pribadi seperti kemampuan, pengetahuan, networking,
kualitas yang akan mendorong kinerja pekerjaan yang superior (Lustri et al., 2007).
Kompetensi pada tingkat organisasi adalah pembelajaran kolektif yang dilakukan
melalui proses dalam organisasi (Prahalad dan Hamel, 1990). Kompetensi
didasarkan pada serangkaian kapasitas yang berhubungan langsung dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu yang terlibat dalam proses tersebut.
Kompetensi penting untuk mencapai keunggulan kompetitif (Barney, 1991; Griese
et al., 2012). Jadi kompetensi adalah set pengetahuan yang diwujudkan dalam
keterampilan karyawan dalam sistem manajerial dan teknis (Day et al., 1994).
Kompetensi individu, kolektif, dan organisasi terkait pengaturan internal, penataan,
dan integrasi tim dalam organisasi (Tayauova, 2015).
Page 35
Sebelumnya, teori ekonomi klasik menekankan tanah, modal, dan tenaga
kerja sebagai sumber daya berwujud (Bell, 1973). Selanjutnya teori pandangan
berbasis sumber daya (RBV) memperluas sumber daya intangible seperti, budaya
organisasi, keterampilan manajemen, dan kompetensi pengetahuan (Barney, 1991;
Li dan Calantone et al., 1998). Pandangan berbasis sumber daya menjelaskan
bahwa kompetensi merupakan sekumpulan kemampuan unik dan sumber daya
yang signifikan mempengaruhi strategi dan kinerja bisnis (Barney, 1991; Griese et
al., 2012). Kemampuan internal perusahaan sebagai faktor penting dalam
mengelola sumber daya unik yang dimiliki perusahaan agar perusahaan mampu
meraih keunggulan bersaing (competitive advantage) dan dengan demikian kinerja
unggul, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi, mencari,
mengembangkan, memanfaatkan dan memelihara kompetensi. Rangkaian kegiatan
proses di mana kompetensi dipekerjakan harus dijelaskan, karena kompetensi dan
proses terkait erat (Kandemir, 2005).
Pengetahuan menjadi sumber kunci yang memberikan keunggulan
kompetitif bagi organisasi. Sebuah organisasi membutuhkan pengetahuan untuk
mengambil keputusan strategis, dengan mengubah perilaku sebagai respon
terhadap lingkungan eksternal yang berubah (Drucker, 1993; Hoe, 2008). Ada
empat pandangan pengetahuan yaitu pandangan ontologis, pandangan
epistomologis, pandangan masyarakat, dan pandangan komoditas. Persepektif
ontologis menjelaskan, individu membantu organisasi menciptakan pengetahuan.
Perspektif epistemologis menjelaskan pengetahuan dibedakan antara pengetahuan
Page 36
eskplisit yang tersimpan dalam prosedur, dokumen, dan pengetahuan tacit.
Perspektif masyarakat menjelaskan pengetahuan sebagai elemen yang dinamis
yang tercipta oleh individu dalam aktivitas berinteraksi sosial. Perspektif komoditas
menjelaskan pengetahuan sebagai aset yang dapat dikelola dan ditrasfer (Tayauova,
2015).
Menurut Day (1994), pengetahuan pasar adalah sumber daya pengetahuan
perusahaan tentang pelanggan dan pesaing yang mampu mendeteksi secara akurat
preferensi pelanggan dan perilaku kompetitor. Pengetahuan pasar menunjukkan
pengetahuan perusahaan tentang kebutuhan dan perilaku pelanggan, serta perilaku
pesaingnya (De Luca dan Atuahene-Gima, 2007; Bao et al., 2012). Kemampuan
perusahaan mendeteksi preferensi pelanggan dan perilaku kompetisi menunjukkan
sebuah pengetahuan pasar, di mana pengetahuan pasar meliputi aspek keluasan
pengetahuan, kedalaman, spesialisasi atau keunikan pengetahuan, dan pengetahuan
tacit yang dimiliki (Hsu, 2015). Pengetahuan pasar dianggap sebagai hasil dari
pengolahan organisasi yang sistematis terkait informasi pasar seperti: pasar baru,
tren dan peluang, pelanggan, pendekatan baru dalam melakukan bisnis, dan
penerapan teknologi yang optimal. Manajer dapat menemukan pengetahuan pasar
melalui hubungan dengan pelanggan, pemasok, dan hubungan individual, dengan
proses meliputi: akuisisi, diseminasi, dan interpretasi. Pengetahuan pasar yang baik
memungkinkan perusahaan meningkatkan kegiatan pengembangan produk (Griese
et al., 2012).
Page 37
Selanjutnya pengetahuan pasar menunjukkan kepemilikan perusahaan
terhadap banyaknya informasi pasar seperti kondisi pelanggan dan pesaing yang
akan membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan tren lingkungan lebih cepat,
dan merespon kebutuhan pelanggan lebih baik daripada pesaing (Kirca et al., 2009;
De Luca dan Atuahene-Gima, 2007). Pengetahuan pasar yang diperoleh secara
efisien membantu perusahaan menangkap perubahan preferensi pelanggan, tren
pasar, memungkinkan perusahaan memperoleh informasi yang memadai tentang
permintaan pasar, dan memotivasi perusahaan berinovasi pada produk unik (Lin et
al., 2012). Pengetahuan pasar dipahami dari: 1) keluasan pengetahuan pasar, yaitu
keragaman pengetahuan bisnis tentang pelanggan dan informasi pesaing yang
diperoleh dari berbagai pelanggan dan pesaing. Luasnya pengetahuan
memungkinkan perusahaan membuat koneksi di antara perbedaan informasi pasar,
gagasan, dan konsep utuk mendapatkan wawasan lebih luas, yang sangat
bermanfaat dalam pengambilan keputusan pengembangan produk baru, dan 2)
kedalaman pengetahuan pasar yaitu tingkat kompleksitas pengetahuan tacit yang
dimiliki yaitu informasi pelanggan dan pesaing yang sulit dikomunikasikan secara
tepat menggunakan kata-kata, angka, atau gambar untuk dikodifikasikan; dan
pengetahuan spesifik yaitu sejauh mana informasi suatu perusahaan tentang
pelanggan dan pesaing adalah unik dan khas untuk individu perusahaan (Lin et al.,
2012; Hsu, 2015).
Page 38
Kompetensi pengetahuan menunjukkan ukuran kemampuan perusahaan
mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan pelanggan dan
lingkungan persaingan di pasar sasaran (Johnson et al., 2009). Kemampuan
mengembangkan seperangkat unik kompetensi pengetahuan menjadi sumber
keunggulan kompetitif perusahaan (Barney, 1991; Atuahene-Gima dan Wei, 2009).
Augusto dan Coelho (2009) menambahkan, kompetensi pengetahuan sebagai
kompetensi organisasi dan pengetahuan pasar yang dihasilkan adalah aset strategik.
Kemampuan organisasi, seperti kompetensi pengetahuan tentang pelanggan dan
pesaing, dan kemampuan memanfaatkan untuk memanfaatkan sumber daya adalah
alat untuk mencapai keunggulan kompetitif (Teece, Pisano, dan Shuen, 1997).
Sumber daya heterogen yang langka dan berharga melalui proses kompetensi
pengetahuan pelanggan dan pesaing yang terakumulasi akan menjamin
pengembangan produk baru yang efektif memberikan keuntungan bagi perusahaan
(Atuahene-Gima, 2010).
Kompetensi pengetahuan pasar adalah kemampuan perusahaan untuk
mencari, menghasilkan dan kemudian menggunakan pengetahuan yang berkaitan
dengan kebutuhan pelanggan saat ini dan potensial, serta pengetahuan produk dan
strategi pesaing. Informasi yang diperoleh melalui orientasi pasar diubah menjadi
pengetahuan melalui kompetensi pengetahuan. Kompetensi pengetahuan
melibatkan apa yang dapat perusahaan lakukan dalam aktivitas transformasi
Page 39
informasi penjadi pengetahuan, dan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan
yang diperoleh terkait pasar dalam desain produk. (Ozkaya et al., 2015).
Kompetensi pengetahuan pasar didefinisikan sebagai rangkaian proses yang
menghasilkan dan mengintegrasikan pengetahuan terkait pasar, yang meliputi :
1) Proses pengetahuan pelanggan yaitu kemampuan perusahaan menghasilkan dan
mengintegrasikan pengetahuan yang berhubungan dengan pelanggan saat ini
dan potensial. Proses pengetahuan pelanggan mengacu pada aktivitas dalam
sebuah organisasi yang berfokus pada generasi, analisis, dan penyebaran
informasi yang berkaitan dengan pelanggan untuk tujuan pengembangan
strategi dan implementasi (Li dan Calantone 1998; Kohli dan Jaworski 1990),
2) Proses pengetahuan pesaing yaitu kemampuan menghasilkan dan
mengintegrasikan pengetahuan tentang kegiatan pesaing dimanfaatkan dalam
pengambilan keputusan lebih cepat. Proses pengetahuan pesaing mengacu pada
aktivitas dalam sebuah organisasi yang berfokus pada generasi, analisis, dan
penyebaran informasi yang berkaitan dengan pesaing untuk tujuan
pengembangan strategi dan implementasi (Li dan Calantone, 1998).
3) Interface marketing dan R&D yang mengacu pada proses di mana bagian
litbang dan fungsi pemasaran bekerja sama menetapkan tujuan pengembangan
produk baru, dan berkomunikasi tentang pengembangan produk baru dalam
rangka meningkatkan prospek penerimaan produk baru di pasar (Li dan
Cavusgil, 1999). Aktivitas sebuah organisasi yang fokus pada generasi,
Page 40
analisis, dan penyebaran informasi yang berkaitan dengan pelanggan dan
pesaing untuk tujuan pengembangan strategi dan implementasi menunjukkan
proses kompetensi pengetahuan (Jayachandran dan Kaufman, 2004).
Kandemir (2005) menemukan kompetensi pengetahuan pasar sebagai
susunan proses pencarian pengetahuan dan pemanfaatan pasar. Artinya, kompetensi
pengetahuan pasar muncul dari aktivitas pengumpulan informasi pasar, saling
berbagi informasi di antara anggota organisasi, dan mengembangkan pemahaman
bersama tentang pasar, diikuti dengan penerapan pengetahuan pasar terhadap
perumusan strategi pemasaran dan implementasi. Intensitas masing-masing
aktivitas proses pengetahuan pasar mempengaruhi tingkat kompetensi pengetahuan
pasar.
2.5.2 Proses kompetensi pengetahuan
Proses kompetensi pengetahuan yang akan mempengaruhi karakteristik
produk baru meliputi tiga aspek berturutan yaitu akuisisi informasi pasar,
interpretasi, dan integrasi (Li dan Calantone, 1998). Dalam praktik, akuisisi
informasi dapat diperoleh melalui aktivitas interaksi dengan pembeli, secara rutin
melalukan diskusi, bertukar pikiran, dan pertemuan, melakukan tanya jawab pribadi
dan group fokus, atau membuka sesi tanya jawab pada saat pertemuan atau rapat.
Selanjutnya, informasi yang diperoleh diinterpretasikan melalui berbagai prosedur
analisis seperti mengidentifikasi, dan menyusun skala prioritas kebutuhan.
