4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Uraian Tanaman Kakao II.1.1 Klasifikasi (13,14) Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Subkelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma Jenis : Theobroma cacao L. Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman yang berasal dari suku sterculiaceae. Ada 22 spesies dalam marga Theobroma (suku sterculiaceae). Theobroma cacao di klaim sebagai satu-satunya jenis yang telah diusahakan secara komersial dan tentunya paling populer untuk dipasarkan. Jenis tanaman kakao yang sebagian besar diusahakan di Indonesia adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (13).
54
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Uraian Tanaman Kakao II.1.1 …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 2. 17. · enzim superoksida dismutase (SOD), katalase,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Uraian Tanaman Kakao
II.1.1 Klasifikasi (13,14)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman yang berasal dari suku
sterculiaceae. Ada 22 spesies dalam marga Theobroma (suku
sterculiaceae). Theobroma cacao di klaim sebagai satu-satunya jenis yang
telah diusahakan secara komersial dan tentunya paling populer untuk
dipasarkan. Jenis tanaman kakao yang sebagian besar diusahakan di
Indonesia adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (13).
5
II.1.2 Buah Kakao
Buah kakao secara garis besar terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit buah
75,67%, daging buah (pulpa) 2,59% dan biji kakao 21,74%.
Pada dasarnya ada 2 macam warna buah kakao, yaitu (13):
a. Buah yang ketika muda berwarna hijau, bila sudah masak berwarna
kuning.
b. Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak
berwarna kuning orange.
Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, di dalam buah,
biji tersusun dalam 5 baris mengelilingi poros buah, jumlahnya beragam
antara 20-50 biji.
Pada penampakan melintang biji kakao, akan terlihat dua kotiledon
yang saling melipat dan pangkalnya menempel pada embrio axis. Warna
kotiledon kakao ada yang berwarna putih (pada jenis Criollo) dan ada yang
berwarna ungu (pada jenis Forastero). Biji kakao dilindungi oleh daging
buah (pulpa) yang berwarna putih, ketebalan pulpa bervariasi. Rasa daging
buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat
perkecambahan.
II.1.3 Kandungan Kimia
Biji kakao mengandung total polifenol 12-18% dari bobot kering,
antara lain katekin, epikatekin, antosianin, proantosianidin, asam-asam
fenolat, tannin terkondensasi, flavonoid lainnya dan beberapa komponen
minor (13).
6
Katekin Epikatekin
KA
Gallokatekin Epigallokatekin
Gambar 1. Beberapa senyawa polifenol dari Theobroma cacao L. (Sumber : Wahyudi T. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta, hal. 38)
Kulit buahnya mengandung komponen fenolik 1,82%. Hasil ekstraksi
diperoleh kadar total polifenol kulit buah kakao 12,6%, kandungan isinya
antara lain polimer epikatekin (13).
II.1.4 Kegunaaan
Kandungan polifenol kakao meningkatkan aktivitas antioksidan
plasma manusia yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar
vitamin C plasma, peningkatan antiradikal bebas plasma, serta penurunan
nilai malondialdehid plasma yang merupakan produk metabolit hasil
oksidasi senyawa radikal (15). Selain itu,efek antioksidan memberi-kan
manfaat besar terhadap kesehatan manusia, seperti dalam peng-obatan
dan pencegahan kanker dan penyakit lainnya (16). Aktivitas antioksidan
pada kakao, dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko
terserang penyakit, termasuk penyakit kardiovaskular. Flavonoid sebagai
7
antioksidan bekerja secara langsung menetralisasi radikal bebas,
mengkhelat logam-logam (Fe2+ dan Cu+), menginhibisi enzim yang
berperan dalam produksi oksigen reaktif (17).
Beberapa manfaat lain dari polifenol kakao adalah antikarsinogen,
Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang
diinginkan larut didalamnya. Hasil dari proses ekstraksi ialah ekstrak (19).
Ekstrak ialah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut dan cara yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetap-kan (20).
Ada beberapa jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan di
antaranya (21) :
1. Maserasi
Adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan proses
perendaman dimana dilakukan dengan memasukkan serbuk ke dalam
pelarut dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.
8
2. Perkolasi
Adalah ekstraksi dengan cara mengalirkan pelarut melalui serbuk
simplisia. Sampel dibasahi secara perlahan dalam perkolator. Metode ini
membutuhkan waktu yang lama.
3. Digesti
Adalah ekstraksi dengan cara maserasi yang dikombinasikan dengan
pemanasan. Metode ini cocok untuk bahan aktif yang tahan pada
pemanasan.
4. Refluks
Adalah ekstraksi dengan cara memasukkan secara bersamaan sampel
dan pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut
dipanaskan hingga mencapai titik didih.
5. Soxhlet
Adalah ekstraksi yang dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel
dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klong-
song yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor.
6. Distilasi Uap
Adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia). Selama pemanasan, uap terkondensasi
dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)
ditampung dalam wadah yang terhubung kondensor.
9
II.3 Frezee Drying
Frezee drying atau liofilisasi merupakan metode pengeringan yang
dapat digunakan untuk membuat sediaan farmasi dan biologis yang tidak
tahan panas atau jika tidak stabil dalam larutan air untuk waktu
penyimpanan yang lama, tetapi stabil dalam keadaan kering. Frezee drying
adalah metode dengan proses tahapan, yang terdiri dari sublimasi dan
pengeringan. Sublimasi vakum dilakukan untuk menghilangkan kristal es.
Pemanasan dilakukan selama proses pengeringan untuk menyerap air.
Metode liofilisasi dilakukan dengan suatu alat pendingin mekanik pada
temperatur dibawah- 40ºC (22,23).
Keuntungan penggunaan freeze drying adalah proses pengeringan
dilakukan pada suhu rendah sehingga mengurangi resiko terjadinya
degradasi produk yang sensitif terhadap panas, kadar air dapat dikontrol
selama proses pengeringan, dan prosuk akhir memiliki bentuk yang
menarik berupa serbuk dengan luas permukaan yang spesifik. (24).
II.4 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus memiliki beberapa keuntungan sebagai hewan coba penelitian
diantaranya yaitu; perkembangbiakan yang cepat, mudah dipelihara dalam
jumlah banyak, tempramen cukup baik, dan tahan terhadap arsenik tiroksid.
Tikus putih yang digunakan dalam skala penelitian meliputi 3 jenis yaitu
Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Namun yang paling sering
digunakan adalah tikus putih galur wistar dengan pengendalian variabel
biologis (25).
10
II.5 Kanker
Kanker merupakan penyakit sel yang memiliki ciri-ciri gangguan atau
kegagalan mekanisme pengatur fungsi homeostatis lainnya pada
organisme multiseluler.
Ciri-ciri dari penyakit kanker adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor.
2. Bersifat invasif, artinya mampu tumbuh di jaringan sekitarnya.
3. Bersifat metastatik, artinya menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
pertumbuhan baru.
4. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan.
Beberapa terapi yang digunakan untuk pengobatan penyakit kanker,
di antaranya pembedahan, radioterapi, dan penggunaan agen kemoterapi.
Pembedahan merupakan terapi utama untuk penyakit kanker, seperti
kanker padat, sedangkan penggunaan agen kemoterapi adalah terapi
utama untuk kanker yang mengalami metastatis. Ada berbagai jenis agen
kemoterapi, diantaranya antagonis hormon, obat yang berikatan spesifik
dengan molekul penyebab kanker, serta obat sitotoksik seperti
doksorubisin. Obat sitotoksik merupakan obat kemoterapi yang paling
sering digunakan (26,27).
II.6 Doksorubisin
II.6.1 Pengertian Doksorubisin
Doksorubisin adalah salah satu obat antikanker yang digolongkan
sebagai antibiotika antrasiklin dan pertama kali diisolasi dari Streptomyces
11
peucetiusvar caesius. Doksorubisin merupakan analog daunorubisin yang
terhidroksilasi dan secara luas digunakan pada berbagai penyakit kanker
dan leukemia akut (28).
Obat-obat sitotoksik pada kelompok ini memiliki bagian kuinon dan
hidrokuinon pada cincin yang berdekatan.Adapun struktur kimia
doksorubsin, sebagai berikut (29).
Gambar 2: Struktur kimia doksorubisin(Sumber : Bertram, G. Katzung. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed. 1. Jakarta: Penerbit EGC.)
