BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. MANAJEMEN RISIKO Risiko dapat disebut sebagai " Suatu cara sistematis yang berhadapan dengan potensi terjadinya kejadian" (Beck, 1986). Risiko diasumsikan menjadi suatu ketidakpastian yang dihubungkan dengan ramalan manapun dengan potensi terjadinya kejadian, kemudian hanya ada ketidakpastian, sebab hanya pernah ada suatu ramalan kemungkinan kejadian. Oleh karena itu, suatu risiko untuk ada, harus ada potensi untuk terjadinya. Risiko adalah ukuran dari besarnya probabilitas kejadian (frekuensi) dan konsekuensinya (dampak) yang berpengaruh terhadap tujuan proyek. Ada tiga komponen utama dalam resiko, yakni: • Kejadian (event) • Probabilitas dari kejadian (probability of occurrence) • Dampak dari kejadian tersebut (impact) Gambar 2.1. Risiko dan Komponen Yang Membentuknya 1 1 Kerzner, Harold, PhD. “Project Management, A System Approach to Planning Scheduling and Controlling”. Canada. John Wiley & Sons, Inc, 6 th Edition, 1998, p. 870 PROBABILITAS Dampak Besar Risiko Rendah Risiko Tinggi Risiko Sedang Probabilitas Tinggi TINGKAT DAMPAK
31
Embed
Bab II - Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · risiko apa saja yang berpotensi besar dalam ... Risiko-risiko lingkungan ini tidak hanya mempengaruhi . 9 ... investasi yang dilakukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. MANAJEMEN RISIKO
Risiko dapat disebut sebagai " Suatu cara sistematis yang berhadapan dengan potensi
terjadinya kejadian" (Beck, 1986). Risiko diasumsikan menjadi suatu ketidakpastian
yang dihubungkan dengan ramalan manapun dengan potensi terjadinya kejadian,
kemudian hanya ada ketidakpastian, sebab hanya pernah ada suatu ramalan
kemungkinan kejadian. Oleh karena itu, suatu risiko untuk ada, harus ada potensi
untuk terjadinya.
Risiko adalah ukuran dari besarnya probabilitas kejadian (frekuensi) dan
konsekuensinya (dampak) yang berpengaruh terhadap tujuan proyek.
Ada tiga komponen utama dalam resiko, yakni:
• Kejadian (event)
• Probabilitas dari kejadian (probability of occurrence)
• Dampak dari kejadian tersebut (impact)
Gambar 2.1. Risiko dan Komponen Yang Membentuknya1
1 Kerzner, Harold, PhD. “Project Management, A System Approach to Planning Scheduling and Controlling”. Canada. John Wiley & Sons, Inc, 6th Edition, 1998, p. 870
PRO
BABI
LITA
S
Dampak Besar
Risiko Rendah
Risiko Tinggi
Risiko Sedang
Probabilitas Tinggi
TINGKAT DAMPAK
6
Secara konseptual risiko dari setiap kejadian didifinisikan sebagai fungsi dari
ketidakpastian (uncertainty) dan kerusakan/kerugian (damage).
Risk = frekuensi x dampak .................................................. (2.2)
Berdasarkan dampaknya risiko terbagi atas beberapa tingkatan yakni yang pertama
risiko rendah (low risk) dimana dampak yang terjadi kecil dan tidak mempengaruhi
dari tujuan yang ada, yang kedua risiko sedang (moderate risk) dimana dampaknya
mulai terasa dan dapat mempengaruhi tujuan yang ada walaupun kurang signifikan,
sedangkan yang ketiga adalah risiko tinggi (high risk) dimana dampak yang terasa
sangat besar dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tujuan yang ada.
Pada risiko tinggi (high risk) ini perlu diperhitungkan secara benar sehingga dapat
diminimalkan kerugian yang mungkin terjadi.
Manajemen risiko secara sistematis dapat membantu dalam:
Identifikasi, mengira-ngira dan menggolongkan risiko, membuat risiko secara
eksplisit
Memfokuskan pada risiko terbesar suatu proyek
Membuat informasi untuk pengambilan keputusan dalam menentukan sebuah
ketentuan
Meminimalisasikan potensial kerusakan yang akan terjadi
II.1.1. LINGKUP MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan bagian dari keseluruhan proses manajemen proyek. Di
dalam manajemen risiko semua faktor risiko secara sistematis akan diidentifikasi,
dikaji dan di respons, sehingga semua ketidakpastian dapat dihindari, dikurangi,
ditransfer ataupun diterima. Langkah-langkah dalam melaksanakan manajemen risiko
adalah:
7
Menetapkan konteks, dengan menentukan tujuan yang obyektif dari studi kasus
ini dan mengembangkannya di dalam suatu kerangka kerja untuk analisa
selanjutnya.
Mengidentifikasi risiko, adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan aktivitas proyek secara komprehensif, menerapkan
judgement dari berbagai sumber, melakukan initial screening terhadap risk
events dan potential risk status dan mengembangkannya menjadi suatu
preliminary risk models
Menganalisis risiko, dengan menganalisa kondisi yang ada untuk menentukan
dampak yang mungkin timbul dan memperkirakan tingkat risiko yang mungkin
terjadi.
Mengevaluasi resiko, dengan membandingkan tingkat risiko dengan kriteria
yang telah ditetapkan untuk melakukan perencanaan dalam merespon risiko dan
skala prioritasnya serta menetukan tingkat risiko yang dapat diterima ataupun
yang memerukan treatment lebih lanjut
Merespons risiko, adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan agar semua
risiko yang telah diidentifikasi dan dievaluasi sudah mendapatkan penanganan
yang sesuai.
II.1.2. IDENTIFIKASI RISIKO
Identifikasi risiko adalah suatu proses untuk mengenali, menemukan, atau
mengidentifikasi risiko. Risiko dapat diidentifikasi melalui sumber dari risiko dan
dampak kerugian yang ditimbulkannya. Berdasarkan dampak tersebut dapat dinilai
risiko apa saja yang berpotensi besar dalam menimbulkan kerugian.
Risiko bisa diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan sumber risiko kedalam
kategori berikut (Al-Bahar 1990, Smith 1999, Rahayu 1998)
8
a. Risiko Alam
Berhubungan dengan risiko-risiko akibat kejadian alam, termasuk juga risiko yang
dikategorikan sebagai risiko Act of God. Kejadian alam seperti curah hujan tinggi
atau terjadinya bencana alam akan mengganggu operasional jalan tol.
b. Risiko Desain
Yaitu berupa risiko yang berhubungan dengan desain, spesifikasi, teknologi baru,
perubahan desain dan lain-lain.
Desain yang salah atau tidak lengkap akan menyulitkan pihak pelaksana
pekerjaan.
c. Risiko Finansial dan Ekonomi
Kondisi perekonomian yang tidak stabil dapat menyulitkan/menghambat
kelangsungan operasional jalan tol. Ketidakstabilan perekonomian akan sangat
mengganggu kegiatan operasional karena kegiatan ini membutuhkan dukungan
finansial yang besar sehingga bila terjadi gangguan pada masalah finansial seluruh
kegiatan operasional dapat terganggu atau terhenti sama sekali.
d. Risiko berkaitan dengan Politik, Hukum dan Regulasi
Situasi politik, hukum dan peraturan sangat mempengaruhi iklim usaha di suatu
negara. Bila terjadi instabilitas politik, maka terdapat keraguan dari pihak investor
untuk menanamkan modalnya dan investor dapat menarik kembali modal yang
telah ditanamnya, hal ini tentu saja akan berdampak buruk pada kegiatan
operasional.
e. Risiko Konstruksi (Construction related risk)
Kegiatan pada suatu proyek konstruksi membutuhkan sumber daya yang besar,
tingkat penguasaan teknologi dan produk yang spesifik. Karakteristik khusus dari
proyek konstruksi ini mengandung potensi risiko yang tidak kecil. Pada tahap
pelaksanaan, berbagai risiko dapat muncul, hal ini timbul karena factor
ketidakpastian dalam tahapan ini bias sangat besar, bila kontraktor tidak memiliki
kemampuan yang cukup dalam bidang pelaksanaan.
f. Risiko Lingkungan
Risiko yang berhubungan dengan lingkungan, seperti polusi, kerusakan
lingkungan dan lain-lain. Risiko-risiko lingkungan ini tidak hanya mempengaruhi
9
pihak kontraktor dan owner, tetapi juga mempengaruhi pihak ketiga, seperti
masyarakat umum juga bias dirugikan.