Akhirnya, informasi dapat diintegrasikan ke dalam desain produk baru melalui
Page 41
teknik mixed penggabungan dengan keterampilan untuk menghasilkan produk
sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Menurut Kandemir (2005), aktivitas proses kompetensi pengetahuan terkait
pasar diciptakan melalui proses berikut: pemindaian pasar, transmisi informasi
pasar, interpretasi informasi, dan pemanfaatan pengetahuan pasar. Pemindaian
adalah aktivitas mengumpulkan informasi mengenai pasar. Pemindaian dimulai
dengan keinginan terus mencari informasi baru, berkaitan dengan kebutuhan dan
keinginan pelanggan, dan faktor eksternal seperti pesaing, distributor, pengecer,
pemasok, teknologi, ekonomi, demografi, dan kekuatan lingkungan lainnya (Day,
1994). Perusahaan bisa melakukan pemindaian dengan mekanisme informal dari
pemangku kepentingan seperti: diskusi dengan pelanggan dan mitra saluran
pemasaran, atau mengumpulkan informasi dari pesaing yang berbagi informasi di
pertemuan asosiasi industri (Kohli dan Jaworski, 1990; Moorman, 1995).
Transmisi informasi pasar menunjukkan penyebaran informasi di antara pengguna
relevan dalam organisasi (Moorman, 1995). Informasi yang ditransmisi meliputi
informasi pelanggan, pengecer atau distributor, pemasok, pesaing, dan tren pasar,
dengan melakukan aktivitas diskusi tentang kebutuhan masa depan pelanggan antar
departemen fungsional dan mengadakan pertemuan rutin antar departemen
(Kandemir, 2005). Selanjutnya, interpretasi atau proses penafsiran informasi
merupakan konversi dari informasi menjadi pengetahuan dan penciptaan
pemahaman bersama antar anggota organisasi. Informasi yang dapat ditindaklanjuti
Page 42
adalah pengetahuan, yang mengacu pada relevannya informasi pada waktu dan
tempat yang tepat, dalam rangka pengambilan keputusan. Pengetahuan diperoleh
melalui interaksi informasi dan pengalaman (Kandemir, 2005). Langkah
selanjutnya dari proses kompetensi pengetahuan adalah pemanfaatan pengetahuan
pasar adalah menerapkan pengetahuan untuk pengambilan keputusan strategis
terkait pemasaran, membuat arahan jelas terhadap semua fungsi terkait peran
mereka dalam pelaksanaan, dan evaluasi keputusan pemasaran (Moorman, 1995;
Kandemir, 2005).
2.5.3 Pengukuran kompetensi pengetahuan
Li dan Calantone (1998) menyatakan bahwa keunggulan produk baru sangat
dipengaruhi oleh kompetensi pengetahuan pasar dan kekuatan fungsi dan peran
R&D. Sedangkan kuatnya kompetensi pengetahuan pasar (market knowledge
competence) dibangun melalui intensitas proses pengetahuan pelanggan yang tinggi
(customer knowledge process), keeratan hubungan antar fungsi dan tingginya
intensitas pertemuan antar fungsi pemasaran dan R&D, dan intensitas proses
pengetahuan pesaing yang tinggi (competitor knowledge process). Rutin bertemu
pelanggan untuk mengetahui kebutuhan pelanggan saat ini, menganalisis informasi,
teratur mempelajari kebutuhan pelanggan akan pengembangan produk baru, rutin
mengadakan pertemuan antar departemen, dan tenaga pemasaran selalu
mendiskusikan kebutuhan masa depan kebutuhan pelanggan dengan departemen
Page 43
fungsional lainnya akan menghasilkan pengetahuan pasar yang menyeluruh sebagai
refleksi kompetensi pengetahuan pasar (Jayachandran dan Kaufman, 2004).
Ozkaya et al. (2015) membagi kompetensi pengetahuan pasar menjadi dua
dimensi yaitu: kompetensi pengetahuan pelanggan dan kompetensi pengetahuan
pesaing. Pada tahapan operasional, organisasi perlu merangsang kemampuan
mempelajari kebutuhan pelanggan saat ini dan potensial, kemampuan
mengintegrasikan informasi pelanggan ke dalam desain produk baru, kemampuan
menggunakan pelanggan untuk uji produk baru; kemampuan mencari dan
mengumpulkan informasi pesaing, kemampuan mengintegrasikan informasi
tentang pesaing ke desain produk baru, dan kemampuan memahami strategi
pesaing. Pada penelitian ini, beberapa implikasi kompetensi pengetahuan pasar di
antaranya adalah berikut ini:
1) Kemampuan melakukan proses pengetahuan pelanggan (customer
knowledge process)
Proses menyiratkan serangkaian kegiatan yang menunjukkan karakteristik
yang tidak mudah diamati dari luar, dan tidak dapat dibeli di pasar. Proses
kompetensi pengetahuan pelanggan melibatkan aspek perilaku yaitu akuisisi
informasi pelanggan & pesaing, interpretasi, dan integrasi (Huber, 1991; Sinkula,
1994; Jayachandran dan Kaufman, 2004; Ozkaya et al., 2015). Dalam praktik,
informasi tentang kebutuhan pembeli dapat diperoleh melalui interaksi perusahaan-
pembeli, diskusi, dan pertemuan biasa (Kohli dan Jaworski, 1991). Kompetensi
Page 44
pengetahuan pasar terkait pelanggan muncul dari pengumpulan informasi, saling
berbagi di antara anggota organisasi, dan interpretasi atau mengembangkan
pemahaman bersama tentang pasar, diikuti dengan penerapan pengetahuan pasar
terhadap perumusan strategi pemasaran dan implementasi, yang merupakan ciri
dari pembelajaran kolektif dan sistematis tentang pasar (Kandemir, 2005).
Perusahaan melakukan akuisisi atau mengumpulkan informasi pasar terkait
pelanggan melalui kegiatan riset pemasaran konvensional atau memindai
lingkungan eksternal melalui kontak dengan pemasok dan distributor yang akan
mampu menangkap sikap dan perilaku konsumen (Fang, 2008; Bao et al., 2012).
Akuisisi informasi memberikan perusahaan data pelanggan untuk dianalisis.
Interpretasi menunjukkan prosedur di mana perusahaan melakukan pengolahan
data dan analisis. Konversi dari informasi pelanggan menjadi pengetahuan dan
penciptaan pemahaman bersama antar manajer menunjukkan proses interpretasi
(Weick dan Robert, 1993). Informasi yang telah diolah, selanjutnya diintegrasikan
ke dalam desain produk baru (Li dan Cavusgil, 1999). Secara keseluruhan
kemampuan melakukan akuisisi, interpretasi, dan integrasi informasi pelanggan
menjadi pengetahuan terkait produk baru merefleksikan kompetensi pengetahuan
pasar (Li dan Calantone, 1998; Ozkaya et al., 2015).
2) Kemampuan melakukan proses pengetahuan pesaing (competitor
knowledge process)
Page 45
Proses pengetahuan pesaing adalah aktivitas perilaku menghasilkan
pengetahuan produk dan strategi pesaing. Proses ini melibatkan pengumpulan
informasi, interpretasi, dan integrasi informasi tentang pesaing, sehingga
perusahaan mampu meniadakan kekuatan pesaing melalui diferensiasi produk (Li
dan Calantone, 1998). Sebuah proses akuisisi informasi pesaing berperan dalam
pengembangan produk, karena memungkinkan perusahaan mengeksplorasi
peluang inovasi (Griese et al., 2012). Interpretasi adalah proses penafsiran
informasi. Transformasi informasi pesaing menjadi pengetahuan dan penciptaan
pemahaman bersama antar manajer tentang kekuatan dan kelemahan pesaing,
menunjukkan proses interpretasi infromasi pesaing. Selanjutnya, kemampuan
mengintegrasikan informasi pesaing memainkan peran penting dalam
benchmarking, mendiagnosa posisi perusahaan dibandingkan pesaing: lebih
rendah, sebanding, atau superioritas. Dengan ketepatan mendiagnosa posisi,
perusahaan dapat menentukan strategi terbaik terbaik untuk mempertahankan atau
meningkatkan posisi saat ini dengan melakukan diferensiasi produk melalui
kemampuan inovasi (Day dan Wensley, 1983).
3) Integrasi fungsi pemasaran dan pengembangan produk (Marketing-R&D
interface)
Proses integrasi yang erat antara fungsi pemasaran dan pengembangan
produk merefleksikan kompetensi pengetahuan pasar (Campbell, 2003). Proses
interface dimana fungsi pemasaran dan pengembangan produk bekerja sama dan
Page 46
berkomunikasi meningkatkan kesesuaian antara kebutuhan pasar dan produk apa
yang ingin dikembangkan, meningkatkan prospek penerimaan produk baru di pasar
(Li dan Cavusgil, 1999). Kepemilikan pengetahuan pasar oleh fungsi pemasaran,
sebagai sumber daya pengetahuan perusahaan tentang pelanggan dan pesaing,
mampu mendekteksi secara akurat preferensi pelanggan dan perilaku kompetitor.
Pengetahuan pasar menunjukkan pengetahuan perusahaan tentang kebutuhan dan
perilaku pelanggan, serta perilaku pesaingnya (De Luca dan Atuahene-Gima, 2007;
Bao et al., 2012). Pengetahuan pasar dianggap sebagai hasil dari pengolahan
organisasi yang sistematis terkait informasi pasar seperti: pasar baru, tren dan
peluang, pelanggan, pendekatan baru dalam menjalankan bisnis, dan penerapan
teknologi yang optimal. Pemasaran dan bagian pengembangan produk yang intensif
bekerja sama dalam menetapkan tujuan pengembangan produk, intensif
berkomunikasi untuk menyaring ide dan prioritas pengembangan produk baru akan
meningkatkan kemampuan melakukan inovasi (Lin et al., 2012).
2.6 Inovasi
2.6.1 Konsep inovasi
Dewasa ini, persaingan yang semakin meningkat, turbulensi tanpa henti,
dan lingkungan yang tidak pasti memaksa organisasi untuk merangkul inovasi
sebagai bagian integral dari strategi perusahaan. Drucker (1954) adalah salah satu
peneliti pertama yang menekankan bahwa inovasi sangat penting (Calantone et
al., 2002). Inovasi menjadi sarana strategis bagi perusahaan dalam menghadapi
Page 47
perubahan lingkungan internal dan eksternal. Perusahaan seharusnya mengadopsi
atau menghasilkan inovasi dari waktu ke waktu agar mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan (Hult et al. 2004). Perusahaan inovatif mampu
meningkatkan kinerja bisnis (Keskin, 2006; Ndubisi dan Iftikhar, 2012; Hao, 2012;
Hilman dan Kaliappen, 2015).
Secara konvensional istilah inovasi diartikan sebagai terobosan yang terkait
dengan produk-produk baru. Knight (1967) ilmuwan terdahulu mendefinisikan
inovasi sebagai adopsi perubahan yang baru bagi organisasi dan lingkungan yang
relevan. Lima belas tahun kemudian, inovasi didefinisikan sebagai implementasi
sebuah ide yang dihasilkan secara internal mengenai perangkat, produk, sistem,
proses, program atau layanan, kebijakan yang baru bagi organisasi saat diadopsi
(Damanpour, 1991). Selanjutnya, inovasi diartikan kemampuan perusahaan untuk
mencari sesuatu yang baru atau lebih baik dengan melakukan identifikasi,
memperoleh, dan melaksanakan tugas seperti produk, layanan, proses, sistem
administrasi dan manajemen, metode pemasaran, dan struktur organisasi
(Calantone et al., 2002; Brem dan Voigt, 2009). Menurut Hult et al., 2004) inovasi
adalah kapasitas organisasi untuk mengenalkan dan melaksanakan ide-ide baru,
beberapa produk, proses, dan pengetahuan dalam organisasi.
Inovasi memiliki konten yang luas: mengembangkan layanan baru,
teknologi baru, rencana baru, menciptakan sistem manajerial baru, dan prosedur
baru. Inovasi mengacu pada kapasitas perusahaan terlibat dalam pengenalan ide-
ide baru, proses atau produk dalam organisasi (Damanpour, 1991; Hult et al., 2004).
