24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini berisikan aspek teoritik dan aspek peraturan perundang-undangan mengenai dana desa atau setidaknya yang terkait dengan dana desa, khususnya potensi masalah dalam pengelolaan dana desa. 1. Aspek Teoritik a. Konsepsi Kebijakan Publik 1) David Easton: The impact of government activity; 1 (Akibat aktivitas pemerintah). 2) Harold Laswell & Abraham Kaplan: A projected program of goals, values and practices; 2 (Suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu). 3) B. Guy Peters: The sum of government activities, whether acting directly or through agents, as it has an influence on the lives of citizens; 3 (Jumlah kegiatan- kegiatan pemerintah, baik bertindak langsung atau melalui agen, karena memiliki pengaruh terhadap kehidupan warga). 4) Michael Howlett & M. Ramesh: Public policy is a complex phenomenon consisting of numerous decisions made by numerous individual and 1 David Easton; A System Analysis of Political Life; Willey, New York, 1965, p. 212. 2 Harold Laswell & Abraham Kaplan; Power and Society; Yale University Press, New Heaven, !970, p. 71. 3 B. Guy Peters; American Public Policy; 3rd Ed., Chatam House, New Jersey, 1993, p. 4.
69
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN …...masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. 10. 11) Carl
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini berisikan aspek teoritik dan aspek peraturan
perundang-undangan mengenai dana desa atau setidaknya yang terkait dengan dana desa,
khususnya potensi masalah dalam pengelolaan dana desa.
1. Aspek Teoritik
a. Konsepsi Kebijakan Publik
1) David Easton: The impact of government activity;1 (Akibat aktivitas
pemerintah).
2) Harold Laswell & Abraham Kaplan: A projected program of goals, values and
practices;2 (Suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,
nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu).
3) B. Guy Peters: The sum of government activities, whether acting directly or
through agents, as it has an influence on the lives of citizens;3 (Jumlah kegiatan-
kegiatan pemerintah, baik bertindak langsung atau melalui agen, karena
memiliki pengaruh terhadap kehidupan warga).
4) Michael Howlett & M. Ramesh: Public policy is a complex phenomenon
consisting of numerous decisions made by numerous individual and
1 David Easton; A System Analysis of Political Life; Willey, New York, 1965, p. 212. 2 Harold Laswell & Abraham Kaplan; Power and Society; Yale University Press, New Heaven, !970, p. 71. 3 B. Guy Peters; American Public Policy; 3rd Ed., Chatam House, New Jersey, 1993, p. 4.
25
organizations. It is often shaped by earlier policies and is frequently linked
closely with other seemingly unrelated decisions;4 (Kebijakan publik
merupakan fenomena kompleks yang terdiri dari banyak keputusan yang dibuat
oleh berbagai individu dan organisasi. Hal ini sering dibentuk oleh kebijakan
sebelumnya dan sering terkait erat dengan keputusan-keputusan lainnya yang
tampaknya tidak berhubungan).
5) Thomas R. Dye; What government do, why they do it, and what difference it
makes;5 (Segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka
melakukannya, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil
berbeda).
6) James E. Anderson: A relative stable, purposive course of action followed by
an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern;6
(Sesuatu yang relatif stabil, maksud (arah) tindakan tertentu yang diikuti oleh
aktor atau kelompok aktor dalam menangani suatu masalah atau keprihatinan).
7) James P. Lester dan Joseph Steward Jr: A process or a series or pattern of
governmental activities or decisions that are design to remedy some public
problem, either real or imagined;7 (Sebuah proses atau serangkaian atau pola
kegiatan pemerintah atau keputusan yang didesain untuk memperbaiki
beberapa masalah umum, baik nyata maupun tidak).
4 Michael Howlett & M. Ramesh; Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystem; Oxford
University Press, Oxford, 1995, p. 7. 5 Thomas R. Dye; Understanding Public Policy; Prentice Hall, New Jersey, 1995, p. 2. 6 James E. Anderson; Public Policy Making; Houghton Mifflin, Boston, 2000, p. 4. 7James P. Lester dan Joseph Steward Jr; Public Policy: An Evolutionary Approach; Wadsworth, Balmont,
2000, p. 18.