Risiko-risiko diatas dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang dan secara
umum risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan dari tipenya, yaitu :
a. Risiko murni dan spekulatif (Flanagan, 1996)
Risiko murni sering disebut juga risiko statik adalah merupakan suatu konsep
yang melihat risiko sebagai suatu ketidakpastian yang dikaitkan dengan
kemungkinan adanya kerugian.
Sedangkan risiko spekulatif atau risiko dinamis adalah merupakan risiko yang
mempunyai kemungkinan memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian.
b. Risiko fundamental dan risiko khusus.
Risiko fundamental merupakan risiko yang kemungkinannya dapat timbul pada
hampir sebagian besar anggota masyarakat. Sifat dari risiko fundamental antara
lain bersifat bencana/catastropic.
Risiko khusus adalah risiko yang menimpa perorangan secara pribadi. Sifat dari
risiko ini adalah bisa dikendalikan, tidak selalu bersifat bencana dan umumnya
dapat diasuransikan.
II.1.3. ALOKASI RISIKO
Setelah risiko diidentifikasi dalam sebuah proyek, risiko tersebut harus dialokasikan
kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Alokasi risiko
merupakan penentuan dan pelimpahan tanggung jawab (responsibility) terhadap suatu
risiko.
Bunni (1986) menyatakan metode yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah
dengan berdasarkan kendali atas kehadiran (occurence) dan efek yang ditimbulkannya
apabila risiko itu terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan
risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau
ketidakmampuan suatu pihak.
10
II.1.4. PENANGANAN RISIKO
Penanganan risiko yang sistematis adalah dengan menerapkan manajemen risiko
seperti yang disarankan Al-Bahar (1990), Flanagan (1993), Bing (1999)
Manajemen risiko adalah sebuah ilmu manajemen yang bertujuan untuk melindungi
aset, reputasi, dan profit dengan mengurangi kemungkinan losses dan kerugian
sebelum risiko tersebut terjadi dan untuk menjamin keuangan melalui asuransi dan
cara lain (Bing,1999)
Al Bahar (1990) mendefinisikan manajemen risiko sebagai suatu proses formal untuk
secara sistematis mengidentifikasi, menganalisa dan menangani risiko sepanjang
umur proyek untuk mendapatkan tingkat penerimaan pengurangan risiko.
Proses manajemen risiko yang digunakan oleh Al-Bahar (1990), Flanagan (1993) dan
Bing (1999) berupa :
1. Identifikasi risiko
2. Penilaian risiko
3. Penanganan risiko
Al-Bahar dalam model manajemen risikonya disamping adanya tiga tindakan
sistematis diatas juga menambahkan administrasi sistem dalam model manajemen
risikonya. Administrasi sistem meliputi corporate risk management policy dan adanya
review dan monitoring. Flanagan dalam model manajemen risikonya memasukkan
unsure risk attitude yaitu perilaku orang atau organisasi yang mempengaruhi
keputusan dalam menangani risiko. Minato (1998) juga menyatakan bahwa proses
manajemen risiko berupa siklus terus menerus yang mengandung analisa risiko,
strategi implementasi dan monitoring.
Identifikasi risiko dimulai dengan klasifikasi risiko. Flanagan (1993)
mengklasifikasikan risiko menjadi pure risk dan speculative risk. Smith (1999)
mengkatagorikan risiko menjadi risiko yang bisa diprediksi dan risiko yang tidak
terprediksi
11
II.1.5. PENILAIAN RISIKO DAN PROSES MANAJEMEN RISIKO
Dari lingkup manajemen resiko diatas dapat digambarkan dalam tahapan proses di
dalam melakukan penilaian risiko dan manajemen risiko yang merupakan suatu
rangkaian yang bersifat logis, sistematis dan aktivitas yang terdefinisi, sehingga
memungkinkan pengambil keputusan dalam melakukan identifikasi, pengukuran,
kuantifikasi, mengevaluasi dan mengelola risiko. Berikut ini adalah diagram alur yang
menjelaskan mengenai proses tersebut;
Tidak perlu pertimbangan lebih
lanjut
Penilaian kembali setelah beberapa
waktu
Jika bertanggung jawab terhadap risiko ini, apakah risiko ini akan dipindahkan
kepada pihak lain (Pengurangan Risiko)
Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap
risiko ini (Alokasi Risiko)
Evaluasi dampak atau pengaruh terhadap operasional
(Evaluasi Risiko)
Apakah risiko ini dapat mempengaruhi operasional
kegiatan ?