Hurley dan Hult (1998) mengkonseptualisasikan inovasi sebagai aspek budaya
Page 48
untuk mengenalkan dan melaksanakan ide-ide baru, beberapa produk, proses, dan
pengetahuan dalam organisasi.
Kecenderungan organisasi untuk melakukan inovasi dapat dilihat dari
indikasi perusahaan untuk terlibat dalam ide-ide baru, kebaruan, proses kreatif,
eksperimen yang akan menciptakan produk /jasa baru. Inovasi dapat dilihat sebagai
hasil, berupa ide baru, metode atau perangkat; atau proses yaitu mengenalkan
sesuatu yang baru (Damanpour dan Gopalakrishnan, 2001). Lin et al. (2008)
menyatakan dari aspek kolektif, inovasi menunjukkan sikap keterbukaan akan ide-
ide baru sebagai aspek budaya perusahaan. Inovasi adalah cara-cara yang
digunakan pengusaha untuk menciptakan sumber daya baru, memperoleh
pengetahuan baru, segmen pasar baru dengan inovasi eksplorasi, dan membangun
pengetahuan yang telah ada, memperluas layanan dan produk yang telah ada untuk
pelanggan lama dengan inovasi eksploitasi (Benner dan Tushman, 2002; Li et al.,
2010). Bagi sebuah organisasi, inovasi merupakan generasi atau pencarian ide atau
perilaku baru; sebuah inovasi dapat menjadi produk atau layanan baru, teknologi
produksi baru, prosedur operasi baru, atau strategi manajemen baru. Sukses inovasi
memungkinkan perusahaan mempertahankan dan memperluas pasar produk dan
konsumen (Baker dan Sinkula, 2007).
Silva et al. (2014) mendefinisikan inovasi sebagai kemampuan mengubah
pengetahuan dan ide-ide menjadi proses, produk baru, dan sistem untuk
kepentingan perusahaan dan para pemangku kepentingan. Bagi sebuah organisasi,
inovasi merupakan generasi atau pencarian ide atau perilaku baru; sebuah inovasi
dapat menjadi produk atau layanan baru, teknologi produksi baru, prosedur operasi
Page 49
baru, atau stretagi manajemen baru. Kapasitas tindakan mengenalkan dan
menerapkan ide-ide baru, kreativitas, merupakan faktor penting dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan kinerja bisnis (Rhee et al., 2010).
Menurut Darroch (2005) inovasi merupakan keluaran dari organisasi yang
memanfaatkan sumber daya input berupa informasi, pengetahuan, dan pengalaman
yang dimiliki organisasi dan berpengaruh pada peningkatan kinerja keuangan.
Skema hubungan antara masukan, praktek organisasi, keluaran dan manfaat dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Sumber : Darroch (2005)
Gambar 2.3 Hubungan Input, Praktek Organisasi, Output, dan Manfaat
Perusahaan menjadi inovatif ketika perusahaan mampu mengakuisisi,
menyebarkan, dan responsif terhadap pengetahuan. Hubungan antara penciptaan
pengetahuan dan inovasi secara empiris bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dipahami. Dalam inovasi, terjadi proses yang sifatnya dinamis baik di internal
organisasi maupun di lingkungan eksternal (Darroch, 2005).
Menurut Damanpour dan Gopalakrishnan (2001), jenis inovasi dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu: produk vs proses, radikal vs inkremental, dan teknis
vs administrasi. Inovasi proses adalah perubahan dalam cara produk/jasa dibuat,
Page 50
diciptakan, dan didistribusikan. Inovasi produk adalah output atau jasa yang
dikenalkan untuk kepentingan pelanggan atau klien. Inovasi produk mencakup
proses desain teknis, manufaktur, R&D, manajemen dan kegiatan komersial yang
terlibat dalam pemasaran suatu produk baru (Alegra dan Chiva, 2008). Tingkat
adopsi produk dan proses berbeda sesuai dengan tahapan pengembangan industri.
Inovasi radikal dan inkremental diidentifikasi dari derajat perubahan yang terkait
dengan inovasi. Inovasi radikal menghasilkan perubahan mendasar dalam kegiatan
suatu organisasi atau industri. Secara radikal akan menghancurkan kompetensi, dan
meningkatkan ketidakpastian lingkungan, dan sebaliknya inovasi inkremental.
Selanjutnya inovasi teknik meliputi produk, proses, dan teknologi yang digunakan
untuk menghasilkan produk/layanan yang langsung berkaitan dengan aktivitas
dasar sebuah organisasi. Sebaliknya, inovasi administrasi berkaitan dengan
manajemen, struktur organisasi, proses administrasi dan sumber daya manusia. Ada
pernyataan bahwa inovasi dan aktivitas inovasi ada tiga yaitu inovasi proses,
inovasi produk, dan inovasi pasar. Inovasi proses mengacu pada pengenalan proses
produksi baru, seperti pengaktifan teknologi baru atau rutinitas kerja baru. Inovasi
produk mengacu pada pengenalan produk baru ke pasar. Inovasi pasar
menunjukkan sebuah perilaku pasar sebuah perusahaan seperti pemasaran baru,
strategi baru, dan aliansi baru (Najib dan Kiminami, 2011).
Liao (2008) mengidentifikasi inovasi menjadi dua yaitu inovasi administrasi
dan inovasi teknis. Inovasi teknis mengacu pada perubahan yang dikenalkan untuk
memajukan fungsi fitur, atau standar teknis suatu produk atau proses.
Page 51
Wong (2013) mengelompokkan inovasi menjadi tiga kategori yaitu inovasi
organisasi, inovasi teknik, dan inovasi pemasaran yang memungkinkan perusahaan
memperkuat lini bisnisnya dengan meningkatkan pendapatan dan efisiensi biaya.
Inovasi teknik dibagi menjadi inovasi produk dan inovasi proses (Mavondo et al.,
2005). Penelitian usaha kecil menengah menemukan inovasi diklasifikasikan
menjadi tiga jenis yaitu; inovasi produk, proses, dan administrasi (Nasution et al.,
2011). Inovasi produk didefinisikan sebagai produk atau jasa baru yang
diperkenalkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pengguna atau pasar, yang akan
mampu membedakan perusahaan dari pesaingnya. Inovasi proses didefinisikan
sebagai elemen baru yang diperkenalkan dalam produksi atau operasi jasa, seperti
input bahan, spesifikasi tugas, pekerjaan, dan mekanisme arus informasi (Tushman
dan Nadler, 1986). Adanya inovasi proses menyebabkan adanya perubahan dalam
cara organisasi menghasilkan produk akhir atau jasa.
Selanjutnya inovasi administrasi menunjukkan kecenderungan perubahan
dalam metode operasi bisnis, pengenalan praktik atau tindakan baru, dengan cara
memanfaatkan perubahan struktur organisasi, metode kerja, kebijakan, dan
prosedur pembiayaan atau pemasaran produk/jasa (Lin dan Chen, 2007), sedangkan
inovasi pemasaran sebagai adopsi metode spesifik, metode pemasaran baru dalam
mengeksplorasi kesempatan pasar dan mengisi peluang dengan produk dan layanan
tepat seperti kumpulan baru intelijen pasar, desain produk baru atau kemasan, taktik
baru penempatan produk dan harga, atau media promosi baru (Wong, 2013).
March (1991) dan Li et al. (2010) membedakan tingkat inovasi menjadi
inovasi eksplorasi dan eksploitasi. Inovasi eksplorasi adalah inovasi radikal yang
Page 52
menciptakan segmen pasar baru, mengembangkan saluran distribusi baru,
memasok layanan untuk pelanggan baru, dan menawarkan desain baru. Inovasi
eksploitatif adalah inovasi inkremental dengan memperbaiki desain yang sudah
ada, memperluas lini produk yang ada, memperluas pengetahuan dan keterampilan
yang ada, efisiensi saluran distribusi, dan menawarkan layanan baik kepada
pelanggan lama (Benner dan Tushman, 2003; Jansen et al., 2006). Inovasi
eksploitasi cenderung mengintegrasikan, memperbaiki, dan memperkuat
pengetahuan yang ada (Levinthal dan March, 1993; Lewin et al., 1999). Inovasi
eksploratif dan inovasi eksploitatif meningkatkan kinerja bisnis (Li et al., 2010).
2.6.2 Dimensi dan pengukuran inovasi
Inovasi merupakan aspek budaya yang ditunjukkan dengan adanya
keterbukaan akan ide-ide baru, mencari cara baru, dan kreatif dalam metode operasi
diukur dengan beberapa indikator yaitu: menjadi yang pertama ke pasar dengan
produk dan layanan baru, sering mencoba ide baru, kreativitas dalam metode
operasi, dan peningkatan pengenalan produk /layanan baru (Keskin, 2006).
Implementasi inovasi dalam penelitian ini dicerminkan oleh inovasi produk dan
inovasi proses dengan elemen-elemen berikut:
(1) Inovasi produk
Inovasi produk adalah kemampuan perusahaan mengenalkan produk atau
layanan baru di pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dan pengguna
eksternal dan untuk mempertahankan posisi yang kuat di pasar (Damanpour, 1991;
Nasution et al., 2011). Inovasi produk mencerminkan upaya perusahaan
melakukan perubahan dalam produk akhir atau jasa yang ditawarkan organisasi
Page 53
(Utterback, 1994). Perusahaan harus selalu mengupayakan melakukan inovasi
produk, jika ada keinginan mendapatkan dan mempertahankan posisi yang kuat di
pasar.
1) Mengenalkan lebih banyak produk inovatif (introduced many new services
to the market)
Produk inovatif mencerminkan adanya perubahan dalam produk akhir yang
ditawarkan kepada pelanggan (Cooper, 1998; Utterback, 1994; Wang dan Ahmed,
2004). Produk inovatif mengacu pada penerapan gagasan inovatif yang mengarah
pada desain dan pemasaran produk baru yang secara signifikan mengungguli
produk konvensional atau pesaing (Soylu dan Dumville, 2011; Wong, 2012). Ide
produk inovatif dapat memicu perombakan manajemen dan atau proses produksi,
perubahan kecil dalam bisnis atau proses produksi yang akan menyebabkan
pengembangan produk baru (Nielsen, 2006; Wong , 2012).
2) Melakukan modifikasi produk (introduced many modifications to the
existing services)
Pada tahap penciptaan inovasi, modifikasi bisa dilakukan pada produk yang
telah dibuat sebelumnya dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif (Nasution
et al., 2011). Proses modifikasi meliputi tindakan yang ditujukan untuk perbaikan
dan menyalin produk inovatif yang telah dikenal pasar dan layanan, atau metode
produksi. Berdasarkan perkembangan perusahaan itu sendiri, modifikasi dapat
dilakukan. Proses modifikasi dibenarkan oleh beberapa penulis sebagai cerminan
inovasi (Balycheva dan Golichenko, 2015).
Page 54
3) Kapasitas mendesain produk unik dan bermanfaat bagi pelanggan
(designed for new customer sets and our existing customers)
Istilah desain berasal dari “designare” dalam bahasa Latin artinya beberapa
rencana yang bisa berubah dari generasi ke generasi. Desain fashion mengacu pada
pemilihan berbagai bentuk produk (Liu dan Tsai, 2009). Desain produk menjadi
alat untuk mencapai diferensiasi keunggulan kompetitif (Mahmoud, 2016). Tim
desain merancang produk unik berkualitas yang meliputi set rutinitas:
meningkatkan keandalan produk, fungsi produk, estetika penampilan produk, dan
kualitas desain dalam rangka menghasilkan produk yang lebih kuat, dengan tingkat
kegagalan yang lebih rendah, menghindari desain ulang, dan mengeliminasi uji
produk di pasar (Silva et al., 2014).