26
8) Austin Ranney: A selected line of action or declaration of intent;8 (Sebuah
garis tindakan yang dipilih atau deklarasi niat).
9) Steven A. Peterson: Government action to address some problems;9 (Tindakan
pemerintah untuk mengatasi beberapa masalah).
10) Riant Nugroho: Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara,
khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara
yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar
masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk
menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.10
11) Carl J. Friedrich: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok,
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang
yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan
potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.11
12) Menurut Budi Winarno, satu hal yang harus diingat dalam memahami
kebijakan publik adalah bahwa pendefinisian kebijakan publik tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini
dilakukan karena kebijakan publik merupakan suatu proses yang mencakup
8 Austin Ranney sebagaimana terkutip dalam James P. Lester & Joseph Steward Jr.; Public Policy: An
Evolutionary Approach; Wadsworth, Balmont, 2000, p. 18. 9 Steven A. Peterson sebagaimana terkutip dalam Kack Rabin; Encyclopedia of Public Administration and
Public Policy; Marcel Dekker, New York & Basel, 2003, p. 1030. 10 Riant Nugroho; Public Policy; Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2008,
h. 55. 11 Carl J. Friedrich, sebagaimana terkutip dalam Riant Nugroho; Ibid; h. 53-54.
27
pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan publik yang
hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Oleh
karena itu, definisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi
tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak
semata-mata menyangkut usulan tindakan. Karena itu, menurut Budi Winarno,
definisi Kebijakan Publik yang ditawarkan oleh James Anderson adalah lebih
tepat dibandingkan dengan definisi-definisi Kebijakan Publik yang lain. James
Anderson: “kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang
ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan”. Konsep kebijakan ini dipandang tepat karena
memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada
apa yang hanya diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga
membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara
berbagai alternatif yang ada.12
13) Bila pendapat Anderson itu dielaborasi, maka Kebijakan Publik terlihat sebagai
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah.
Implikasi dari kebijakan itu adalah: (1). Kebijakan Publik selalu mempunyai
tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada
tujuan; (2). Kebijakan Publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; (3).
Kebijakan Publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi
bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; (4).
Kebijakan Publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu; dan (5). Kebijakan Publik pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang
12 Budi Winarno; Kebijakan Publik: Teori, Proses & Studi Kasus; Cetakan Pertama, Penerbit CAPS,
Yoogyakarta, 2012, h. 21.
28
positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan
memaksa.13
b. Konsepsi Good Governance
Istilah Good Governance pertama kali dipopulerkan oleh lembaga penyandang
dana internasional seperti Bank Dunia (World Bank), UNDP (United Nations
Development Programme), dan IMF (International Monetary Fund) dalam rangka
menjaga dan menjamin keberlanjutan dana bantuan yang diberikan negara-negara
sasaran bantuan. Pada dasarnya badan-badan internasional ini berpandangan bahwa
setiap bantuan internasional di negara-negara berbagai belahan dunia, terutama di
negara berkembang sulit berhasil tanpa adanya good governance di negara sasaran
tersebut. Karena itu, good governance kemudian menjadi isu sentral dalam
hubungan lembaga-lembaga multilateral tersebut dengan negara sasaran.14
Pada dasarnya, konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada sistem
pemerintahan yang menekankan pada kesetaraan pada lembaga-lembaga negara
bak di pusat maupun di daerah sektor swasta maupun masyarakat madani (civil
society). Good Governance berdasarkan pandangan ini berarti suatu kesepakatan
menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah,
masyarakat madani dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut keseluruhan termasuk
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat
13 Lutfi J. Kurniawan & Mustafa Lutfi; Perihal Negara, Hukum & Kebijakan Publik – Perspektif Politik
Kesejahteraan yang Berbasis Kearifan Lokal; Pro Civil Society dan Gender; SETARA Press, Malang,
Cetakan Ke- 2, April 2012, h. 20 - 21. 14 Tim ICCE UIN Jakarta, 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi HAM dan Masyarakat Madani,
Jakarta: UIN Jakarta dan Prenada Media; Sadu Wasistiono, 2004. “Desentralisasi, Demokratisasi, dan
Pembentukan Good Governance” dalam Syamsuddin Haris dkk (Editor), 2004 “Desentralisasi dan Otonomi
Daerah”; Jakarta: LIPI Press; sebagaimana dikutip oleh Sirajuddin, dkk.; Hukum Pelayanan Publik; Setara
Press, Malang, 2012, h. 38.