Identifikasi Risiko
Tidak
Ya
Risiko dianggap penting
Pengaruh yang dapat diabaikan
Gambar 2.2. Diagram Alur Manajemen Risiko
12
II.2. PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT PADA INVESTASI JALAN TOL
Trend investasi pada sektor infrastruktur termasuk jalan tol beberapa tahun terakhir
cenderung menggunakan pola kerjasama pemerintah – swasta (public private
partnership) yang awalnya berangkat dari keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah
untuk mengembangkan pertumbuhan infrastruktur.
Sementara proyek infrastruktur pada hakikatnya memiliki fungsi utama melayani
kebutuhan masyarakat dan memacu pertumbuhan sosial dan ekonomi suatu kawasan.
Dengan demikian partisipasi sektor swasta dalam investasi infrastruktur ini menjadi
opsi ”win-win solution” bagi pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan
pertumbuhan infrastruktur.
Salah satu metode yang digunakan dalam pola kerjasama ini adalah dengan skema
build-operate-transfer (BOT) yang juga umum diterapkan pada proyek jalan tol di
Indonesia, dimana pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah :
1. Prinsipal
Pada proyek jenis BOT ini, umumnya principal merupakan pemerintah ataupun
suatu badan yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.
2. Pemegang Konsesi (Concessionaire)
Setelah melalui tahapan identifikasi atas pentingnya kebutuhan akan suatu
fasilitas, pemerintah akan menunjuk dan memberikan masa konsesi kepada suatu
pihak. Pihak pemegang konsesi ini bisa merupakan badan usaha ataupun
konsorsium yang bertanggung jawab dalam mengembangkan (desain, pembiayaan
dan konstruksi), memelihara dan mengoperasikan fasilitas/infrastruktur.
Pemegang konsesi ini juga merupakan pemilik daripada fasilitas/infrastruktur
selama masa konsesi dan mengambil keuntungan atas investasi yang dilakukannya
atas penggunaan fasilitas tersebut.
3. Investor
Pembiayaan pengadaan fasilitas/infrastruktur oleh pemegang konsesi umumnya
memerlukan dukungan dana yang diperoleh dari pemodal (shareholder) maupun
kreditur (lenders). Kedua pihak inilah yang berperan sebagai pihak investor
13
dimana perbedaan diantara keduanya adalah pada jenis dana yang dikucurkan.
Pemodal dalam bentuk ekuitas sementara kreditur dalam bentuk pinjaman.
4. Kontraktor
Untuk merealisasikan fisik fasilitas/infrastruktur, pemegang konsesi menunjuk
pihak kontraktor. Dalam beberapa kasus, kontraktor bisa juga merupakan bagian
dari konsorsium pemegang konsesi, dimana dengan adanya keikutsertaan
kontraktor dalam konsorsium pemegang konsesi, akan lebih memastikan
efektifitas dan efisiensi pada tahap desain dan pelaksanaan proyek fasilitas.
5. Operator
Operator adalah pihak yang bertugas mengelola operasional fasilitas. Biasanya
operator merupakan pihak konsorsium pemegang konsesi karena fungsi yang
dijalankannya adalah kritikal, yakni memastikan perolehan pendapatan atas
investasi yang dilakukan sesuai bisnis plan.
Gambar. 2.3. Struktur Organisasi BOT
PRINSIPAL PEMERINTAH
CONCESSION AGREEMENT
SPONSORS
SHAREHOLDERS AGREEMENT
KREDITUR
LENDERS AGREEMENT
KONTRAKTOR
CONSTRUCTION AGREEMENT
OPERATOR
OPERATION AGREEMENT
PEMAKAI END USER
PEMEGANG KONSESI
modal
dividen
pinjaman + bunga
pinjaman
masa konsesi
fasilitas
fasilitaspendapatan operasi
tarif
konstruksi fasilitas
upah
ASURANSI CECR
PREMI
KLAIM
MENTERI KEUANGAN
14
II.3. KLASIFIKASI RISIKO PADA PENGOPERASIAN JALAN TOL
Dari sumber penelitian sebelumnya, yakni dari Benny (2002) yang mengembangkan
model manajemen risiko untuk asuransi contractors’ all risks (CAR) dan Adi (2003)
yang mengkaji aspek risiko kegagalan bangunan pada kelayakan proyek privatisasi
infrastruktur dijadikan sumber input dalam penelitian ini karena risiko-risiko yang
teridentifikasi pada masa konstruksi dan pada proses privatisasi ditemui pada saat
pengoperasian jalan tol (infrastruktur)
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol
Kategori Kode Keterangan Risiko
TL-1 Desain geometrik kurang tepat. TL-2 Desain perkerasan kurang tepat TL-3 Desain stabilitas lereng kurang tepat TL-4 Desain drainase kurang tepat
Risiko
Teknikal
TL-5 Desain jembatan kurang tepat KI-1 Kesalahan metoda pelaksanaan konstruksi KI-2 Kualitas bahan/ material konstruksi yang tidak sesuai spec
KI-3 Kualitas tenaga kerja/ peralatan yang buruk atau tidak memadai pada masa konstruksi
Risiko
Konstruksi
KI-4 Quality control kurang baik OP-1 Kualitas badan jalan tidak memenuhi standar pelayanan minimum
OP-2 Daya tahan bangunan/ fasilitas pendukung rendah (seperti toll both, palang kendaraan, marka jalan)
OP-3 Frekuensi pemeliharaan fasilitas yang kurang
OP-4 Ketidaktepatan kondisi operasi (seperti penempatan pintu masuk & keluar tol yang kurang tepat yang menimbulkan gangguan akses masuk & keluar tol)
OP-5 Rendahnya kapasitas layanan akibat penurunan peralatan pendukung (seperti peralatan transaksi, sistem informasi, kelistrikan/mekanikal)
Risiko
Operasi
OP-6 Kecelakaan kendaraan pengguna di jalan tol KL-1 Estimasi kenaikan tarif tidak tercapai
KL-2 Peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan tidak sesuai bisnis plan
KL-3 Perkiraan demand yang kurang akurat (tidak tercapainya volume
lalu lintas)
KL-4 Penggabungan dengan fasilitas/infrastruktur lain (merger)
Risiko
Komersial
KL-5 Kompetisi (ada alternatif penggunaan infrastruktur lain)
15
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol (Lanjutan)
FM-1 Angin ribut, badai FM-2 Banjir FM-3 Tsunami FM-4 Temperatur & kelembaban yang ekstrem FM-5 Gempa bumi FM-6 Letusan gunung berapi FM-7 Kebakaran FM-8 Sambaran petir FM-9 Ledakan FM-10 Kejatuhan pesawat terbang FM-11 Asap, kabut FM-12 Tanah longsor (landslide) FM-13 Erosi FM-14 Pencurian dan perampokan FM-15 Tindakan vandalisme FM-16 Kerusuhan dan huru-hara
Risiko
Force
Majeure
FM-17 Tertabrak kendaraan TK-1 Produktivitas tenaga kerja yang rendah TK-2 Ketidakjujuran tenaga kerja TK-3 Ketidaktersediaan tenaga kerja TK-4 Pengurangan tenaga kerja TK-5 Kenaikan upah/gaji TK-6 Tanggung jawab pensiun
Risiko
Tenaga Kerja
TK-7 Pemogokan tenaga kerja FE-1 Depresiasi nilai tukar rupiah
FE-2 Inflasi
FE-3 Eskalasi harga
FE-4 Kenaikan nilai suku bunga
Risiko
Ekonomi /
Finansial
FE-5 Lesunya kondisi perdagangan dan ekonomi
16
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol (Lanjutan)
PL-1 Penyitaan/pengambilalihan secara resmi menurut hukum oleh pihak berwenang (pemerintah)
PL-2 Penyitaan/pengambilalihan secara tidak resmi menurut hukum oleh pihak berwenang (pemerintah)
PL-3 Perang, revolusi PL-4 Kudeta PL-5 Aksi terorisme dan sabotase
Risiko
Politik
PL-6 Demonstrasi atau kegiatan politik lain RG-1 Penghentian kontrak operasi oleh pihak berwenang (pemerintah)
RG-2 Pengalihan kontrak operasi oleh pihak berwenang (pemerintah) kepada operator lain.