Page 55
4) Mengenalkan produk/jasa yang dianggap baru oleh pelanggan (introduced
many new product/services to the market)
Pengembangan produk baru yang berorientasi pelanggan dengan penilaian
dan proses yang dirancang menyeluruh, menjadi faktor keberhasilan perusahaan.
Perkembangan teknologi dan pasar yang dapat berubah menyebabkan setiap
langkah dalam proses pengembangan produk baru harus dikelola simultan pada
tingkat integrasi tinggi. Langkah-langkah dari pengembangan konsep produk baru,
desain sampai pemasaran, dan mengirimkan produk ke konsumen harus dilakukan
simultan. Tahap-tahap pengembangan produk baru meliputi: a) pencarian
ide/gagasan produk baru, b) penilaian awal, c) konsep, d) analisis bisnis, e)
pengembangan konsep produk baru, f) pengujian produk baru, g)
komersialisasi dan peluncuran produk. Faktor kunci keberhasilan pengembangan
produk baru melibatkan hubungan erat antara konsumen dan pengguna, kepuasan
pengguna dan nilai dan rasa hak istimewa bagi pengguna (Liu dan Tsai, 2009).
(2) Inovasi proses
Inovasi proses merupakan elemen baru seperti input material, spesifikasi
tugas, mekanisme alur kerja dan informasi, dan peralatan yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau memberikan layanan, yang dikenalkan dalam operasi
produksi atau layanan organisasi (Damanpour, 1991; Nasution et al., 2011). Inovasi
proses mempengaruhi proses produksi termasuk trasformasi dari bahan baku
hingga produk akhir dan semua aktivitas pendukung yang terkait dengan proses
dalam rangka memperbaiki posisi kompetitif (Mavondo et al., 2005). Inovasi
proses melibatkan pendekatan manajemen dan teknologi untuk meningkatkan
Page 56
proses produksi dalam rangka meningkatkan kualitas dan pangsa pasar (Wang dan
Ahmed, 2004; Hilman and Kaliappen, 2015). Indikator inovasi proses pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Memperbarui praktik kerja untuk meningkatkan produktivitas (work
practices are constantly updated to increase productivity)
Praktik kerja merupakan kumpulan praktik yang akan memperkuat
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan baik karyawan saat ini maupun
karyawan potensial dan meningkatkan motivasi mereka serta retensi mereka di
perusahaan (Nasution et al., 2011). Praktik kerja ada hubungannya dengan
bagaimana cara kerja tersebut diatur, dan memberikan ksempatan untuk pemecahan
masalah dan manajemen perubahan mengenai pekerjaan (Boxall dan Macky, 2009).
Praktik kerja terkait dengan pekerjaan dan komitmen karyawan. Melalui praktik
kerja yang terus diperbarui, perusahaan mengatur kerja agar pekerja dapat
memanfaatkan kualifikasi dan memotivasi mereka, bersama dengan partisipasi
aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan. Praktik kerja kinerja tinggi
mencakup, misalnya, pelatihan karyawan yang ekstensif, partisipasi dan
pemberdayaan karyawan, kerja tim, rotasi pekerjaan, jadwal kerja yang fleksibel,
kebijakan promosi internal, kompensasi berbasis kinerja, dan keamanan lapangan
kerja, dalam upaya mengembangkan,memotivasi, dan mempertahankan tenaga
kerja kompeten sebagai cerminan inovasi proses yang mengarah ke kinerja tinggi.
Page 57
2) Kreativitas dalam metode produksi (creative in its methods of operation),
Kemampuan organisasi untuk berinovasi memungkinkan organisasi mampu
kreatif dengan metode produksinya (Mahmoud, 2016). Inovasi yang ditunjukkan
dengan perilaku menciptakan art, dan ide-ide asli merupakan salah satu aspek
kunci dari kreativitas (Calantone et al., 2002). Kreativitas mengacu pada penemuan
besar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, upaya memecahkan
masalah, dan memunculkan ide-ide orisinal. Orisinal dalam hal ini didefinisikan
sebagai kebaruan dan kelangkaan ide-ide asli yang berperan dalam sukses produk
(Mayseless et al., 2015).
3) Memperbaiki proses bisnis (constantly improving our business processes)
Dalam kondisi dari lingkungan pasar yang terus berubah, pendekatan
proses menjadi semakin penting ketika aktivitas organisasi dipecah menjadi proses
bisnis yang harus dikelola (Hilmi et al., 2010). Proses bisnis berbeda tergantung
pada jenis organisasi. Proses bisnis mengacu pada: pembelian, penyimpanan,
penyediaan layanan, logistik, penyimpanan, penentuan harga, mempersiapkan
barang untuk penjualan, penciptaan kondisi yang menguntungkan untuk penjualan,
penyediaan layanan informasi, periklanan, packaging, dan aktivitas after sales
(Teplov et al., 2016).
4) Mengembangkan keterlibatan manajemen (developed many new
management approaches)
Kemampuan perusahaan beradaptasi, dan keterlibatan manajemen
membangun budaya berinovasi memungkinkan inovasi terjadi (Hilmi et al., 2010;
Wong, 2013). Manajer senior dengan posisi penting sebagai pengambil keputusan,
Page 58
bertanggung jawab menetapkan rencana, untuk mendorong suatu proyek
berdasarkan posisi penting mereka, harus memiliki akses langsung ke informasi
penting tentang perusahaan dan pasar tempat perusahaan beroperasi. Posisi mereka
sebagai manajer senior memungkinkan untuk mempengaruhi masa depan
organisasi (Elenkov et al., 2005). Keterlibatan manajemen memainkan peran
penting dalam menurunkan risiko yang terkait dengan inovasi, karena inovasi
memiliki risiko dan menimbulkan biaya. Keterlibatan manajemen memfasilitasi
terciptanya budaya organisasi, mendorong komunikasi dan kerjasama, siapa yang
menyediakan sumber daya, sebagai visioner yang membantu dan mendukung
karyawan mengeksplorasi kesempatan inovasi, memimpin, merencanakan,
mengatur, mengendalikan kegiatan, menjaga komunikasi, memfasilitasi pertukaran
informasi, dan memberi dorongan motivasi sebagai cerminan inovasi selama proses
berlangsung (De Brentani et al., 2010; Wong, 2013).
2.7 Kinerja Bisnis
2.7.1 Konsep kinerja bisnis
Tekanan persaingan kelas global dan upaya menjamin kelangsungan hidup
organisasi, memaksa perusahaan melakukan pengamatan atas kinerja bisnis,
Kinerja bisnis merupakan keluaran atau hasil aktual dari sebuah organisasi Kinerja
bisnis menunjukkan seberapa baik suatu perusahaan mengelola sumber daya
internal dan menyesuaikan dengan lingkungan eksternal. Pengukuran kinerja bisnis
memungkinkan perusahaan untuk memusatkan perhatian pada area yang perlu
Page 59
ditingkatkan dengan menilai seberapa baik pekerjaan dilakukan dalam hal biaya,
kualitas, dan waktu (Skrinjar et al., 2008).
Gunday et al. (2011) mendefinisikan kinerja bisnis terkait dengan
keseluruhan prestasi perusahaan sebagai hasil dari upaya baru atau upaya lebih baik
untuk mendapatkan keuntungan dan pertumbuhan. Walker dan Ruekert (1987)
menyatakan kinerja bisnis adalah kerangka konprehensif yang menilai kinerja
bisnis dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kemampuan beradaptasi. Kinerja bisnis
mencerminkan pencapaian tujuan organisasi, terkait dengan profitabilitas,
pertumbuhan penjualan, tujuan strategis dan tujuan pertumbuhan, (Hult et al.,
2004). Efisiensi merupakan hasil strategi bisnis sehubungan dengan sumber daya
yang digunakan dan ditentukan melalui penggunaan rasio keuangan seperti laba
atas investasi (return on investment). Efisiensi operasi dicirikan oleh lingkup
aktivitas yang sempit dan penekanan mengacu pada keberhasilan sebuah strategi
bisnis dalam melayani pasar yang dipilih. Indikator seperti pertumbuhan penjualan
dan pangsa pasar menangkap esensi variabel efektivitas. Kemampuan beradaptasi
mengacu pada sejauh mana organisasi berhasil merespon kondisi perubahan
lingkungan eksternal. Produk/layanan sukses sebagai respon atas perubahan
kebutuhan kebutuhan pelanggan dan penawaran pesaing menunjukkan kemampuan
adaptasi (Mavondo et al., 2005). Kinerja bisnis ditentukan oleh kemampuan inovasi
(Ndubisi dan Iftikhar, 2012). Dengan demikian, inovasi sukses menjadi
penyumbang untuk kinerja bisnis dan membantu perusahaan bertahan di pasar
(Jimenez-Jimenez, dan Valle, 2011).
Page 60
2.7.2 Pengukuran kinerja bisnis
Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan merupakan sebuah konstruk multidimensi. Dalam hal ini, kinerja
perusahaan terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja keorganisasian.
Standar berbasis akuntansi seperti penerimaan atas aset (return on asset),
penerimaan atas penjualan (return on sales), dan return on equity mengukur
keberhasilan atau kinerja keuangan. Ukuran kinerja bisnis berkaitan dengan pasar
seperti pangsa pasar, pertumbuhan, diversifikasi, dan pengembangan produk.
Kinerja diukur dalam beberapa cara yaitu 1) berdasarkan indikator
keuangan seperti profitabilitas, margin kotor, laba atas investasi (return in
investment), dan laba atas aset (return on assets), 2) berdasarkan efektivitas pasar
dengan indikator seperti volume penjualan, tingkat pengenalan produk baru, pangsa
pasar, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan keuntungan, 3)
berdasarkan tujuan stratejik dengan indikator seperti kinerja keseluruhan
perusahaan, kepuasan pelanggan, kualitas kinerja, dan kinerja lingkungan
(Venkatraman dan Ramanujam, 1986; Nasution et al., 2010; Ndubisi dan Iftikhar,
2012).
Beal (2000) mengemukakan bahwa belum ada konsensus tentang ukuran
kinerja yang paling layak dalam sebuah penelitian dan ukuran-ukuran obyektif
kinerja yang selama ini dipakai dalam banyak penelitian masih banyak kekurangan.
Untuk mengantisipasi tidak tersedianya data-data kinerja obyektif dalam sebuah
penelitian, maka dimungkinkan untuk menggunakan ukuran subyektif, yang
mendasarkan pada persepsi manajer (Beal, 2000). Penelitian Voss (2000)
Page 61
menunjukkan adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif dan ukuran
kinerja obyektif.
Secara operasional kinerja bisnis UKM di Indonesia diukur dengan
indikator: volume penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar (Najib dan Kiminami,
2011). Usaha kecil menengah (UKM) umumnya tidak memiliki laporan keuangan
yang baik dan catatan konsisten, terutama catatan bulanan dan tahunan keuangan
dan produksi. Akibatnya, lebih baik menggunakan pengukuran subjektif, bukan
objektif, untuk mengukur kinerja. Sebuah penelitian menunjukkan korelasi positif
antara ukuran kinerja subjektif dan ukuran kinerja objektif (Dawes, 1999).
Berdasar uraian diatas, kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan
pengukuran subyektif yang mendasarkan pada persepsi staf dan manajer
perusahaan atas berbagai indikator pengukuran kinerja perusahaan. Indikator
pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluasan pasar dan
pertumbuhan (growth) (Mavondo et al., 2005; Suliyanto dan Rahab, 2012; Ndubisi
dan Iftikhar, 2012).