29
mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukumnya, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan di antara mereka. Santosa menjelaskan
bahwa Governance sebagaimana didefinisikan UNDP adalah pelaksanaan politik,
ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan
kewenangan tersebut dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan
efektif atau efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana
demokratis, akuntabel serta transparan.15
c. Konsepsi Korupsi
Korupsi sendiri berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal
dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua usianya. Dari bahasa latin
itulah diturunkan ke banyak bahasa di Eropa seperti Inggris yaitu corruption,
corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari
bahasa Belanda inilah kata tersebut diturunkan ke bahasa Indonesia yaitu korupsi.16
Kata korup berarti buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan
uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan
jabatannya untuk kepentingan pribadi.17 Korupsi berarti penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk
keuntungan pribadi atau orang lain.18
15 Mas Achmad Santosa; Good Governance & Hukum Lingkungan; Jakarta: ICEL, 2001, h. 86 16 Perhatikan misalnya dalam Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi; Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2005, h. 4. 17 Pengertian ini diambil dari Kamus Hukum (2002) sebagaimana dikutip oleh Arya Maheka (Penulis) Eko
Soesamto Tjiptadi, Anatomi Mulyawan & Eddy O.S. Hiariej (Editor), Mengenali dan Memberantas
Korupsi; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia; Jakarta, tanpa tahun terbit, h. 12. 18 Ibid.
30
Robert Klitgaard, Ronald Maclean-Abaroa, H. Lindsey Parris menyebutkan bahwa
korupsi berarti memungut uang bagi pelayanan yang sudah seharusnya diberikan,
atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi bisa
mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah. Korupsi dapat terjadi di dalam tubuh
organisasi (misalnya penggelapan uang) atau di luar organisasi (misalnya
pemerasan). Korupsi kadang-kadang membawa dampak positif di bidang
kehidupan sosial, namun pada umumnya korupsi menimbulkan inefisiensi,
ketidakadilan dan ketimpangan.19
2. Aspek Peraturan Perundang-Undangan
a. Konsepsi Dana Desa
Penegertian Dana Desa antara lain dapat ditemukan dalam Pasal 1 Angka 2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan Pasal 1 Angka 2i
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia No. 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2017.
Kedua ketentuan hukum tersebut mengatur bahwa Dana Desa adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten
19 Robert Klitgaard (et al), “Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah”; alih bahasa
oleh Masri Maris, Yayasan Obor Indonesia & Partnership for Governance Reform in Indonesia, Jakarta,
2002, h. 3, sebagaimana dikutip oleh Yudi Kristiana; Disertasi; Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan
Melalui Pendekatan Hukum Progresif – Studi Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana
Korupsi; Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2007, h. 86 – 87.
31
/ kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Konsepsi Pelayanan Publik
1) Pasal 1 Angka 1 UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur
bahwa: Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
2) Pasal 1 Angka 2 UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur
bahwa: Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
3) Pasal 1 Angka 4 UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur
bahwa: Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut
Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik
yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
32
4) Pasal 1 Angka 5 UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur
bahwa: Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah
pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi
Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian
tindakan pelayanan publik.
5) Pasal 1 Angka 7 UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur
bahwa: Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
c. Konsepsi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
1) Pasal 1 ayat (3) UU RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (sering disebut Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK), mengatur
bahwa:Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2) Pasal 1 ayat (3) UU RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan