4 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke Stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh penggumpalan darah di otak (cerebral stroke) yang dapat mengakibatkan kelumpuhan (disability) bahkan kematian (Sharma et al., 2005). Selain itu, ada yang mendefinisikan bahwa stroke merupakan proses matinya sebagian sel otak akibat gangguan suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah menuju otak terhambat akibatnya otak tidak dapat berfungsi secara normal. Sistem metabolisme otak secara umum sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dan oksigen, dimana glukosa berperan sebagai sumber energi. Sistem kerja otak dan saraf, dipengaruhi oleh norepinephrine yang berperan sebagai produk intermediate dari dopa dan dopamine. Dopamine dapat pula berperan sebagai inhibitor pada reaksi penguraian norepinephrin. Produk akhir dari sistem metabolisme dopamine ini akan diubah menjadi asam homovanilat dan diekskresikan ke dalam urine. Selain itu, terdapat pula acetylcholine yang berperan dalam neurotransmitter, terbentuk dari asetil KoA. Serotonin (5-hydroxytrytamine, %-HT) terbentuk dari presinapsis serotoninergic neurons dari asam amino trytophan yang memiliki inti hydroxytryptophan. Selain itu, terdapat gamma-aminobutyric acid (GABA) yang terbentuk dari asam amino glutamat melalui proses dekarboksilasi, berperan dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi otak. Selain itu terdapat sistem neurotransmitter lain, yaitu glycine dapat berperan sebagai inhibitor neurotransmitter dan substansi P (Privitera and Kohler, 2001). Penyakit stroke terjadi akibat hambatan pada pembuluh darah arteri (hambatan arteri menuju otak dan pengerasan arteri yang menuju otak) serta kerusakan arteri (hemorrhagia) yang dapat menimbulkan perdarahan otak. Pada dasarnya, terdapat tiga tahap yang terjadi pada proses kerusakan otak akibat hambatan pada arteri, yaitu induksi yang menimbulkan depolarisasi membran neuron yang menyebabkan pelepasan glutamat akibatnya neuron didekatnya tereksitasi secara berlebihan dan influks ion Ca 2+ dan Na + secara abnormal, penumpukkan ion Ca 2+
16
Embed
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Stroke
Stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh penggumpalan darah
di otak (cerebral stroke) yang dapat mengakibatkan kelumpuhan (disability)
bahkan kematian (Sharma et al., 2005). Selain itu, ada yang mendefinisikan
bahwa stroke merupakan proses matinya sebagian sel otak akibat gangguan suplai
darah yang membawa oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah menuju otak
terhambat akibatnya otak tidak dapat berfungsi secara normal.
Sistem metabolisme otak secara umum sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dan
oksigen, dimana glukosa berperan sebagai sumber energi. Sistem kerja otak dan
saraf, dipengaruhi oleh norepinephrine yang berperan sebagai produk intermediate
dari dopa dan dopamine. Dopamine dapat pula berperan sebagai inhibitor pada
reaksi penguraian norepinephrin. Produk akhir dari sistem metabolisme dopamine
ini akan diubah menjadi asam homovanilat dan diekskresikan ke dalam urine.
Selain itu, terdapat pula acetylcholine yang berperan dalam neurotransmitter,
terbentuk dari asetil KoA. Serotonin (5-hydroxytrytamine, %-HT) terbentuk dari
presinapsis serotoninergic neurons dari asam amino trytophan yang memiliki inti
hydroxytryptophan. Selain itu, terdapat gamma-aminobutyric acid (GABA) yang
terbentuk dari asam amino glutamat melalui proses dekarboksilasi, berperan
dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi
otak. Selain itu terdapat sistem neurotransmitter lain, yaitu glycine dapat berperan
sebagai inhibitor neurotransmitter dan substansi P (Privitera and Kohler, 2001).
Penyakit stroke terjadi akibat hambatan pada pembuluh darah arteri (hambatan
arteri menuju otak dan pengerasan arteri yang menuju otak) serta kerusakan arteri
(hemorrhagia) yang dapat menimbulkan perdarahan otak. Pada dasarnya, terdapat
tiga tahap yang terjadi pada proses kerusakan otak akibat hambatan pada arteri,
yaitu induksi yang menimbulkan depolarisasi membran neuron yang
menyebabkan pelepasan glutamat akibatnya neuron didekatnya tereksitasi secara
berlebihan dan influks ion Ca2+
dan Na+ secara abnormal, penumpukkan ion Ca
2+
5
intrasel yang menyebabkan pelepasan glutamat tambahan, serta kadar Ca2+
yang
tinggi akan mengaktifkan enzim nuklease, prortease, dan fosfolipase bergantung
pada konsentrasi Ca2+.
Dalam hal ini, glutamat berperan penting dalam regulasi
otak secara keseluruhan sehingga disebut glutamat cascade (Murray et al., 2000).
Kerusakan pada saraf pengontrol menuju otak, mengakibatkan kelemahan dan
juga kerusakan dari sistem syaraf menuju otak. Hal ini diduga pula dapat timbul
akibat adanya sel darah putih yang tercampur dalam cairan cerebrospinal
(Katzung, 2001).
Penyakit stroke dapat ditimbulkan oleh rokok, tekanan darah tinggi, kolesterol,
aktifitas fisik yang tidak seimbang, obesitas, dan diabetes mellitus (Sharma,
2005). Hambatan yang terjadi pada pembuluh darah arteri menuju otak terjadi
karena terbentuknya lapisan clots (trombosis) dalam pembuluh darah kapiler
menuju otak setelah kurun waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh
pada tekanan darah. Orang-orang yang rentan terserang penyakit stroke, yaitu
orang-orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan orang-orang yang lanjut usia.
Stroke secara umum, terbagi menjadi dua bagian, yaitu ischaemic stroke
(penghambatan pembuluh darah otak) dan haemorrhagic stroke (perdarahan otak),
namun terdapat pula berbagai jenis stroke yang lain (Stöppler, 2008).
Istilah ischaemic digunakan utuk menjelaskan ketidakseimbangan aliran darah
menuju organ atau bagian tubuh lain akibatnya terjadi kekurangan oksigen dan
nutrisi sehingga sel akan mati. Pada kasus ischemia stroke terjadi akibat arteri
yang menyuplai darah ke otak terhambat akibat terdapat blood clots sehingga sel
otak akan mati. Penyakit ischaemic stroke merupakan penyakit stroke yang paling
umum diderita, jumlahnya hampir sekitar 80 sampai 85 persen dari penderita
stroke (Department for Work and Pensions, 2000).
Embolic stroke terjadi akibat blood clots yang ikut aliran darah menuju arteri
jantung akibatnya terjadi penyumbatan pembuluh darah di jantung. Semakin
banyak blood clots yang beredar dalam pembuluh darah sehingga sampai ke
dalam arteri otak dan menghambat aliran darah.
6
Trombolitik stroke terjadi akibat blood clots dalam arteri jaringan lemak, yang
disebut atheroma (pengerasan pembuluh arteri). Jika atheroma membesar
meyebabkan darah yang mengalir dalam pembuluh darah menempel pada dinding
arteri sehingga terbentuk blood clots.
Haemorrhagic stroke terjadi akibat neuron berkontak dengan darah sehingga
menimbulkan perdarahan di sekitar jarigan otak akibatnya suplai darah menuju
otak berkurang dan dapat mengurangi keseimbangan fungsi neuron. Pada
akhirnya dapat menimbulkan kematian. Pada umumnya, penyakit stroke jenis ini,
menyerang 15-20 persen penderita stroke.
Pengobatan stroke yang paling umum yaitu dengan terapi trombolitik untuk
menghancurkan blood clots yang masuk ke dalam pembuluh darah. Dalam hal ini,
penggunaan lumbrokinase sebagai obat dalam proses penyembuhan penyakit
stroke yaitu dengan melisiskan fibrin sehingga aliran darah menjadi lebih lancar.
Peningkatan fibrinolitik merupakan terapi efektif untuk penyakit trombotik untuk
memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al., 2000). Aktifator
plasminogen atau t-PA, urokinase, dan streptokinase semua mengaktifkan sistem
fibrinolitik. Sebaliknya, penurunan fibrinolisis melindungi bekuan darah dari lisis
dan mengurangi perdarahan dari kegagalan hemostasis (Katzung, 2001).
II.2 Pembekuan Darah
Homeostasis merupakan penghentian spontan perdarahan dari pembuluh darah
yang rusak. Sel-sel endotel vaskular normal tidak bersifat trombogenik dan
platelet darah yang bersirkulasi dan faktor pembekuan darah secara normal tidak
menempel pada sel tersebut sampai keadaan tertentu. Platelet merupakan pusat
hemostasis normal.
Dalam proses pembekuan darah terjadi akibat transformasi fibrinogen yang larut
menjadi fibrin yang tidak larut (Gambar II.7). Dalam hal ini, fibrinopeptida akan
dibuang dari fibrinogen sehingga memudahkan fibrinogen untuk bergabung
dengan fibrinogen yang lain membentuk fiber (Mathews et al., 2000).
7
Gambar II.1 Mekanisme Pembentukkan Fiber dari Monomer Fibrin
(Mathews et al., 2000)
Pembekuan darah dan pembentukan trombus harus dibatasi pada area yang sekecil
mungkin untuk mendapatkan hemostasis lokal sebagai respon terhadap
perdarahan tanpa mengakibatkan meluasnya pembekuan atau gangguan aliran
darah. Pada dasarnya terdapat dua sistem utama yang mengatur mekanisme
fibrinolitik, yaitu penghambatan fibrin dan fibrinolisis. Proses utama dari
fibrinolisis, yaitu perubahan plasminogen non aktif menjadi enzim proteolitik
plasmin. Sel-sel yang terluka menyebabkan aktifator plasminogen aktif. Plasmin
membentuk kembali trombus dan membatasi pengembangan trombosis melalui
pencernaan proteolitik dari fibrin (Katzung, 2001).
II.3 Cacing Tanah L. rubellus
II.3.1 Anatomi dan taksonomi
Cacing tanah L. rubellus dikenal pula sebagai Red worm, Blood Worm, Red
Wiggler (Gambar II.1). Adapun ciri-ciri umum dari cacing tanah spesies L.
rubellus, yaitu panjang 60–150 cm dan diameter 4–6 mm, jumlah segmen 95
sampai 145, posisi klitelum pada segmen ke-26, menghasilkan 79–106 kokon
setiap tahun untuk satu ekor cacing, bersifat hermaprodit, dan memiliki bagian
dorsal berwarna merah kecoklatan. Cacing tanah ini memiliki habitat di daerah
lembab dan biasanya berada di dalam tanah, apabila hendak mencari makan maka
akan muncul ke permukaan tanah (Edwards and Lofty, 1972).
8
Gambar II.2. Cacing tanah L. rubellus
Cacing tanah merupakan kelompok eukariot yang paling sederhana. Adapun
taksonomi dari cacing tanah L. rubellus, yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Clitellata
Subkelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Marga : Lumbricus
Spesies : L. rubellus
Cacing tanah Lumbricus rubellus termasuk dalam kelompok famili Lumbricidae,
dimana spesies cacing lain yang termasuk kelompok ini, meliputi Allolobophora