Page 62
2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya
2.8.1 Keterkaitan orientasi pasar dan kinerja bisnis
Penelitian Radju et al. (2011) orientasi pasar adalah salah satu faktor vital
dan daya saing perusahaan di pasar. Orientasi pasar memungkinkan perusahan
memahami dan selanjutnya menanggapi kebutuhan secara efektif. Orientasi pasar
perusahaan sebagian besar dengan upaya memantau kebutuhan pelanggan saat ini
dan kebutuhan laten serta kondisi persaingan. Melalui orientasi pasar, perusahaan
menanggapi kebutuhan ini dengan berinovasi dan mengenalkan produk &layanan
sehingga keuntungan meningkat (Najafi-Tavani et al., 2016).
Matanda and Ndubisi (2009) menyelidiki dampak orientasi pasar pada
penciptaan nilai pelanggan oleh pemasok dan pada gilirannya kinerja bisnis
di sektor produk segar. Hasil studi menunjukkan orientasi pelanggan sebagai
dimensi dari orientasi pasar meningkatkan penciptaan nilai yang dirasakan
pelanggan dan kinerja pemasaran. Orientasi pelanggan meningkatkan
kemampuan pemasok mendapatkan inoformasi spesifikasi produk dan
atribut yang diinginkan pelanggan dalam hal ini super market dan pengolah
makanan), sebagai dasar pemberian nilai, dengan demikian kelangsungan
hidup bisnis terjaga.
Page 63
Sorensen and Madsen (2012) meneliti orientasi internasional dan
orientasi pasar terhadap kinerja UKM pasar ekspor. Penguatan hubungan
orientasi pasar terhadap kinerja melalui kemampuan strategik seperti
orientasi pasar internasional dan portofolio pasar yang terfokus berdampak
pada upaya belajar tentang hukum pasar luar negeri, Bahasa, budaya,
pesaing, peraturan, dan praktik bisnis sehingga menuai keuntungan.
2.8.2 Keterkaitan orientasi pasar dan inovasi
Penelitian Sandvik and Sandvik (2003), meneliti hubungan antara orientasi
pasar dan inovasi industri hotel di Norwegia. Temuannya adalah: orientasi pasar
berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi. Orientasi pasar adalah generasi
organisasi dalam intelijen pasar yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan saat
ini dan masa depan, penyebaran, dan tindakan responsif atas intelijen pasar. Semua
informasi diperoleh didistribusikan, dan dipertimbangkan di pasar untuk
pengambilan keputusan perilaku kolektif dan individu. Penggunaan pengetahuan
pasar yang akurat dan komprehensif yang tercipta melalui orientasi pasar, akan
lebih banyak menghasilkan ide-ide sebagai titik awal dari pengembangan produk
yang sukses. Inovasi terkait produk baru dapat dikembangkan ketika ada nilai
menggunakan pengetahuan pasar yang akurat dan komprehensif yang diciptakan
melalui orientasi pasar.
Selanjutnya Jimenez et al. (2008), tujuan penelitiannya adalah meneliti
secara empiris hubungan orientasi pasar dan inovasi industri di Spanyol. Temuan
menunjukkan bahwa orientasi pasar adalah anteseden inovasi. Inovasi
Page 64
membutuhkan pemanfaatan pengetahuan tentang pelanggan, pesaing, dan
informasi dari dalam organisasi. Organisasi yang berusaha meningkatkan inovasi
harus mengembangkan tingkat orientasi pasar. Orientasi pasar melalui pendekatan
berbasis proses, memungkinkan seluruh organisasi mencari, menyebarkan, dan
merespon intelijen pasar dan beradaptasi. Akses perusahaan untuk mendapatkan ide
dari pasar akan memotivasi perusahaan menanggapi tuntutan pasar, memungkinkan
perusahaan mengantisipasi dan memahami kebutuhan pelanggan dan situasi
kompetitif. Dalam rangka mengembangkan perilaku orientasi pasar, perusahaan
disarankan mengembangkan proses internal dan struktur yang diperlukan untuk
mengumpulkan, menyebarluaskan, dan bereaksi terhadap informasi pasar yang
meningkatkan kemungkinan inovasi yang lebih baik berbasis pasar.
Lin et al. (2008) membangun model struktural untuk menguji hubungan
antara orientasi pasar, orientasi belajar, inovasi, dan kinerja bisnis UKM di Taiwan.
Hasil penelitian menemukan orientasi pasar berpengaruh positif signifikan terhadap
inovasi. Budaya berorientasi pasar memantau bagaimana pelanggan dan pesaing
bergerak dalam bisnis. Sebagai pendorong inovasi dari lingkungan ekternal,
informasi pasar yang diperoleh dari pelanggan dan pesaing membantu perusahaan
untuk mengawasi pasar, dan memfasilitasi inovasi.
Penelitian Zhang dan Duan (2010) melakukan penelitian dengan tujuan
adalah: mengeksplorasi dampak dari orientasi pasar terhadap inovasi dan kinerja
produk baru dalam konteks produsen perusahaan di Cina. Temuannya menyatakan
bahwa orientasi pasar berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi, yang dapat
meningkatkan kinerja produk baru. Studi ini memberi panduan bagi manajer yang
Page 65
terlibat dalam pengembangan produk baru. Untuk mencapai kinerja produk baru,
manajer harus membangun orientasi pasar bersama dengan budaya organisasi yang
menghargai inovasi. Orientasi pasar menekankan fokus perusahaan pada pelanggan
dan pesaing yang mengarahkan perusahaan untuk lebih mengeksplorasi tren ke
dalam produk, melalui inovasi. Proses inovasi sangat tergantung masukan
pelanggan. Orientasi pasar membantu menciptakan lingkungan internal yang
mendorong eksplorasi informasi pelanggan dengan cara baru, memasukan
informasi dalam menyusun rencana pengembangan produk. Proses kordinasi antar
fungsi mendorong proses kolaborasi, kekompakan, komunikasi, dan komitmen di
antara fungsi perusahaan yang berbeda. Selanjutnya manajer menggunakan
informasi secara kreatif untuk meluncurkan produk-produk inovatif yang sukses.
Carbonell dan Escudero (2010) dalam penelitiannya menguji bagaimana
orientasi pasar mampu meningkatkan kecepatan inovasi dan kinerja produk baru
sektor manufaktur di Spanyol. Penelitian dilakukan pada 247 perusahaan sektor
manufaktur seperti makanan, peralatan mesin, dan transportasi. Temuan: tingkat
orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kecepatan inovasi. Tingkat orientasi
pasar yang tinggi menyebabkan perusahaan melakukan upaya pengumpulan
informasi dari pemangku kepentingan (yaitu pelanggan, pesaing, dan pemasok) dan
kekuatan pasar (yaitu ekonomi makro, sosial, budaya). Informasi dikumpulkan,
dibagi, disebarluaskan, dan didiskusikan, akan memberi pengetahuan mendalam
terkait kebutuhan dan keinginan. Informasi akurat yang diperoleh misalnya melalui
diskusi informal dengan pelanggan dan mitra perdagangan, memberikan
kesempatan pada organisasi untuk efektivitas pengambilan keputusan dan
Page 66
pelaksanaan, kesalahan lebih sedikit, yang pada gilirannya akan meningkatkan
kemampuan inovasi dengan lebih cepat dan efektivitas respon terhadap ancaman
dan peluang. Pemanfaatan informasi yang berhubungan dengan pasar selama proses
inovasi merupakan penentu utama kinerja produk baru.
Suliyanto dan Rahab (2012) melakukan analisis kuantitatif untuk menguji
hubungan orientasi pasar dan orientasi belajar serta dampaknya pada fungsi inovasi
dan kinerja UKM. Sebuah model persamaan struktural dirancang untuk menguji
hubungan. Unit analisis penelitian adalah usaha kecil menengah (UKM) dengan
teknologi intensif di Kabupaten Banyumas Indonesia. Penelitian meneliti 200
perusahaan, di mana hasil penelitian menemukan orientasi pasar dapat memperkuat
inovasi. Jika orientasi pasar lebih baik, maka inovasi menjadi lebih baik. Upaya
mencari informasi secara proaktif membuat organisasi mampu menghasilkan
inovasi dan kinerja bisnis. UKM harus selalu meningkatkan derajat orientasi pasar
dengan mengumpulkan informasi pelanggan dan informasi pesaing, dan terus
melakukan koordinasi antar fungsi, dengan tujuan untuk selalu mengikuti selera
pasar dan kebutuhan konsumen akan mendorong perubahan organisasi,
meningkatkan kemampuan beradaptasi, dan selalu berusaha untuk mencoba ide-ide
baru, sehingga menjadi sumber keuntungan bagi UKM untuk meningkatkan kinerja
bisnis.
Mahmoud et al. (2015) melakukan pendekatan terpadu sektor perbankan di
Gana dengan tujuan penelitian untuk memahami bagaimana meningkatkan
hubungan variabel pemasaran untuk selanjutnya membantu meningkatkan inovasi
dan kinerja bisnis. hasil studi menemukan orientasi pasar berpengaruh positif
Page 67
signifikan terhadap inovasi. Liberalisasi pasar membuka jalan bagi perekonomian
di mana perusahaan bersaing untuk mendapatkan perhatian pelanggan.
Perkembangan teknologi informasi yang cepat, dan meningkatnya persaingan
mendorong perusahaan mengevaluasi praktik pemasaran, positioning, dan inovasi
untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan. Kinerja bisnis membutuhkan inovasi, dan
inovasi membutuhkan orientasi pasar yang melibatkan akuisisi dan pemanfaatan
pengetahuan pelanggan, pesaing. Orientasi pasar sebagai sumber daya tidak
berwujud yang dicerminkan oleh proses perilaku akuisisi terus menerus, menerima,
mengumpulkan, dan menganalisis informasi pelanggan dan pesaing, ide-ide dan
informasi menjadi sumber memproduksi pengetahuan mampu memperkuat inovasi
untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan menciptakan kebutuhan konsumen baru.
Orientasi pasar mengharuskan organisasi mengembangkan proses internal dan
struktur untuk proaktif mengumpulkan, menyebarkan informasi dan intelijen pasar,
melakukan interaksi dengan lingkungan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman dalam rangka mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan pasar negara
berkembang, dengan demikian meningkatkan inovasi.
2.8.3 Keterkaitan orientasi pasar dan kompetensi pengetahuan
Kandemir (2005) memeriksa hubungan sumber daya spesifik perusahaan
yang terdiri dari aset relasional yang mencakup ekuitas pengecer & distributor dan
budaya berorientasi pasar terhadap aktivitas kompetensi pengetahuan pasar,
selanjutnya mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa
aset relasional dan budaya orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kompetensi
pengetahuan pasar.
Page 68
Ozkaya et al. (2015) melakukan penelitian tentang hubungan orientasi
pasar, kompetensi pengetahuan, dan inovasi berbasis pasar di AS , menemukan
orientasi pasar sebagai norma-norma, budaya organisasi yang efektif dan efisien
yang dicerminkan oleh perilaku kegiatan menentukan sumber informasi yang
menarik perusahaan, memperoleh informasi di lingkungan eksternal, dan
melakukan diseminasi informasi pelanggan dan pesaing meningkatkan
kecenderungan perusahaan dalam proses menghasilkan, mengintegrasikan dan
menggunakan pengetahuan pasar. Orientasi pasar meningkatkan mekanisme
bagaimana pembelajaran terjadi dalam perusahaan yaitu transformasi informasi
menjadi pengetahuan. Informasi tentang pelanggan dan pesaing yang telah
dikumpulkan melalui orientasi pasar berubah menjadi pengetahuan, melalui
kompetensi pengetahuan. Kompetensi pengetahuan menjadi alat belajar untuk
menghasilkan sumber daya yang lebih tinggi yaitu pengetahuan. Kompetensi
pengetahuan mampu diciptakan karena perusahaan fokus pada orientasi pasar.
Dengan demikian, perusahaan yang berorientasi pasar memiliki kompetensi untuk
menghasilkan dan memanfaatkan pengetahuan tentang pelanggan (dan pesaing).
Selanjutnya, kompetensi pengetahuan berefek pada berkurangnya potensi resiko,
dan memungkinkan perusahaan mencari peluang inovasi.
Page 69
2.8.4 Keterkaitan orientasi belajar dan kinerja bisnis
Jimenez dan Valle (2011) meneliti hubungan antara organisasi belajar dan
kinerja 451 perusahaan di Spanyol. Tujuan penelitian adalah menganalisis
bagaimana organisasi belajar mempengaruhi aktivitas seluruh organisasi dan
kinerja. Hasil studi menemukan bahwa organisasi belajar berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja bisnis. Organisasi belajar adalah proses di mana
perusahaan mendapatkan pengetahuan baru dan wawasan dari pengalaman umum
organisasi yang berpotensi mempengaruhi perilaku. Dalam menangani gejolak
eksternal, proses memperoleh informasi dan menggunakan pengetahuan baru,
berbagi informasi, memberikan arti dari informasi menjadi pengetahuan baru, dan
memori atau menyimpan pengetahuan untuk digunakan di masa depan. Perusahaan
yang mampu belajar lebih baik, mendapatkan kesempatan dan tren di pasar
menjadikan perusahaan lebih fleksibel dan cepat merespon tantangan baru
dibandingkan pesaing. Perusahaan berorientasi belajar memungkinkan perusahaan
meningkatkan inovasi, dan aktivitas inovasi mempengaruhi kinerja.
Page 70
Calisir et al. (2013) menguji peran orientasi belajar terhadap kinerja inovasi
produk perusahaan di Turki. Analisis hubungan menggunakan pendekatan
pemodelan persamaan struktural. Hasil penelitian menemukan bahwa keterbukaan
pikiran adalah prediktor dari khasiat inovasi produk dan efisiensi inovasi produk,
walaupun disadari keterbukaan pikiran adalah satu hal yang paling sulit ditangani.
Pengembangan produk baru menjadi salah satu strategi untuk mencapai kinerja
bisnis. Inovasi efektif berhubungan dengan lingkungan kompetitif. Bentuk
penguatan orientasi belajar seperti mengatasi hambatan budaya keterbukaan yang
masih minim, kurangnya pelatihan dan instruksi, budaya menyalahkan, tidak ada
toleransi kegagalan berperan menguatkan praktik inovasi. Berbagi informasi dan
komunikasi terbuka, dan ketersediaan sumber daya menjadi prediktor pengenalan
produk/layanan sehingga memperkuat kinerja bisnis.
Page 71
Wolff (2015) mengeksplorasi secara empiris dan menguji mekanisme
bagaimana nilai-nilai organisasi mengenai belajar ditambah perilaku
kewirausahaan mendorong pertumbuhan bisnis kecil di Amerika Serikat. Maksud
penelitian Wolff (2015) adalah untuk memahami bagaimana usaha kecil dapat
tumbuh melalui mekanisme hubungan orientasi belajar, orientasi kewirausahaan,
dan kinerja. Hasil studi menunjukkan budaya berorientasi belajar menciptakan
tindakan atau perilaku proaktif, inovatif, dan berani mengambil risiko dalam rangka
belajar untuk meningkatkan kinerja. Belajar memberikan kesempatan organisasi
bernegosiasi dengan lingkungan yang sulit. Belajar adalah proses dan pengetahuan
adalah hasil. Perusahaan yang memiliki nilai-nilai belajar memiliki kecenderungan
lebih baik dalam beradaptasi dengan lingkungan dinamis. Pembelajaran terjadi
ketika ada anggota organisasi menanggapi perubahan lingkungan internal dan
eksternal dengan mendeteksi kesalahan dan mengoreksi. Belajar menjadi sarana
bernegosiasi dengan lingkungan sulit. Namun, nilai-nilai belajar yang
diterjemahkan ke dalam tindakan atau perilaku aktivitas terbuka mengumpulkan ide
baru, mempertanyakan rutinitas dan pengetahuan usang serta mengganti dengan
pengetahuan baru mampu menciptakan keberhasilan.
2.8.5 Keterkaitan orientasi belajar dan inovasi
Calantone et al. (2002) melakukan penelitian manufaktur dan industri jasa
di AS, menemukan orientasi belajar berpengaruh positif signifikan terhadap
inovasi. Inovasi terkait dengan pembelajaran dalam organisasi. Organisasi yang
mau belajar cenderung memiliki kebaruan pengetahuan, teknologi yang mengarah
ke inovasi yang lebih tinggi. Belajar sebagian besar terjadi melalui interaksi
Page 72
organisasi dan pengamatan lingkungan. Ketidakpastian permintaan pelanggan,
turbulensi teknologi, dan ketidakpastian kompetitif adalah faktor penting
lingkungan. Organisasi yang memiliki komitmen belajar tinggi akan memiliki
pengetahuan dan membangun pemahaman perusahaan akan kebutuhan pelanggan,
mengantisipasi kebutuhan pelanggan yang diperoleh melalui interaksi dengan
pasar. Di saat organisasi memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
dan mengantisipasi kebutuhan pelanggan, maka organisasi tidak akan melewatkan
kesempatan yang diciptakan oleh permintaan pasar berkembang dengan cara
menawarkan produk inovatif yang mencerminkan nilai-nilai pelanggan. Produk
baru mencerminkan nilai-nilai pelanggan. Selanjutnya, belajar dengan memantau,
meramalkan lingkungan, membuat penyesuaian, memantau pesaing di pasar akan
menyebabkan pemahaman kekuatan dan kelemahan pesaing, dan berkontribusi
pada kemampuan inovasi.
Keskin (2006) dalam penelitiannya menemukan pengaruh positif orientasi
belajar terhadap inovasi. Seperangkat nilai-nilai pengetahuan yang diperoleh
melalui keterbukaan pikiran seperti kemauan menantang keyakinan, nilai,
mengevaluasi secara kritis rutinitas operasional; komitmen belajar, dan memiliki
arah bersama pembelajaran melalui berbagi visi, ada mekanisme berbagi visi dalam
organisasi dari unit ke unit lain, akan memfasilitasi perusahaan untuk mencoba ide-
ide baru, mencari cara baru melakukan sesuatu, menjadi kreatif dalam metode
operasi dan mendorong upaya pengembangan dan peluncuran produk baru.
Penelitian Chen et al. (2009) memiliki tujuan: mengeksplorasi efek positif
dari hubungan belajar dan kapasitas serap pada inovasi industri manufaktur di
Page 73
Taiwan. Hasil empiris dari penelitian menunjukkan bahwa belajar melalui
hubungan (relationship learning) memiliki efek positif pada inovasi. Semakin
banyak investasi dalam belajar melalui hubungan, maka kinerja inovasi semakin
baik. Dalam konteks Cina, hubungan atau guanxi merupakan prinsip-prinsip
interaksi sosial penting bagi pemasok, pelanggan, dan stakeholder, melalui
komunikasi, budaya kolaboratif, dan pertukaran informasi. Pembelajaran dengan
mengandalkan informasi eksternal dalam rangka belajar akan memfasilitasi
pertukaran informasi dan memperbaharui perilaku yang sesuai dari pelanggan,
pemasok, pemangku kepentingan, instansi pemerintah. Memiliki informasi dan
pengetahuan yang lebih banyak tentang pelanggan memungkinkan perusahaan
menyediakan dan mengembangkan produk lebih berharga bagi pelanggan. Dengan
demikian, perusahaan yang melakukan aktivitas belajar dari pelanggan, pemasok,
dan mitra mereka melalui relationship dan didukung kemampuan serap (absorptive
capacity) mampu mengembangkan kemampuan inovasi,
Lages et al. (2009) melakukan penelitian dengan tujuan: memahami
bagaimana kemampuan pembelajaran organisasi dan kemampuan hubungan
mempengaruhi strategi inovasi dan kinerja ekspor perusahaan manufaktur ekspor
di Portugal. Temuan: kemampuan pembelajaran organisasi berpengaruh positif
terhadap strategi inovasi produk. Menggunakan pendekatan RBV, kemampuan
pembelajaran organisasi sebagai pengembangan pengetahuan dan wawasan melalui
komitmen untuk belajar, keterbukaan pikiran, dan visi bersama akan memfasilitasi
perubahan perilaku untuk meningkatkan inovasi. Inovasi terjadi ketika perusahaan
memiliki komitmen belajar melalui relationship dengan mitra bisnis, berbagi visi
Page 74
yang memberikan fokus dan arah pembelajaran, dan keterbukaan pikiran sebagai
bentuk tingkat kemampuan tinggi untuk belajar yang mendorong karyawan
mempertanyakan norma-norma dan tantangan organisasi sebagai dasar melakukan
evaluasi, didukung kolaborasi erat dengan staf pemasaran, staf penjualan, dan staf
teknis. Dengan demikian, pembelajaran yang terjadi melalui relationship yang
mencerminkan serangkaian interaksi antara pihak-pihak yang saling terkait,
komunikasi, dan berbagi di antara perusahaan dan pelanggan, akan meningkatkan
inovasi.
Sheng dan Chien (2015) menyelidiki efek orientasi belajar pada inovasi
dengan mediasi kemampuan serap. Studi menemukan orientasi belajar memotivasi
perusahaan memindai lingkungan eksternal dalam upaya mengumpulkan dan
mengolah pengetahuan eksternal sebagai pedoman menjawab kebutuhan pasar dan
pelanggan, dan daya serap membantu perusahaan dalam pengolahan pengetahuan
eksternal. Akibatnya, pengetahuan eksternal yang diperoleh melalui orientasi
belajar terbukti sangat efektif mempengaruhi proses inovasi, melalui kemampuan
serap.
Srivastava (2016) meneliti 321 eksekutif dari manajemen tingkat puncak
dan menengah pemerintah dan swasta di India. Temuannya adalah bahwa orientasi
pembelajaran organisasi secara positif berkaitan dengan proses inovasi.
Perusahaan-perusahaan memiliki tingkat belajar tinggi selalu menyesuaikan produk
dan layanan dengan kebutuhan pelanggan untuk bertahan hidup. Perusahaan
menghasilkan, mengirim dan menggunakan informasi eksternal yang relevan dalam
rangka belajar. Organisasi yang melakukan interaksi dengan konsumen, pelanggan,
Page 75
dan pesaing akan menghasilkan informasi tertentu yang berguna bagi organisasi.
Perusahaan mengumpulkan dan menyebarkan informasi eksternal di unit-unit
perusahaan, dan berusaha mendapatkan manfaat dari informasi tersebut. Informasi
memiliki manfaat ketika perusahaan mampu mentransformasi informasi menjadi
pengetahuan untuk meningkatkan inovasi organisasi seperti kreativitas, terbuka
akan perubahan, berani mengambil risiko, proaktif, dan berorientasi pada masa
depan. Dengan demikian, orientasi belajar mempengaruhi kecenderungan untuk
menghasilkan dan menggunakan pengetahuan eksternal, dan meningkatkan
kompetensi inti inovasi.