II.6.2 Mekanisme Kerja
II.6.2.1 Interkalasi di dalam DNA
Mekanisme kerja doksorubisin yaitu menghambat sintesis DNA dan
RNA. Hal ini dapat diketahui dengan adanya pembentukan kompleks DNA
dan interkalasi dengan molekul DNA melalui enzim topoisomerase II. Enzim
topoisomerase II merupakan nuklear enzim yang bertanggung jawab
terhadap struktur DNA. Enzim topoisomerase akan memediasi proses
kondensasi dan dekondensasi dari untaian DNA. Pada proses sintesis
DNA, dikenal istilah cleavable (initial-enzyme-DNA) complex. Doksorubisin
dan golongan antrasiklin lainnya menghambat aktivitas topoisomerase II
12
dengan meningkatkan dan menstabilkan cleavable (initial-enzyme-DNA)
complex, yang menyebabkan pemecahan pada protein dan terikat pada
untaian ganda DNA yang akan memberikan efek toksik (29).
II.6.2.2 Ikatan pada membran sel
Mekanisme kerja ini yaitu mengubah fungsi proses pengangkutan
yang berhubungan dengan aktivasi fosfatidilinositol.
II.6.2.3 Pembentukan radikal oksigen
Radikal bebas hasil metabolisme doksorubisin membentuk radikal
intermediate semiquinon yang dapat bereaksi dengan oksigen dan
menurunkan kadar O2 molekuler sehingga menghasilkan radikal anion
superoksida yang selanjutnya menghasilkan hidrogen peroksida dan
radikal hidroksil yang menyerang DNA.
Gambar 3. Mekanisme pembentukan radikal bebas doksorubisin Bagian kuinon pada cincin C doksorubisin dapat membentuk semi kuinon dan secara cepat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti anion oksigen (O2·-) atau H2O2. Siklus ini didukung oleh NAD(P)H- oksidoreduktase (Minnoti et al., 1999).
Semikuinon
13
II.6.3 Penggunaan Klinis
Doksorubisin merupakan obat antikanker yang digunakan untuk
terapi utama pengobatan berbagai penyakit kanker, seperti kanker
payudara, kanker ovarium, kanker paru, juga digunakan untuk terapi
leukemia dan sarkoma. Umumnya obat ini digunakan untuk pemakaian
tunggal maupun dikombinasikan dengan obat antikanker lainnya (30).
II.6.4 Farmakokinetik
Doksorubisin diberikan secara IV karena obat ini diinaktifkan dalam
saluran cerna. Doksorubisin terdistribusi secara luas dan tidak menembus
sawar darah otak. Obat ini mengalami metabolisme hepatik secara luas.
Umumnya obat ini dan metabolitnya dikeluarkan dalam cairan empedu dan
sekitar seperenam dikeluarkan melalui urin (30).
II.6.5 Efek Samping
Doksorubisin memiliki efek samping yaitu mual, muntah, diare,
stomatitis, anemia, dan hiperurisemia. Doksorubisin pada dosis tinggi dapat
menyebabkan kardiotoksisitas dan hepatotoksisitas. Kardiotoksik dan
hepatotoksik dapat terjadi karena akibat adanya radikal bebas yang
terbentuk dari hasil metabolisme doksorubisin (30).
Berdasarkan penelitian,penggunaan doksorubisin meningkatkan
stres oksidatif pada ginjal dan hati yang ditandai dengan penurunan tingkat
GSH (Gluthation) pada jaringan dan aktivitas katalase, serta dapat
meningkatkan produk lipid peroksidasi.
14
II.7 Radikal Bebas
II.7.1 Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas adalah salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif
yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya
elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut memiliki
sifat yang sangat reaktif untuk mencari pasangan dengan cara mengikat
dan menyerang elektron yang berada disekitarnya (31).
Radikal oksigen dan turunannya dapat mematikan sel. Radikal
hidroksil menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap membran protein, dan
komponen sel lainnya. Superoksida dismutase mengeluarkan radikal bebas
superoksida sedangkan katalase dan glutation mengeluarkan hidrogen
peroksida dan proksida lemak. Enzim tersebut merupakan pertahanan
alami sel terhadap spesies oksigen reaktif, namun stres oksidatif dapat
timbul apabila kecepatan pembentukan spesies oksigen reaktif melebihi
kapasitas sel mengatasi spesies oksigen reaktif (32).