Risiko
Regulasi RG-3 Perubahan kebijakan lama, amandemen, berlakunya kebijakan baru.
II.4. PROFIL PT. JASA MARGA (PERSERO) TBK.
II.4.1 Sejarah Perusahaan
Jasa Marga didirikan tahun 1978 ketika jalan bebas hambatan pertama yang
menghubungkan Jakarta dengan Bogor selesai dibangun. Dengan pertimbangan agar
biaya pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan tersebut dapat dilakukan secara
mandiri tanpa membebani anggaran Pemerintah, Menteri Pekerjaan Umum ketika itu,
Ir. Sutami mengusulkan pendirian sebuah persero untuk mengelola jalan tersebut.
Terbitlah Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1978 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia untuk pendirian persero.
Selanjutnya badan usaha PT Jasa Marga (Persero) dibentuk pada tanggal 1 Maret
1978 dengan tujuan menyelenggarakan jalan tol di Indonesia. Pada tanggal 9 Maret
1978, Presiden Soeharto meresmikan jalan tol tersebut sebagai jalan tol pertama di
Indonesia yang diberi nama Jagorawi dengan karyawan 200 orang.
Sejak itu Jasa Marga bersama Pemerintah terus membangun jalan-jalan tol baru di
wilayah Jabotabek, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Medan. Sampai
dengan akhir tahun 80-an, Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di
Indonesia, hingga kemudian Pemerintah mengundang pula investor swasta.
17
Sesuai Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan yang berlaku sejak 18
Oktober 2004, fungsi Jasa Marga telah berubah dari penyelenggara jalan tol yang
berfungsi sebagai regulator menjadi investor jalan tol yang juga akan mendapat ijin
konsesi penyelenggaraan jalan tol dari Pemerintah. Jasa Marga siap bersaing dengan
investor jalan tol swasta dalam membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan
tol.
Saat ini Jasa Marga telah berkembang pesat mengoperasikan 460,5 km jalan tol
dengan karyawan 5.640 orang.
Tahun 2003, Jasa Marga bekerja sama dengan investor dari Malaysia, melalui Net
One Solution Ltd. telah memberikan jasa manajemen pengoperasian Jembatan Tol
Jamuna di Bangladesh selama lima tahun.
II.4.2. Bidang Usaha
Bidang usaha perseroan adalah membangun dan menyediakan jasa pelayanan jalan
tol. Untuk itu perseroan melakukan aktifitas usaha sebagai berikut:
- Melakukan investasi dengan membangun jalan tol baru
- Mengoperasikan dan memelihara jalan tol
- Mengembangkan usaha lain untuk meningkatkan pelayanan kepada pemakai jalan
dan/meningkatkan hasil usaha perusahaan, seperti tempat istirahat, iklan, jaringan
serat optik, dan lain-lain
- Mengembangkan usaha lain dalam koridor jalan tol
II.4.3. Proses Bisnis Penyelenggara Jalan Tol
Proses bisnis perusahaan dimulai dari proses investasi yang meliputi analisa proyek,
penyusunan proposal bisnis, tender, perencanaan pendanaan, negosiasi dan persiapan
perjanjian legal. Dilanjutkan dengan tahap perencanaan dimulai dari studi kelayakan
hingga desain teknik rinci. Berikutnya tahap pengadaan yang dimulai dari pengadaan
lahan tanah yang dilakukan oleh pemerintah, tender jasa konstruksi hingga pengadaan
berbagai fasilitas untuk pengoperasian jalan tol. Memasuki masa operasi maka tahap
pemeliharaan yang bertujuan mempertahankan kondisi sarana dan prasarana akan
18
bersamaan dengan proses pelayanan. Pelayanan transaksi terkait dengan sistem
pembayaran sedangkan pelayanan lalu lintas terkait dengan perjalanan pemakai jalan.
Seluruh jalan tol milik Jasa Marga yang terdiri dari 13 ruas dioperasikan oleh 9 kantor
cabang dan 1 anak perusahaan yang tersebar di 6 daerah propinsi. Kantor cabang