2.8.6 Keterkaitan orientasi belajar dan kompetensi pengetahuan
Hoe (2008) melakukan kajian peran organisasi belajar terhadap kompetensi
pengetahuan. Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan
perusahaan memperoleh, memanfaatkan pengetahuan dan terus belajar dari
lingkungan. Kemampuan menghasilkan pengetahuan melalui proses belajar
merupakan aset utama dan keunggulan kompetitif pada organisasi yang beroperasi
di lingkungan yang kompetitif dan komplek. Kemampuan seluruh organisasi
belajar sebagai proses memperoleh, menyebarkan, menginterpretasikan, dan
menyimpan pengetahuan untuk digunakan lebih lanjut sebagai upaya beradaptasi
dengan lingkungan eksternal akan meningkatkan kompetensi pengetahuan terkait
pasar.
Griese et al. (2012) meneliti kompetensi mendapatkan pengetahuan dengan
anteseden orientasi belajar dan praktik sumber daya manusia, dan konsekuensinya
terhadap inovasi pada industri B2B di Jerman. Hasil penelitian menunjukkan hasil
Page 76
organisasi berorientasi belajar jangka panjang sebagai sumber daya tidak berwujud
dan praktik sumber daya manusia mempengaruhi kompetensi generasi pengetahuan
sebagai upaya memperoleh dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan disini
mengacu pada pemahaman umum kondisi pasar, kebutuhan pelanggan, tujuan
strategik produk atau jasa. Pandangan pentingnya belajar demi masa depan
organisasi mendorong komitmen belajar tinggi melalui interaksi dengan pelanggan
dan hubungan individual untuk menambah basis kompetensi pengetahuan tentang
pelanggan, tren, peluang dan pemanfaatan teknologi, pasar baru, dan pendekatan
baru dalam menjalankan bisnis. Pengetahuan yang dihasilkan melalui dialog
dengan pelanggan, eksplorasi peluang pasar, dan menjadikan relationship sebagai
sumber belajar berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan. Pencarian
pengetahuan terkait dengan orientasi belajar. Orientasi belajar dengan nilai-nilai
terkait sikap belajar seperti komitmen belajar, berbagi visi, dan keterbukaan pikiran
mempengaruhi sikap karyawan terhadap kegiatan pencarian pengetahuan,
didukung praktik sumber daya manusia mampu meningkatkan kompetensi
pengetahuan.
Foong dan Khoo (2015) meneliti keterkaitan sikap dan niat belajar
mahasiswa akuntansi tingkat akhir perguruan tinggi di Malaysia. Studi menemukan
bahwa niat dan perilaku belajar mandiri seumur hidup didukung lingkungan belajar
memungkinkan seseorang cepat beradaptasi dan tetap relevan di lingkungan yang
cepat berubah. Orientasi belajar yang tinggi memperkuat pengetahuan dan
memperoleh kompetensi seperti berpikir kritis dan meningkatkan profesionalisme.
Page 77
Wu dan Lin (2013) mengkaji peran berbagi pengetahuan, orientasi belajar
dan efektivtas kompetensi pengetahuan perusahaan elektronik di Taiwan Asia.
Efektivitas pengetahuan hanya terjadi ketika pengetahuan dimanfaatkan oleh
penerima melalui aktivitas berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan
menunjukkan aktivitas pertukaran berbagai informasi dan pengetahuan dari
pengirim pengetahuan kepada penerima pengetahuan. Selanjutnya, orientasi belajar
memfasilitasi hubungan berbagi pengetahuan dengan kompetensi pengetahuan.
Orientasi belajar sebagai kemampuan dan set nilai-nilai organisasi
Wang (2015) meneliti bank-bank di Taiwan, menyatakan orientasi
pembelajaran sebagai sejauh mana motivasi untuk memperoleh dan mendapatkan
pengetahuan yang memodifikasi perilaku untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi belajar adalah kegiatan formal dan informal pembelajaran dan praktik
yang mendorong karyawan memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
melayani pelanggan. Organisasi dapat menggunakan berbagai mekanisme
memperoleh kompetensi pengetahuan melalui orientasi belajar. Kegiatan dan
praktik yang berhubungan dengan belajar seperti mencari informasi karakteristik
pelanggan, memahami data demografis pelanggan, kontak, kebutuhannya, harapan,
pola beli, melalui pelatihan dan pendidikan, serta mengintegrasikan pengetahuan
yang diperoleh dengan pendapat dan masukan pelanggan membantu tenaga penjual
memperluas kompetensi pengetahuan terkait pelanggan.
2.8.7 Keterkaitan kompetensi pengetahuan dan inovasi
Li dan Cavusgil (1999) melakukan penelitian pada industri perangkat lunak
yang memungkinkan mereka melakukan pengamatan pada hubungan proses
Page 78
kompetensi pengetahuan pasar dan inovasi produk. Hasil studi menyimpulkan
bahwa kompetensi pengetahuan terkait pasar berpengaruh positif terhadap
pengembangan produk baru. Kompetensi pengetahuan pasar sebagai rangkaian
proses perilaku akuisisi informasi dengan cara teratur bertemu pelanggan,
interpretasi informasi dengan menganalisis dan berkomunikasi lisan antar
departemen, dan mengintegrasikan informasi pelanggan dan pesaing ke desain
produk, akan mengurangi potensi risiko pengetahuan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pelanggan. Kompetensi pengetahuan memungkinkan perusahaan untuk
melihat kelemahan dan kekuatan pesaing sebagai tolok ukur pengembangan produk
baru, akan meningkatkan eksplorasi peluang inovasi atas permintaan pasar yang
berkembang.
Atuahene-Gima dan Wei (2010) menguji secara teoritis dan empiris
hubungan antara kompetensi pengetahuan pasar, kompetensi memecahkan
masalah, dan produk baru pada 396 perusahaan di zona teknologi tinggi di Cina.
Hasil penelitian menunjukkan kompetensi pengetahuan memiliki dampak pada
kemampuan menciptakan produk baru melalui kompetensi memecahkan masalah
pelanggan. Kompetensi pengetahuan yang mengacu pada perilaku melakukan
proses menghasilkan dan mengintegrasikan pengetahuan pelanggan dan pesaing,
melakukan kerja sama dan komunikasi antara departemen R&D dan pemasaran,
serta menyebarkan dan menggunakan pengetahuan pasar dalam desain produk akan
meningkatkan kompetensi memecahkan masalah pelanggan. Selanjutnya,
kompetensi pengetahuan meningkatkan kecepatan respon perusahaan pada
Page 79
pelanggan untuk mengembangkan fitur-fitur produk yang inovatif yang mampu
menjawab masalah pelanggan.
Chang et al. (2015), melakukan penelitian di Cina tentang peran
kemampuan menghasilkan pengetahuan dan inovasi. Kemampuan menghasilkan
pengetahuan merupakan sebuah kemampuan perusahaan untuk memperoleh
pengetahuan eksternal. Kemampuan akuisisi pengetahuan yang kuat membantu
perusahaan memperoleh dan mengumpulkan pengetahuan eksternal, dan membantu
memperluas basis pengetahuan. Pengetahuan eksternal memberikan dukungan
kuat untuk perilaku kreatif karyawan dalam memajukan kecenderungan inovatif
organisasi.
2.8.8 Keterkaitan inovasi dan kinerja bisnis
Keskin (2006) menyelidiki hubungan kausal orientasi pasar, orientasi
belajar, dan inovasi terhadap kinerja dalam konteks UKM di negara berkembang
Turki. Penelitian dilakukan pada UKM zona industri yang diwakili oleh industri
manufaktur, konstruksi, bahan, tekstil, makanan, kimia, jasa, transportasi. Secara
khusus, hasil studi menunjukkan inovasi sebagai refleksi dari ketidakpastian
lingkungan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Terbatasnya sumber
daya, turbulensi dalam lingkungan bisnis, dan kekuatan yang luas dari pelanggan
dan pemasok memaksa perusahaan berinovasi. Ketika perusahaan sering mencoba
ide-ide baru, mencari cara baru untuk melakukan hal-hal, mengembangkan produk
baru, dan mencoba kreatif dalam metode operasinya, perusahaan menjadi lebih
menguntungkan, mendapatkan pangsa pasar lebih luas, dan tingkat pertumbuhan
lebih tinggi.
Page 80
Li et al. (2010) mengeksplorasi dampak dari aktivitas inovasi perusahaan
pada kinerja dengan moderasi lingkungan: dinamisme dan daya saing pada 397
perusahaan di Cina Timur, Tengah, dan Barat. Hasil studi menunjukkan inovasi
eskplorasi dan inovasi eksploitasi memiliki efek positif terhadap kinerja bisnis.
Hasil penelitian juga menunjukkan lingkungan eksternal sebagai moderator dalam
hubungan inovasi dan kinerja. Dalam lingkungan yang kurang kompetitif dan
dinamisme rendah, serta strategi berbiaya rendah, berisiko rendah, dan cepat
menghasilkan, inovasi eksploitatif berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis.
Sebaliknya, lingkungan berdaya saing tinggi dan dinamis, seperti variasi preferensi
pelanggan, perubahan teknologi, dan fluktuasi permintaan produk, inovasi
eksploratif lebih berperan dalam meningkatkan kinerja bisnis. Seiring
meningkatnya intensitas daya saing, perusahaan perlu menerapkan aktivitas radikal
atau inovasi eksplorasi untuk bertahan hidup dengan produk inovatif yang
menyebar ke populasi pesaing.
Hao et al. (2012) menyelidiki hubungan antara inovasi dan kinerja,
melakukan penelitian pada 71 perusahaan di Cina. Data dikumpulkan melalui
survei email dan dengan menggunakan PLS menemukan bahwa inovasi yang dapat
terjadi di setiap aspek operasi dan aktivitas sebuah organisasi meliputi aspek
manajerial, teknologi, produk, proses, dan inovasi pasar berperan langsung dalam
memperbaiki kinerja dilihat dari sudut pandang kinerja keuangan seperti profit, dan
kinerja non-keuangan seperti efisiensi, pertumbuhan, pasar dan public relationship.
Ndubisi dan Iftikhar (2012) meneliti hubungan antara kewirausahaan,
inovasi, dan kinerja UKM berbasis informasi teknologi berlokasi di Pakistan
Page 81
sebagai kekuatan ekonomi di Asia. Hasil studi menunjukkan inovasi secara
langsung berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Inovasi sangat penting
dalam menciptakan kualitas kinerja dan reputasi. Manajemen harus terus
berinvestasi dalam membangun kemampuan inovasi dengan mendorong kesediaan
untuk mencoba ide-ide baru dan strategi di seluruh organisasi, memberdayakan
kelompok pelanggan internal untuk menemukan cara-cara baru untuk
meningkatkan kualitas, dan meningkatkan budaya mutu di seluruh organisasi.
Dengan demikian produk inovatif akan menciptakan permintaan baru.
Al-Ansari et al. (2013) meneliti inovasi dalam konteks UKM yang
beroperasi di pasar Dubai, menemukan bahwa inovasi secara signifikan
berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis. Perhatian besar yang diberikan kepada
inovasi akan memastikan UKM mencapai kinerja lebih baik lagi. Meskipun
muncul kehadiran perusahaan asing di Dubai, tetapi dengan inovasi baru yang lebih
baik, memiliki strategi inovasi proaktif, melakukan praktik inovasi radikal terkait
dengan inovasi teknis, ada keterlibatan manajemen sebagai penggerak inovasi, dan
menjadikan pelanggan sebagai sumber inovasi, serta mengikuti perkembangan
teknologi yang mengarah ke layanan dan produk baru, maka akan mampu
meningkatkan kinerja bisnis mereka.