II.7.2 Kerusakan Akibat Serangan Radikal Bebas
Ada beberapa kerusakan yang ditimbulkan akibat adanya radikal
bebas, diantaranya (33) :
1. Membran Sel :Komponen penyusun membran sel berupa asam lemak
tak jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid dan protein. Serangan
radikal hidroksil pada asam lemak tak jenuh dimulai dengan interaksi
oksigen pada beberapa rangkaian sehingga terbentuk lipid hidro-
peroksida yang merusak bagian sel tempat lipid hidroperoksida.
15
2. Kerusakan DNA: Radikal bebas merupakan salah satu faktor dari
banyak faktor yang menyebabkan kerusakan DNA.
3. Peroksida Lipid: Lipid atau lemak adalah molekul yang dianggap paling
sensitif terhadap serangan radikal bebas sehingga dapat terbentuk lipid
peroksidasi. Terbentuknya lipid peroksidasi ini dapat menyebabkan
kerusakan sel, dimana kerusakan sel adalah salah satu penyebab
terjadinya berbagai penyakit degeneratif.
II.8 Antioksidan
II.8.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau
menangkal dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan elektron kepada senyawa yang bersifat oksid-
an sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut terhambat. Penyebab
utama kerusakan oksidatif di dalam tubuh adalah senyawa oksidan, baik
yang berbentuk radikal bebas ataupun bentuk senyawa oksigen reaktif lain
yang bersifat sebagai oksidator. Kerusakan oksidatif terjadi karena
rendahnya antioksidan di dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi
reaktivitas senyawa oksidan (31).
II.8.2 Klasifikasi Antioksidan
Secara umum, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu
antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis meliputi
enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase.
Sedangkan, antioksidan non enzimatis dibagi menjadi 2, yaitu antioksidan
16
larut lemak (flavonoid, tokoferol, dan karotenoid) dan antioksidan larut air
(asam askorbat, protein pengikat logam, asam urat). Antioksidan enzim-atis
dan non enzimatis bekerja menghambat aktivitas senyawa oksidan dalam
tubuh (31).
II.9 Peroksidasi Lipid
Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa
radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA (poly unsaturated
fattyacids).
Peroksida lipid (ROOH) bersifat tidak stabil. Peroksidasi lipid dalam
membran akan mendegradasi asam lemak tak jenuh secara selektif,
kemudian mengakumulasikannya menjadi aldehid, hidrokarbon, dan
produk-produk cross-linking. Umumnya, produk akhir peroksidasi lipid
dapat ditentukan melalui pengukuran kadar malondialdehida (MDA) dan
hidrokarbon, seperti etana dan etilen (31).
Oksidasi lipid dapat terjadi melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi,
propagasi,dan terminasi (34) :
1. Tahapan Inisiasi
Inisiasi merupakan tahapan dimulainya produksi asam lemak radikal.
Terjadinya serangan radikal bebas umumnya spesies oksigen reaktif
(OH•)terhadap partikel lemak dan menghasilkan air (H2O) dan asam
lemak radikal.
2. Tahapan Propagasi
Hasil dari tahap inisiasi yaitu terbentuknya asam lemak radikal yang
17
bersifat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan molekul oksigen akan
menghasilkan suatu peroksi radikal asam lemak yang juga bersifat
sangat tidak stabil. Peroksi radikal asam lemak ini akan bereaksi dengan
asam lemak bebas lainnya untuk menghasilkan asam lemak radikal
yang baru dan menghasilkan peroksida lemak. Siklus ini dinamakan
propagasi.
3. Tahapan Terminasi
Tahapan ini disebut juga sebagai mekanisme reaksi rantai. Apabila
suatu radikal bereaksi dengan non radikal maka akan menghasilkan
radikal baru. Reaksi radikal akan berhenti bila terdapat dua radikal yang
saling bereaksi dan menghasilkan suatu spesies non radikal.
Gambar 4. Peroksidasi lipid asam lemak jenuh menjadi malondialdehida (Sumber : Murray RK, Granner DK, dan Rodwel VW, 2009. Biokimia Harper. Ed. 27, Jakarta).
II.10 Malondialdehida (MDA)
Malondialdehida (MDA) merupakan produk oksidasi asam lemak
tidak jenuh oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi dapat
menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Kadar MDA
diukur dengan metode TBARS (thiobarbituric acid reactive substance).