Hilman dan Kaliappen (2015) meneliti keterkaitan strategi inovasi dan
kinerja hotel bintang tiga di Malaysia. Hasil penelitian membuktikan pentingnya
strategi inovasi dalam menentukan kinerja yang lebih baik dari hotel di Malaysia.
Temuan menunjukkan inovasi proses dan inovasi layanan secara signifikan
berdampak pada kinerja. Inovasi proses mencapai hasil sedikit lebih baik daripada
Page 82
inovasi layanan. Secara keseluruhan hotel mengejar inovasi proses dan inovasi
layanan, karena percaya strategi inovasi akan meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Inovasi proses memiliki dampak terhadap kinerja bisnis.
Pelaku bisnis perhotelan dapat melakukan inovasi proses seperti melibatkan semua
kegiatan fungsional dan operasional dan melakukan modifikasi dalam proses
layanan untuk meningkatkan kinerja. Selanjutnya, inovasi layanan dengan
mengubah desain bisnis, cepat merespon kebutuhan pelanggan, dan menciptakan
kreasi layanan unik dapat memperbaiki tingkat return on investment, pangsa pasar,
pertumbuhan penjualan, perspektif pelanggan, dan perspektif proses belajar
internal.
2.8.9 Pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi dengan mediasi kompetensi
pengetahuan
Kompetensi pengetahuan meningkatkan kemampuan inovasi. Inovasi
produk mampu dicapai ketika perusahaan terus menghasilkan dan memanfaatkan
pengetahuan baru (Hsu, 2015). Pengetahuan pasar mengacu pada pemahaman
perusahaan tentang perilaku dan kebutuhan pelanggan dan perilaku pesaingnya (De
Luca & Atuahene-Gima, 2007). Kegiatan yang melibatkan pengetahuan pasar
seperti pemindaian pasar, transmisi informasi, interpretasi, dan pemanfaatan
pengetahuan pasar merupakan komponen kompetensi pengetahuan difasilitasi oleh
kemampuan berorientasi pasar (Kandemir, 2005). Kompetensi pengetahuan
muncul sebagai konsekuensi dari orientasi pasar yang meliputi kegiatan
pengumpulan informasi pasar, saling berbagi, mengembangkan pemahaman
bersama tentang pasar (Li dan Calantone, 1998). Budaya orientasi pasar
Page 83
mempengaruhi aktivitas kompetensi pengetahuan sebagai rangkaian proses
menghasilkan pengetahuan pasar. Perusahaan mengumpulkan, mengembangkan
dan menggunakan informasi pasar, kemudian menerapkan strategi yang
berorientasi pasar positif mempengaruhi proses pemindaian, interpretasi, dan
selanjutnya pemanfaatan pengetahuan mempengaruhi tindakan strategi pemasaran
(Kandemir, 2005).
Lin et al. (2012) meneliti peran pengetahuan pasar sebagai mediasi
hubungan antara orientasi pasar (orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan
koordinasi antar fungsi) terhadap inovasi perusahaan high teknologi di Cina.
Temuan menunjukkan tingkat pengetahuan pasar yang tinggi seperti: memiliki
pengetahuan pelanggan yang luas, kemampuan memadai, mampu memahami
strategi pesaing, dan memiliki pengetahuan pasar yang tepat akan membantu
perusahaan meramalkan tren pasar dengan proaktif, memahami kondisi pasar yang
berubah, sehingga memudahkan perusahaan menawarkan inovasi lebih kuat dengan
produk unik dan diferensiasi tinggi sesuai tuntutan pasar. Kompetensi pengetahuan
terkait pasar dipengaruhi oleh orientasi pasar. Orientasi pasar yang efektif akan
lebih memahami dinamisme pasar, mengarah pada kompetensi pengetahuan pasar.
2.8.10 Pengaruh orientasi belajar terhadap inovasi dengan mediasi kompetensi
pengetahuan
Kompetensi pengetahuan mempengaruhi inovasi. Kompetensi pengetahuan
sebagai bentuk kepemilikan pengetahuan, menjadi acuan untuk merespon
sensitivitas tinggi dan adaptasi karakteristik pelanggan, membantu bagaimana
usaha perusahaan merespon kebutuhan pelanggan dengan lebih baik daripada
Page 84
pesaing, dan menyesuaikan diri dengan tren dalam waktu cepat (Kirca et al., 2005).
Pada gilirannya mengaplikasikan luas (breadth) pengetahuan dan kedalaman
(depth) pengetahuan membantu menumbuhkan nilai pelanggan dan hasil inovasi
(Grinstein, 2008).
Pengetahuan pasar yang beragam menyiratkan kedalaman informasi seperti
informasi perilaku pelanggan, kebutuhan dan karakteristiknya, dan penawaran
produk dari pesaing terkait posisitf dengan kreativitas inovasi dan produktivitas,
menunjukkan pemahaman pelanggan dan pesaing perusahaan, yang berasal dari
kontak dengan ikatan eksternal, berguna dalam membangun pemahaman penting
inovasi (De Luca dan Atuahene-Gima, 2007). Pemahaman mendalam tentang
dinamika pasar memerlukan komunikasi langsung dengan pengguna utama,
lembaga penelitian, pemasok, atau distributor berguna untuk mengembangkan
inovasi berorientasi produk (Bao, 2011). Selanjutnya, kompetensi pengetahuan
dipengaruhi oleh orientasi belajar. Organisasi memperoleh pengetahuan dari proses
belajar dari mitra eksternal. Organisasi belajar dari mitra eksternal menghasilkan
pengetahuan. Sinergi pembelajaran dan berbagi pengetahuan memungkinkan
terciptanya sinergi pengetahuan yang berpotensi meningkatkan efektivitas proses
kompetensi pengetahuan (Wu dan Lin, 2013).
2.8.11 Pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis dengan mediasi kompetensi
pengetahuan dan inovasi
Perilaku berorientasi pasar dilihat dari tingkat orientasi pelanggan, orientasi
pesaing, dan koordinasi interfungsional (Nasution et al., 2011). Budaya berorientasi
pasar sebagai sebuah sumber daya intangible berkaitan dengan aktivitas pencarian
Page 85
informasi terus-menerus yang berkaitan dengan pelanggan, pesaing, dan integrasi
antar-fungsi dalam organisasi. Informasi pasar dengan demikian akan
memunculkan upaya-upaya mengembangkan ide-ide produk dan layanan baru, atau
melakukan reposisi yang sudah ada, dan menciptakan saluran distribusi baru, serta
menerapkan strategi yang membangun keunggulan kompetitif perusahaan
(Mahmoud, 2016). Orientasi pasar yang tinggi berakibat pada akuisisi atas
informasi dan penggunaan komprehensif dari pengetahuan pasar seperti keputusan
produk baru, didasarkan pada pengetahuan yang lebih valid tentang kemungkinan
dan ancaman atas produk baru. Penggunaan pengetahuan komprehensif dan up to
date pengetahuan pasar adalah titik awal pengembangan produk baru yang sukses
(Sandvik dan Sandvik, 2003). Venkatraman (1989) menyatakan kecocokan Antara
perilaku stratejik internal dan kondisi lingkungan eksternal akan berpengaruh
terhadap kinerja bisnis. Ketika perusahaan memiliki perilaku berorientasi pasar
dengan memanfaatkan hubungan dengan pelanggan, maka tercipta basis
pengetahuan terkait pasar untuk mendorong munculnya produk inovatif dan kinerja
bisnis superior (Chang dan Li, 2015). Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis
yang dapat diajukan sebagai berikut:
Hipotesis 11 : Kompetensi pengetahuan dan inovasi berperan dalam memediasi
pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis.
2.8.12 Pengaruh orientasi belajar terhadap kinerja bisnis dengan mediasi
kompetensi pengetahuan dan inovasi
Page 86
Organisasi secara sistematis dan aktif belajar tentang perubahan yang
mempengaruhi pelanggan, pesaing, dan lingkungan makro. Upaya mengumpulkan
informasi secara kontinyu akan mampu menciptakan pengetahuan dan wawasan
terkait produk inovatif saat ini dan masa depan melalui proses belajar (Fang et al.,
2015). Organisasi yang berkomitmen untuk belajar (commitment to learning) akan
mencari pengetahuan tentang lingkungannya termasuk pelanggan, pesaing,
membantu perusahaan untuk mengidentifikasi informasi baru dan upaya
memperoleh pengetahuan baru dari lingkungan baik eksternal maupun internal (Wu
dan Lin, 2013). Operasi berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang bermanfaat
di seluruh departemen organisasi akan membuat semakin efektifnya pengetahuan,
selanjutnya mengarah ke pengembangan ide-ide baru dan inovatif (Calantone et al.,
2002). Meningkatnya komitmen untuk belajar terkait pasar, menyebarkan visi dan
tujuan organisasi, dan keterbukaan pikiran memungkinkan untuk menerapkan
strategi inovasi berbasis pengetahuan yang diperoleh melalui proses kompetensi
pengetahuan. Selanjutnya, kecenderungan organisasi melakukan inovasi seperti
mencoba ide-ide baru, dan kemampuan merilis produk baru setiap tahun memacu
berkembangnya pangsa pasar, tingkat penjualan, dan keuntungan (Lin et al., 2008;
Suliyanto dan Rahab, 2012). Dengan demikian dapat disampaikan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 12 : Kompetensi pengetahuan dan inovasi berperan dalam memediasi
pengaruh orientasi belajar terhadap kinerja bisnis.
Page 87
Berdasarkan paparan hasil penelitian terdahulu diketahui perkembangan
studi mengenai orientasi pasar, orientasi belajar, kompetensi pengetahuan, inovasi,
dan kinerja bisnis yang pernah dilakukan sebagai state of art penelitian ini. Semua
studi dipetakan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Pemetaan Studi Penelitian Terdahulu
yang Berhubungan dengan Variabel Penelitian
Penelitian Terdahulu
Variabel Penelitian
Orientasi
Pasar
Orientasi
Belajar
Kompetensi
Pengetahuan Inovasi
Kinerja
Bisnis
Li dan Calantone (1998) √ √
Calantone et al. (2002) √ √ √
Sandvik dan Sandvik
(2003)
√ √ √
Kandemir (2005) √ √
Kenskin (2006) √ √
Jimenez et al. (2008) √ √ √
Lin et al. (2008) √ √ √
Chen et al. (2009) √ √ √
Lages et al. (2009) √ √ √
Jhonson et al. (2009) √ √
Rhee et al. (2010) √ √ √ √
Raju et al.(2011) √ √
Zhang dan Duan (2010) √ √
Hilmi et al.(2010) √ √
Atuahene-Gima dan Wei
(2010)
√ √
Carbonell dan Escudero
(2010)
√ √
Nasution et al. (2011) √ √ √
Jimenez dan Valle
(2011)
√ √ √
Calisir et al. (2013) * *
Griese et al. (2012) √ √
Suliyanto dan Rahab
(2012)
√ √ √ √
Ndubisi dan Iftikhar
(2012)
√ √
Lin et al. (2012) √ √ √
Calisir et al. (2013) √ √
Wu dan Lin (2013) √ √
Wang dan Chung (2013) √ √
Al-Ansari (2013) √ √
Hilman dan Kaliapen
(2015)
√ √
Mahmoud (2015) √ √ √ √
Page 88
Ozkaya et al. 2015 √ √ √ √
Foong dan Khoo (2015) √ √
Srivastava (2016) √ √ √
Wahyuni (2017) √ √ √ √ √
Sumber: Penelitian terdahulu diolah, 2017.
Keterangan:
OP = Orientasi pasar (Market orientation)
OB = Orientasi Belajar (Learning orientation)
KP = Kompetensi Pengetahuan (Knowledge competence)
IN = Inovasi (Innovation)
KB = Kinerja Bisnis (Business performance)