Malondialdehid Endoperoksid Hidroperoksid ROOH
18
TBARS adalah indikator peroksidasi lipid yang digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan subjek manusia maupun hewan percobaan. Hasil
pengukuran tersebut ditentukan menggunakan spektrofotometer dengan
dasar penyerapan warna yang terbentuk dari rekasi TBA dan MDA (31).
II.11 Vitamin C
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut
dalam air. Sebagai antioksidan, vitamin C memiliki mekanisme kerja yaitu
sebagai donor elektron dengan cara memindahkan satu elektron ke
senyawa logam dan dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi
biokimia intaseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu berinteraksi
dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa
oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron
ke dalam tokoferol teroksidasi, dan mengabsorpsi logam ke dalam saluran
pencernaan (31).
Vitamin C juga dapat mereduksi radikal superoksida, hidroksil, dan
oksigen reaktif. Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal
bebas dan mengubahnya menjadi radikal askorbil (31).
II.12 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang meng-
amati interaksi radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suati
zat kimia. Teknik yang sering digunakan spektroskopi serapan ultraviolet,
cahaya tampak, infra merah, dan serapan atom (35).
19
Panjang gelombang spektrofotometer UV-Vis diukur dalam
nanometer (nm),dimana 1 nm = 10-9 m. Absorbsi cahaya ultraviolet atau
cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang dari cahaya
tampak yaitu 400-750 nm. Panjang gelombang ini diantranya memberikan
warna biru, hijau, kuning oranye dan warna-warna antara. Sedangkan, sinar
radiasi UV tidak terlihat oleh mata dengan panjang gelombang berkisar 100-
400 nm (35).
20
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, batang
pengaduk, beaker glass (pyrex®), cawan porselin, gelas ukur (pyrex®), gelas
erlenmeyer (pyrex®), labu tentukur (pyrex®), pipet tetes, sendok tanduk,
Cardiomiopaty. Cardiology. 2010;115(2). pp.155-162 3. Knight L., Cynthia A., Christal G.Y., David LB., Zhao Yong Hu., & Dale
Uyeminami. Cigarette smoke exposure and hypercholesterolemia increase mitochondrial damage in cardiovascular tissues. Circulation. 2011;105(7). pp. 849–854
4. Souza T.P., Oliveira P.R., & Pereira B. Physical exercise and oxidative
stress effect of intense physical exercise on urinary chemiluminescence and plasmatic malondialdehyde. Rev Bras Med Esporte. 2007. Vol.11 no. 1. pp. 97-101
Doksorubisin Treatment in vivo Causes Cytochrome c Release and Cardiomyocyte Apoptosis, As Well As Increased Mitochondrial Effeciency, Superoxide Dismutase Activity, and Bcl-2. Cancer Research. 2011. Vol.62(16). pp 4592-4598
6. Yagmurca M., Bas O., Mollaglu H., Sahin O., Nacar A., & Karaman O.
Protective Effect of Erdosteine on Doxorubicin Induced Hepatoxicity in Tats. Archives of Medical Research. 2010. Vol.32(4). pp. 413-426
7. Hoskins W.J., Perez C.A., Young R.C., Barakat R., Markman M., &
Randall M. Principle and Practice of Gynecologic Oncology. Ed. 4. Philadelphian. USA. 2005. pp. 507-508
Analysis of Cancer Metabolism : A New System Biology Approach in Metabolomics.Springer New York Heidelberg ordrecht. London. 2009. pp. 49-51
9. Dewhirst M.W., Cao Y., & Moeller. Cycling Hypoxia and Free Radicals
Regulate Angiogenesis and Radiotherapy Response. Nat Rev Cancer. 2009;8(6). pp. 425
10. Othman A., Ismail A., Ghani N.A., & Adenan I. Antioxidant Capacity and
Phenolic Content of Cocoa Bean. Food Chemstry. 2007. pp. 1523
37
11. Sartini, Djide N., & Alam G. Ekstraksi Komponen Bioaktif dari Limbah Kulit Buah Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Akivitas Antioksidan dan Antimikroba. Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. 2007
12. Oktiari Y. Pengaruh Ekstrak Kulit kakao (Theobroma cacao L.)
Terhadap Hepatoksisitas Paracetamol. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010
13. Wahyudi T. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.
2009. pp. 42-57 14. Backer, C.A., and Bakhuizen Van Den Brink. Flora of Java